Anda di halaman 1dari 16

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Obat di Puskesmas


2.1.1 Tinjauan Umum Tentang Manajemen
Terry dan Seto, mengemukakan bahwa manajemen adalah suatu proses kegiatan
yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan
dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai tujuan organisasi.3
Konsep ini dikenal dengan POAC yaitu Planning (perencanaan), Organizing
(pengorganisasian), Actuating (pengarahan) dan Controling (pengendalian). Agar
tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu dapat tercapai, maka manajemen memerlukan
unsur atau sarana atau the tool of management meliputi unsur 6M yaitu Man,
Money, Methods, Materials, Machine, Market.
Man (manusia), yaitu sumber daya manusia organisasi, eksekutif dan operatif.
Sumber daya manusia meliputi tenaga kesehatan maupun non kesehatan dilihat dari
tingkat pendidikan, pengalaman bekerja di puskesmas dan motivasi dalam bekerja.
Money (uang), yaitu dana operasional untuk mencapai tujuan yang meliputi jumlah
yang diterima, jumlah yang digunakan dan sisa baik kelebihan maupun kekurangan.
Methods (metode), yaitu cara-cara untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan jenis
pelayanan. Materials (bahan), yaitu bahan-bahan untuk mencapai tujuan berupa
bahan yang habis pakai seperti obat, vaksin, kertas. Machine (mesin), yaitu mesin/

alat untuk mencapai tujuan. Market (sasaran penduduk), yaitu sasaran berdasarkan
ketepatan jumlah dan persentase penduduk sasaran untuk mencapai tujuan.
Untuk dapat terselenggaranya manajemen yang baik, unsur-unsur tersebut
diproses melalui fungsi-fungsi manajemen. Prinsip manajemen tersebut merupakan
pegangan umum untuk terselenggaranya fungsi-fungsi logistik dengan baik. 3
2.1.2 Pengelolaan Obat
Salah satu upaya yang dilaksanalakan di Puskesmas adalah pengelolaan obat.
Pengelolaan obat akan menjelaskan mengenai pengertian obat, Proses pengelolaan
obat di Puskesmas, Pembiayaan obat, dan Tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI)
penngelola obat di Puskesmas.
2.1.2.1. Pengertian Obat
Obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan
dan kontrasepsi termasuk produk biologi. Obat merupakan komponen yang penting
dalam upaya pelayanan kesehatan di Pusat Pelayanan Kesehatan primer maupun di
tingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Keberadaan obat merupakan kondisi
pokok yang harus terjaga ketersediaannya. Penyediaan obat sesuai dengan tujuan
pembangunan kesehatan yaitu menjamin tersedianya obat dengan mutu terjamin dan
tersedia merata dan teratur sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang
tepat.

2.1.2.2. Proses Pengelolaan Obat di Puskesmas


Hal yang masih menjadi masalah di bidang pelayanan kefarmasian, obat,
sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah menyangkut ketersediaan, keamanan
manfaat, serta mutu dengan jumlah dan jenis yang cukup serta terjangkau dan mudah
di akses oleh masyarakat.4
Untuk memberikan/melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi
pada penerapan hasil pengobatan yang optimal bagi pasien maka diperlukan jaminan
ketersediaan barang dan dana yang cukup sehingga pelayanan kepada pasien berjalan
lancar. Hal ini berarti operasional pelayanan yang telah disusun harus dilakukan
proses pengendalian persediaan obat-obatan yang tujuannya agar tidak terjadi
gangguan dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Sistem pengendalian obatobatan yang bertujuan untuk meningkatkan kelancaran pelayanan bukanlah suatu hal
yang mudah untuk dilakukan, sering didapat masalah-masalah dalam sistem
pengendalian persediaan obat-obatan yang mempengaruhi kelancaran pelayanan itu
sendiri.
Menurut Handoko yang dimaksud persediaan adalah suatu istilah umum yang
menunjukkan seagala sesuatu sumber daya-sumber daya organisasi yang di simpan
dalam antisipasi terhadap pemenuhan permintaan-permintaan akan sumber daya
internal atau external. Persediaan ini memungkinkan organisasi dapat memenuhi
permintaan langganan tanpa tergantung dari suplier.5

Proses pengelolaan obat terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap perencanaan,
tahap pengadaan, penyimpanan, tahap distribusi dan tahap penggunaan.6 Pengadaan
obat adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat. Tujuan
pengadaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai
dengan kebutuhan dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada saat yang
diperlukan. Pengelolaan obat adalah suatu urutan kegiatan yang mencakup
perencanaan, permintaan obat, penerimaan obat, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian obat, pencatatan/pelaporan obat dan pemantauan serta evaluasi
pengelolaan obat.6
2.1.2.2.1 Perencanaan Obat
Perencanaan obat merupakan proses kegiatan seleksi obat untuk menentukan
jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas yang mengacu
pada Daftar Obat esensial Nasional (DOEN). Perencanaan obat di kabupaten
dilakukan oleh tim perencana obat terpadu kabupaten yang dibentuk dengan
keputusan bupati atau pejabat yang mewakilinya. Perencanaan kebutuhan obat di
Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Ruang Farmasi di Puskesmas. Proses
perencanaan kebutuhan obat pertahun dilakukan secara berjenjang (bottom up).
Puskesmas menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Selanjutnya Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan Obat
Puskesmas di wilayah kerjanya, memperhitungkan waktu kekosongan obat, buffer

stock, serta menghindari stok berlebih. Perencanaan obat dapat dihitung


menggunakan metode konsumsi obat dan metode morbiditas.6
1) Metode konsumsi
Metode ini dilakukan dengan menganalisis data konsumsi obat tahun
sebelumnya dengan memperhatikan pengumpulan data dan pengolahan data,
analisis data untuk informasi dan evaluasi, serta perhitungan perkiraan
kebutuhan obat.
2) Metode morbiditas
Metode ini dilakukan dengan menganalisis kebutuhan obat berdasarkan pola
penyakit, perkiraan kunjungan dan waktu tunggu (lead time). Langkahlangkah dalam metode ini antara lai dengan menentukan jumlah penduduk
yang akan dilayani, menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan
frekuensi penyakit, menyediakan standar/pedoman pengobatan yang
digunakan, menghitung perkiraan kebutuhan obat, penyesuaian dengan
alokasi dana yang tersedia.
2.1.2.2.2 Permintaan Obat
Permintaan obat bertujuan memenuhi kebutuhan obat di Puskesmas, sesuai
dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan kebijakan pemerintah daerah setempat.

2.1.2.2.3 Penerimaan obat


Penerimaan obat adalah suatu kegiatan dalam menerima obat dari Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya
adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan
yang diajukan oleh Puskesmas. Semua petugas yang terlibat dalam kegiatan
pengelolaan bertanggung jawab atas keterlibatan penyimpanan, pemindahan,
pemeliharaan dan penggunaan obat berikut kelengkapan catatan yang menyertainya.
Petugas penerimaan wajib melakukan pengecekan terhadap obat yang diserahkan,
mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah obat, bentuk obat sesuai dengan isi
dokumen (LPLPO), ditandatangani oleh petugas penerima, dan diketahui oleh Kepala
Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka petugas penerima dapat mengajukan
keberatan. Masa kadaluarsa minimal dari obat yang diterima disesuaikan dengan
periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu bulan.
2.1.2.2.4 Penyimpanan obat
Penimpanan Obat memiliki beberapa syarat diantaranya persyaratan gudang,
Pengaturan penyimpanan obat, Tata Cara penyusunan obat, dan Tata Cara
Pengamatan mutu.7
Persyaratan gudang diantaranya luas minimal 3 x 4 m2 dan atau disesuaikan
dengan jumlah obat yang disimpan, ruangan kering dan tidak lembab, memiliki
ventilasi yang cukup, memiliki cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai
pelindung untuk menghindarkan adanya cahaya langsung dan berteralis, lantai dibuat
dari

semen/tegel/keramik/papan

(bahan

lain)

yang

tidak

memungkinkan

bertumpuknya debu dan kotoran lain, harus diberi alas papan (palet), dinding dibuat
licin dan dicat warna cerah, hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam,
gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat, mempunyai pintu yang
dilengkapi kunci ganda, tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika
yang selalu terkunci dan terjamin keamanannya, harus ada pengukur suhu dan
higrometer ruangan.7
Pengaturan penyimpanan obat yaitu, Obat di susun secara alfabetis untuk setiap
bentuk sediaan, obat dirotasi dengan sistem FEFO dan FIFO, obat disimpan pada rak,
obat yang disimpan pada lantai harus di letakan diatas palet, tumpukan dus sebaiknya
harus sesuai dengan petunjuk, sediaan obat cairan dipisahkan dari sediaan padatan,
sera, vaksin dan supositoria disimpan dalam lemari pendingin, lisol dan desinfektan
diletakkan terpisah dari obat lainnya.7
Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan kondisi penyimpanan diantaranya
kelembaban, sinar matahari, temperatur/panas, kerusakan Fisik, kontaminasi, dan
pengotoran.7
Udara lembap dapat mempengaruhi obat-obatan sehingga mempercepat
kerusakan. Untuk menghindari udara lembab tersebut maka perlu dilakukan upayaupaya diantaranya, ventilasi harus baik dengan jendela dibuka, menyimpan obat
ditempat yang kering, wadah harus selalu tertutup rapat jangan dibiarkan terbuka, bila
memungkinkan pasang kipas angin atau AC karena makin panas udara di dalam
ruangan maka udara semakin lembab, biarkan pengering (silica gel) tetap dalam
wadah tablet dan kapsul, apabila ada atap yang bocor harus segera diperbaiki.7

10

Sinar Matahari dapat mempercepat rusaknya sebagian besar cairan, larutan dan
injeksi. Cara mencegah kerusakan karena sinar matahari dengan memberi gorden
pada jendela-jendela, dan kaca jendela dicat putih. Temperatur/Panas dapat
menyebabkan salep, krim dan supositoria dapat meleleh dan dapat mempengaruhi
kualitas. Oleh karena itu hindarkan obat dari udara panas dengan cara ruangan obat
harus sejuk, beberapa jenis obat harus disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu
4 8 oC, seperti : Vaksin, produk darah, antitoksin, insulin, injeksi antibiotika yang
sudah dipakai (sisa), injeksi oksitosin, injeksi Metil Ergometrin. Cara mencegah
kerusakan karena panas antara lain dengan adanya ventilasi/sirkulasi udara yang
memadai, menghindari atap gedung dari bahan metal, jika memungkinkan dipasang
Exhaust Fan atau AC.7
Untuk menghindari kerusakan fisik dapat dilakukan penumpukan dus obat
harus sesuai dengan petunjuk padakarton, jika tidak tertulis pada karton maka
maksimal ketinggian tumpukan delapan dus, karena obat yang ada di dalam dus
bagian tengah ke bawah dapat pecah dan rusak, selain itu akan menyulitkan
pengambilan obat. Hindari kontak dengan benda - benda yang tajam . Sedangkan
untuk menghindari Kontaminasi oleh bakteri atau jamur maka wadah obat harus
selalu tertutup rapat.7
Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan serangga lain yang kemudian
merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor dan sulit terbaca. Oleh karena itu bersihkan
ruangan setiap hari dengan lantai disapu dan dipel, dinding dan rak dibersihkan.7

11

Tata Cara Penyusunan Obat berdasarkan penerapan sistem FEFO (First Expired
First Out) dan FIFO (First In First Out). FEFO artinya obat yang lebih awal
kadaluwarsa harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang kadaluwarsa kemudian
sedangkan FIFO artinya obat yang datang pertama kali harus dikeluarkan lebih
dahulu dari obat yang datang kemudian. Hal ini sangat penting karena obat yang
sudah terlalu lama biasanya kekuatannya atau potensinya berkurang. Beberapa obat
seperti antibiotik mempunyai batas waktu pemakaian artinya batas waktu dimana
obat mulai berkurang efektivitasnya. 7
Setiap pengelola obat, perlu melakukan pengamatan mutu obat secara berkala,
setiap bulan. Pengamatan mutu obat dilakukan secara visual dengan melihat tandatanda pada tablet, kapsul, cairan, salep dan injeksi. Pengamatan pada tablet berupa
terjadi perubahan warna, bau dan rasa, serta lembab; kerusakan fisik seperti pecah,
retak, sumbing, gripis dan rapuh; kaleng atau botol rusak, sehingga dapat
mempengaruhi mutu obat; wadah yang rusak. Pengamatan pada Kapsul berupa
cangkangnya terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya, wadah rusak,
terjadi perubahan warna baik cangkang ataupun lainnya. Pengamatan pada cairan
berupa cairan jernih menjadi keruh, timbul endapan, cairan suspensi tidak bisa
dikocok, cairan emulsi memisah dan tidak tercampur kembali. Pengamatan pada
salep berupa konsistensi warna dan bau berubah (tengik), pot/tube rusak atau bocor.
Pengamatan pada injeksi berupa adanya kebocoran, terdapat partikel untuk sediaan
injeksi yang seharusnya jernih sehingga keruh atau partikel asing dalam serbuk untuk
injeksi, wadah rusak atau terjadi perubahan warna.7

12

2.1.2.2.5. Pendistribusian Obat


Pendistribusian obat merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat
secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/ satelit farmasi
Puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan obat sub
unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu,
jumlah dan waktu yang tepat. Sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain :
Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas, Puskesmas Pembantu,
Puskesmas Keliling, Posyandu, Polindes. Pendistribusian ke sub unit dilakukan
dengan cara pemberian obat sesuai resep yang diterima (floor stock), pemberian obat
per sekali minum (dispensing dosis unit) atau kombinasi, sedangkan pendistribusian
ke jaringan Puskrsmas dilakukan dengan cara penyerahan obat sesuai dengan
kebutuhan (floor stock) .6
2.1.2.2.6 Pengendalian obat
Pengendalian obat adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya
sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan
sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/ kekosongan obat di unit pelayanan
kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat
yang terdiri dari pengendalian persediaan, pengendalian penggunaan, dan penanganan
obat hilang, rusak dan kadaluwarsa.6
2.1.2.2.7 Pencatatan/Pelaporan obat
Pencatatan/Pelaporan obat merupakan fungsi pengendalian dan evaluasi
administratif obat mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, sampai

13

pendistribusian obat. Pencatatan perencanaan kebutuhan jumlah dan jenis obat


digunakan untuk mengevaluasi kesesuaian dengan pengadaan obat. Pencatatan
penggunaan total semua jenis obat pada pasien puskesmas, sisa stok obat, dan pola
penyakit dapat digunakan untuk perencanaan kebutuhan obat tahun mendatang.6
2.1.2.2.8 Pemantauan dan Evauasi Pengelolaan Obat
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dilakukan secara periodik dengan
tujuan mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan obat
sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan, memperbaiki secara
terus menerus pengelolaan obat dan memberikasn penilaian terhadap capaian kinerja
pengelolaan.6
2.1.3. Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) Pengelola Obat di Puskesmas
Sesuai dengan pedoman pengelolaan obat publik dan perbekalan di puskesmas
menurut Depkes tahun 2003, bahwa Tugas dan Fungsi (TUPOKSI) pengelola obat di
puskesmas meliputi tahap kegiatan perencanaan, pengadaan, pendistribusian dan
penggunaan.4
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat untuk menentukan
jumlah obat sesuai kebutuhan puskesmas. Tugas pengelola obat dalam kegiatan
perencanan ini adalah menyusun data obat yang masih tersedia (stok) dan menghitung
kebutuhan obat puskesmas. 4
Pengadaan merupakan proses kegiatan penyediaan obat puskesmas sesuai
kebutuhan. Tugas pengelola obat dalam kegiatan pengadaan ini adalah pengadaan

14

rutin sesuai jadwal dari Dinas Kesehatan, pengadaan obat khusus bila terjadi
kebutuhan meningkat, menghindari kekosongan, penanganan Kejadian Luar Biasa
(KLB), setiap pengadaan obat petugas harus melakukan pengecekan (jumlah,
kemasan, jenis dan jumlah obat) disesuikan dengan dokumen pengedaan obat,
melakukan penyimpanan obat sesuai dengan memperhatikan: kondisi persyaratan
gudang, pengaturan penyimpanan obat, kondisi penyimpanan (kelembaban, sinar
matahari, temperatur/panas, kerusakan fisik, kontamians bakteri, pengotoran),
memperhatikan tata cara penyimpanan obat, dan pengamatan mutu obat.4
Distribusi merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara merata
dan teratur untuk memenuhi sub-sub unit pelayanan puskesmas. Tugas pengelola obat
dalam tahap distribusi adalah menentukan frekuensi distribusi, menentukan jumlah
dan jenis obat yang diberikan, melaksanakan penyerahan obat, dan melakukan
pengendalian obat untuk menghindari kelebihan dan kekosongan obat di unit
pelayanan. 4
Penggunaan adalah proses kegiatan yang meliputi penerimaan resep dokter
sampai penyerahan obat kepada pasien. Tugas pengelola obat pada tahap penggunaan
ini adalah penetapan ruang pelayanan obat, penyiapan obat, penyerahan obat,
memberikan informasi obat, memperhatikan etika pelayanan, dan membuat daftar
perlengkapan peracikan obat. 4
Tupoksi berdasarkan pengelolaan obat publik dan perbekalan di puskesmas
merupakan pedoman umum untuk seluruh unit pelayanan (puskesmas dan puskesmas

15

pembantu) di seluruh Indonesia, namun dalam pelaksanannya di lapangan, setiap


puskesmas dapat membuat tupoksi tersendiri dengan tetap berpedoman kepada
pedoman umum yang telah ditetapkan.4

2.2 Pelaksanaan Manajemen Obat di Puskesmas Tagog Apu


2.2.1 Perencanaan Obat
Puskesmas Tagog Apu melakukan perencanaan obat dengan metode konsumsi
dan epidemiologi. Metode konsumsi berdasarkan rekapitulasi resep obat yang sering
dipakai, sedangkan metode epidemiologi berdasarkan sepuluh kasus penyakit
tersering di puskesmas Tagog Apu yaitu: ISPA bagian atas, hipertensi, demam,
gastroduodenitis, myalgia, ISPA bagian bawah, dyspepsia, common cold, faringitis,
dan eksema.
Bagian farmasi puskesmas melakukan pencatatan penggunaan obat setiap
harinya, dan akan direkap setiap bulannya yang dituliskan pada buku bulanan. Hasil
pencatatan dalam 2 bulan terakhir dikumpulkan untuk dijadikan data perencanaan
obat dibulan berikutnya. Data tersebut ditulis pada LPLPO sebagai data permintaan
obat yang kemudian diajukan ke instalasi farmasi kabupaten/kota.
2.2.2 Permintaan obat
Puskesmas Tagog Apu melakukan permintaan obat ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan cara menghitung kebutuhan obat yang diperlukan dikurang
dengan stok obat yang ada di ruang penyimpanan, lalu data tersebut ditulis dalam
LPLPO.
2.2.3 Penerimaan obat
Obat yang diantar oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Puskesmas Tagog
Apu diterima oleh bagian farmasi. Obat tersebut kemudian diperiksa kemasan, jenis

16

dan jumlah obat, bentuk sediaan obat sesuai dengan LPLPO yang diberikan.
Puskesmas Tagog Apu selama ini tidak pernah mendapatkan obat-obatan dengan
keadaannya jelek.
2.2.4 Penyimpanan Obat
Puskesmas Tagog Apu dalam penyimpanan obat memperhatikan beberapa hal
yaitu persyaratan gudang, pengaturan penyimpanan obat, tatacara penyusunan obat
dan pengamatan mutu obat.
Sebelum dilakukan renovasi puskesmas, gudang penyimpanan obat hanya
berukuran 1 x 2 m, sehingga sebagian obat yang datang dari UPTD harus disimpan di
beberapa unit, seperti posyandu dan pustu karena kurangnya ruang gudang untuk
penyimpanan obat di puskesmas tersebut.
Ruang penyimpanan obat di puskesmas tagog apu memiliki ukuran 3x3m
dengan lantai memakai tegel berwarna putih dan ruangan kering yang hanya
digunakan untuk penyimpanan obat. Ruangan memiliki 2 kaca ventilasi, dinding
berwarna putih dan terdapat lemari untuk golongan obat narkotik dan psikotropika.
namun ruangan tersebut memiliki beberapa kekurangan yaitu tidak memiliki jendala
untuk masuknya cahaya, lantai tidak dialas papan (palet) dan tidak memiliki
pengukur suhu.
Obat yang disimpan di ruang penyimpanan puskesmas Tagog Apu disusun
secara alfabetis untuk setiap bentuk sediaan dan dimana obat akan dirotasi dari
gudang kebagian ruang racik untuk digunakan dengan melihat tanggal kadaluarsa
yang paling cepat, serta sediaan obat salep mata dengan salep kulit dipisahkan
tempatnya.
Pengamatan mutu obat di Puskesmas Tagog Apu dilakukan dengan skrining
obat yang baru datang dari UPTD dilihat dari tanggal kadaluarsa mya sehingga

17

pemakaian obat dirotasi dengan system FEFO dan FIFO. Bila ada obat yang rusak
atau kadaluarsa, maka petugas farmasi Puskesmas Tagog Apu akan menghubungi
UPTD pusat dan melaporka jumlah dan jesnis obatnya. Obat-obat rusak tersebut
dikumpulkan dan dipisahkan sambil menunggu petugas UPTD mengambil ke
puskesmas.
2.2.5 Pendistribusian Obat
Penyaluran/distribusi di Puskesmas Tagog Apu secara merata dan teratur untuk
memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan antara lain :
1. Sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan Puskesmas (kamar obat, laboratorium)
2. Puskesmas Pembantu
3. Posyandu
4. Bidan desa sebanyak 3 orang
Frekuensi distribusi obat dilakukan setiap 2 bulan sekali (bersamaan dengan
pengadaan obat di Puskesmas). Apabila terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) atau
kebutuhan meningkat misal pada Pekan Imunisasi di suatu desa, maka petugas akan
langsung melaporkan ke petugas bagian farmasi di Puskesmas. Petugas Puskesmas
akan membuat pengajuan permintaan obat segera ke UPTD.
2.2.6 Pengendalian Obat
Pengendalian obat di Puskesmas tagog Apu sudah cukup baik karena sasaran
yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga
jarang terjadi kelebihan dan kekurangan/ kekosongan obat.
2.2.7 Pencatatan, Pelaporan, dan Pengarsipan
Pencatatan obat yang keluar dilakukan setiap hari setelah selesai pelayanan di
Puskesmas. Petugas puskesmas akan merekapitulasi daftar obat yang keluat setiap
bulan di akhir bulan. Pelaporan obat ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat

18

merupakan fungsi pengendalian dan evaluasi administratif obat mulai dari


perencanaan, pengadaan, penyimpanan, sampai pendistribusian obat.
2.2.8 Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Obat
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat di Puskesmas Tagog Apu sudah
dilakukan secara periodik sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan
pelayanan, memperbaiki secara terus menerus pengelolaan obat dan memberikasn
penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan

Anda mungkin juga menyukai