Anda di halaman 1dari 12

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA
--------------------RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 57/PUU-XII/2014

PERIHAL
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008
TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG
PAJAK PENGHASILAN TERHADAP UNDANG-UNDANG
DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA
MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN DAN DPR
(III)

JAKARTA
KAMIS, 23 OKTOBER 2014

MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
-------------RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 57/PUU-XII/2014
PERIHAL
Pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan [Pasal 4
ayat (2) huruf e, Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
PEMOHON
1. Supriyono
ACARA
Mendengarkan Keterangan Presiden dan DPR (III)
Kamis, 23 Oktober 2014 Pukul 14.35 15.02 WIB
Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi RI,
Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat
SUSUNAN PERSIDANGAN
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)

Hamdan Zoelva
Arief Hidayat
Maria Farida Indrati
Anwar Usman
Wahiduddin Adams
Ahmad Fadlil Sumadi
Muhammad Alim
Patrialis Akbar
Aswanto

Sunardi

(Ketua)
(Anggota)
(Anggota)
(Anggota)
(Anggota)
(Anggota)
(Anggota)
(Anggota)
(Anggota)
Panitera Pengganti

Pihak yang hadir:


A. Pemohon:
1. Supriyono
B. Pemerintah:
1. Mualimin Abdi
2. Nasrudin
3. Obor P. Hariara
4. Fuad Rahmany
5. Jatmika
6. Sigit
7. Awan N.

ii

SIDANG DIBUKA PUKUL 14.35 WIB


1.

KETUA: HAMDAN ZOELVA


Sidang Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 57/PUUXII/2014 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.
KETUK PALU 3X
Pemohon, perkenalkan diri dulu.

2.

PEMOHON: SUPRIYONO
Baik. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang. Salam sejahtera.
Dari Pihak Pemohon, dalam hal ini Pemohon sendiri yang hadir,
Supriyono. Demikian, Majelis Hakim. Terima kasih.

3.

KETUA: HAMDAN ZOELVA


Ya, terima kasih. Dari Pemerintah, yang mewakili Presiden?

4.

PEMERINTAH: NASRUDIN
Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah mewakili Presiden,
saya sendiri, Nasrudin. Sebelah kiri saya berturut-turut: Bapak Fuad
Rahmany, Dirjen Pajak, Bapak Awan N., Bapak Jatmika, Bapak Obor, dan
Bapak Sigit. Dan sebelah kanan saya, Bapak Mualimin Abdi yang
sekaligus nanti akan membacakan keterangan Presiden. Terima kasih,
Yang Mulia.

5.

KETUA: HAMDAN ZOELVA


Baik. Terima kasih. Hari ini agenda sidang untuk mendengarkan
keterangan dari Presiden. Saya persilakan, Pak Mualimin.

6.

PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI


Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang. Salam sejahtera untuk
kita semua. Yang saya hormati Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi. Yang saya hormati Pemohon dalam permohonan ini. Yang
saya hormati pula rekan-rekan dari Kementerian Keuangan, khususnya
Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia.

Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Terkait


dengan Permohonan Pengujian Ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,
yang selanjutnya nanti akan dibaca menjadi Undang-Undang PPh.
Presiden yang dalam hal ini karena di dalam registernya masih
tercatat tanggal 1 Agustus 2014 dengan perbaikan 13 Agustus 2014.
Oleh karena itu, Kuasa Presiden masih ditandatangani oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono. Dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
memberikan kuasa kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia,
kemudian Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan kuasa
antara lain juga terhadap oleh kepada saya yang membacakan
keterangan Presiden ini.
Kemudian, Menteri Keuangan Bapak Muhammad Chatib Basri
memberikan kuasa antara lain, salah satunya Pak Fuad Rahmany selaku
Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan.
Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Dari
seluruh uraian permohonan Pemohon, dapat disimpulkan bahwa intinya
permohonan Pemohon itu bahwa selaku warga negara Indonesia yang
bekerja sebagai karyawan swasta, yang pada intinya menyatakan bahwa
Pemohon secara konstitusional telah dirugikan hak konstitusionalnya
oleh karena Ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh
dianggap berpotensi dan/atau mengaktualkan pengurangan hak
konstitusional Pemohon dalam usahanya mengembangkan diri dalam
pemenuhan kebutuhan dasar. Perlakuan yang sama di hadapan hukum
memberikan kebebasan tanpa batas, serta perlindungan atas
ketidakmampuan Pemohon akibat kerugian usahanya dalam
melaksanakan perhitungan pajak penghasilan dengan benar dan adil,
sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Itu
inti dari permohonan para Pemohon.
Kemudian, yang kedua, yang selanjutnya Yang Mulia Ketua
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, terkait dengan legal standing
Pemohon dalam permohonan ini. Terkait dengan legal standing dalam
permohonan ini, Pemerintah akan menguraikannya secara lebih rinci di
dalam keterangan tertulis yang akan disampaikan pada persidangan
berikutnya atau melalui Mahkamah Konstitusi.
Namun demikian, Pemerintah menyerahkan kepada Mahkamah,
Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menilai dan
mempertimbangkannya, apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum
atau tidak, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 51 Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Mahkamah Konstitusi.

Namun demikian, Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah


Konstitusi, terkait dengan kedudukan hukum Pemohon, Pemerintah
dapat memberikan penjelasan sebagai berikut.
Bahwa dalil Pemohon yang mengajukan Ketentuan Pasal 4 ayat
(2) huruf e Undang-Undang PPh sebagai ketentuan yang dianggap telah
merugikan hak konstitusional Pemohon, Pemerintah berpendapat bahwa
dari seluruh uraian permohonan Pemohon antara posita dan petitumnya,
menurut Pemerintah adalah tidak ada relevansinya. Karena pasal ini
mengatur tentang pendelegasian wewenang kepada peraturan atau jenis
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah untuk mengatur
tentang hal-hal yang berkaitan dengan penghasilan tertentu lainnya.
Sehingga menurut Pemerintah karena ketentuan tersebut antara lain
mengatur tentang pendelegasian wewenang, maka adalah tidak tepat
jika ketentuan tersebut kemudian dipertentangkan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kemudian selanjutnya, Yang Mulia, keberatan Pemohon yang juga
dalam permohonannya berulang kali mempermasalahkan adanya
penetapan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima
atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran (suara tidak
terdengar jelas) tertentu.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, Pemerintah
berpendapat bahwa hal tersebut tidak menjelaskan secara terang di
mana letak pertentangan antara Pasal 4 ayat (2) huruf e UndangUndang PPh dengan batu ujinya yang lebih tinggi, yaitu terhadap atau
dikaitkan dengan pertentangan kerugian pribadi Pemohon yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tersebut.
Sehingga menurut Pemerintah, permohonan Pemohon tidak tepat dan
keliru. Karena semestinya apabila terdapat pertentangan hal demikian,
maka pengujiannya dilakukan di Mahkamah Agung. Kalau pengujian
yang diajukan atau dilakukan di Mahkamah Konstitusi, sebagaimana
ketentuan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 juncto Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, di sana tegas mengatakan
bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Oleh karena itu, sekali lagi bahwa setelah mencermati apa yang
diuraikan di dalam permohonan Para Pemohon itu sendiri, maka di sana
terdapat atau pada intinya dapat ditarik garis kesimpulan bahwa adanya
atau hal-hal yang menurut Pemohon itu dirugikan adalah adanya
berlakunya peraturan Pemerintah yang jika demikian, maka
sebagaimana diatur di dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
maka hal demikian sekali lagi adalah batu ujinya ke atau dilakukan
pengujiannya ke Mahkamah Agung.

Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Sebelum


pemo Pemerintah menyampaikan keterangan terkait dengan
permohonan pengujian tersebut, maka Pemerintah dapat memberikan
atau menyampaikan landasan filosofi mengenai Undang-Undang PPh
sebagai berikut.
Undang-Undang PPh dilandasi falsafah Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang di dalamnya
tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan
menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan
merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan
pembangunan nasional.
Dengan pesatnya perkembangan sosial, ekonomi sebagai hasil
pembangunan nasional dan globalisasi, serta reformasi di berbagai
bidang, dipandang perlu adanya Undang-Undang PPh yang dapat
meningkatkan fungsi dan perannya dalam rangka mendukung kebijakan
pembangunan nasional, khususnya di bidang ekonomi.
Undang-Undang PPh dimaksud berpegang pada prinsip
perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan, kemudahan,
dan efisiensi administrasi, serta peningkatan dan optimalisasi
penerimaan negara dengan tetap mempertahankan sistem self
assessment. Oleh karena itu, arah dan tujuan Undang-Undang PPh
antara lain adalah untuk lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak
dan lebih memberikan kemudahan kepada wajib pajak.
Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. UndangUndang PPh menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam
pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib
pajak dari mana pun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi
atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut.
Undang-Undang PPh mengatur materi mengenai pajak yang pada
dasarnya menyangkut subjek pajak atau siapa yang dikenakan objek
pajak, penyebab pengenaan, dan tarif pajak atau cara menghitung
jumlah pajak dengan pengenaan yang merata serta pembebanan yang
adil. Sedangkan tata cara pemungutannya diatur dalam peraturan atau
ketentuan tersendiri, yaitu dalam rangka mempermudah masyarakat
untuk mempelajari, memahami, dan mematuhinya.
Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang PPh tidak
memerhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi padanya
... pada adanya tambahan kemampuan ekonomis, tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima ataupun diperoleh wajib pajak
merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan wajib pajak tersebut
untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan Pemerintah
untuk kegiatan rutin dan pembangunan.
Pemungutan pajak didasarkan atas pendekatan benefit approach
atau pendekatan manfaat, pendekatan ini merupakan dasar fundamental
4

atas dasar filosofis yang membenarkan negara melakukan pemungutan


pajak sebagai yang dapat dipaksakan, dalam arti mempunyai wewenang
dengan kekuatan memaksa.
Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Terkait
dengan dalil Pemohon yang mengatakan bahwa Ketentuan Pasal 4 ayat
(2) huruf e Undang-Undang PPh khususnya atau pada frasa penghasilan
tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan
pemerintah, yang selengkapnya ketentuan tersebut Pasal 4 ayat (2) itu
selengkapnya Pemerintah bacakan ayat (2), penghasilan di bawah ini
dapat dikenai pajak bersifat final:
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi, dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
b. Penghasilan berupa hadiah undian.
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan
saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah dan atau bangunan. Dan
e. Ini yang dimohonkan untuk di uji di Mahkamah Konstitusi, yaitu
penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan
peraturan pemerintah.
Ketentuan tersebut yang dimohonkan untuk diuji, dianggap
bersifat multitafsir, juga dianggap tidak menjamin hak konstitusional
Pemohon atas jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil,
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, sebagaimana ditentukan
di dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Menurut Pemerintah, hal demikian adalah tidak
tepat dan tidak berdasar karena Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang
PPh bertujuan untuk memberikan ruang bagi Pemerintah guna
mengantisipasi transaksi bisnis yang terus berkembang, sehingga
pengaturannya dapat bersifat fleksibel dan dinamis agar dapat mengikuti
perkembangan yang ada.
Namun demikian, Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi. Sifat fleksibel dan dinamis yang diberikan kepada Pemerintah
bukan berarti tanpa batas. Karena di dalam mengatur pengenaan pajak
atas penghasilan tertentu lainnya, harus mempertimbangkan hal-hal
antara lain sebagai berikut.
Yang pertama, perlu adanya dorongan dalam rangka
perkembangan investasi dan tabungan masyarakat. Yang kedua, adanya
kesederhanaan di dalam pemungutan. Yang ketiga, berkurangnya beban
administrasi, baik bagi wajib pajak maupun Direktorat Jendral Pajak.

Yang keempat, pemerataan dalam pengenaan pajaknya. Dan yang


kelima, memerhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.
Oleh karena itu, menurut Pemerintah adalah tidak tepat dan tidak
berdasar jika Ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh
dianggap telah menegasi atau telah mengesampingkan jaminan
perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama
di hadapan hukum terhadap wajib pajak, khususnya terhadap diri
Pemohon itu.
Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi.
Selanjutnya, terkait dengan dalil Pemohon yang menyatakan bahwa
Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh dianggap tidak menjamin
hak konstitusional Pemohon untuk mengembangkan diri melalui
kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan demi meningkatkan kualitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia, sebagaimana ditentukan di
dalam Pasal 28C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Karena menurut Pemohon dianggap telah
menghalangi Pemohon untuk menghitung sendiri pajaknya dengan
benar, sebagaimana pemahaman dan pengetahuan Pemohon selama ini.
Menurut Pemerintah bahwa salah satu pertimbangan dalam
pengaturan Ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh adalah demi
kesederhanaan dalam pemungutan pajak yang bertujuan untuk
mempermudah pemahaman wajib pajak dalam menghitung pajaknya
sendiri atau self assessment sesuai dengan ketentuan perpajakan yang
berlaku.
Dengan demikian, Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi. Menurut Pemerintah, pengaturan ketentuan Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang PPh adalah tidak tepat jika dikaitkan dengan ketentuan
Pasal 28C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Karena sekali lagi, Yang Mulia Ketua Majelis Hakim
Mahkamah Konstitusi, ketentuan tersebut adalah dalam rangka
memberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam pemungutan pajak.
Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Terkait
dengan permohonan Pemohon yang juga masih terkait dengan Pasal 4
ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh yang dianggapnya tidak menjamin
Pemohon untuk mendapatkan perlindungan dan pemeliharaan negara
atas ketidakmampuan warga negara yang dalam hal ini jika diatur di
dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 adalah fakir miskin yang diberikan diberikan
atau diurus, dikelola oleh negara.
Maka terkait dengan dalil Pemohon di atas, Pemerintah
berpendapat bahwa fungsi utama pajak adalah menghimpun dana dari
rakyat untuk pembiayaan kegiatan Pemerintah, baik pembiayaan rutin
dan pembangunan dan yang dipungut dari rakyat akan dikembalikan

kepada rakyat melalui pengeluaran Pemerintah yang di antaranya adalah


dalam rangka untuk membantu rakyat guna mengentaskan kemiskinan.
Dengan demikian, sangatlah jelas pajak yang dibayarkan oleh
rakyat digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Dengan
demikian adalah tidak tepat dalil Pemohon yang mengatakan bahwa
pajak tidak dimanfaatkan untuk membantu dan mengentaskan
kemiskinan. Justru pajak di yang dipungut oleh negara adalah dalam
rangka untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, serta
mengentaskan kemiskinan, sebagaimana ditentukan atau sebagaimana
amanah konstitusi.
Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada
Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa,
mengadili, dan memutus Permohonan Pengujian Ketentuan Pasal 4 ayat
(2) huruf e Undang-Undang PPh terhadap Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D
ayat (1), dan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 untuk memberikan putusan sebagai berikut.
Menyatakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau tidak
memiliki legal standing.
Yang kedua, menolak permohonan pengujian Pemohon
seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian
Pemohon tidak dapat diterima.
Yang ketiga, menyatakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e
Undang-Undang PPh tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 28C
ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Namun demikian, apabila Yang Mulia Ketua Majelis Hakim
Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang bijaksana
dan seadil-adilnya.
Atas perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, diucapkan terima kasih. Jakarta, 23
Oktober 2014. Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin, Menteri Keuangan
Muhammad Chatib Basri.
Demikian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi,
Keterangan Presiden yang telah dibacakan. Wabillahitaufik walhidayah
wassalamualaikum wr. wb.
7.

KETUA: HAMDAN ZOELVA


ahli?

Ya, terima kasih. Pemohon, apakah akan mengajukan saksi atau

8.

PEMOHON: SUPRIYONO
Maaf, Majelis Hakim. Mohon izin untuk memberikan tanggapan
karena dalam hal ini Pemohon ()

9.

KETUA: HAMDAN ZOELVA


Enggak, saya tanya dulu. Akan mengajukan ahli atau saksi?

10.

PEMOHON: SUPRIYONO
Tidak ada.

11.

KETUA: HAMDAN ZOELVA


Tidak ada. Ya, tanggapannya masukkan saja ke kesimpulan ya,
secara tertulis saja ya, menanggapi keterangan dari Pemerintah ya.
Saudara bisa nanti memuat secara utuh tanggapan Saudara dalam
kesimpulan karena tidak mengajukan ahli atau saksi, jadi langsung
kepada kesimpulan, ya. Ada yang mau disampaikan?

12.

PEMOHON: SUPRIYONO
Terima kasih, Majelis Hakim. Dari tanggapan Pemerintah dalam
hal ini, saya sebagai Pemohon, sebenarnya di luar sana banyak yang
teriak. Namun, memang setelah perjalanan waktu namun tidak
banyak pula yang berani untuk sampai ke Mahkamah Konstitusi.
Pada dasarnya, pertama, Pemohon dalam hal ini tidak me
mempersoalkan kaidah pendelegasian wewenang, itu sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 atau bagaimana. Tapi,
implementasi dari Pasal 4 ayat (2) huruf e yang merupakan akar rumput,
yang di mana orang rugi selain dia dibebani oleh kerugian yang dia
harus tanggung, dia masih terikat oleh aturan yang dibuat dan di dan
produk hukum dari Pemerintah. Sebenarnya saya tadi mendengar
penjelasan dari Pemerintah, sedih.
Jadi, implementasinya, Pak. Saya pernah telepon, Pak, ke Kring
Pajak dan pakai simulasi. Sebelum PP ini terbit, dia cepat, Pak,
jawabnya. Penghasilan adalah menurut Undang-Undang Nomor 36
adalah jawabnya cepat, Pak. Tapi setelah PP ini terbit, Pak,
penghasilan menurut PP Nomor 46 adalah bingung, Pak, blank.
Karena saya pakai simulasi angka saja, mereka tak bisa jawab, Pak,
kasihan yang di bawah-bawah. Maka sedih, Pak, saya dengar, baik yang
di bawah maupun yang di atas, itu beda jawabannya.

13.

KETUA: HAMDAN ZOELVA


Ya.

14.

PEMOHON: SUPRIYONO
Implementasi. Mungkin itu saja dari Pemohon. Karena Pemohon,
dalam hal ini kalau mau terjun, ada sebenarnya, tapi tidak ada yang
berkenan. Saya sudah coba SMS, usaha telepon ()

15.

KETUA: HAMDAN ZOELVA


Ya. Jadi, begini ya, apa yang Saudara terangkan itu buat secara
tertulis ya, menanggapi Pemerintah. Saudara masukkan itu secara
tertulis paling lambat tanggal 30 Oktober ya 2014, pukul 14.00 WIB, ya.
Saudara buat secara tertulis, sampaikan paling lambat 30 Oktober 2014,
pukul 14.00 WIB.
Untuk Pemerintah, ada saksi atau ahli yang akan diajukan?

16.

PEMERINTAH: NASRUDIN
Cukup, Yang Mulia, tidak ada.

17.

KETUA: HAMDAN ZOELVA


Cukup, tidak ada. Baik. Baik, terima kasih.
Dengan demikian, sidang ini selesai dan dinyatakan ditutup.
KETUK PALU 3X
SIDANG DITUTUP PUKUL 15.02 WIB
Jakarta, 23 Oktober 2014
Kepala Sub Bagian Risalah,
t.t.d
Rudy Heryanto
NIP. 19730601 200604 1 004

Anda mungkin juga menyukai