Vib - Arda Dwi Cahyo Ruspianof - 113110103 - Take Home Test
Vib - Arda Dwi Cahyo Ruspianof - 113110103 - Take Home Test
Oleh:
ARDA DWI CAHYO RUSPIANOF
113110103
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Proposal ini. Proposal yang
disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh pendidikan sarjana pada Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Riau ini berjudul Kajian Panjang Jalan
Kartama dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Wilayah.
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis tidak terlepas dari berbagai kesulitan, untuk
itu dengan segala rasa hormat dan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ir. H. Abdul Kudus Zaini, MT selaku Dosen dan Muchammad Zaenal
Muttaqin, ST selaku asisten dosen yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk memberikan bimbingan dalam penyelesaian Proposal ini.
2. Kedua Orang Tua yang telah membesarkan dan mendidik tanpa lelah serta penuh
tulus ikhlas dalam memberikan semangat dan doa kepada penulis sehingga penulis
dapat melewati semua kesulitan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
3. Teman-teman seperjuangan, sahabat-sahabat, serta adik-adik seperkuliahan yang telah
banyak memberikan dorongan serta bantuan.
Saya menyadari bahwa penulisan Proposal ini jauh dari sempurna karena keterbatasan
pengetahuan, pengalaman, dan referensi yang saya miliki. Penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran demi perbaikan pada masa mendatang.
Akhir kata, semoga Allah memberikan manfaat dan melimpahkan berkah atas
Proposal ini sehingga dapat berarti bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pada
bidang Teknik Sipil.
Pekanbaru,
Juni 2014
ABSTRAK
Dengan terbitnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1998 dan
disahkan pada tanggal 23 Nopember 1998 tentang pembentukan Kabupaten Mandailing Natal
maka Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yaitu Kabupaten
Mandailing Natal (Ibukota Panyabungan) dengan jumlah daerah Administrasi 8 Kecamatan
dan Kabupaten Tapanuli Selatan (Ibukotanya Padangsidimpuan) dengan jumlah daerah
administrasi 16 Kecamatan. Perkembangan pembangunan kabupaten Mandailing Natal
selama 11 tahun setelah dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Selatan sampai kondisi
sekarang mulai dapat dilihat kemajuan dari kecamatan-kecamatan yang berada di kabupaten
tersebut. Penelitian ini membahas pengaruh panjang jalan terhadap pengembangan wilayah di
Kabupaten Mandailing Natal. Dalam penelitian ini, parameter pengembangan wilayah yang
dipakai adalah berdasarkan tipologi desa dengan melihat peningkatan status desa terhadap
panjang jalan dengan menggunakan analisis regresi dan korelasi.
Tipologi desa adalah merupakan salah satu indikator perkembangan wilayah di suatu
kabupaten. Dengan adanya tipologi desa pada tiap kecamatan, kita bisa mendeskripsikan
seberapa jauh keberhasilan suatu kabupaten dalam mengelola desa-desa pada tiap
kecamatannya.
Berdasarkan analisis Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah bekerja sama dengan
Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan dan Center for Urban and Regional
Development Curds Medan (April 2009), Di Indonesia, sistem klasifikasi dan tipologi desa
didasarkan atas pendekatan ekosistem.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Ruang Lingkup
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
2.2 Sistem Transportasi
2.3 Jaringan Transportasi
2.4 Fungsi Jalan Berkaitan dengan Pembangunan
2.5 Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan
2.6 Pengertian, Karakteristik, dan Tipologi Desa
2.7 Pengantar Statistika
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Bahan dan Peralatan penelitian
3.2 Teknik Pengumpulan Data
3.3 Tahap Pengolahan dan Penyajian Data
3.4 Diagram Alir Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Jalan raya sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peran penting
dalam mendukung kegiatan ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan. Jalan
dikembangkan dengan pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan
pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional
untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang
dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional.
Pembangunan merupakan usaha sadar dan berencana untuk meningkatkan mutu hidup
yang dalam pelaksanaanya akan selalu menggunakan dan mengelola sumber daya baik
sumber daya manusia maupun sumber daya buatan (Sugeng Martopo, 1997). Salah satu
tujuan pokok dari pembangunan itu adalah pembangunan wilayah-wilayah yang ada
didalamnya terutama dalam keserasian perkembangan atau laju pertumbuhan antar wilayah
dalam daerah tersebut. Faktor pendorong perkembangan suatu wilayah sangat terkait dengan
ketersediaan sarana dan prasarana wilayah khususnya sarana dan fasilitas sosial ekonomi.
Sarana dan fasilitas ekonomi seringkali merupakan faktor dominan yang berperan dalam
memajukan wilayah.
Dari defenisi di atas dapat dilihat bahwa dalam pengembangan wilayah dibutuhkan
suatu program yang menyeluruh dan terpadu. Hal ini dapat berupa berbagai program
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat setempat. Dalam
mengembangkan wilayah terdapat dua pendekatan yang dilakukan, yakni pendekatan sektoral
atau fungsional (yang dilaksanakan melalui departemen atau instansi sektoral), misalnya
pembangunan jalan oleh Dinas Pekerjaan Umum, pembangunan gedung sekolah oleh Dinas
Pendidikan, rumah sakit oleh Dinas Kesehatan.
2. Bagaimanai hubungan dan pengaruh (regresi dan korelasi) antara rasio tipe
permukaan jalan dengan tipologi Jalan Kartama Tahun 2014.
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah panjang jalan berpengaruh terhadap
pengembangan wilayah.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
3. Mengetahui hubungan dan pengaruh (regresi dan korelasi) antara rasio panjang jalan
dengan tipologi Jalan KartamaTahun 2014.
4. Mengetahui hubungan dan pengaruh (regresi dan korelasi) antara rasio tipe
permukaan jalan dengan tipologi Jalan KartamaTahun 2014.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. UMUM
Defenisi arah perkembangan suatu daerah adalah adanya hubungan antara faktor
lokasi suatu daerah terhadap suatu pusat. Sedangkan defenisi tingkat perkembangan ialah
suatu respon dari daerah tersebut terhadap pusat yang lain. Misalnya pola perkembangan dari
daerah agraris menjadi daerah industri/agraris dan seterusnya. Faktor faktor diatas akan
menentukan perubahan bentuk (modifikasi) suatu daerah, dengan demikian akan didapat
suatu tipe daerah yang sebenarnya disebut tipe pokok. Dalam tipe pokok tersebut telah
mengandung pengertian faktor dasar (endogen) dan faktor perkembangan (development
potential) yang merupakan potensi khusus daerah (eksogen) seperti: pusat-pusat kota, jalan
perhubungan, pelabuhan utama dan pusat-pusat industri.
Sistem transportasi dapat berperan secara pasif yaitu melayani dinamika permintaan
sistem kegiatan dan berperan secara aktif yaitu mengarahkan secara positif atau negative
perkembangan sistem kegiatan (Kusbiantoro, 2005).
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan moda angkutan dapat dibagi tiga
faktor yaitu:
1. Karakteristik pelaku perjalanan, meliputi: pemilihan kendaraan, pendapatan dan
tingkat sosial.
2. Karakteristik perjalanan, meliputi: tujuan, waktu dan jarak.
3. Karakteristik fasilitas transportasi, yaitu:
- secara kuantitatif, meliputi waktu tunggu, waktu yang diperlukan untuk mengakses
pada moda transportasi lainnya, tarif dan ketersediaan tempat parkir.
- secara kualitatif meliputi kenyamanan, kepercayaan dan keamanan.
2.3. JARINGAN TRANSPORTASI
Menurut Stapleton dan Richards (1982) dalam Liklikwatil (2004), kaitan antara
transportasi, mobilitas, dan pemenuhan kebutuhan dasar adalah :
a. Kebutuhan dasar dapat diperoleh melalui pengembangan mobilitas dan transportasi,
sebagai akses yang baik menuju tempat pelayanan dan penyediaan kebutuhan dasar.
Jaringan jalan dapat memperkuat perekonomian dalam masyarakat, yang secara
umum memperbaiki posisi komunitas tersebut terhadap dunia luarnya.
b. Penanganan jaringan jalan memerlukan proses penentuan prioritas penenganan,
karena besarnya biaya penanganan yang ada.
c. Kebutuhan transport tidak selalu dapat teridentifikasi.
d. Diperlukan upaya penyelarasan penanganan jaringan jalan dan kebutuhan transportasi.
Jadi prioritas penanganan jaringan jalan sangat berkaitan dengan kebutuhan
transportasi karena memerlukan biaya penanganan yang besar.
Kebutuhan transportasi dapat diperkirakan dari permintaan atas jasa transportasi.
Menurut Morlok (2005) permintaan atas jasa transportasi merupakan cerminan kebutuhan
akan transport dari pemakai sistem tersebut, baik untuk angkutan manusia maupun angkutan
barang.
2.3.1. Sejarah
Sejarah struktur jalan raya di Indonesia sangat erat hubungannya dengan era
kolonialisasi oleh Pemerintah Hindia Belanda. Salah satunya yang sangat terkenal adalah
pembangunan jalan pos oleh Daendels yang dibangun dari Anyer (Banten) hingga
Banyuwangi (Jawa Timur) pada akhir abad 18 dengan sistem kerja paksa. Cabang-cabang
jalan pos ini dikenal dengan masa tanam paksa untuk memperlancar pengangkutan hasil
tanaman. Di era setelah kemerdekaan, Indonesia mulai membangun jalan dengan klasifikasi
yang lebih baik pada awal tahun 1970. Jalan tol pertama adalah Jalan Tol Jagorawi yang
menghubungkan Jakarta-Bogor-Ciawi sepanjang 35 km dan diresmikan pada 9 Maret 1978.
a. Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkkan antar ibokota provinsi, jalan strategis nasional, serta
jalan tol. Wewenang pembinaannya oleh Pemerintah Pusat.
b. Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota
kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
c. Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak
termasuk jalan nasional dan jalan provinsi, yang mengubungkan ibukota kabupaten
dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan pusat
kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan
jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
d. Jalan kota, merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan
dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat
pemukiman yang berada di dalam kota.
e. Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpemukiman yang berada di dalam kota.
Berdasarkan MTS (Muatan Sumbu Terberat), sistem jaringan jalan diklasifikasikan atas:
a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan lebar 2.50 m dan panjang 18 m dan MST > 10 ton.
b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan lebar 2.50 m dan panjang 18 m dan MST 10 ton.
c. Jalan kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan lebar 2.50 m dan panjang 18 m dan MST 8
ton.
d. Jalan kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan lebar 2.50 m dan panjang 12 m dan MST 8 ton.
e. Jalan kelas III C, yaitu jalan local yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan lebar 2.10 m dan panjang 9 m dan MST 8 ton.
f. Untuk jalan desa ialah jalan yang melayani angkutan pedesaan dan wewenang
pembinaannya oleh masyarakat serta mempunyai MST kurang dari 6 ton belum
dimasukkan dalam UU No. 13 Tahun 1980 maupun PP No.43 Tahun 1993.
Memindahkan barang dari (dari daerah surplus) ke pasar (atau ke daerah minus)
sehingga menjadi barang berguna dan memenuhi suatu kebutuhan merupakan bagian penting
kehidupan sosio ekonomi suatu daerah. Kelancaran mbilitas barang sangat penting artinya
sebagai kelanjutan dari suatu lini pembuatan yang membentuk mata rantai terakhir seluruh
proses produksi (Warponi, 2002).
2.4. FUNGSI JALAN BERKAITAN DENGAN PEMBANGUNAN
Menurut Cornwall (1983) dalam Liklikwatil (2004) secara garis besar terdapat empat
faktor penting yang harus didapatkan dari fungsi sebuah jalan agar dapat mempengaruhi
pembangunan, yaitu :
a. Jalan harus dapat memberikan akses menuju kawasan potensial produksi.
b. Jalan harus dapat memberikan akses menuju pasar dimana produk dari kawasan
tersebut dapat dipasarkan.
c. Jalan harus dapat memberikan keuntungan terhadap harga produksi dan harga
transport.
d. Ukuran pasar harus mampu menyerap suplai barang baru tanpa menyebabkan harga
turun.
Pemasaran diartikan semacam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau
menyampaikan barang dari produsen ke konsumen (Murbyanto, 1994). Menurut sudiyanto
(2004), secara umum pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang terjadi dalam
pasar. Dalam pemasaran ini barang mengalir dari produsen sampai ke konsumen akhir yang
disertai penambahan guna bentuk melalui proses penyimpanan. Peterson (dalm Sudiyono,
2004) mendefinisikan pemasaran secara tradisional (Traditional Marketing) dan Modern
(Modern Marketing). Pemasaran secara tradisional merupakan aktifitas usaha yang
menunjukkan secara langsung aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Pemasaran
secara modern adalah proses perencanaan, penentuan konsep, penetapan harga, dan distribusi
barang atau jasa yang menimbulkan pertukaran sehingga dapat memenuhi kebutuhan individu
atau organisasi.
2.5 TEORI LOKASI DAN PUSAT PERTUMBUHAN
Teori tempat pemusatan pertama kali dirumuskan oleh Christaller (1933) dan dikenal
sebagai teori pertumbuhan perkotaan yang pada dasarnya menyatakan bahwa pertumbuhan
kota tergantung spesialisasinya dalam fungsi pelayanan perkotaan, sedangkan tingkat
permintaan akan pelayanan perkotaan oleh daerah sekitarnya akan menentukan kecepatan
pertumbuhan kota (tempat pemusatan) tersebut. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan
timbulnya pusat-pusat pelayanan : (1) faktor lokasi ekonomi, (2) faktor ketersediaan
sumberdaya, (3) kekuatan aglomerasi, dan (4) faktor investasi pemerintah.
Namun demikian kegagalan teori pusat pertumbuhan karena trickle down effect
(dampak penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) tidak terjadi yang
diakibatkan karena aktivitas industri tidak mempunyai hubungan dengan basis sumberdaya di
wilayah hinterland. Selain itu respon pertumbuhan di pusat tidak cukup menjangkau wilayah
hinterland karena hanya untuk melengkapi kepentingan hirarki kota (Mercado, 2002).
2.6. PENGERTIAN, KARAKTERISTIK, DAN TIPOLOGI DESA
2.6.1. Pengertian Dan Karakteristik Desa
Menurut UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah Pasal I, yang dimaksud
dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten.
Menurut UU No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintah Daerah, desa adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang
mempunyai organisasi pemerintah terendah, langsung dibawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik
Indonesia.
Menurut C.S. Kansil, desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah
penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
d. Regresi yaitu meramalkan pengaruh data yang satu terhadap data yang lainnya, atau
untuk estimasi terhadap kecenderungan-kecenderungan peristiwa yang akan terjadi di
masa depan.
e. Komunikasi yaitu merupakan alat penghubung antar pihak berupa laporan data
statistik atau analisis statistik sehingga kita maupun pihak lainnya dapat
memanfaatkannya dalam membuat suatu keputusan.
BAB III
METODE PENELITIAN
Sumber sekunder merupakan sumber data yang berasal dari instansi yang terkait
dengan studi untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan untuk kegiatan analisis. Di
samping itu, data sekunder lainnya adalah studi literatur untuk mendapatkan literatur yang
berkaitan dengan studi.
Pengumpulan data dilakukan melalui survai pada perumahan Nusa Indah yang
diharapkan dapat maksimal. Waktu pengumpulan data sekunder disesuaikan dengan situasi
dan kondisi di lapangan.
2) Data Primer
Data primer dikumpulkan melalui survai primer yaitu observasi lapangan yang
dilakukan melalui pengamatan dan pengukuran langsung serta wawancara kepada masyarakat
yang mengetahui keadaan dan kondisi secara langsung. Pengamatan Visual Pengamatan ini
dilakukan dalam identifikasi dan observasi pada kawasan studi. Pengukuran ini dilaksanakan
untuk mendapatkan tingkat pengembangan fisik rumah sehingga dapat di tampilkan dalam
bentuk peta ataupun gambar.
Penyerapan aspirasi dilakukan untuk memperoleh informasi permasalahan dan potensi
kebutuhan perumahan pada penghuni rumah tipe kecil pada saat ini serta untuk menggali
riwayat dan proses menghuni rumah tipe kecil serta nilai rumah bagi penghuni. Dalam
memilih informan digunakan metode pemilihan sampel berdasarkan tujuan. Karena tujuannya
mendapatkan informasi tentang dinamika kebutuhan perumahan pada masyarakat penghuni
tipe kecil maka informan yang dipilih adalah penghuni tipe kecil dengan lama menghuni
berfariasi baik itu milik sendiri maupun sewa. Hal ini dilakukan agar mendapatkan gambaran
yang luas tentang dinamika kebutuhan perumahan. Dengan demikian diharapkan bahwa studi
ini dapat dilakukan dengan menggunakan kompilasi data yang didapatkan dari instansi terkait
dan masukan dari masyarakat setempat sehingga data yang diperoleh secara keseluruhan
menjadi lebih akurat.
3.3. TAHAP PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA
Dalam langkah penelitian ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan antara lain:
1) Persiapan
Untuk memulai penelitian harus melakukan persiapan pengumpulan data berupa alat dan
bahan penelitian.
PERSIAPAN
ANALISA DATA
STUDI LITERATUR
( Data Primer )
( Data sekunder )
1.
Akumulasi
kendaraan
FORMULASI DAN DESIGN SURVEY
2. Rata-rata kepadatan
a. Jumlah kendaraan.
1. Buku-buku studi
3. Luas kawasan
b. Tipologi kawasan di sekitar
yangdibutuhkan
Jalan Kartama.
PENGUMPULAN DATA
2. Buku pedoman teknis
c. Kepadatan pemukiman di
Penyelenggaraan fasilitas
sepanjang Jalan Kartama.
parkir ( DJPD, 1996 )
HASIL KESIMPULAN
DAN PEMBAHASAN
SELESAI
JADWAL PENELITIAN
Penulis melakukan penelitian dengan cermat dan seksama agar hasil penelitian nanti
benar-benar bermanfaat dan selesai tepat pada waktunya. Untuk itu penulis menyusun jadwal
dan langkah-langkah untuk penulisan penelitian ini dengan schedule sebagai berikut :
BULAN
No
Kegiatan
II
III
IV
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
1
dan
Orientasi
Lapangan
Survey/
2
Tugas
Lapangan
Analisa
Data
Reverensi
Buku
Penulisan/
5
Pengetikan
6
Persiapan
Seminar
DAFTAR PUSTAKA