DEFINISI
Stroke adalah defisit neurologis, baik fokal maupun global yang terjadi secara
mendadak, oleh karena gangguan pembuluh darah otak (cerebrovaskular), yang mempunyai
pola gejala yang berhubungan dengan waktu.
Defisit neurologis yang bersifat fokal contohnya : hemiparese, hemiplegia, disartria,
afasia, hipestesia, hemianopsia, anosmia, dll
Defisit neurologis yang bersifat global contohnya : penurunan kesadaran disertai
adanya quadriplegia, dan gejala lain yang menyeluruh akibat krusakan otak secara difuse.
EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan
keganasan.Stroke diderita oleh 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke
merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan
stroke non hemoragik ( 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik)
dengan angka kematian stroke trombotik 37%, dan stroke embolik 60%. Presentase
stroke non hemoragik hanya sebanyk 15-35%. 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau
hematom intraserebral, dan 5-15% perdarahan subarachnoid. Angka kematian stroke
hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah
ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.
VASKULARISASI OTAK
Otak menerima darah yang dipompakan dari jantung melalui arkus aorta yang
mempunyai 3 cabang, yaitu arteri brakhiosefalik (arteri innominata), arteri karotis komunis
kiri dan arteri subklavia kiri. Arteri brakhiosefalik dan arteri karotis komunis kiri berasal dari
bagian kanan arkus aorta. Arteri brakhiosefalik selanjutnya bercabang dalam arteri karotis
komunis kanan dan arteri subklavia kanan. Arteri karotis komunis kiri dan kanan masingmasing bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna (kiri dan kanan) dan arteri
subklavia kiri dan kanan masing-masing mempunyai salah satu cabang yaitu vertebralis kiri
dan kanan. Aliran darah ke otak yang melalui arteri vertebralis berserta cabang-cabangnya
disebut sistem vertebrobasiler, dan yang melalui arteri karotis interna beserta cabangcabangnya disebut sistem karotis. Sistem karotis terdiri dari tiga arteri mayor, yaitu arteri
karotis komunis, karotis interna, dan karotis eksterna.
Berikut ini merupakan gambar dari peredaran darah arteri mulai dari aorta sampai ke arteri
karotis interna.
SISTEM KAROTIS
Sistem karotis kanan yang bercabang menjadi a. Cerebri media kanan dan akan berhubungan
dengan arteri kecil yaitu a.lentikulostriata dimana ini akan memperdarahi hampir semua
daerah putamen dari nukleus kaudatus, limen insula, sepertiga lateral dari palidum, dan
segmen dorsal dari kapsula interna, dan ini merupakan daerah yang terdapat perjalanan jaras
motorik dan sensorik dari kortex serebri pada bagian girus presentralis dan postsentralis, dan
akan melewati homunkulus pada kapsula interna, dimana apabila terjadi infark atau lesi pada
bagian ini maka akan timbul defisit neurologis yang mengenai area presentralis dan
postsentralis dari homunkulus lidah sampai ke lengan dan sedikit mengenai bagian tungkai
sebelah kiri. Sesuai dengan keluhan pasien yaitu bicara menjadi tidak jelas dan ada
kelemahan dan penurunan sensasi rasa pada wajah, lengan dan tungkai sebelah kiri, dan
keluhan lemah tungkai lebih ringan dibandingkan lemah pada tangan. Ini sesuai juga sesuai
dengan gambaran CT Scan kepala pasien yaitu infark di daerah ganglia basalis kanan yang
merupakan tempat-tempat lesi yang mungkin terjadi tersebut.
Sistem karotis memperdarahi mata, ganglia basalis, sebagian besar hipotalamus, dan
lobus frontalis, lobus parietalis, serta sebagian besar lobus temporal serebrum. Pada tingkat
kartilago tiroid, arteri karotis komunis terbagi menjadi arteri karotis eksterna dan interna.
Arteri Karotis Interna
Batang arteri karotis interna terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Pars servikalis
Berasal dari arteri karotis komunis dalam trigonum karotikum sampai ke dasar
tengkorak.
2. Pars petrosa
Terletak di dalam os petrosum bersama-sama dengan pleksus venosus karotikus
internus. Setelah meninggalkan kanalis karotikus, di sisi depan ujung puncak piramid
pars petrosa hanya dipisahkan dari ganglion trigeminal yang terletak disisi lateral oleh
septum berupa jaringan ikat atau menyerupai tulang pipih.
3. Pars kavernosa
Melintasi ujung sinus kavernosus, membentuk lintasan berliku menyerupai huruf "S"
yang sangat melengkung, dinamakan Karotissphon. Di sisi medial, pars kavernosa
terletak berdekatan badan tulang baji di dalam suatu slur mendatar yang membentang
sampai dengan dasar prosesus klinoidesus anterior.
4. Pars serebralis
Dalam lamela duramater kranial arteri ini membentuk cabang arteri oftalmika, yang
segera membelok ke rostral dan berjalan di bawah nervus optikus dan ke dalam orbita.
Pembuluh darah ini berakhir pada cabang-cabang yang memberi darah kulit dari
dahi, pangkal hidung dan kelopak mata dan beranastomosis dengan arteri fasialis serta
arteri maksilaris interna, yang merupakan cabang dari arteri karotis eksterna.
Cabang-cabang arteri karotis interna beserta fungsinya yaitu sebagai berikut:
1. Pars petrosa
2. Pars kavernosa
3. Pars supraklinoid
Arteri kallosomarginalis,
Arteri serebri media, memperdarahi korteks orbitalis, lobus frontalis, parietal dan
temporal serta cabang sentralis. Cabang-cabang dari arteri serebri media yaitu. :
SISTEM VERTEBROBASILER
Arteri vertebralis (VA) merupakan cabang pertama dari arteri subclavia. Setelah
keluar dari sudut kanan arteri subclavia, VA berjalan beberapa cm sebelum masuk kedalam
foramen intervertebralis dari C6. Setelah itu ia akan berjalan sepanjang foramen dari C6
hingga C1 dan melewati bagian superior dari arcus C1 dan menembus membran
atlantooccipital dan masuk kedalam rongga kepala. Saat berjalan kearah ventral dan superior,
ia memberikan cabang arteri cerebellar inferior posterior (PICA) sebelum akhirnya bersatu
dengan VA dari arah yang berlawanan pada pertengahan bagian ventral dari pontomedulary
junction untuk membentuk arteri basillaris (BA). BA akan bercabang membentuk dua arteri
cerebral posterior pada pontomesencephalic junction. Hubungan menuju sirkulasi anterior
melalui PCoA akan melengkapi sirkulus Willisi.
PICA merupakan cabang terbesar dari sirkulasi posterior (vertebrobasiller) dan
mensuplai medulla vermis inferior, tonsil, dan bagian inferior hemisfer cerebellum. PICA
juga sangat erat kaitannya dengan saraf kranial ke 9, 10, dan 11.
Arteri cerebellar inferior anterior (AICA) biasanya bermula dari distal dari
vertebrobasilary junction setinggi pontomedullary junction, mensuplai pons, pedunculus
cerebellar media, dan bagian tambahan cerebellum. Selain itu AICA juga terkait erat dengan
saraf kranial ke 7 dan 8.
Arteri cerebellar superior (SCA) berasal dari proksimal percabangan basilaris, dan
mensuplai otak tengah, pons sebelah atas, dan bagian atas cerebellum. Cabang dari SCA akan
membentuk anastomose dengan cabang dari PICA dan IACA pada hemisfer cerebellum dan
merupakan sumber potensial dari aliran kolateral.
Arteri cerebralis posterior (PCA) dibentuk oleh percabangan BA dan mensuplai otak
tengah bagian atas, thalamus posterior, bagian posteromedial lobus temporalis, dan lobus
occipitalis.
SISTEM ANASTOMOSE
Sirkulus arteri Willisi berasal dari karotis interna dan sistem arteri vertebralis. Pada
putaran ini arteri mernberikan cabang arteri komunikans posterior. Yang bergabung dengan
tunggul proksimal dari arteri serebri posterior dan membentuk bersama dengan arteri ini dan
arteri basilaris rostral, arkus posterior dari sirkulus Willisi
Karotis interna juga memberi cabang aa. Khoroidalis anterior sebelum karotis
berakhir dan terbagi menjadi aa. Serebri anterior dan media. Tunggul dari aa. Serebri anterior
segera mencembung ke garis tengah dan saling berhubungan melalui arteri komunikans
anterior. Jadi, arkus anterior dari sirkulus Willisi tertutup.7
Vertigo dengan atau tanpa disertai nausea dan/atau muntah, terutama bila
Unilateral atau bilateral (atau satu sisi kemudian diikuti oleh sisi yang lain)
Hemianopsia homonim
b. Sistem vertebrobasiler
FAKTOR RESIKO
Berbagai faktor resiko berperan bagi terjadinya stroke antara lain:
- Faktor resiko yang tak dapat dimodifikasi, yaitu :
1. Kelainan pembuluh darah otak, biasanya merupakan kelainan bawaan. Pembuluh darah
yang tidak normal tersebut dapat pecah atau robek sehingga menimbulkan perdarahan
otak.
2. Jenis kelamin dan penuaan, pria berusia 65 tahun memiliki resiko terkena stroke
iskemik ataupun perdarahan intra serebrum lebih tinggi sekitar 20 % daripada wanita.
Resiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setelah mencapai 50 tahun, setiap
penambahan usia 3 tahun meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%, dengan
peningkatan bertambah seiring usia terutama pada pasien yang berusia lebih dari 64
tahun dimana pada usia ini 75% stroke ditemukan.
3. Riwayat keluarga dan genetika, kelainan turunan sangat jarang menjadi penyebab
langsung stroke. namun gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke
misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah.
4. Ras
Di Amerika Serikat, insidens stroke lebih tinggi pada populasi kulit hitam daripada
populasi kulit putih. Lelaki negro memiliki insidens 93 per 100.000 jiwa dengan tingkat
kematian mencapai 51% sedang pada wanita negro memiliki insidens 79 per 100.000
jiwa dengan tingkat kematian 39,2%. Lelaki kulit putih memiliki insidens 62,8 per
100.000 jiwa dengan tingkat kematian mencapai 26,3% sedang pada wanita kulit putih
memiliki insidens 59 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian 39,2%.
perdarahan
intrakranial.
Hipertensi
mengakibatkan
pecahnya
maupun
Pada orang normal aliran darah ke otak dilindungi oleh suatu mekanisme autoregulasi
yang berfungsi sangat baik. Mekanisme autoregulasi akan gagal bila terjadi penurunan
tekanan darah secara berlebihan dan berlangsung cepat. Pada orang dengan hipertensi
kronis,mekanisme ini bergeser ke arah tekanan yang lebih tinggi yang nantinya akan
terbentuk suatu atherosklerosis yang menjadi sebab dari suatu keadaan iskemi sampai
terjadinya infark.
tadi akan menyebabkan penempelan platelet dan pelepasan dari platelet derived growth
factor yang akan mepercepat replikasi tunika intima dan tunika media yang mengandung
otot polos, sehingga akan terjadi fibrosis dan hiperplasia.
Penyebab lain dalam pembentukan aterosklerosis ini juga bisa dikarenakan tingginya kadar
radikal bebas yang disebabkan oleh merokok.
Asap rokok memiliki berbagai kandungan yang merugikan bagi tubuh, molekul polycyclic
aromatic hydrocarbon dari fase tar asap rokok berkorelasi terhadap pembentukan
aterosklerosis. Peningkatan radikal bebas pada perokok dapat disebabkan oleh :
a.
b.
c.
Senyawa radikal oksigen endogen yang terbentuk saat reaksi rantai pernafasan dalam
mitokondria.
Asap rokok mengakibatkan stress oksidatif yang ditandai dengan meningkatnya radikal
oksidan, dan reaksi inflamasi berupa peningkatan jumlah total leukosit, netrofil darah perifer
dan kadar ALP
PATOFISIOLOGI
Dari percobaan pada hewan maupun manusia, ternyata derajat ambang batas aliran darah otak
yang secara langsung berhubungan dengan fungsi otak, yaitu :
a. Ambang fungsional
Adalah batas aliran darah otak, sekitar 50-60 cc/ 100 gram/ menit, yang bila tidak
terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf
masih utuh.
b. Ambang aktivitas listrik otak (treshold of brain electrical activity)
Adalah batas aliran darah otak, sekitar 15 cc/ 100 gram/ menit, yang bila tidak tercapai
akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal terhenti, berarti sebagian struktur intrasel
telah berada dalam proses desintegrasi.
c. Ambang kematian sel (treshold of neuronal death)
Adalah batas aliran darah otak, kurang dari 15 cc/ 100 gram/ menit, yang bila tidak
terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak.
daripada ekstraseluler dan di intraseluler kadar natrium 5 15 kali lebih kecil dibandingkan
ekstraseluler.
Ion kalsium berperan dalam perangsangan membran dan dalam pengaturan resistensi
pembuluh darah serebral pada tingkat prekapiler. Selain itu ion kalsium juga ambil bagian
dalam patogenesis dari vasospasme.
Pembuluh darah atau arteri, dapat menyempit oleh proses aterosklerosis atau tersumbat
thrombus / embolus. Pembuluh darah dapat pula tertekan oleh gerakan dan perkapuran di
tulang (vertebrae) leher.
Kelainan jantung, di mana jika pompa jantung tidak teratur dan tidak efisien (fibrilasi
atau blok jantung) maka curahnya akan menurun dan mengakibatkan aliran darah di otak
berkurang. Jantung yang sakit dapat pula melepaskan embolus yang kemudian dapat
tersangkut di pembuluh darah otak dan mengakibatkan iskemia.
Kelainan darah, dapat mempengaruhi aliran darah dan suplai oksigen. Darah yang
bertambah kental, peningkatan viskositas darah, peningkatan hematokrit dapat
melambatkan aliran darah. Pada anemia berat, suplai oksigen dapat pula menurun.
ISKEMIA OTAK
Iskemia otak adalah gangguan aliran darah otak yang membahayakan fungsi neuron
tanpa perubahan yang menetap. Bila aliran darah otak turun pada batas kritis yaitu 10 18
ml/ 100 gram otak/ menit maka akan terjadi penekanan aktivitas neuronal tanpa perubahan
struktural dari sel. Daerah otak dengan keadaan ini dikenal sebagai penumbra iskemik. Di
sini sel relatif inaktif tapi masih viable.
Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan
tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda, yaitu :
Lapisan inti (ischemic-core)
Daerah di tengah yang sangat iskemik karena CBF-nya paling rendah sehingga terlihat
sangat pucat. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa adanya aliran
darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah. Daerah ini akan
mengalami nekrosis.
Bila tekanan perfusi turun di bawah ambang iskemia kurang lebih 8 10 ml/ 100
gram/ menit, maka akan terjadi gangguan biokimiawi seluler dan gangguan stabilitas
membran, yaitu :
Ion K+ mengalir ke ekstraseluler sedangkan natrium dan kalsium terkumpul dalam sel.
Pelepasan asam lemak bebas. Oksidasi dari asam lemak bebas ini akan menghasilkan
metabolit-metabolit yang lebih toksik seperti radikal bebas, prostaglandin yang
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatnya agregasi trombosit, nantinya akan
mengakibatkan perubahan sel yang irreversibel.
Radikal bebas dalam keadaan normal, diproduksi tubuh dalam jumlah yang sangat sedikit
sebagai bagian produk dari metabolisme oksidatif terutama dalam mitokondria. Pada
keadaan iskemia fokal, peranan peroksidase-lipid sangat penting karena merupakan bagian
dari patofisiologi iskemi fokal maupun global. Superoksida, radikal bebas oksigen telah
ditemukan pada iskemia terutama pada periode reperfusi jaringan, yang berasal dari proses
alamiah maupun sebagai tindakan pengobatan. Radikal bebas oksigen dihasilkan dari
proses lipolisis kaskade arakhidonat dalam sel-sel di daerah penumbra. Sumber lain dari
superoksida ialah aktivitas enzimatik (monoaminoksidase) dalam otooksidase dari
biologiamin (epinefrin, serotonin dan sebagainya). Pada iskemia fokal, peroksidase lipid
ini meningkat aktivitasnya karena :
i. Timbulnya edema otak vasogenik / seluler, telah diketahui bahwa endotelium
memproduksi oksida nitrit (NO) dan pada keadaan patologik menghasilkan radikal
bebas yang akan memperburuk timbulnya edema.
ii. Pada proses disintegrasi pompa kalsium dan natrium kalium akibat kerusakan membran
sel yang berkaitan dengan pompa ion. Gangguan ini mempercepat kalsium influks dan
natrium influks ke dalam sel.
iii. Peroksida lipid juga terlihat pada mekanisme eksitatorik neurotransmitter glutamat.
Meningkatnya aktivitas superoksida mempercepat dan memperbesar pengeluaran
neurotransmitter eksitatorik glutamat dan aspartat. Usaha pengobatan dilakukan untuk
menghambat akibat dari ekses superoksida dengan pemberian anti oksidan seperti
glutation, vitamin E, dan L arginin.
Penurunan kadar ATP
Terjadi asidosis.
Dari percobaan pada hewan terbukti bahwa resusitasi atau reperfusi pada penutupan
atau penghentian aliran darah ke otak mencetuskan beberapa reaksi kompleks di tingkat
mikrosirkulasi, iskemia berupa edema jaringan, vasospasme kapiler/arteriol, penggumpalan
sel-sel darah merah, asidosis jaringan, aliran kalsium masuk ke dalam sel, dan dilepaskannya
radikal bebas. Perubahan ini dapat demikian hebat sehingga disebut sebagai reperfusion
injury yang berakibat munculnya gejala neurologik yang relatif menetap.
Pada dasarnya terjadi 2 perubahan sekunder pada periode reperfusi jaringan iskemia
otak :
Hyperemic paska iskemik atau hiperemia reaktif yang disebabkan oleh melebarnya
pembuluh darah di daerah iskemia. Keadaan ini terjadi pada + 20 menit pertama setelah
penyumbatan pembuluh darah otak terutama pada iskemia global otak.
Hipoperfusi paska-iskemik yang berlangsung antara 6-24 jam berikutnya. Keadaan ini
ditandai dengan vasokonstriksi (akibat asidosis jaringan), naiknya produksi tromboksan
A2 dan edema jaringan. Diduga proses ini yang akhirnya menghasilkan nekrosis dan
kerusakan sel yang diikuti oleh munculnya gejala neurologik.
Terdapat perbedaan etiologi iskemi otak fokal dan global. Pada iskemi global aliran
otak secara keseluruhan menurun akibat tekanan perfusi misalnya karena syok irreversibel
karena henti jantung, perdarahan sistemik yang masif, fibrilasi atrial berat, dan lain-lain.
Sedangkan iskemik fokal terjadi akibat menurunnya tekanan perfusi otak regional. Keadaan
ini disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya salah satu pembuluh darah otak di daerah
sumbatan atau tertutupnya aliran darah otak baik sebagian atau seluruh lumen pembuluh
darah otak, penyebabnya antara lain :
Perubahan patologik pada dinding arteri pembuluh darah otak menyebabkan trombosis
yang diawali oleh proses arteriosklerosis di tempat tersebut. Selain itu proses pada
arteriole karena vaskulitis atau lipohialinosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena
infark lakunar.
Perubahan akibat proses hemodinamik dimana tekanan perfusi sangat menurun karena
sumbatan di bagian proksimal pembuluh arteri seperti sumbatan arteri karotis atau
vertebro-basilar.
Perubahan akibat perubahan sifat darah, misalnya sickle-cell, leukemia akut, polisitemia,
hemoglobinopati dan makroglobulinemia.
Tersumbatnya pembuluh darah akibat emboli daerah proksimal, misalnya artery to artery
thrombosis, emboli jantung dan lain-lain.
Sebagai akibat dari penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka terjadi
serangkaian proses patologik pada daerah iskemi. Perubahan ini dimulai di tingkat seluler,
berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan kerusakan pada fungsi utama
serta integritas fisik dari susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron.
Disamping itu terjadi pula perubahan-perubahan pada ekstraseluler, karena
peningkatan pH jaringan serta kadar gas darah, keluarnya zat neurotransmitter (glutamat)
serta metabolisme sel-sel yang iskemik, disertai kerusakan blood brain barrier. Seluruh
proses ini merupakan perubahan yang terjadi pada stroke iskemik.
Astrup dkk (1981) menunjukkan bahwa pengaruh iskemia terhadap integritas dan
struktur otak pada daerah penumbra terletak antara batas kegagalan elektrik otak (electrical
failure) dengan batas bawah kegagalan ionik (ion-pump failure). Selanjutnya dikatakan
bahwa aliran darah otak di bawah 17 cc/ 100 gram otak / menit, menyebabkan aktivitas otak
listrik berhenti walaupun kegiatan ion-pump masih berlangsung.
Sedangkan Hakim (1998) menetapkan bahwa neuron penumbra masih hidup jika
CBF berkurang di bawah 20 cc/ 100 gram otak / menit dan kematian neuron akan terjadi
apabila CBF di bawah 10 cc/ 100 gram otak / menit.
Daerah penumbra pada misery perfusion ini, jika aliran darahnya dicukupi
kembali sebelum therapeutic window, dapat kembali normal dalam waktu singkat.
Sedangkan sebagian lesi tetap akan mengalami kematian setelah beberapa jam atau hari
setelah iskemik otak temporer.
Dengan kata lain di daerah ischemic core kematian sudah terjadi sehingga
mengalami nekrosis akibat kegagalan energi (energy failure) yang secara dahsyat merusak
dinding sel beserta isinya sehingga mengalami lisis (sitolisis), di lain pihak pada daerah
penumbra jika terjadi iskemia berkepanjangan sel tidak dapat lagi mempertahankan
integritasnya sehingga akan terjadi kematian sel, yang secara akut timbul melalui proses
apoptosis : disintegrasi elemen-elemen seluler secara bertahap dengan kerusakan dinding sel
yang disebut programmed cell death.
Kumpulan sel-sel ini disebut sebagai selectively vulnerable neuron. Pada neuronneuron tersebut terdapat hierarchi sensitivitas terhadap iskemia diawali pada daerah
hypokampus CA I dan sebagian kolikulus inferior, kemudian jika iskemia lebih dari 5 menit
(10-15 menit) akan diikuti oleh lapis 3 dan 5 dari Neocortex Striatum Septum, sektor CA 3
hipokampus, talamus, korpus genikulatum medial dan substansia nigra. Meskipun ditemukan
pada binatang, kenyataan ini menunjukkan bahwa di daerah sistem limbik dan ganglia basal
terdapat sel-sel yang sensitif terhadap iskemia. Hal yang juga menarik adalah bahwa sel-sel
yang sensintif terhadap iskemia terutama merupakan bagian dari serabut yang terisi glutamat.
Iskemia menyebabkan aktivitas intraseluler Ca2+ meningkat menyebabkan aktivitas Ca2+ di
synaptic cleft bertambah dengan akibat sekresi yang berlebihan dari neurotransmitter
termasuk glutamat, aspartat dan kainat yang bersifat eksitotoksin.
Disamping itu Abe dkk (1987) yang diulas oleh Kogure (1992), membuktikan
bahwa, akibat lamanya stimulasi reseptor metabolik oleh zat-zat yang dikeluarkan oleh sel,
menyebabkan juga aktivasi reseptor neurotropik yang merangsang pembukaan Ca2+ channel
yang tidak tergantung pada kondisi tegangan potensial membran seluler disebut receptor
operated gate opening disamping terbukanya Ca2+ channel akibat aktivasi NMDA reseptor
voltage operated gate opening yang telah terjadi sebelumnya. Kedua proses tersebut
mengakibatkan masuknya Ca2+ ion ekstraseluler ke dalam ruang intraseluler. Jika proses
berlanjut, pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan membran sel dan rangka sel
(cytoskeleton) melalui terganggunya proses fosforilase dari regulator sekunder sintesa
protein, proses proteolisis dan lipolisis yang akan menyebabkan ruptur atau nekrosis.
Disamping neuron-neuron yang sensitif terhadap iskemia, kematian sel dapat
langsung terjadi pada iskemia berat dengan hilangnya energi secara total dari sel karena
berhentinya aliran darah. Disamping itu desintegrasi sitoplasma dan disrupsi membran sel
juga menghasilkan ion-ion radikal bebas yang dapat lebih memperburuk keadaan lingkungan
seluler.
ETIOLOGI
Stroke Iskemik
Terjadinya jejas pada otak karena akut fokal iskemia dipengaruhi oleh berat dan
lamanya penurunan aliran darah otak (Cerebral Blood Flow), pada kasus dimana terjadi
penurunan CBF ringan dan terjadi dalam waktu yang singkat (tidak lebih dari 1-1,5 menit),
dalam keadaan ini terbentuk jaringan vaskular kolateral maka hipoksia-iskemia dapat tidak
terjadi karena adanya mekanisme kompensasi, namun bila reperfusi terjadi beberapa menit
kemudian, kompensasi jaringan telah digunakan, maka akan terjadi keadaan iskemik dan bila
berlanjut terus akan terjadi infark sehingga terbentuk jejas yang irreversibel.
Otak kita sangat bergantung dari suply kadar oksigen dan glukosa secara terus
menerus sebagai sumber energi, dan pemakaina oksigen pada otak lebih banyak
dibandingkan jaringa tubuh lainnya yaitu 5,43 mmol O2/g/jam bila dibandingkan dengan
jantung yang sedang bekerja memerlukan 4,02 mmol O2/g/jam, ginjal 2,4 mmol O2/g/jam,
hepar 1,8 mmol O2/g/jam.
Metabolisme di jaringan otak adalah secara glikolisis aerob, hampir 85-90% glukosa
dioksidasi menjadi karbondioksida dan air. Masukan glukosa ke otak akan habis digunakan
proses oksidasi dalam waktu 3-6 menit.
Aliran darah otak (Cerebral Blood Flow) berkisar antara 50-60 ml/100 gr/ menit,
ketika aliran darah turun menjadi 70-80% dari keadaan normal, maka akan terjadi first
critical level otak akan merespon dengan cara menginhibisi sintesis protein (menurut
Hossman, sintesis protein dapat diinhibisi oleh disagregasi dari ribosom), penurunan lebih
lanjut aliran darah sampai 50% dari normal, terjadi keadaan second critical level, akan
mengaktifkan glikolisis anaerob dan meningkatkan konsentrasi laktat, kemudian terbentuk
asidosis laktat dan sitotoksik edema. Bila aliran darah serebral turun lagi sampai 30% dari
normal, akan terjadi third critical level, proses iskemik berlanjut dengan berkurangnya
sintesis ATP, kekurangan energi, dan terjadi disfungsi transport ion secara aktif, ketidak
stabilan membran, dan terjadi efflux asam amino neurotransmitter excitatory. Dan bila aliran
darah turun lagi sampai 20% dari normal, pada membran neuron akan terjadi depolarisasi
anoxic yang akan mengakibatkan kerusakan sel secara irreversible.
Menurunnya aliran darah serebral akan diikuti dengan berkurangnya hantaran glukosa
dan oksigen ke jaringan otak. Area otak yang mendapat aliran darah <10 ml/100g/menit akan
cepat mengalami kerusakkan secara irreversible, yaitu dalam waktu 6-8 menit, area ini
disebut dengan istilah ischemic core. Dalam waktu beberapa beberapa jam daerah infark
central ini akan dikelilingi oleh jaringan ischemic disebut sebagai daerah ischemic
penumbra (aliran darah >20 ml/100g/menit). Metabolisme energi masih dipertahanakn di
daerah penumbra ini untuk beberapa waktu, hanya terjadi perubahan fungsional dan tidak
terjadi perubahn morfologi, keadaan ini disebut zona perfusi kritis, sel-sel masih hidup
namun terjadi gangguan fungsional karena kebutuhan metabolik sel tidak tersedia.
Trombosis
Otak diperdarahi oleh 4 pembuluh darah besar yang sepasang A.corotis interna
dan A. Vertobralis yang di daerah basis cranii akan membentuk circulus Wallisi. A.
carotis interna masuk ke dalam rongga tengkorak melalui canalis caroticus dan setinggi
chiasma opticus akan bercabang menjadi A.cerebri media dan anterior, dan biasa
disebut sistem anerior atau sistem karotis. Sistem karotis akan memperdarahi 2/3
bagian depan serebrum termasuk sebagian besar ganglia basalis dan capsula interna.
Sedangkan a.vertebralis memasuki rongga tengkorak melalui foramen magnum dan
bersatu di bagian ventral batang otak membentuk A. basilaris. Sistem ini biasa disebut sistem
vertebrobasiler. Sistem ini memperdarahi cerebellum, batang otak, sebagian besar thalamus
dan 1/3 bagian belakang cerebrum.
terjadi
pada
tempat percabangan dan belokan pembuluh darah, karena pada daerah-daerah tersebut aliran
darah mengalami peningkatan turbulensi dan penurunan shear stress sehingga endotel yang
ada mudah terkoyak.
Sumbatan karena bekuan darah (trombus) sering terjadi di malam hari pada saat
tidur atau tidak beraktivitas. Pasien biasanya baru sadar bahwa mereka mengalami kelemahan
anggota badan sesisi pada saat mereka bangun. Gejala kelemahan tersebut biasanya akan
semakin memburuk dalam beberapa hari ke depan, kemudian stabil, baru mengalami
perbaikan setelah kurang lebih 7 hari kemudian.
Disfungsi endotel merupakan teori penyebab aterosklerosis yang paling popular
saat ini. Injury atau cedera endotel oleh berbagai jenis mekanisme menyebabkan lepasnya
endotel, adesi platelet pada sub endotel, kemotaksis faktor pada monosit dan limfosit sel-T,
pelepasan platelet-derived dan monocyte-derived
growth factor yang memicu migrasi sel otot polos dari tunika media ke tunika
intima vaskuler, dimana
pembentukan fibrous plaque. Sel lainnya seperti makrofag , sel endotel , sel otot polos arteri
, juga menghasilkan Growth factor yang berperan pada proliferasi sel otot polos dan
produksi matrik ekstraseluler .
Tahapan pembentukan plak aterosklerosis dibagi menjadi empat tahapan dimulai dari
disfungsi endotel sampai tahapan akhir berupa aterotrombosis
protein I (MCPI), interleukin-8 (lL-8), platelet- derivedfactor (PDGF) dan macrofage colony
stimulating factor (MCSF).
(foam
cells) bersama dengan sel limposit T, selanjutnya mereka bergabung dengan sejumlah
sel otot polos . Proses ini meliputi migrasi sel otot polos yang dirangsang oleh platelet
derived growth factor (PDGF) fibroblast growth factor 2 (FGF2) dan Transforming
growth factor (TGF ) aktivasi dari sel limfosit T diperantarai oleh Tumor necrosis
factor
(TNF),
jaringan ikat.
yang dapat
mengakibatkan perdarahan dari vasa vasorum atau dari lumen arteri yang dapat
menyebabkan pembentukan thrombus dan penyumbatan arteri. Gangguan plak aterosklerosis
yang rapuh akibat pemaparan hemodinamik dapat memicu trombosis yang selanjutnya
akan terakumulasi dan mengakibatkan stroke iskemik.
Gambar. Tahap perkembangan suatu plak aterosklerotik. Pertama LDL bergerak ke subendothelium dan
teroksidasi oleh makrofag dan SMCs (1 dan 2). Pelepasan faktor pertumbuhan dan sitokin menarik monosit (3
dan 4). Sel busa hasil akumulasi dan SMC proliferasi dalam pertumbuhan plak (6,7 dan 8) Sumber : David P.
Faxon, Valentin Fuster, Peter Libby, Joshua A. Beckman, William R. Hiatt. Atherosclerotic Vascular Disease
Conference: Writing Group III: Pathophysiology, Circulation AHA 2004.
Aterosklerosis dapat menyebabkan stroke iskemik dengan cara trombosis yang menyebabkan
tersumbatnya arteri-arteri besar terutama arteri karotis interna, arteri serebri media atau
arteri basilaris, dapat juga mengenai arteri kecil yang mengakibatkan terjadinya infark
lakuner. Sumbatan juga dapat terjadi pada vena- vena atau sinus venosa intra kranial. Dapat
juga terjadi emboli, dimana stroke terjadi mendadak karena arteri serebri tersumbat oleh
trombus dari jantung, arkus aorta atau arteri besar lainnya. Salah satu faktor yang
mempengaruhi aterosklerosis pada pasien stroke iskemik adalah meningkatnya viskositas
darah, yang salah satunya dipengaruhi oleh kadar fibrinogen dalam darah.
2.
Perubahan fungsi mekanik pada atrium setelah gangguan irama (atrial fibrilasi),
mungkin mempunyai korelasi erat dengan timbulnya emboli. Terjadinya emboli di
serebri setelah terjadi kardioversi elektrik pada pasien atrial fibrilasi. Endokardium
mengontrol jantung dengan mengatur kontraksi dan relaksasi miokardium, walaupun
rangsangan tersebut berkurang pada endokardium yang intak. Trombus yang
menempel pada endokardium yang rusak (oleh sebab apapun), akan menyebabkan
reaksi inotropik lokal pada miokardium yang mendasarinya, yang selanjutnya akan
menyebabkan kontraksi dinding jantung yang tidak merata, sehingga akan
melepaskan material emboli.
Luasnya perlekatan trombus berpengaruh terahadap terjadinya emboli. Perlekatan
trombus yang luas seperti pada aneurisma ventrikel mempunyai resiko (kemungkinan)
yang lebih rendah untuk terjadi emboli dibandingkan dengan trombus yang melekat
pada permukaan sempit seperti pada kardiomiopati dilatasi, karena trombus yang
melekat pada permukaan sempit mudah lepas. Trombus yang mobil, berdekatan
dengan daerah yang hiperkinesis, menonjol dan mengalami pencairan di tengahnya
serta rapuh seperti pada endokarditis trombotik non bakterial cenderung menyebabkan
emboli.
Faktor aliran darah
Pada aliran laminer dengan shear rate yang tinggi akan terbentuk trombus yang
terutama mengandung trombosit, karena pada shear rate yang tinggi adesi trombosit
dan pembentukan trombus di subendotelial tidak tergantung pada fibrinogen, pada
shear rate yang tinggi terjadi penurunan deposit fibrin, sedangkan aggregasi trombosit
meningkat.
Sebaliknya pada shear rate yang rendah seperti pada stasis aliran darah atau
resirkulasi akan terbentuk trombus yang terutama mengandung fibrin, karena pada
shear rate yang rendah pembentukan trombus tergantung atau membutuhkan
fibrinogen.
Stasis aliran darah di atrium, merupakan faktor prediktif terjadinya emboli pada
penderita fibrilasi atrium, fraksi ejeksi yang rendah, gagal jantung, infark
miokardium, kardiomiopati dilatasi.
3.
Selain keadaan diatas, emboli juga menyebabkan obstrupsi aliran darah, yang dapat
menimbulkan hipoksia jaringan dibagian distalnya dan statis aliran darah, sehingga dapat
membentuk formasi rouleaux, yang akan membentuk klot pada daerah stagnasi baik distal
maupun proksimal. Gangguan fungsi neuron akan terjadi dalam beberapa menit kemudian,
jika kolateral tidak segera berfungsi dan sumbatan menetap.
Bagian distal dari obstrupsi akan terjadi hipoksia atau anoksia, sedangkan metabolisme
jaringan tetap berlangsung, hal ini akan menyebabkan akumulasi dari karbondiaksida (CO2)
yang akan mengakibatkan dilatasi maksimal dari arteri, kapiler dan vena regional. Akibat
proses diatas dan tekananaliran darah dibagian proksimal obstrupsi, emboli akan mengalami
migrasi ke bagian distal. Emboli dapat mengalami proses lisis, tergantung dari:
1. Faktor vaskuler, yaitu proses fibrinolisis endotel lokal, yang memegang peran dalam
proses lisis emboli.
2. Komposisi emboli, emboli yang mengandung banyak trombosit dan sudah lama
terbentuk lebih sukar lisis, sedangkan yang terbentuk dari bekuan darah (Klot) mudah
lisis.
Stroke Perdarahan
Timbulnya infark serebral regional dapat juga disebabkan oleh pecahnya arteri
serebral. Daerah distal dari tempat dinding arteri pecah, tidak lagi kebagian darah sehingga
wilayah tersebut menjadi iskemik dan kemudian menjadi infark yang tersiram daerah
ekstravasal hasil perdarahan. Daerah infark itu tidak berfungsi lagi sehingga menimbulkan
deficit neurologic, yang biasanya berupa hemiparalisis. Dan daerah ekstravasal yang
tertimbun intraserebral merupakan hematoma yang cepat menimbulkan kompresi pada
seluruh isi tengkorak berikut bagian rostral batang otak. Keadaan demikian menimbulkan
koma dengan tanda-tanda neurologi yang sesuai dengan kompresi akut terhadap batang otak
secara restrokaudal, yang terjadi dari gangguan pupil, pernapasan, tekanan darah sistemik dan
nadi. Apa yang dilukiskan di atas ialah gambaran hemoragia intraserebral yang di dalam
klinik dikenal sebagai apopleksia serebri atau hemorrhagic stroke.
Arteri yang sering pecah ialah arteria lentikulostriata di wilayah kapsula interna.
Dinding arteri yang pecah selalu menunjukkan tanda-tanda, bahwa disitu terdapat aneurisma
kecil-kecil yang dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard. Aneurisma tersebut timbul
pada orang-orang dengan hipertensi kronik, sebagai hasil proses degenerative pada otot dan
unsur elastic dinding arteri. Karena perubahan degenerative itu ditambah dengan beban yang
tekanan darah yang tinggi, maka timbulah beberapa pengelembungan kecil setempat yang
dinamakan aneurisma Charcot Bouchard. Karena sebab-sebab yang belum jelas, aneurismata
tersebut kadang berkembang terutama pada rami perforantes arteria serebri media, yaitu
arteria lentikulostriata. Pada lonjakan tekanan darah sistemik, sewaktu orang marah,
menegluarkan tenaga banyak, dan sebagainya aneurisma kecil itu bisa pecah. Pada saat itu
juga orangnya jatuh pingsan, nafasnya mendengkur dalam sekali dan memperlihatkan tandatanda hemiplegia. Oleh karena itu stress yang menjadi factor presipitasi, maka haemoragic
stroke disebut juga stress stroke.
20% dari total kejadian stroke. Diakibatkan karena pecahnya suatu mikroaneurisma
dari Charcot atau etat crible di otak. Dapat dibedakan berdasarkan:
a.
LMR ini. Oleh karena itu stroke hemoragik dikenal juga sebagai "Stress Stroke"
(Warlow et. al., 2007). Lokasi predileksi untuk perdarahan intraserebral hipertensif
adalah ganglia basalia, thalamus, nucleus serebeli, dan pons.
Ancaman utama perdarahan intraserebral adalah hipertensi intracranial akibat
efek masa hematom. Tidak seperti infark, yang meningkatkan tekanan intracranial secara
perlahan ketika edema sitotoksik yang menyertainya bertambah berat, perdarahan
intracranial meningkatkan tekanan intracranial dengan sangat cepat.
Penyebab perdarahan intraserebral :
b.
Hipertensi (80%)
Aneurisma
Malformasi arteriovenous
Neoplasma
Antikoagulan
Vaskulitis
Idiophatic
Aneurisma (70-75%)
Tumor ( < 5% )
Vaskulitis (<5%)
Trauma
Jenis-jenis Aneurisma:
Aneurisma Fusiformis
Pembesaran pembuluh darah yang memanjang (berbentuk gelondong) disebut
aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya melibatkan segmen intracranial
arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media, dan arteri basilaris.
Struktur ini biasanya disebabkan oleh aterosklerosis dan atau hipertensi, dan hana
sedikit yang menjadi sumber perdarahan. Aliran yan lambat pada aneurisma
fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan intra-aneurisma, terutama pada
sisi-sisinya, dengan akibat stroke emboli atau tersumbatnya pembuluh darah
perforans oleh perluasan thrombus secara langsung.
Aneurisma Mikotik
Dilatasi
aneurisma
intracranial
oleh
kadang-kadang
sepsis
diinduksi
pembuluh
pembuluh
dengan
oleh
disebabkan
kerusakan
bakteri
darah.
darah
yang
pada
dinding
Aneurisma
mikotik
Tempat tersering intrakranial aneurisma: (a) arteri posterior inferior cerebellar, (b)
arteri,basilar (c) arteri communicans posterior (PCA), (d) arteri carotis interal (ICA), (e)
arteri communicans anterior (ACA), dan (f) percabangan dari arteri cerebri media (MCA).
DIAGNOSIS
The American Heart Association telah mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan
sistem saraf untuk membantu penyedia perawatan menentukan berat ringannya stroke dan
apakah intervensi agresif mungkin diperlukan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara
keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis,
algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
1.
Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya
adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau
stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus
dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan
antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis
2.
3.
Catatan
Kelumpuhan/kelemahan
Stroke Hemoragik
terjadi saat
Tidak
terdapat
(nyeri
kepala,
tanda-tanda
muntah,
TTIK
kejang,
penurunan kesadaran)
-
kesadaran)
PIS
PSA
Non hemoragik
Defisit fokal
Berat
Ringan
Berat ringan
Onset
Menit/jam
1-2 menit
Pelan (jam/hari)
Exercise
Saat aktivitas
Saat istirahat
Nyeri kepala
Hebat
Sangat hebat
Ringan
Muntah
pada sering
Sering
awalnya
di
batang otak
Hipertensi
Hampir selalu
Biasanya tidak
Sering kali
Penurunan
Ada
Ada
Tidak ada
Kaku kuduk
Jarang
Ada
Tidak ada
Hemiparesis
Permulaan
kesadaran
ada
Gangguan bicara
Bisa ada
Jarang
Sering
Likuor
Berdarah
Berdarah
Jernih
Paresis/gangguan
Tidak ada
Bisa ada
Tidak ada
NIII
Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab
seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering
dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak,
situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula.
CT Scan berguna untuk menentukan:
jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika
dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika
CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat
dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk
pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti,
pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah
magneti kuat suatu MRI.
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk secara
spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan pipa atau injeksi),
suatu prosedur yang disebut MRA (magnetic resonance angiogram). Metode MRI lain
disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di beberapa pusat kesehatan.
Teknik ini dapat mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian
otak yang berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih
dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi
sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi pasien
stroke.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna yang
disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan
informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran
darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography
menggeser angiogram konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang
digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam
arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x
secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh
darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan
hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika
sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan
untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka
sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau
penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan penyempitan
dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke
otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada
pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang
suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun
melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor
Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada
dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan
untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami
peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena
pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke
yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah
screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit
mungkin juga perlu dipertimbangkan.
PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
Terapi Umum
Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
Optimalisasi tekanan darah
Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi,
dapat diberikan obat-obat vasopressor.
Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
Derajat kesadaran
Keparahan hemiparesis
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran
Hindari hipertermia
Jaga normovolemia
e. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin
loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika
dan diatasi penyebabnya.
g. Pemeriksaan penunjang
EKG
Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12 mmHg.
2. Nutrisi
Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran
menurun.
Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman.
Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya.
Rehabilitasi
Edukasi keluarga.
Discharge planning.
Bila tekanan sistolik 180-220 mmHg atau tekanan diastolik 105-140mmHg atau
tekanan arterial rata-rata 130mmHg :
a. labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit ulangi atau gandakan setiap 10 menit
sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis awal bolus diikuti oleh Labetalol
drip 2-8 mg/menit, atau
b. Nikardipin Diltiazem
c. Nimodipin
Pada fase tekanan darah tak boleh diturunkan lebih dari 20-25% dari tekanan darah
arteri rerata dalam 1 jam pertama
Bila tekanan sistolik <180mmHg dan tekanan diastolik <105 mmH, tangguhkan
pemberian obat antihipertensi
Tekanan darah arterial rata-rata lebih dari 110 mmHg harus dicegah segera pada
waktu pasca operasi dekompresi
Bila tekanan darah arterial sistolik turun < 90 mmHg harus diberikan obat menaikan
tekanan darah (vasopresor)
pasien yang mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien
yang mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang.
Perhatian:
1. peningkatan tekanan darah dapat disebabkan oleh stres akibat stroke, kandung
kencing penuh, nyeri, respon fisiologi dari hipoksia atau peningkatan tekanan
intrakranial
Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada pasien yang sadar,
penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya diperlukan untuk menghilangkan
nyeri kepala pada pasien sadar.
Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium Channel Blockers
dengan dosis 60 90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau 15 30 mg/kg/jam
selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif
untuk mencegah terjadinya vasospasme yang biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah
iktus yang berlanjut sampai minggu ke dua setelah iktus.
pasien dengan GCS < 4. Meskipun pasien dengan GCS <4 dengan perdarahan
serebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk live saving.
pasien dengan perdarahan serebral > 3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi
btang otak dan hidrosefalus harus segera dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma, malformasi AV dibedah jika mempunyai
harapan outcome yangt baik dan lesi strukturalnya terjangkau
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang sampai dengan besar yang
memburuk.
Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah : Pengeluaran bekuan darah, Penyaluran cairan
serebrospinal & Pembedahan mikro pada pembuluh darah.
Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi adalah keadaan/kondisi
pasien itu sendiri :
tak dioperasi
Sadar/somnolen
keadaan neurologiknya
menurun
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun kesadarannya
koma
3. Topis lesi
- Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
Bila tak dioperasi TIK tak meninggi
Bila operasi TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun)
-
Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang tak dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm
tak
dioperasi,
kecuali
kesadaran
atau
defisit
neurologiknya memburuk
-
Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada hidrocepalusnya akibat perdarahan
dengan VP shunt bila memungkinkan.
Perdarahan serebelum
Bila operasi perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal dengan pengawasan
Bila operasi hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang otak
Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc ------------- operasi
Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan neurologiknya menurun
ada tanda tanda penekanan batang otak maka ---------- operasi
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan
Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 7 jam setelah serangan sebelum timbulnya
edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya ditunda sampai 5 15 hari kemudian.
Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt & Hest Scale 1 sampai 3,
waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam) atau lambat (setelah 14 hari).
Pembedahan
pasien PSA dengan Hunt &Hest Scale 4 5 menunjukkan angka kematian yang tinggi
(75%).
Kraniotomi
Mayoritas ahli bedah saraf masih memilih kraniotomi untuk evakuasi hematoma. Secara
umum, ahli bedah lebih memilih melakukan operasi jika perdarahan intraserebral terletak
pada hemisfer nondominan, keadaan pasien memburuk, dan jika bekuan terletak pada
lobus dan superfisial karena lebih mudah dan kompresi yang lebih besar mungkin
dilakukan dengan resiko yang lebih kecil. Beberapa ahli bedah memilih kraniotomi luas
untuk mempermudah dekompresi eksternal jika terdapat udem serebri yang luas.
Gambar 1. Flap lebar tulang kranium pada Hemicraniotomi dan dekompresi operasi untuk
infrak area arteri cerebri media.(14)
2. Endoskopi
Melalui penelitian Ayer dan kawan-kawan dikatakan bahwa evakuasi hematoma melalui
bantuan endoskopi memberikan hasil lebih baik. pada laporan observasi lainnya
4. Trombolisis intracavitas
Blaauw dan kawan-kawan melalui penelitian prospektif kecil meneliti pasien perdarahan
intraserebral supratentorial dengan memasukkan urokinase pada kavitas serebri
(perdarahan intraserebri) dan setelah menunggu periode waktu tertentu kemudian
melakukan aspirasi. Namun penelitian ini dinyatakan tidak berpengaruh pada angka
mortalitas, walaupun pada beberapa pasien menunjukkan keberhasilan. Pasien
perdarahan intraserebral dengan ruptur menuju ke ventrikel drainase ventrikular
eksternal mungkin berguna. Namun cara ini belum melalui penelitian prospektif luas dan
patut dicatat bahwa melalui penelitian observasi menunjukkan prognosis buruk. (13)
Perdarahan intraserebral dan subarahnoid biasanya dikaitkan dengan adanya malformasi
arterivenous (AVM). Jika lesi dapat terlihat maka evakuasi perdarahan harus dilakukan
sehingga perdarahan tidak terkontrol dari AVM dapat diatasi. Apabila perdarahan
intraserebral di terapi secara konservatif biasanya ahli bedah saraf memilih menunggu 68 minggu dahulu karena operasi dapat mencetuskan AVM yang terletak pada dinding
perdarahan intraserebral. Pilihan penanganan operatif pada AVM antara lain:
pengangkatan endovaskular, eksisi, stereotaxic radiosurgery, dan kombinasi diantaranya.
KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi
semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat
dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai. Komplikasi
pada stroke yaitu:
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
1. Edema
serebri:
Merupakan
komplikasi
yang
umum
terjadi,
dapat
PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna
asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar
penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau
berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam
setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan.
Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya
mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan
secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien
membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini
membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan..