Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Vanny Mahesa Putri
030.09.264
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOESELO SLAWI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 14 JULI 2014 20 SEPTEMBER 2014
LEMBAR PENGESAHAN
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
: September 2014
Tempat
Disetujui Oleh:
Dosen Pembimbing/ Penguji
NIM
: 030.09.264
Dokter Pembimbing
Identitas Pasien
Nama
: Ny. K
Umur
: 53 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat Rumah
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Status pernikahan
: Menikah
Pekerjaan
Nama Suami
: Tn. A
Tanggal Masuk
: 9 September 2014
I. ANAMNESIS
Dilakukan anamnesis secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan suami pasien pada
tanggal 12 September 2014 pukul 10.30 WIB di ruang Nusa Indah RSUD Dr. Soeselo Slawi.
Keluhan Utama:
Pasien datang ke PONEK RSUD Dr. Soeselo Slawi kiriman dr. Jaenudin, Sp.OG
dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak 1,5 bulan SMRS.
Keluhan Tambahan:
Pasien juga mengeluhkan mual dan pusing.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke PONEK RSUD Dr. Soeselo Slawi pada tanggal 9 September
2014 pukul 08.42 WIB kiriman dr. Jaenudin, Sp.OG dengan G12P2A9 dengan Mola
Hidatidosa. Pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah sejak 1,5 bulan SMRS. Nyeri
perut dirasakan hilang timbul. Pasien merasa sedang dalam kehamilan 3 bulan namun
tidak dirasakan adanya gerak janin. Selain itu pasien sering merasakan mual hingga
muntah. Adanya perdarahan dan keluarnya jaringan dari jalan lahir disangkal. Sejak
mulai keluhan, pasien menyangkal pernah mengalami demam dan sesak.
Kemudian pada pukul 10.00 WIB pasien dipindah ke ruang Nusa Indah, akan
direncanakan histerektomi. Selama dalam perawatan, keadaan pasien tidak jauh
berubah. Pasien diberikan infus RL dan ceftriaxon. Pada hari ke tiga perawatan, pasien
direncanakan akan dirujuk ke RS di Semarang untuk dilakukan operasi.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien menyangkal adanya kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung, dan alergi.
Pasien mengatakan pernah mengalami hamil anggur sebelumnya sebanyak 1 kali, dan
sudah pernah dilakukan kuretase.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Pasien mengaku tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit serupa. Riwayat
asma (-), riwayat kencing manis (-), riwayat darah tinggi (-), riwayat penyakit jantung
(-).
Riwayat Pernikahan:
Pasien sudah menikah 1 kali, sejak tahun 1977 (37 tahun) hingga saat ini, tinggal
serumah dengan suami.
Riwayat Obstetri:
G12P2A9, usia kehamilan 3 bulan.
A1 : Abortus
A2 : Laki-laki, usia 30 tahun, lahir normal di dukun, BBL 3000 gram
A3 : Abortus
A4 : Abortus
A5 : Abortus
A6 : Abortus
A7 : Abortus
A8 : Abortus
A9 : Perempuan, usia 9 tahun, lahir normal di dukun, BBL 3500 gram
A10 : Abortus
A11 : Abortus
Riwayat KB:
Sejak kelahiran anak pertama 30 tahun yang lalu, pasien menggunakan KB implan.
Namun KB implan ini sudah tidak ia gunakan sejak 9 tahun terakhir. Dan setelah itu
pasien mengaku tidak menggunakan KB apapun lagi hingga sekarang.
Riwayat Haid:
Menarche pada usia 13 tahun, menstruasi teratur tiap bulan, siklus 28 hari, lama haid
rata-rata 7 hari, dysmenorhea (-)
: compos mentis
Kesan sakit
: kooperatif
B. Tanda vital
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi
: 90 x/menit
Suhu
: 36,70 C
Pernafasan
: 22 x/menit
C. Kulit
Kulit berwarna sawo matang, tidak ikterik, tidak ada efloresensi bermakna.
D. Kepala
Tampak normocephali, rambut beruban, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
E. Wajah
Normal dan simetris
F. Mata
Konjungtiva tidak tampat pucat, sklera tidak tampak kuning
G. Hidung
Bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada deviasi septum, mukosa tidak
hiperemis, konka normal, tidak ada sekret.
H. Telinga
Normotia, sekret -/-, serumen -/-, tidak ada nyeri tekan, liang telinga lapang
I. Mulut
Bibir tidak kering, tidak pucat, maupun sianosis. Lidah ukuran normal, tidak ada papil
atrofi, tampak sedikit kotor, Uvula simetris, letak di tengah, tidak hiperemis.
J. Leher
KGB dan tiroid tidak teraba membesar.
K. Thorax
Inspeksi:
Kulit sawo matang, tidak terdapat efloresensi yang bermakna. Bentuk normal,
mendatar, tidak terdapat retraksi iga saat statis dan dinamis. Tipe pernapasan
torako-abdominal.
Palpasi
Gerak nafas simetris pada kedua hemithorax. Vocal fremitus teraba sama kuat
kanan dan kiri. Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi
Sonor di kedua lapang paru.
Auskultasi
Suara napas vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-.
S1 reguler-S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
L. Abdomen
Inspeksi
Bentuk sedikit membuncit, tidak terdapat efluoresensi yang bermakna, tidak
terdapat dilatasi vena, tidak terdapat smiling umbilikus.
Auskultasi
Bising usus (+) 4x/menit.
Palpasi
Teraba supel, nyeri tekan (+) pada suprasimpisis. Hepar dan lien tidak teraba
membesar.
Perkusi
Timpani pada kuadran kanan dan kiri atas dan pekak pada kuadran bawah, shifting
dullness (-), nyeri (+)
M. Ekstremitas
Inspeksi
Palpasi
Status Obstetrik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 12 September 2014
1. Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: TFU setinggi pusat, ballotement (-), batas tegas, nyeri tekan (+).
2. Genitalia
Vulva, vagina dalam keadaan tenang, oedem labia (-), lendir (-).
VT tidak dilakukan
3. Inspekulo
Tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo.
Hasil
Nilai Rujukan
Leukosit
9.400
3.600-11.000 u/l
Eritrosit
3,3
3.80-3.20 juta/ul
Hemoglobin
10,1
11,7-16,6 g/dL
Hematokrit
29
35-47%
MCV
86
80-100 Fl
MCH
30
26-34 pg
MCHC
35
32-36 g/Dl
Trombosit
177.000
150.000-450.000 u/l
Eosinofil
2,8
2-4
Basofil
0,30
0-1
Netrofil
77,40
50-70
Diff count
Limfosit
14,10
25-40
Monosit
5,4
2-8
Golongan darah
84 mg/dL
75-140
Ureum
34,5 mg/dL
17,1-42,8
Kreatinin
0,44 mg/dL
0,4-1,0
Uric acid
6,6 mg/dL
2-7
Kolesterol total
159 mg/dL
150-200
Trigliserida
200 mg/dL
35-150
Bilirubin total
1,31 mg/dL
0,2-1,3
Bilirubin direk
0,77 mg/dL
0,1-0,3
Bilirubin indirek
0,54 mg/dL
0-0,75
Total protein
5,78 g/dL
6,7-8,2
Albumin
3,10 g/dL
3,8-5,2
Globulin
2,68 g/Dl
1,3-3,1
SGOT
57 u/L
13-33
SGPT
54 u/L
6-30
Sero imunologi
HbsAg
Non reaktif
Non reaktif
Hasil
>10000 mIU/ml
IV. RESUME
Pasien datang ke PONEK RSUD Dr. Soeselo Slawi pada tanggal 9 September 2014
pukul 08.42 WIB kiriman dr. Jaenudin, Sp.OG dengan G12P2A9 dengan Mola Hidatidosa.
Pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah sejak 1,5 bulan SMRS. Nyeri perut dirasakan
hilang timbul. Pasien merasa sedang dalam kehamilan 3 bulan namun tidak dirasakan adanya
gerak janin. Selain itu pasien sering merasakan mual hingga muntah. Adanya perdarahan per
vaginam disangkal. Kemudian pada pukul 10.00 WIB pasien dipindah ke ruang Nusa Indah,
akan direncanakan histerektomi dan dirujuk ke RS di Semarang untuk dilakukan operasi.
Pasien mengatakan pernah mengalami mola hidatidosa 1 kali dan sudah dilakukan kuretase.
Pasien mengaku mengalami abortus sebanyak 9 kali.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan nyeri tekan
(+) pada suprasimpisis. Pada pemeriksaan status obstetrik didapatkan TFU setinggi pusat,
tidak teraba bagian janin, teraba massa padat ireguler, dapat digerakkan, batas tegas, nyeri
tekan (+).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan penurunan Hb, peningkatan trigliserida,
SGOT, SGPT, dan Beta HCG serum. HbsAg non reaktif. EKG dan foto toraks dalam batas
normal.
V. DIAGONOSA KERJA
G12P2A9, 53 tahun, dengan Mola Hidatidosa
VI. PENATALAKSANAAN
Terapi non-medikamentosa
-
Pasang DC
Terapi medikamentosa
-
IVFD RL 20 tpm
Operatif
-
Pro histerektomi
9
VII. PROGNOSIS
Ad vitam
: Dubia ad Bonam
Ad sanationam
: Dubia ad Bonam
Ad functionam
: Dubia ad Bonam
S
Nyeri perut (+)
10/09/14
KU: TSS
Kesadaran: CM
TD: 140/70
mmHg
HR: 96 x/m
RR: 20 x/m
S: 36,50C
Mata: CA-/- SI
-/Thorax: cor:
dbn, pulmo:
dbn
Abdomen:
supel, BU (+),
NT (+) kuadran
bawah
Extremitas: OE
--/-- AH ++/++
KU: TSS
Kesadaran: CM
Mola hidatidosa
Melengkapi
pemeriksaan
TD: 150/70
mmHg
HR: 96 x/m
RR: 26 x/m
10
S: 36,80C
Mata: CA-/- SI
-/Thorax: cor:
dbn, pulmo:
dbn
Abdomen:
supel, BU (+),
NT (+) kuadran
bawah
Extremitas: OE
--/-- AH ++/++
12/08/14 Nyeri perut
bawah (+)
KU: TSS
Mola Hidatidosa
Rujuk
Kesadaran: CM
TD: 130/70
mmHg
HR: 90 x/m
RR: 20 x/m
S: 36,30C
Mata: CA-/- SI
-/Thorax: cor:
dbn, pulmo:
dbn
Abdomen:
supel, BU (+),
NT (+) kuadran
bawah
Extremitas: OE
--/-- AH ++/++
11
ANALISIS KASUS
Teori
Kasus
1) Anamnesa
Mola Hidatidosa
Tanda-tanda kehamilan, seperti amenorea,
tes kehamilan (+)
Mual dan muntah hebat
Perdarahan per vaginam
Tidak dirasakan gerak janin
Faktor risiko:
Umur > 40 thn lebih banyak daripada usia G P A usia 53 tahun.
12 2 9
muda
Riwayat mola sebelumnya (+)
Multipara
Riwayat mola sebelumnya
Riwayat kuretase
2) Pemeriksaan fisik (obstetri)
\
TFU setinggi pusat. Ballotement (-).
kehamilan
Ballotement (-)
DJJ (-)
DJJ (-)
3) Pemeriksaan Penunjang
-
thoraks dan didapatkan gambaran multiple Foto toraks dalam batas normal
coin lession.
4) Penatalaksanaan
Perbaiki keadaan umum
MOLA HIDATIDOSA
Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang abnormal dimana tidak ditemukan janin
maupun tidak dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan hidropik. Jika tidak
ditemukan janin disebut complete mole, sedangkan jika disertai janin atau bagian dari janin
disebut mola parsialis. Secara histologis terdapat proliferasi trofoblast dengan berbagai
tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya
terdapat sedikit pembuluh darah.
Epidemiologi
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika latin dibandingkan
dengan negara negara barat. Faktor risiko terjadinya mola yaitu wanita pada remaja awal
atau usia perimenopausal amat sangat beresiko. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun
memiliki resiko 2 kali lipat. Wanita usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko 7 kali dibanding
wanita yang lebih muda hal ini dikaitkan dengan kualitas sel telur yang kurang baik pada
wanita usia ini. Paritas tidak mempengaruhi faktor risiko ini. Risiko lainnya yaitu riwayat
keguguran 2 kali atau lebih, riwayat kehamilan mola sebelumnya juga dapat meningkatkan
kejadian mola hingga lebih dari 10 kali lipat. Secara epidemiologi mola komplit dapat
meningkat bila wanita kekurangan carotene dan defisiensi vitamin A. Sedangkan mola
parsialis lebih sering tejadi pada wanita dengan tingkat pendidikan tinggi, menstruasi yang
tidak teratur dan wanita perokok.
Etiologi
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang mungkin
menjadi penyebab yaitu:
1.
Faktor ovum, misalnya pada spermatozoa yang memasuki ovum yang sudah kehilangan
nukleusnya sehingga terjadi kelainan pada pembuahan
2.
3.
Paritas tinggi
4.
Kekurangan protein
5.
Infeksi virus
Patogenesis
Ada beberapa teori yang menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas, yaitu:
1.
2.
Klasifikasi
Mola hidatidosa terbagi menjadi dua, yaitu:
a.
b.
a.
b.
c.
d.
Pada pasien dengan mola hidatidosa dapat ditemukan gejala dan tanda sebagai berikut:
1.
2.
Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. merupakan gejala utama
dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama berapa mingu sampai
beberapa bulan sehinga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.
3.
Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia kehamilan.
4.
5.
6.
7.
Keluar jaringan mola seperti buah angur, yang merupakan diagnosa pasti
8.
Tirotoksikosis
Diagnosis
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada wanita dengan amenorea, perdarahan
pervaginam atau keluarnya vesikel mola dari vagina, uterus yang lebih besar dari usia
kehamilan dan tidak ditemukannya tanda kehamilan pasti, seperti tidak terabanya bagianbagian janin juga gerakan janin dan ballotemen serta tidak terdengarnya bunyi jantung janin.
Untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan Human Chorionic Gonadotropin
(HCG) dalam darah atau urin. Peninggian HCG terutama setelah hari ke 100.
Diagnosis pasti dari mola hidatidosa biasanya dapat dibuat dengan ultrasonografi
dengan menunjukkan gambaran yang khas berupa vesikel-vesikel (gelembung mola) dalam
kavum uteri atau badai salju (snow flake pattern)
Tatalaksana
Terapi mola hidatidosa terdiri dari:
1.
2.
Kuretase
15
Kuretase dilakukan pada saat keadaan umum sudah diperbaiki. Untuk memperbaiki
kontraksi diberikan pula uterotonika, misalnya oksitosin. Tindakan kuret cukup
dilakukan satu kali, asalkan sudah bersih. Kuret kedua dilakukan jika ada indikasi.
b.
Histerektomi
Tindakan histerektomi dilakukan pada wanita yang telah cukup umur, cukup anak,
dan paritas tinggi karena dengan alasan tersebut bisa menjadi faktor predisposisi
untuk terjadinya keganasan.
3.
Pada pasien dengan mola hidatidosa dilakukan pengawasan (follow up) berkisar satu atau dua
tahun. Selama periode ini, pasien dianjurkan untuk tidak hamil karena akan mengacaukan
pemeriksaan. Monitor perdarahan yang terjadi dan tanda vital diperlukan untuk mengawasi
terjadinya syok. Pemeriksaan beta HCG, ginekologi, dan radiologi secara berkala juga
dilakukan. Beta HCG akan mencapai kadar normal dalam waktu 8 12 minggu setelah
pengeluaran mola, bila kadar HCG tetap atau meningkat perlu dicurigai berkembang menjadi
ganas.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien mola hidatidosa, antara lain:
a.
b.
Infeksi
c.
Perforasi uterus
d.
Keganasan (PTG)
Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa dapat disebabkan karena perdarahan, infeksi,
eklamsia, payah jantung, atau tirotoksikosis. Sebagian wanita akan sehat kembali setelah
jaringan dikeluarkan tetapi ada sekelompok wanita yang kemudian menderita degenerasi
keganasan menjadi koriokarsinoma. Proses degenerasi ganas dapat berlangsung antara tujuh
hari sampai tiga tahun dengan terbanyak dalam waktu enam bulan.
16
PRE EKLAMPSIA
Definisi
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada umur
kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan. Hipertensi didefinisikan
sebagai peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekann darah diastolik 90
mmHg. Proteinuria didefinisikan sebagai adanya protein dalam urin dalam jumlah 300
mg/ml dalam urin tampung 24 jam atau 30 mg/dl dari urin acak tengah yang tidak
menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kencing.
Epidemiologi
Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar antara 4 18 %. Penyakit
preeklampsia ringan terjadi 75 % dan preeklampsia berat terjadi 25 %. Dari seluruh kejadian
preeklampsia, sekitar 10 % kehamilan umurnya kurang dari 34 minggu. Kejadian
preeklampsia meningkat pada wanita dengan riwayat preeklampsia, kehamilan ganda,
hipertensi kronis dan penyakit ginjal. Pada ibu hamil primigravida terutama dengan usia
muda lebih sering menderita preeklampsia dibandingkan dengan multigravida. Faktor
predisposisi lainnya adalah ras hitam, usia ibu hamil dibawah 25 tahun atau diatas 35 tahun,
mola hidatidosa, polihidramnion dan diabetes.
Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Secara teoritik
urutan urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema, hipertensi, dan terakhir
proteinuri. Sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap
bukan preeklamsi. Dari gejala tersebut timbur hipertensi dan proteinuria merupakan gejala
yang paling penting. Namun, penderita seringkali tidak merasakan perubahan ini. Bila
penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri
epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.
Faktor risiko
17
Usia
Insiden tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita
hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita berusia lebih dari
35 tahun, dapat terjadi hipertensi yang menetap.
2.
Paritas
Angka kejadian tertinggi pada primigravida.
3.
Genetik
Jika ada riwayat keluarga dengan preeklampsia/eklampsia, faktor risiko meningkat
sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif yang ditentukan genotip ibu dan janin.
4.
Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar.
5.
Mola hidatidosa
Degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan preeklampsia.
Patofisiologi
Pada saat ini ada 4 hipotesa yang mendasari patofisiologi dan patogenesa dari Preeklampsia,
antara lain sebagai berikut:
1.
Iskemia Plasenta
Peningkatan deportasi sel tropoblast yang akan menyebabkan kegagalan invasi ke arteri
sperialis dan akan menyebabkan iskemia pada plasenta.
2.
3.
Genetic Inprenting
Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal
atau gen dominan dengan penetrasi yang tidaksempurna. Penetrasi mungkin tergantung
pada genotip janin.
18
4.
PerbandinganVery
Low
Density
Lipoprotein(VLDL)
dan Toxicity
Preventing
Activity (TxPA)
Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak nonesterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang rendah,
pengangkatan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak ke dalam hepar
akan menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik di mana VLDL
terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efektoksik dari VLDL akan
muncul.
Dalam perjalanannya keempat faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang saling
berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan terjadinya iskemia plasenta. Pada
preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah
hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini
terjadi karena kegagalan invasi sel trofoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan
dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan
sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus di plasenta
sehingga terjadilah hipoksia plasenta.
Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti
sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan
menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya
lebih dominan dibandingkan antioksidan. Oxidatif stress pada tahap berikutnya bersama
dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel
pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan
endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklampsia.
Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak
sebagai
vasodilator
seperti
prostasiklin
dan
nitrat
oksida,
dibandingkan
dengan
Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru dan oedema
menyeluruh.
Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan, pelepasan
retina, dan pendarahan.
Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin, dan
solusio plasenta.1
Vasokonstriksi
merupakan
dasar
patogenesis
Preeklampsia.
Vasokonstriksi
Tekanan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg setelah kehamilan 20
minggu dengan riwayat tekanan darah normal.
b.
20
Oliguria, yaitu jumlah urine < 500 cc/24 jam atau < 0,5 cc/kgBB/jam.
Hemolisis mikroangiopatik
Sindrom HELLP
Diagnosis
Gejala subjektif
Pada
preeklampsia
didapatkan
sakit
kepala
di
daerah
frontal,
skotoma,diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntahmuntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan
merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul (impending eklampsia). Tekanan
darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg dan
diastolik
15
mmHg
atau
tekanan
darah
meningkat
140/90
mmHg
pada preeklampsia ringan dan 160/110 mmHg pada preeklampsia berat. Selain itu
kita juga akan menemukan takikardia, takipneu, edema paru, perubahan kesadaran,
hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, sampai tanda-tanda pendarahan otak.
Penemuan Laboratorium
Penemuan
yang
paling
penting
pada
pemeriksaan
laboratorium
Trombositopenia
juga
biasanya
terjadi.
Penurunan
produksi benang fibrin dan faktor koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya mening
21
kat diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat
pada preeklampsia berat.
Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase
bisa sedikit meningkat
pada
cairan
karena
pada
penderita
preeklampsia dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan
oligouria. Oleh karena itu monitoring input cairan (melalui oral ataupun infuse) dan
output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Di pasang foley kateter untuk
mengukur pengeluaran urin. Oligouria terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3
jam atau < 500 cc/24 jam.
Pemberian magnesium sulfat sebagai anti kejang lebih efektif dibanding fenitoin.
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat
22
Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4 : intravena, (40 % dalam 10 cc) selama 15
menit
Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam atau diberikan
4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4gram im tiap 4-6 jam
Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10%
= 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit.
Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah 24 jam
pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian magnesium sulfat dapat
menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan
efek flushes (rasa panas). Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk anti kejang yaitu
diazepam ataufenitoin (difenilhidantoin), thiopental sodium dan sodium amobarbital.
Selain pemberian MgSO4, juga diberikan anti hipertensi.
Antihipertensi lini pertama
-
Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120mg dalam
24 jam
23