Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN INTENSITAS NYERI DENGAN STRES

PASIEN OSTEOARTRITIS DI RSUP H. ADAM


MALIK MEDAN
Septa Meriana Lumbantoruan*, Ikhsanuddin Ahmad Harahap**
*Mahasiswa Fakultas Keperawatan
**Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Jl. Prof. Maas No. 3. Medan. 20155. Indonesia Telp/Fax: 62-61-8213318

Phone : 08566251790
Email : Septameriana@yahoo.co.id
Abstrak
Osteoartritis adalah penyakit sendi yang sering diderita dewasa madya hingga lansia dengan
keluhan utama nyeri kronis yang menimbulkan cemas dan depresi serta ketidakberdayaan.
Nyeri kronis ini akan mempengaruhi aktivitas, sosial, spiritual dan psikologis yang akan
membuat penderitanya mengalami stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
hubungan yang signifikan antara intensitas nyeri dengan stres pasien osteoartritis dengan
menggunakan desain deskriptif korelasi. Jumlah sampel sebesar 30 orang yang bersal dari
RSUP H. Adam Malik Medan dan instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner
data demografi, Verbal Numerical Rating Scale (VNRS), dan kuesioner Patient Distress
Checklist yang dimodifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah
responden memiliki intesitas nyeri yang sedang (73.3%) dan tingkat stres sedang juga
(73.3%). Korelasi kedua variabel, diuji dengan menggunakan korelasi spearman dengan
nilai korelasi 0.480 (p=0.007). Hasil ini menunjukkan adanya hubungan dengan kekuatan
sedang antara intensitas nyeri dengan stres dengan arah korelasi positif.
Kata kunci : Osteoartritis, Intesitas Nyeri, Tingkat stress
PENDAHULUAN
Osteoartritis adalah penyakit sendi
degeneratif yang umumnya terjadi pada
dewasa madya dan lansia dengan
gangguan pada sendi dan mempunyai
gejala utama nyeri kronik (Nevitt, Felson
dan Laster, 2011). Soeroso et al.,(2006)
menyatakan bahwa prevalensi osteoartritis
radiologis di Indionesia cukup tinggi,
yaitu mencapai 15.5% pada pria, dan
12.7% pada wanita dan diperkirakan 1
sampai 2 juta orang lanjut usia di
Indonesia menderita cacat karena
osteoartritis. Nyeri yang terjadi pada
pasien osteoartritis merupakan nyeri
muskuloskletal yang termasuk ke dalam
nyeri kronis. Orang-orang dengan nyeri
kronik mempunyai cemas yang tinggi
cenderung mengalami keputusasaan dan
ketidakberdayaan karena bermacammacam pengobatan tidak membantu
pengurangan nyerinya (Sarafino, 2006).

Nyeri menurut IASP (International


Association for the Study of Pain) adalah
pengalaman sensori dan emosional yang
tidak
menyenangkan
akibat
dari
kerusakan jaringan yang aktual dan
potensional. Pada umumnya orang
mempersepsikan bahwa nyeri adalah
fenomena
yang
murni
tanpa
mempertimbangkan bahwa nyeri juga
mempengaruhi homeostatis tubuh yang
akan
menimbulkan
stres
untuk
memulihkan
homeostasis
tersebut
(Melzack, 2009). Beel dan Grantham
(2001) menyebutkan bahwa nyeri adalah
pengalaman
yang
multidimensional
dengan lima komponen yaitu : afektif,
behavior, kognitif, sensorik, dan fisiologi.
McGuire (1987 dalam Harahap, 2007)
menambahkan dimensi sosio-kultural
sebagai tambahan kelima dimensi
tersebut. Dimensi afektif adalah dimensi
yang berhubungan dengan respon emosi

akibat nyeri seperti cemas, takut, depresi


dan tidak berpengharapan (Beel &
Grantham, 2001). Pasien-pasien yang
sering mengalami kondisi depresi atau
gangguan psikologis lainnya, akan lebih
mudah mengalami nyeri yang sangat jika
dibandingkan dengan pasien lainnya
(Buckelew, Parker, dan Keefe et al.,1994
dalam Harahap, 2007).
Martin et al.,(2008) meneliti
hubungan nyeri kronis artritis dengan
kesehatan
psikososial,
mendapatkan
bahwa 53% responden yang memilki
nyeri artritis yang kronik memiliki
kesehatan psikososial yang buruk seperti
merasa tidak puas dengan kehidupan,
mempunyai gejala depresi dan sikap
hidup yang negatif. Hal ini bertolak
belakang
dengan
penelitian
yang
dilakukan
oleh Iliffe et al.,(2009),
dimana didapatkan hasil bahwa tidak ada
hubungan
yang
signifikan
antara
intensitas nyeri dengan depresi pada
orangtua yang mengalami nyeri kronik.
Pada pasien osteoartritis dengan
nyeri kronik akan menimbulkan perasaan
tidak berpengharapan dan depresi yang
dikaitkan dengan perubahan kemampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Pasien osteoartritis yang mengekspresikan
emosi negatif mereka dengan berlebihan
dan mempunyai persepsi negatif tentang
nyeri yang mereka alami, penyakit yang
dialami pun akan semakin memburuk
(Sarafino, 2006). Tujuan dari penelitian
ini mengidentifikasi hubungan yang
signifikan antara intensitas nyeri dengan
stres pasien osteoartritis di RSUP H.
Adam Malik Medan.
METODE
Penelitian ini menggunakan desain
deskriptif korelasi yang bertujuan untuk
mengidentifikasi
hubungan
yang
signifikan antara intensitas nyeri dengan
stres pasien osteoartritis di RSUP. H
Adam Malik Medan. Pengambilan data
dimulai pada tanggal 26 Februari sampai
dengan 05 April 2012 dengan jumlah
responden 30 orang dengan metode
pengumpulan
sampel
accidental
sampling. Instrumen penelitian yang
digunakan
berupa
kuesioner
data

demografi, Verbal Numerical Rating


Scale (VNRS), dan kuesioner Patient
Distress Checklist yang dimodifikasi.
Pengolahan
data
menggunakan
statistik univariat untuk menganalisa data
variabel
independen
dan
variabel
dependen serta data demografi. Statistik
bivariat
digunakan
untuk melihat
hubungan antara variabel independen
(intensitas nyeri) dan variabel dependen
(tingkat stres). Data terlebih dahulu diuji
normalitasnya menggunakan ShapiroWilk dan ditemukan bahwa variabel
intensitas nyeri tidak terdistribusi normal,
maka
selanjutnya
data
diolah
menggunakan uji korelasi non parametrik
Spearmen (Dahlan, 2008).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
lebih dari setengah responden (56.67%)
adalah berusia lansia dan selebihnya
(43.34%) berusia dewasa madya dengan
mean usia responden 62.3 tahun. Jenis
kelamin responden mayoritas (90%)
perempuan dan lebih dari setengah
responden (53.34%) beragama Kristen
Protestan dengan tingkat pendidikan
kebanyakan SMA (43.34%) serta
sebagian besar responden (60%) tidak
bekerja lagi. Berdasarkan lama penyakit,
lebih dari setengah responden (56.67%),
mengalami osteoartritis 1 sampai 3 tahun,
kemudian disusul oleh lama penyakit >3
tahun (40%). Sebagian besar responden
(40%) mengatasi nyeri osteoartritis
dengan intervensi farmakologis, dan
sebagian responden lagi mengatasi nyeri
dengan gabungan intervensi farmakologis
dan fisioterapi (26.6%), dan terdapat
responden (23.3%) yang tidak pernah
mendapat
pengobatan
atas
nyeri
osteoartritisnya
Intensitas nyeri yang dilaporkan
responden rata-rata berada pada angka
6.03 (min-max= 3-9). Bila ditinjau dari
distribusi dan frekuensi kategori nyeri,
sekitar dua pertiga responden (73.3%)
menyatakan nyeri pada tingkat sedang,
diikuti dengan seperempat responden
(23.3%) pada nyeri berat dan hanya 3.3%
yang melaporkan nyeri pada tingkat

ringan.
Distribusi,
frekuensi
dan
persentase intensitas nyeri dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi dan
Persentase Intensitas Nyeri Responden
(n=30)
Intensitas Nyeri
f
%
Nyeri Ringan (1-3) 1
3.3
Nyeri Sedang (4-7) 22 73.3
Nyeri Berat (8-10)
7
23.3
(mean= 6,03,
min-max= 3-9)
Stres
yang
dirasakan
oleh
responden penelitian ini berada rentang
sedang dengan rata-rata skor 31.6 (minmax= 20-45). Lebih dari setengah
responden (73.3%) mengalami tingkat
stres
sedang,
kemudian
disusul
seperempat responden (23.3) mengalami
stres pada tingkat ringan dan hanya 3.3%
pada tingkat stres berat. Distribusi,
frekuensi dan persentase tingkat stres
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan
Persentase Tingkat Stres Responden
(n=30).
Tingkat Stres
f
%
Stres Ringan (14-28) 7
23.3
Stres Sedang (28-42) 22
73.3
Stres Berat > 42
1
3.3
mean= 31.6,
min-max = 20-45

Uji
normalitas
menggunakan
Shapiro-Wilk dan ditemukan bahwa
variabel
intensitas nyeri
tidak
terdistribusi normal dengan nilai p= 0.029
sementara
variabel
tingkat
stres
terdistribusi normal dengan nilai p=
0.438. Kemudian dilakukan transform
untuk menormalkan data intensitas nyeri
tersebut tetapi data tetap tidak terdistribusi
normal dengan nilai p= 0.016.
Dengan hasil ini, maka uji yang
dilakukan untuk menganalisa kedua
variabel adalah uji
non parametrik
Spearman. Berdasarkan
uji statistik
tersebut, penelitian ini menemukan bahwa

terdapat hubungan yang positif dan


signifikan antara intensitas nyeri dengan
tingkat stres pasien osteoartritis (r= 0.480,
p= 0.007). Hubungan intensitas nyeri
dengan stres pasien osteoartritis dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hubungan Intensitas Nyeri
dengan Stres Pasien Osteoartritis
Korelasi
Variabel
Intensitas Tingkat
Nyeri
Stres
Intensitas
0.480
Nyeri
(p=0.007)
Tingkat
0.480
Stres
(p=0.007) Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
responden
penelitian berada pada kelompok usia
lansia dengan rata-rata usia 62.3 tahun.
Kelompok usia ini sangat rentan dengan
kejadian osteoartritis. Cibulka et al.,
(2009) menyatakan bahwa osteoartritis
umumnya terjadi pada dewasa madya dan
lansia serta paling sering terjadi pada usia
diatas 60 tahun. Responden penelitian ini
juga didominasi oleh responden berjenis
kelamin perempuan (90%). Jenis kelamin
merupakan salah satu faktor resiko
penyakit osteoartritis dan prevalensi
osteoartritis meningkat pada jenis kelamin
perempuan (Lawrence et al., 2008). Lebih
dari
setengah
responden
(56.6%)
mengalami osteoartritis selama 1 sampai
dengan 3 tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa orang-orang yang mengalami
penyakit osteoartritis mempunyai nyeri
kronis (Sarafino, 2006) dan responden
penelitian
ini
cenderung
(40%)
menggunakan obat-obatan analgesik
nonopioid
dan
obat
antiinflamasi
nonsteroid (NSAID) untuk mengatasi
nyeri. Hal ini didukung oleh Setiyohadi
(2003), yang menyatakan bahwa obatobatan NSAID merupakan kelompok obat
yang
banyak
digunakan
untuk
menghilangkan
nyeri
penderita
osteoartritis.
Nyeri merupakan keluhan utama
yang sering dilaporkan pasien osteoartritis

terutama ketika sedang melakukan


aktivitas. Intensitas nyeri pada penelitian
ini berada pada rentang sedang dengan
rata-rata intensitas nyeri 6.03. Bila dilihat
dari kategori intensitas nyeri, kurang lebih
dua
pertiga
responden
(73.3%)
menyatakan nyeri pada tingkat sedang dan
sepertiga lainnya (23.3%) berada pada
tingkat berat. International Association
for the Study of Pain atau IASP (2003)
menyatakan bahwa usia tua cenderung
mengalami penurunan respon terhadap
nyeri. Pada penelitian ini ternyata
didapatkan
bahwa
tidak
terdapat
perbedaan intensitas nyeri antara dewasa
madya dan lansia dengan p= 0.250
(>0.005) dan hal ini bertentangan dengan
pernyataan IASP diatas. Demikian juga
dengan jenis kelamin, penelitian ini tidak
mendapati adanya perbedaan intensitas
nyeri antara laki-laki dan perempuan
dengan p= 0.438 (>0.005). Hal ini juga
berbeda dengan pernyataan Hallin (2003),
yang mengatakan bahwa perempuan
memilki persepsi terhadap nyeri lebih
tinggi dari pada laki-laki. Namun hasil
penelitian ini didukung oleh Saito,
Leonard, Nakamoto dan McMurtray
(2012), dimana tidak terdapat perbedaan
yang signifikan intensitas nyeri antara
laki-laki dan perempuan.
Lal (2008)
menyatakan bahwa
orang-orang dengan pendidikan yang
rendah mempunyai prevalensi nyeri
muskuloskletal yang tinggi. Hal ini
berbeda dengan hasil penelitian ini yaitu
tidak terdapat perbedaan intensitas nyeri
jika dihubungkan dengan lama menjalani
pendidikan (kurang dari 12 tahun atau
lebih dari 12 tahun) dengan p= 0.901
(>0.005).
Lama penyakit osteoartritis yang
diderita
responden
penelitian
ini
mayoritas (56.6%) antara 1-3 tahun,
disusul 40% lebih dari 3 tahun, namun
tidak terdapat juga perbedaan intensitas
nyeri
berdasarkan
lama
penyakit
osteoartritis (p= 0.322 >0.005). Hasil
didukung oleh penelitian Verbunt, Pernot
dan Smeets (2008) bahwa tidak terdapat
perbedaan intensitas
nyeri
pasien
fibromyalgia berdasarkan lama penyakit
yang dilaporkan. Pengobatan osteoartritis

bertujuan untuk mengurangi nyeri dan


meningkatkan fungsi mobilisasi serta
tidak semua penanganan nyeri cocok
terhadap semua orang (The British Pain
Society, 2010). Penelitian mendapatkan
adanya perbedaan intensitas nyeri yang
signifikan terhadap pengobatan yang
diterimanya (farmakologis, farmakologis
dengan fisioterapi, non farmakologis dan
tidak ada pengobatan), dengan nilai p=
0.012 (<0.005). Hal ini diasumsikan
peneliti, karena pasien osteoartritis datang
mencari pengobatan saat nyeri yang
alaminya memburuk.
Nyeri kronik umumnya dihubungkan
dengan kesehatan psikososial terutama
stres (Community Health Centre, 2010).
Tingkat stres yang dilaporkan dalam
penelitian ini berada level sedang dengan
rata-rata 31.6 (min-max= 20-45) dengan
mayoritas responden (73.3%) memiliki
tingkat stres yang sedang diikuti oleh stres
ringan sebanyak 23.3%. Hal ini didukung
oleh Creamer dan Hochberg (1998) yang
menunjukkan bahwa 49% wanita yang
mengalami osteoartritis lutut memiliki
semangat yang rendah bahkan sangat
rendah dalam menghadapi kehidupannya.
Brunner dan Suddarth (2001)
menyatakan bahwa semakin tinggi usia
seseorang,
dia
akan
cenderung
mengabaikan nyeri dan menahan nyeri
karena sudah terbiasa dengan nyeri yang
dirasakannnya. Pada penelitian ini tidak
terdapat perbedaan tingkat stres antara
dewasa madya dan lansia dengan p=
0.075 (>0.005) dan keluhan stres sedang
dan ringan yang dialami responden
disebabkan karena sebagian besar
responden menganggap penyakit yang
mereka derita adalah penyakit biasa di
masa tua, akibatnya responden tidak
menganggap nyeri sebagai sesuatu yang
dapat membuat mereka mengalami stres
yang berat.
Stroud, Salovey dan Epel (2002)
menyatakan bahwa perempuan lebih
mudah mengalami depresi dan perubahan
mood dibandingkan dengan laki-laki.
peneliti tidak menemukan tidak ada
perbedaan tingkat stres antara perempuan
dan laki-laki dengan p= 0.745 (> 0.005).
Peneliti mengasumsikan, hal ini dapat

terjadi karena jumlah responden laki-laki


yang kurang representatif, sehingga tidak
dapat dilihat perbedaan tingkat stres yang
signifikan antara laki-laki dengan
perempuan.
Tingkat pengetahuan mempengaruhi
kesehatan seseorang dan mempengaruhi
perpektif seseorang melihat status
kesehatannya (Potter & Perry, 2005). Hal
ini tidak sesuai dengan hasil penelitian
ini, dimana tidak ada perbedaan stres
antara
responden
yang
mendapat
pendidikan kurang dari 12 tahun dan lebih
dari 12 tahun dengan p= 0.445 (>0.005).
Lama
menderita
penyakit
osteoartritis seperti yang dipaparkan
diatas
menjadi
lama
responden
mengalami nyeri kronik. Pada penelitian
ini tidak terdapat adanya perbedaan stres
lama penyakit osteoartritis dengan p=
0.183 (>0.005) dan hal ini tidak sesuai
dengan penelitian Verbunt, Pernot dan
Smeets (2008) dimana terjadi penurunan
kualitas hidup pada orang-orang yang
sudah mengalami nyeri selama 1.5 tahun
keatas.
Bila
dihubungkan
dengan
pengobatan yang diterima oleh responden
penelitian ini, didapat juga bahwa tidak
terdapat perbedaan tingkat stres pada
pasien yang mendapat pengobatan
farmakologis,
farmakologis
dengan
fisioterapi, non farmakologis dan tidak
ada pengobatan, dengan p= 0.059
(>0.005).
Nyeri kronik yang merupakan nyeri
berlansung lebih dari 6 bulan sangat
menggangu kehidupan sehari hari
mengakibatkan kemarahan terhadap diri
sendiri sehingga dapat mengakibatkan
stres
(American
Psychological
Association, 2011). Nyeri kronik yang
merupakan gejala utama penyakit
osteoartritis
pada
penelitian
ini
menyebabkan distres psikologis yang
sesuai dengan penelitian Geerlings et al.,
(2002) yang menyatakan adanya depresi
pada lansia yang mengalami nyeri kronik.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat
hubungan
yang
signifikan
antara
intensitas nyeri dengan stres, dengan arah
korelasi positif dan kekuatan korelasi
sedang yaitu r= 0.480 dan p= 0.007,
artinya pasien osteoartritis dengan

intensitas nyeri yang tinggi akan


mempunyai tingkat stres yang tinggi dan
sebaliknya pasien dengan intensitas nyeri
rendah akan menunjukkan tingkat stres
yang rendah juga. Adanya hubungan yang
signifikan antara intensitas nyeri dengan
stres didukung oleh Stanos (2005), bahwa
hubungan yang kuat antara nyeri dengan
faktor psikologis seperti depresi terjadi
karena adanya proses modulasi nyeri yang
dialami seseorang. Stanos (2005) juga
menambahakan bahwa 5-87 % orangorang denagn nyeri kronis akan
mengalami perubahan pada psikologis
Hal ini sesuai dengan penelitian
Geerlings et al., (2002) yang menyatakan
terdapat hubungan yang sangat signifikan
antara nyeri yang persisten dan depresi
pada usia lanjut yaitu sebesar B = 0.28,
SE = 0.06,p < 0.001. Didukung juga oleh
penelitian Verbunt, Pernot dan Smeets
(2008) pada penderita fibromyalgia,
didapatkan bahwa nyeri yang dialami
pasien fibromyalgia sangat berhubungan
dengan penurunan kualitas hidup mereka
terutama pada distres psikologisnya. Hasil
penelitiannya menunjukkan saat nyeri
tinggi pada pasien fibromyalgia, kualitas
hidup penderita rendah (= -0.360 p =
0.02).
Nyeri kronik sangat memepengaruhi
kehidupan seseorang tertama kuaitas
hidupnya, dengan adanya nyeri kronik
akan membuat terbatasnya aktivitas,
gangguan tidur, depresi, kesehatan yang
semakin menurun menyebabkan tingkat
stres yang berat pada penderitanya
(Chapman & Nakamura, 1999). Oleh
karena itu penderita nyeri konis harus
mempunyai koping yang efektif terhadap
nyeri yang menetap yang dialaminya agar
kesehatannya tidak semakin memburuk
(Aritonang, 2010).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil uji korelasi
Spearmen terdapat hubungan yang
signifikan antara intensitas nyeri dengan
stres pada pasien osteoartritis dengan
besar r= 0.480 (p= 0.007), hal ini
menunjukkan adanya hubungan dengan
kekuatan sedang antara intensitas nyeri

dengan
stres
pasien
osteoartritis.
Hubungan yang positif menandakan
bahwa jika intensitas nyeri responden
tinggi maka tingkat stres yang dirasakan
juga akan tinggi, demikian sebaliknya,
jika intensitas nyeri responden rendah
maka tingkat stres juga rendah.
Saran
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi dan menjadi
masukan
bagi
tenaga
kesehatan
khususnya kepada perawat tentang
hubungan intensitas nyeri dengan stres.
Hasil
penelitian
ini
juga
diharapkan pada saat pengkajian nyeri,
sebaiknya perawat tidak hanya mengkaji
nyeri yang dirasakan pasien, namun juga
mengkaji faktor multidimensional nyeri
terutama dimensi psikologis. Demikian
juga pada saat majemen nyeri, perawat
sebaiknya memperhatikan tingkat stres
pasien yang mengalami nyeri kronik agar
menghindari timbulnya penyakit lain
akibat stres.
DAFTAR PUSTAKA
American
Psychological
Ascociation.(2011). Coping with
Chronic Pain. November 24, 2011.
http://www.apa.org/helpcenter/chroni
c-pain.aspx.
Arthritis Foundation. (2008). Research
Update. November 17, 2011. from
http://www.arthritis.org/media/researc
h/ResearchUpdate_NOVDEC.pdf.
Beel, A & Grantham, D. (2001). Pain
Assesment
and
Management.
November
18,
2011.
http://palliative.info/mpcna/module2.p
df.
Brunner & Suddarth. (2002) Keperawatan
Medikal Bedah Edisi 8 Volume 1.
Jakarta: EGC.
Chapman, CR & Nakamura, Y. (1999). A
Passion of the Soul: An Introduction
to
Pain
for
Consciousness
Researchers. Consciousness and
Cognition.
Juli
20,
2012.
web.gc.cuny.edu/cogsci/private/Chap
man-Nakamuyra-intro-pain.pdf

Cibulka et al.,(2009). Hip Pain and


Mobility
Decits

Hip
Osteoarthritis.
Journal
of
orthopaedic & sports physical
therapy.
Oktober
07,
2011.
www.jospt.org/members/getfile.asp?i
d=4393.
Community Health Center (2010). Stres
and Stres Management. Oktober 19,
2011.
hydesmith.com/destress/files/StressMgt.pdf
Creamer, P., & Hochberg, M. (1998). The
Relationship Between Psychosocial
Variables and Pain Reporting
Osteoarthritis
of
the
Knee.
November
16,
2011.
mres.gmu.edu/pmwiki/uploads/Main/
Creamer1998.pdf
Dahlan, MS. (2008). Statistik untuk
Kedokteran dan Kesehatan, Edisi III.
Jakarta: Salemba Medika.
Geerlings, SW. (2002). Longitudinal
Relationship Between Pain and
Depression in Older Adults: Sex,
Age and Physical Disability. Soc
Psychiatry Psychiatr Epidemiol. Juni
14,
2012.
www.springerlink.com/index/VP263
T96KU4LL910.pdf
Harahap, IA. (2007). The Relationships
among
pain
intensity,
Pain
acceptance, and pain behaviors in
patients with chronic cancer pain in
Medan, Indonesia. PSU Knowledge
Bank. . Oktober 10, 2011.
http://kb.psu.ac.th/psukb/handle/2553
/1419
Hallin, Z. (2003). Sex Differences in Pain
perception. Gender Medicine. Juli
13,
2012.
http://faculty.ksu.edu.sa/hkhalil/Selec
tedarticles/Sex%20differences%20in
%20pain%20perception.pdf
Iliffe, S et al.,(2009).The relationship
between pain intensity and severity
and depression in older people:
exploratory study. BMC Family
Practice. November 19, 2011.
http://www.biomedcentral.com/14712296/10/54.
INTERNATIONAL
ASSOCIATION
FOR
THE
STUDY
OF
PAIN(IASP). (2003). Older Peoples

Pain . Juli 09, 2012. www.iasppain.org/AM/TemplateRedirect.cfm?t


emplate=/CM/..
Lal, A. (2008). Musculoskletal Pain and
Level of Education A CrossSectional Study From Ullensaker,
Norway. Master of Public Health.
Juli
10,
2012
.
www.nhv.se/upload/dokument/forsk
ning/.../MPH2008-7_Lal.pdf
Lawrence, RC et al., (2008). Estimates of
the Prevalence of Arthritis and Other
Rheumatic Conditions in the United
States.
ARTHRITIS
&
RHEUMATISM. Oktober 11, 2011.
ftp://labo.uqat.ca/CharestJ/Articles.pd
f/Lawrence%20RC%202008.pdf
Melzack, R. (2009). Pain and stress: Clues
toward understanding chronic pain.
Psychology:
IUPsyS
Global
Resource. November 23, 2011.
http://ebook.lib.sjtu.edu.cn/iupsys/Proc/mon
t2/mpv2ch03.html
Nevitt, MC., Felson, DT., & Laster, G.
(2011). The Osteoarthritis Initiative
.OAI Protocol. Oktober 13, 2011.
http://oai.epiucsf.org/datarelease/docs/StudyDesig
nProtocol.pdf
Potter & Perry (2006). Fundamental
Keperawatan, Konsep, proses, dan
Praktik (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Saito, E., Leonard, A., Nakamoto, B., &
McMurtray, A. (2012). Effects of
Obesity and Gender on Chronic Pain
Severity in a Community Based
Cohort.
ISSN. Juli 17, 2012.
http://dx.doi.org/10.4172/21657904.1000126.
Sarafino, EP. (2006). Health Psychology
Biopsychosocial Interactions (Fifth
Edition). John Wiley & Sons, Inc:
USA.
Setiyohadi, B. (2003). Osteoartritis
Selayang Pandang. Dalam Temu
Ilmiah Reumatologi. Jakarta : 27-31.
Soeroso, J et al.,( 2006) Osteoartritis. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas


Kedokteran Indonesia.
Stanos, S. (2005). Pain & Depression
Pathology,
Prevalence,
and
Treatment. CNS NEWS SPECIAL
EDITION.
Juli
18,
2012.
http://www.chestercountypsychology
.com/pdf/Pain%20and%20Depressio
n.pdf
Stroud, L Salovey, P dan Epel, E (2002)
Sex
Differences
in
Stress
Responses: Social Rejection versus
Achievement Stress. Society of
Biological Psychiatry. Juli 01, 2011.
www.chc.ucsf.edu/ame_lab/pdfs/Str
oud_etal_2002.pdf
The
British
Pain
Society,
2010).Understanding
and
Managing Pain : Information for
Patients. Agustus 08, 2012. from
www.britishpainsociety.org/book_u
nderstanding_pain.pdf
Verbunt, JA., Pernots, D., & Smeets, R.
(2008). Disability and Quality of Life
in Patients Fibromyalgia. Biomed
Central.
Juni,
11,
2012.
www.biomedcentral.com/content/pdf
/1477-

Anda mungkin juga menyukai