Anda di halaman 1dari 36

Analisis Standar Mutu Pendidikan Indonesia dan Malaysia

Posted on 14 Mei 2013by admin_blog


A. LATAR BELAKANG MASALAH
Mutu adalah kemampuan yang dimiliki oleh suatu produk atau jasa yang dapat memenuhi
kebutuhan atau harapan, kepuasan pelanggan yang dalam pendidikan dikelompokkan menjadi
dua, yaitu internal dan eksternal. Internal customer yaitu siswa atau mahasiswa sebagai
pembelajar dan eksternal customer yaitu masyarakat dan dunia industri.
Mutu tidak berdiri sendiri artinya banyak faktor untuk mencapainya dan memelihara mutu.
Dalam kaitan ini peran dan fungsi sistem penjaminan mutu (Quality Assurance System) sangat
dibutuhkan. Yaitu sebuah bentuk kegiatan monitoring, evaluasi atau kajian mutu. Kegiatan
penjaminan mutu tertuju pada proses pemenuhan persyaratan atau standar minimum pada
komponen input, komponen proses dan hasil atau outcome sesuai yang diharapkan oleh stoke
holders. ( UNESCO, 2006 ).
Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011, The Hidden
Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New
York, Senin (1/3/2011), Indeks Pembangunan Pendidikan atau Education Development Index
(EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-

69 dari 127 negara di dunia. Sedangkan negara tetangga yakni Malaysia menempati peringkat
ke 65 dari 127 negara didunia. EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium
berada di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80.
Data terakhir yang penulis ketahui, menunjukkan Lansiran badan PBB yang membawahi
pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan (UNESCO) tentang indeks pembangunan
pendidikan atau Education Development Index (EDI) menunjukkan, Indonesia berada di posisi
ke-69 dari 127 negara. Indeks yang dikeluarkan pada 2011 ini jauh menurun dari tahun
sebelumnya, dan lebih rendah dibandingkan Brunei Darussalam (34), serta terpaut empat
peringkat dari Malaysia (65).
Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu: angka
partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi
menurut kesetaraan gender dalam melek literasi; dan kualitas pendidikan yang di antaranya
diukur dari tingkat kelulusan, kemampuan baca tulis hitung (calistung), dan rasio murid-guru,
angka bertahan siswa hingga kelas V Sekolah Dasar (SD).
Membaca data diatas, tentunya sebagai insan Indonesia ikut merasa prihatin terhadap kualitas
Mutu Pendidikan Nasional jika dibandingkan dengan negara tetangga. Ditambah lagi catatancatatan dalam Sejarah Perbandingan Perkembangan Pendidikan antara Indonesia dan Malaysia
terlihat jelas akan hubungan yang kuat juga persaingan yang ketat dalam masalah pendidikan

antar kedua negara ini. Bahkan konon pada tahun 1970-an negeri Jiran tersebut mendatangkan
tenaga guru dan dosen dari Indonesia sekaligus mengirimkan ribuan mahasiswa dan guru untuk
belajar ke Indonesia atas biaya pemerintah mereka.
Disamping itu juga, bila berbicara kualitas pendidikan tinggi secara agregat, setelah dua dekade
fakta yang ada mencatat bahwa sang guru telah tertinggal. Salah satunya merujuk pada
perangkingan perguruan tinggi yang dilakukan oleh The Times Higher Education Supplement
(THES), bekerjasama dengan QS Top Universities. Hasilnya pada tahun 2008, Malaysia
menempatkan empat universitas terbaiknya pada posisi 230 (Universitas Malaya), 250
(Universitas Kebangsaan Malaysia), 313 (Universitas Sains Malaysia), dan Universitas Putra
Malaysia (320). Sedangkan Indonesia mendudukkan UI pada rangking ke-287, ITB ke-315, UGM
ke-317, dan UNAIR ke-502. Teknik perangkingan ini cukup valid dengan memperhitungkan
empat indikator, yaitu kualitas penelitian, kesiapan kerja lulusan, pandangan internasional, dan
kualitas pengajaran.
Beberapa informasi data diatas, mengundang minat penulis untuk menganalisis Standar Mutu
Pendidikan di Indonesia dan Malaysia.
Asumsi sementara penulis, penemuan data diatas hanya untuk menciptakan opini publik bahwa
Mutu Pendidikan di Indonesia memang rendah dan tidak dipandang oleh dunia. Sehingga
mendorong para insan akademisi Indonesia berbondong-bondong untuk berinstrospeksi diri

dan memperbaiki mutu pendidikan nasional.


Demikian pula, hal diatas akan memunculkan opini umum yang berkembang bahwa Mutu
Pendidikan di Malaysia dipandang lebih tinggi dan berbobot daripada Indonesia hendaknya
tidak menjadikan insan Indonesia berkecil hati kemudian beramai-ramai meninggalkan
kemalangan nasib Mutu Pendidikan Indonesia lalu berpindah menuju pendidikan bermutu lebih
di luar negeri dan melupakan tanah airnya sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah implementasi Standar Mutu Pendidikan di Indonesia ?
2. Bagaimanakah implementasi Standar Mutu Pendidikan di Malaysia ?
3. Bagaimanakah hasil perbandingan dari implementasi Standar mutu Pendidikan kedua negara
?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan Analisis Standar Mutu Pendidikan di Indonesia dan Malaysia ini adalah
sebagai berikut ;
1. Untuk memperoleh data yang valid tentang Mutu Pendidikan Indonesia dan Malaysia.
2. Untuk membandingkan Mutu Pendidikan di Indonesia dan Malaysia sehingga dapat diperoleh
data yang signifikan dan seimbang guna menemukan penentuan sikap yang tepat atas opini

yang berkembang tersebut.


3. Sebagai bahan introspeksi dan memotivasi para insan akademisi dalam Dunia pendidikan di
Indonesia.
C. LANDASAN HUKUM STANDAR MUTU PENDIDIKAN
Standar Mutu Pendidikan menurut para pakar pendidikan disepakati memiliki sasaran yang
jelas yaitu kelembagaan, proses penyelenggaraan masing-masing satuan pendidikan baik formal
maupun non formal juga inputnya (hasil produk pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan tersebut) .
Jika dikaitkan dengan konteks pendidikan maka konsep mutu pendidikan yang demikian adalah
elit , karena hanya sedikit institusi yang dapat memberikan pengalaman pendidikan dengan
mutu tinggi kepada peserta didik. Sebagian besar peserta didik tidak bisa menjangkaunya dan
sebagian besar institusi tidak berangan-angan untuk memenuhinya. Mutu juga dapat dikatakan
ada, apabila sebuah layanan memenuhi spesifikasi yang ada. Mutu merupakan sebuah cara
yang menentukan apakah produk itu sesuai standar atau belum. Produk atau layanan yang
memiliki mutu dalam konsep relatif ini tidak harus mahal dan eksklusif. Produk atau layanan
tersebut bisa cantik, tapi tidak harus selalu demikian. Produk tersebut tidak harus spesial, tapi
harus asli, wajar dan familiar. Sehingga mutu harus mengerjakan apa yang seharusnya
dikerjakan dan mengerjakan apa yang diinginkan pelanggan. Dengan kata lain ia harus sesuai

dengan tujuannya.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan merupakan sebuah kegiatan yang sistemik dan terpadu pada
penyelenggaraan pendidikan untuk meningkatkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa.
Kegiatan yang sistemik dan terpadu tersebut dilakukan oleh satuan program pendidikan,
penyelenggara satuan program pendidikan, pemerintah daerah, pemerintah dan masyarakat
serta melibatkan dunia usaha.
Usaha untuk mengontrol dan menjamin Mutu Pendidikan ini memerlukan sebuah alat ukur
yang jelas sehingga dapat dihasilkan Standarisasi Mutu Pendidikan yang diinginkan. Mengenai
Analisis terhadap Mutu Pendidikan terdapat dua sisi cara pandang, yaitu;
Pertama, Mutu Pendidikan suatu negara selalu dibandingkan dengan Mutu Pendidikan negara
lain / negara maju. Dalam hal ini, Mutu Pendidikan di Indonesia menjadi salah satu isu sentral di
masyarakat. Dimana mutu pendidikannya secara umum masih dianggap rendah jika dibanding
negara-negara lain. Dengan demikian, perlu dianalisa lebih lanjut data-data yang ada maka
untuk menentukan kualitas Mutu Pendidikan dengan mengacu pada Standar Mutu Pendidikan
Internasional.
Kedua, Mutu Pendidikan satu negara dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan dan martabat
bangsa. Sebagaimana dituangkan dalam UU. SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 tentang

Tujuan Umum Pendidikan Nasional bahwa ; Pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan


potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di Indonesia perihal penjaminan Mutu diatur dalam PP No.19 Tahun 2005, pasal 91 ;
1. Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan non formal wajib melakukan penjaminan
mutu pendidikan.
2. Penjaminan mutu pendidikan dimaksud pada ayat 1 bertujuan untuk memenuhi atau
melampaui standar nasional pendidikan.
3. Penjaminan mutu pendidikan dilakukan secara bertahap, sitematis dan terencana dalam
suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
D. GAMBARAN MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA
Indonesia dalam menetapkan Standar Mutu Pendidikan menggunakan Standar Nasional
Pendidikan. Untuk menjamin standarisasi mutu pendidikan di Indonesia ini dibentuklah BSNP
yang melakukan pengawasan dan penelitian akan pelaksanaan usaha dalam mencapai mutu
pendidikan. Untuk mempermudah pelaksanaan dan Controling standarisasi Mutu Pendidikan ini
diatur dalam 8 Standar Nasional Pendidikan yang dikeluarkan oleh BSNP.
Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh

wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan terdiri dari :
Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan
Pendidikan, Standar Penilaian Pendidikan
Adapun Fungsi dan Tujuan Standar Nasional Pendidikan ini adalah :
1. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
2. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat.
3. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan
sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Mengacu pada 8 Standar Nasional Pendidikan diatas, maka ulasan berikut akan menjelaskan
tentang gambaran implementasinya di lapangan pendidikan.
a. Standar Kompetensi Lulusan
Pada mulanya kebanyakan orang mengukur mutu pendidikan Indonesia dengan Ujian Nasional.
Akan tetapi berdasar pengamatan penulis, pada kenyataannya, Ujian Nasional yang
diselenggarakan masih mengundang kontroversi bahkan masih pula didapati dan diterapkannya

sistem konversi atau katrol nilai. Sehingga penulis tidak sepakat jika pemerintah menjadikan UN
sebagai standar kelulusan siswa dan alat ukur keberhasilan mutu pendidikan nasional.
Bahkan, sebagaimana disampaikan oleh Hafid Abbas , beliau menukil pernyataan Jusuf Kalla
berdasarkan Tim analisis komparatifnya tentang Mutu Pendidikan Indonesia saat menjabat
sebagai Menko Kesra pada 2003 dan sewaktu menjabat Wakil Presiden, beliau menemukan
fakta bahwa ;
Tingkat kesukaran ujian akhir jenjang SD di Malaysia untuk Bahasa Inggris relatif sebanding
dengan kesukaran ujian akhir jenjang SLTA di Indonesia.
Tingkat kesukaran IPA dan Matematika jenjang SLTP relatif sama dengan jenjang SLTA.
Standar kelulusan nasional Malaysia dengan tingkat kesukaran tersebut pada 2003 adalah 6,
sedangkan Indonesia 3. Jika tiap tahun standar kelulusan dinaikkan 0,5, berarti mutu
pendidikan Indonesia tertinggal 9-12 tahun dari Malaysia.
Harus ada pengendalian mutu pendidikan dengan pemberlakuan standar ujian nasional.
Sehingga ;
Tidak ada toleransi kelulusan bagi mereka yang tidak melewati standar minimum dari
sejumlah mata pelajaran yang diujikan.
Berbeda dengan Jusuf Kalla, Wakil Presiden Boediono pernah menyebutkan bahwa sampai saat
ini Indonesia belum punya konsepsi yang jelas mengenai substansi pendidikan. Karena tak ada

konsepsi yang jelas, timbullah kecenderungan untuk memasukkan apa saja yang dianggap
penting ke dalam kurikulum. Akibatnya, terjadilah beban berlebihan pada anak didik. Bahan
yang diajarkan terasa berat, tetapi tak jelas apakah anak mendapatkan apa yang seharusnya
diperoleh dari pendidikannya. Akibat dari kerisauan Wapres itu, tiba-tiba timbullah Proyek
Perombakan Kurikulum KTSP menjadi Kurikulum 2013 yang terkesan dipaksakan.
b. Standar Isi
Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai
kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi tersebut
memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan
pendidikan, dan kalender pendidikan. Tentang standar isi ini diatur dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah, menetapkan: Standar Isi, Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar untuk SD/MI, SDLB, SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB, SMK/MAK. Dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 14 Tahun 2007 tentang Standar
Isi untuk Program Paket A, Program Paket B dan Program Paket C.
Dalam perjalanannya, Mutu Pendidikan Indonesia telah menerapkan enam kurikulum, yaitu
Kurikulum 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 atau KBK, dan terakhir KTSP yang dikeluarkan
pemerintah melalui Permen Diknas Nomor 22 tentang Standar Isi, Permen Nomor 23 tentang

Standar Kompetensi Lulusan, dan Permen Nomor 24 tentang Pelaksanaan kedua Permen
tersebut.
Buchori , menyatakan ada sejumlah kelemahan draf Kurikulum 2013 yang perlu segera
diperbaiki sebelum isinya diberlakukan. Beberapa kelemahan tersebut seperti;
Belum adanya hasil analisis evaluasi pada penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) yang berlaku sebelumnya.
Selama ini banyak guru kesusahan mengubah kebiasaan dari menerima isi kurikulum apa
adanya lalu tiba-tiba diminta menyusun KTSP. Apalagi di kurikulum 2013 prinsipnya integrasi,
banyak materi.
Wacana penambahan jam pelajaran siswa di sekolah, anak yang tinggal di luar Jawa dan
kawasan pedesaan, banyak pelajar terbiasa bantu orang tua, dan transportasi ke sekolah jauh.
Menurut data dari Balitbang Kemenag RI , Standar Isi Pembelajaran terdiri dari tiga variabel
yaitu kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar dan kalender akademik. Kerangka
dasar dan struktur kurikulum yang diterapkan di MTsN yang dijadikan sasaran sebuah
penelitian Balitbang Kemenag mencapai kategori kurang dengan rata-rata skor 2.8 atau sekitar
56% yang memenuhi SNP. Hal ini mengindikasikan bahwa kerangka dasar dan struktur
kurikulum yang diterapkan di MTsN belum sesuai SNP.
Pada aspek beban belajar yang diterapkan di MTsN termasuk kategori cukup dengan rerata skor

3.1 atau sekitar 62% memenuhi SNP. Sedangkan dalam penyusunan kalender akademik di
MTsN sasaran penelitian mencapai kategori cukup dengan rerata skor 3.1 atau sekitar 62 %
memenuhi SNP. Ini berarti bahwa penyusunan kalender akademik di MTsN telah sesuai SNP.
Dari dua pernyataan dalam indikator kalender akademik yaitu teknik penyusunan dan jadwal
yang tersusun, satu indikator yaitu teknik penyusunan kalender akademik masuk kategori cukup
dengan skor 3.3 dan satu indicator masuk kategori kurang dengan skor 2.9. Inilah gambaran
implementasi Standar Isi Pendidikan di Indonesia.
c. Standar Proses
Sebagaimana tercantum dalam Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, itu mencakup proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan
keteladanan.
Berkaitan dengan pengimplementasian Standar Proses ini melalui pendekatan dan metode
pembelajaran yang mutakhir, setidaknya penulis melihat ada 2 (dua) sisi permasalahan yang
berbeda, tetapi tidak bisa dipisahkan:

1. Masalah keterbatasan keterampilan (kemampuan).


Untuk masalah yang pertama ini dapat dibagi ke dalam dua kategori: (a) kategori berat, yaitu
keterbatasan yang menunjukkan ketidakberdayaan dalam menyusun perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan
pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien. Ketika penulis masih berada dibangku sekolah masih ada guru dengan model
mengajarnya CBSA (catat buku sampai habis), bertahun-tahun guru tersebut mengajar di dalam
kelas, tidak pernah melakukan variasi pembelajaran di luar kelas atau out door study. Demikian
pula Silabus dan RPP didapati pada sebagian guru melakukan copy paste saja, sama sekali tidak
menunjukkan kreatifitas yang signifikan untuk memenuhi standar proses itu sendiri. Inilah yang
dilakukannya secara terus menerus sepanjang tahun; dan
(b) kategori sedang. Relatif lebih baik dari yang pertama, mereka sudah mengetahui jenis-jenis
pembelajaran mutakhir tetapi mereka masih mengalami kebingungan dan kesulitan untuk
menerapkannya di kelas, mereka bisa mempraktikan satu atau dua metode pembelajaran
mutakhir tetapi dengan berbagai kekurangan di sana-sini.
2. Masalah keterbatasan motivasi (kemauan).
Pada umumnya dari sisi kemampuan tidak ada kekurangan. Dalam implementasi standar
prosesnya sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang pembelajaran mutakhir yang

lumayan, tetapi kerap dihinggapi penyakit keengganan untuk mempraktikannya. Banyak


pengetahuan dan keterampilan dari berbagai pelatihan dan workshop yang telah diikuti.
Sepulangnya dari kegiatan pelatihan, semangat mereka begitu tinggi akan tetapi lambat laun
semangatnya memudar dan akhirnya padam, kembali menggunakan cara-cara lama dalam
melaksanakan proses pendidikan ini. Hasil pelatihan pun akhirnya menjadi sia-sia.
d. Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Pada tahun 2004 berdasarkan ditemukan fakta mutu guru Indonesia masih jauh dari memadai
untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar berkaitan kurikulum yang berbasis
kompetensi yang sudah diterapkan. Berdasarkan statistik 60% guru SD, 40% guru SMP, 43%
guru SMA, dan 34% guru SMK, dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing.
Selain itu 17% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Kualitas
SDM kita adalah urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Develoment Index.
Penelitian tahun 2008 berjudul Madrasah dalam Pemenuhan Standar Layanan Minimal
Pendidikan (Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Menurut SNP) di MI dan MTs hasilnya
menunjukkan bahwa komponen pendidik dan tenaga kependidikan MI dan MTs yang terdiri
dari guru, kepala dan pengawas, baru memenuhi SNP sebesar 72 % untuk guru, 74 % untuk
kepala dan 66 % untuk pengawas.
e. Standar Sarana dan Prasarana

Berdasarkan Penelitian tahun 2009 tentang Kesiapan Madrasah dalam Pemenuhan SNP
(Standar Pengelolaan Pendidikan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana
Prasarana) di MTsN, menunjukkan bahwa MTsN baru memenuhi SNP sekitar 60 % untuk
Standar Pengelolaan, 61 % untuk Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan dan 58 % untuk
Standar Sarana Prasarana. Ini berarti bahwa madrasah belum memenuhi SNP pada tiga
komponen tersebut.
Kalau dicermati kenyataan di lapangan, implementasi dari Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007
tentang Standar Sarana Prasarana Sekolah/Madrasah Umum masih banyak yang belum
dipenuhi.
Terbukti sebagai contoh dari data sebuah penelitian di kota Bandung, menghasilkan penelitian
bahwa masih cukup banyak sekolah yang tidak memiliki lapangan yang memadai untuk
kegiatan olahraga atau upacara bendera, sehingga pelaksanaan olahraga seringkali
dilaksanakan di luar kawasan sekolah. Yang memprihatinkan juga masih banyaknya sekolah
yang tidak memiliki ruang terbuka hijau (taman) yang memadai. Pada sebagian besar sekolah
luas bangunan sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Ruang kelas sebagai tempat
kegiatan belajar mengajar yang utama pada sebagian besar sekolah sudah sangat memadai.
Hanya masih dijumpai beberapa sekolah yang belum memiliki ruang guru, ruang kepala
sekolah, ruang UKS, mushala, dan gudang yang representative dalam rangka menunjang

kegiatan belajar mengajar. Sebagian besar sekolah telah memiliki konstruksi yang baik dan
proses pelaksanaan pekerjaan telah sesuai kaidah konstruksi, ini akan memberi jaminan
keamanan pada pengguna bangunan. Tapi masih ada sekolah yang kurang memperhatikan
fasilitas pendukung dan tidak secara berkala melaksanakan pemeliharaan bangunan tersebut.
Bagi sekolah yang berada di pinggir jalan raya, masih belum dapat mengatasi kebisingan yang
diakibatkan oleh lalulintas sehingga dapat mengganggu kegiatan belajar mengajar. Adanya
sekolah yang berdekatan dengan pusat keramaian seperti pasar juga memerlukan perhatian
untuk mengurangi terganggunya kegiatan belajar mengajar. Kebutuhan lahan untuk aktivitas
siswa dan pemenuhan standar sarana prasarana mutlak harus dipenuhi, akan tetapi banyak
sekolah yang kurang memiliki lahan yang dijadikan lahan tempat aktivitas siswa melaksanakan
olahraga atau upacara serta untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau (taman).
f. Standar Pengelolaan
Standar pengelolaan pendidikan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah adalah standar
pengelolaan pendidikan untuk sekolah/madrasah yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan agar tercapai efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan.
Dalam melaksanakan penjaminan mutu standar pengelolaan, sekolah perlu memperhatikan
dua hal. Pertama, kriteria minimal yang harus dicapai berdasarkan Permendiknas No. 19 Tahun

2007, indikator operasional, dan kriteria pencapaian tujuan. Kedua, sekolah perlu
memperhatikan indikator dan kriteria keunggulan tingkat satuan pendidikan sehingga sekolah
dapat memiliki target yang lebih tinggi daripada kriteria pada standar nasional pendidikan
(SNP).
Akan tetapi dalam implementasinya, penulis menilai masih banyak sekolah yang sangat
membutuhkan pembinaan tentang sistem pengelolaan pendidikan komprehensif, mulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengkoordinasian, dan pemantauan serta
evaluasi hingga mencapai suatu sistem pengelolaan pendidikan yang benar-benar sesuai
dengan ketentuan BSNP.
g. Standar Pembiayaan Pendidikan
Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi
satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Biaya operasi satuan pendidikan adalah
bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan
pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional
pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya
investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana,
pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya operasional pendidikan

meliputi ; gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung
berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Biaya personal meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses
pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Implementasinya di lapangan akan memunculkan adanya lembaga pendidikan yang basic
pendanaannya pas-pasan dan memberikan kesempatan belajar gratis ada juga peserta didik
yang tidak mau sekolah, dari aspek pendanaan mendukung akan tetapi gurunya asal ngajar,
bahkan ironinya ada sekolah dengan standar pembiayaan yang mahal bikin iri orang dan
dianggap komersialisasi pendidikan. Inilah fakta dari implementasi standar pembiayaan
Pendidikan Nasional.
h. Standar Penilaian Pendidikan
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: Penilaian hasil
belajar oleh pendidik; Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan Penilaian hasil belajar
oleh Pemerintah. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas: Penilaian
hasil belajar oleh pendidik; dan Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.
Implementasinya masih didapati manipulasi data dalam penilaian hasil belajar baik akreditasi,

raport maupun hasil belajar siswa demi memuluskan image positif bagi sekolah tempat guru
mengajar.

F. GAMBARAN MUTU PENDIDIKAN DI MALAYSIA


Pendidikan di Malaysia pada dasarnya banyak mengadopsi sistem dari negara Inggris hal ini
dikarenakan dulunya Malaysia adalah salah satu negara bekas jajahan Inggris. Hal ini
menyebabkan negara Malaysia maju dari segi pendidikannya. Salah satu penyebabnya adalah
negara Inggris sangat memperhatikan pendidikan untuk negeri jajahannya. Berbeda dengan
negara Indonesia yang bekas jajahan Belanda, karena Belanda hanya ingin mengeruk kekayaan
negara jajahannya tanpa memberikan pendidikan yang intensif untuk negara jajahannya.
Negara Malaysia memiliki keinginan kuat untuk menjadikan pendidikannya itu go international
sebagai buktinya hal itu dituangkan dalam rumusan misi utama Kementerian Pelajaran
Malaysia, yang berbunyi, Mewujudkan sistem pendidikan bertaraf dunia bagi merealisasikan
potensi sepenuhnya setiap individu, di samping memenuhi aspirasi masyarakat Malaysia.
Pendidikan di Malaysia telah mengalami pelbagai anjakan dan perubahan bagi merealisasikan
matlamat kerajaan menjadikan pendidikan di Malaysia bertaraf dunia. Terdapat pelbagai
peringkat pada pasca merdeka iaitu era 1957-1970, era 1971-1990, era 1991-2000 dan era
2001-2010. Pada awal abad ke-21, beberapa perubahan dan perkembangan dalam Sistem

Pendidikan Malaysia telah berlaku disebabkan oleh cabaran yang dihadapi akibat kesan
globalisasi, liberalisasi, dan perkembangan teknologi maklumat dan komunikasi. Cabaran
negara Malaysia waktu ini adalah untuk membangunkan ekonomi berasaskan pengetahuan
atau K-ekonomi bagi menghadapi persaingan dengan negara lain. Ini menuntut negara Malaysia
membangunkan sumber tenaga manusia yang berketrampilan tinggi dalam pelbagai bidang dan
berdaya saing.

a. Masalah Kurikulum Pendidikan Malaysia


Bila mencermati Falsafah Dasar Pendidikan di Malaysia, hampir memiliki kesamaan dengan
nilai-nilai tujuan pendidikan yang dijalankan diseluruh dunia. Namun malaysia memiliki
landasan filosofis yang bersasal dari identitas dirinya. Berdasarkan falsafah pendidikan negara
yang dirumuskan tahun 1988 dan disebutkan dalam Akta Pendidikan 1996 bahwa;
Pendidikan di Malaysia adalah satu usaha berseterusan ke arah memperkembangkan potensi
individu secara menyeluruh dan bersepadu untuk melahirkan insan yang seimbang dan
harmonis dari segi intelek, ruhani, emosi dan jasmani berdasarkan kepercayaan dan kepatuhan
kepada Tuhan. Usaha ini adalah bertujuan untuk melahirkan warga negara Malaysia yang
berilmu pengetahuan, berakhlak mulia, bertanggungjawab dan berkeupayaan mencapai

kesejahteraan serta memberi sumbangan terhadap keharmonisan dan kemakmuran keluarga


masyarakat dan negara.
Ada harmoni kuat yang dipadukan sedemikian rupa sehingga melahirkan konsep
penyelenggaraan pendidikan yang integral. Oleh karenanya apabila pendidikan Malaysia
mendasarkan diri pada empat buah Undang-undang yang disebut dengan Akta, yaitu Akta
Pendidikan (Education Act 1996), Akta Institusi Pendidikan Tinggi Swasta ( Private Higher
Education Institutions Act 1996); Akta Majelis Pendidikan Tinggi Negara 1996; serta Akta
Lembaga Akreditasi Negara 1996 (The National Accreditation Board Act 1996), sangat jelas
bahwa kematangan konsep pendidikan yang ditunaikan sangat kuat. Bila dicermati secara lebih
mendalam, aturan tersebut tidak pernah berubah dari fase ke fase kendati mengalami
pergantian kepemimpinan.
Kurikulum pendidikan ditetapkan oleh Kementrian Pelajaran Malaysia. Kurikulum sekolah di
Malaysia relatif stabil. Kurikulum yang digunakan di sekolah rendah Malaysia disebut dengan
Kurikulum Baru Sekolah Rendah ( KBSR ). Dari data Kementrian Pelajaran Malaysia , KBSR mulai
diujicobakan tahun 1982 di 302 buah sekolah rendah. Sejak tahun 1988, pelaksanaan KBSR
sepenuhnya dicapai dan hingga tahun 2007 masih dipergunakan. Revisi dilakukan pada tahun
2003, dimana mata pelajaran Sains menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris dan pada
tahun 2005 penggunaan bahasa pengantar dengan Bahasa Inggris diperluas untuk mata

pelajaran Sains dan Matematika.


Melihat data diatas, bisa dipastikan bahwa Kementerian Pelajaran Malaysia pada hakekatnya
tidak mengubah kurikulum yang ada secara total namun melalui perbaikan-perbaikan pada sisisisi tertentu yang merupakan hasil dari evaluasi pelaksanaan terdahulu dan juga melakukan
penataan ulang akan mutu para pendidiknya.
b. Tentang siswa atau peserta didik
Pendidikan Malaysia terdiri daripada beberapa peringkat:
a. Pendidikan prasekolah
Sekolah tadika (prasekolah) menerima kemasukan kanak-kanak umur 4-6 tahun. Namun
kemasukan ke kelas ini dibuka kepada anak-anak dari keluarga berpendapatan rendah.
b. Pendidikan Rendah
Pendidikan rendah bermula dari tahun 1 hingga tahun 6, dan menerima kemasukan kanakkanak berumur 7 tahun hingga 12 tahun. Kurikulum di kedua-dua jenis sekolah rendah adalah
sama. Perbedaan antara dua jenis sekolah ini ialah bahasa pengantar yang digunakan. Bahasa
Melayu digunakan sebagai bahasa pengantar di Sekolah Kebangsaan. Bahasa Tamil atau bahasa
Mandarin digunakan sebagai bahasa pengantar di Sekolah Jenis Kebangsaan. Pada akhir tahun
persekolahan sekolah rendah, ujian awam diadakan bagi menilai prestasi murid-murid.
c. Pendidikan Menengah

Sekolah menengah di Malaysia merupakan sekolah kelanjutan setelah anak menempuh sekolah
dasar selama 6 tahun. Sekolah menengah ini berlangsung selama 5 tahun. Bahasa Melayu
digunakan sebagai bahasa pengantar bagi semua mata pelajaran selain Sains dan Matematika.
d. Pendidikan Pra-universiti
Selepas SPM, para pelajar dapat membuat pilihan sama ada belajar dalam Tingkatan 6
matrikulasi, pengajian diploma di pelbagai institut pendidikan seperti Politeknik. Jika mereka
melanjutkan pelajaran dalam Tingkatan Enam, mereka akan menduduki peperiksaan Sijil Tinggi
Persekolahan Malaysia (STPM). Tingkatan 6 yang terdiri daripada Tingkatan 6 Rendah dan
Tingkatan 6 Atas mengambil masa selama dua tahun. STPM dianggap lebih susah daripada Alevel kerana merangkumi skop yang lebih mendalam dan luas. Walaupun STPM biasanya
diduduki bagi mereka yang ingin belajar di Universiti awam di Malaysia, STPM turut diakui di
peringkat antarabangsa.
e. Pengajian tinggi
Banyak subsidi diberi oleh kerajaan untuk menanggung pendidikan di universiti-universiti
awam. Pemohon memerlukan kelayakan STPM, matrikulasi atau diploma yang diiktiraf, serta
kelulusan-kelulusan lain yang setara yang diiktiraf Kerajaan. Keputusan yang baik dalam
peperiksaan tidak menjamin kemasukan universiti awam. Ini adalah kerana tempat pengajian
bagi sesetengah program adalah terhad. Contohnya, tempat untuk bidang perubatan adalah

terhad dan adalah mustahil untuk universiti awam menerima semua pelajar-pelajar yang
mendapat semua A dalam STPM. Justeru, adalah penting bagi pelajar untuk mendapatkan
maklumat dari pihak sekolah ketika mengisi borang permohonan. Terdapat beberapa jenis
sekolah yaitu :
a. Sekolah Kebangsaan
Bahasa Malaysia digunakan sebagai bahasa pengantar di Sekolah Kebangsaan. Sekolah
Kebangsaan merupakan salah satu jenis sekolah rendah.
b. Sekolah Kluster/unggulan
Sekolah kluster satu jenama yang diberi kepada sekolah yang dikenal pasti cemerlang dalam
klusternya daripada aspek pengurusan sekolah dan kemenjadian murid. Pewujudan sekolah
kluster bertujuan melonjakkan kecemerlangan sekolah dalam sistem pendidikan Malaysia dan
membangun sekolah yang boleh dicontohi oleh sekolah dalam kluster yang sama dan sekolah
lain di luar klusternya.
c. Sekolah Jenis Kebangsaan
Bahasa Cina atau Bahasa Tamil digunakan sebagai bahasa pengantar. Sekolah Jenis Kebangsaan
merupakan salah satu jenis sekolah rendah. Dari tahun 1995 hingga 2000, pengagihan
Rancangan Malaysia Ketujuh membahagikan 96.5% kepada Sekolah Kebangsaan yang hanya
mempunyai 75% daripada pelajar sekolah rendah. Sekolah Jenis Kebangsaan Cina (21%

daripada pelajar sekolah rendah) mendapat 2.4% daripada pengagihan manakala Sekolah Jenis
Kebangsaan Tamil (3.6% daripada pelajar sekolah rendah) mendapat 1% daripada pengagihan.
d. Sekolah Wawasan untuk berbagai kalangan
Beberapa sekolah awam berkongsi kemudahan yang sama di dalam sebuah sekolah yang
dikenali sebagai Sekolah Wawasan. Penubuhan Sekolah Wawasan adalah untuk menggalakkan
interaksi yang lebih rapat antara kaum. Akan tetapi, kebanyakan orang Cina dan orang India
membantah Sekolah Wawasan kerana mereka percaya bahawa Sekolah Wawasan akan
mengehadkan penggunaan bahasa ibunda di sekolah.
e. Sekolah Agama Islam
Sekolah pondok, madrasah dan sekolah agama Islam lain merupakan bentuk sekolah asal di
Malaysia. Sekolah-sekolah sedemikian masih wujud di Malaysia tetapi bukan sebahagian
daripada pelajaran kanak-kanak di kawasan bandar. Pelajar di kawasan luar bandar masih
belajar di sekolah-sekolah ini. Oleh sebab keputusan pelajaran di sekolah-sekolah ini tidak
diterima oleh kebanyakan universiti di Malaysia, kebanyakan pelajar ini perlu melanjutkan
pelajaran ke kawasan seperti Timur tengah, Pakistan atau Mesir.
f. Sekolah Bestari
Sekolah Bestari cuba menerapkan komputer dan teknologi dalam kaedah pembelajaran.

g. Sekolah Teknik dan Vokasional


Sekolah Menengah Teknik dan vokasional memberi peluang kepada murid yang mempunyai
kecenderungan dalam pendidikan sains dan teknologi untuk memenuhi tenaga kerja dalam
bidang industri Negara. Kementerian Pelajaran Malaysia menawarkan program-program yang
membolehkan murid berpotensi menjadi separa profesional atau profesional dalam pelbagai
bidang teknikal dan kejuruteraan.
h. Sekolah Berasrama Penuh
Maktab Rendah Sains MARA (MRSM) dan Sekolah Berasrama Penuh atau Residential School
juga dikenal sebagai sekolah-sekolah sains (Science Schools). Sekolah-sekkolah ini digunakan
untuk memenuhi kebutuhan calon-calon elit Malaysia tetapi kemudian diperluas sebagai
sekolah untuk menjaga Malaysia dengan cara menerima siswa dengan kemampuan akademik
dan bakat-bakat olahraga serta kepemimpinan yang menonjol. Sekolah tersebut dijadikan
sebagai model setelah Sekolah Asrama Inggris (British Boarding School).
c. Tentang guru dan Kepala Sekolah
Peranan guru pada dasarnya sama di semua negara yaitu sebagai pengajar, fasilitator,
pemimpin, dan motivator bagi siswa. Guru amat berperan dalam perkembangan siswa. Siswa
dapat berkembang dengan baik apabila diajar oleh guru yang memiliki kualitas yang baik. Di
Malaysia guru dibekali dengan keterampilan yang baik untuk mengatur keadaan emosi siswa.

Guru dapat dikatakan memiliki prestasi apabila siswa yang diajarkannya memiliki kualitas dan
suskes menatap masa depan. Hal ini dikarenakan kesuskesan dari seorang siswa dipengaruhi
oleh guru.
Pengetua sekolah (kepala sekolah) mempunyai peranan yang amat penting bagi kemajuan
sekolah. Hak dari pengetua sekolah adalah menciptakan kebijakan sekolah. Kebijakan-kebijakan
pengetua sekolah bertujuan untuk kenajuan sekolah. Mencapai kemajuan pendidikan di
Malaysia kementerian Malaysia memberlakukan pelatihan-pelatihan bagi kepala sekolah
karena dinilai kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah sangat berpengaruh terhadap
perkembangan sekolah serta pendidikan di Malaysia.
d. Tentang biaya pendidikan dan buku-buku pelajaran.
Pendidikan rendah atau dasar ( Primary Education ) di malaysia berlangsung 6 tahun yang wajib
diikuti oleh anak usia 7-12 tahun. Wajib belajar di Malaysia dicanangkan dan dilaksanakan mulai
tahun persekolahan 2003. Pendidikan wajib adalah satu peraturan yang mewajibkan
setiaporang tua yang mempunyai anak berumur 6 tahun mendaftarkannya di sekolah rendah.
Pendaftaran siswa baru biasanya dilakukan 1 tahun sebelum masa persekolahan. Keteledoran
orang tua memasukkan anaknya mengikuti wajib belajar dianggap sebagai kesalahan menurut
undang-undang. Jika hal ini terbukti dipengadilan, maka orang tua tersebut akan didenda
maksima RM 5000 atau dihukum maksimal 6 tahun.

Mengenai biaya pendidikan dasar orang tua siswa hanya diminta membayar iuran sekolah pada
awal tahun pelajaran baru. Besarnya iuran yang dipungut oleh pihak sekolah berkisar antara RM
50 sampai RM 75 (Rp.125.000 187.500) per tahun tiap siswa. Iuran tersebut dirinci untuk
pembayaran asuransi, biaya ujian tengah semester, ujian semesteran, iuran khusus, biaya LKS,
prakter komputer, kartu ujian, file data siswa dan rapor. Khusus untuk sumbangan PIBG
(Persatuan Ibu Bapak dan Guru) hanya dipungut satu bayaran untuk satu keluarga. Keluarga
yang menyekolahkan lebih dari satu anak, hanya dikenakan iuran yang sama yaitu RM 25 per
keluarga. Dan untuk siswa kelas VI ditambah biaya UPSR sebesar RM 70. Selain itu tidak ada
pungutan lain, termasuk pula tidak ada pungutan sumbangan dana pembangunan.
Pembangunan dan renovasi gedung sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemerintah.
Buku pelajaran yang dipakai siswa relatif tidak berganti setiap tahun. Bila orang tua siswa
membeli semua buku pelajaran, harganya berkisar antara RM 80 samai RM 125 per siswa per
tahun. Buku yang telah dibeli untuk anak sulung akan dapat dipakai terus oleh adiknya secara
turun-temurun. Sekolah menengah di Malaysia merupakan sekolah kelanjutan setelah anak
menempuh sekolah dasar 6 tahun. Sekolah menengah ini berlangsung selama 5 tahun. Pada
akhir kelas 3, para siswa mengikuti ujian untuk menentukan kelulusan si sekolah menengah
rendah, yang disebut penilaian Menengah Rendah ( PMR ) atau dahulu dikenal dengan istilah
Sijil Pelajaran rendah ( SPR ) dalam bahasa Inggris disebut Lower Certificate Education ( LCE )

atau Lower Secondary Education. Ujian tersebut wajib diikuti oleh semua siswa kelas 3. Setelah
itu , siswa akan diarahkan untuk masuk kelas berikutnya dengan pilihan jurusan IPA ( science )
atau seni (arts) . Siswa dapat memilih sesuai dengan pilihan mereka sendiri. Umumnya jurusan
IPA lebih dipilih oleh siswa. Meskipun perjalanannya, siswa masih diberikan kesempatan untuk
beralih dari jurusan IPA ke jurusan Seni.
Aktivitas ko-kurikuler bersifat wajib di sekolah Menengah, dimana semua siswa harus
mengambil bagian sedikitnya 2 aktivitas. Ada banyak aktivitas ko-kurikular yang ditawarkan di
sekolah menengah. Aktivitas ko-kurikular sering digolongkan menjadi beberapa sebutan, antara
lain sebagai berikut : Kelompok Umum ( Uniformed Groups ), penampil Seni ( Performing Arts ),
Klub dan Kemasyarakatan ( Clubs & Societies ), Olah Raga dan Permainan ( Sports & games ).
Siswa boleh jugamengikuti kegiatan lebih dari 2 aktivitas ko-kurikular.
Pada akhir kelas 5 siswa diwajibkan untu mengambil ujian akhir yang disebut Sijil Pelajaran
Malaysia-SPM ( Malaysian Certificate of Education ).
Dewasa ini kemajuan sekolah di Malaysia tidak hanya dimiliki sekolah-sekolah negeri tetapi juga
sekolah-sekolah swasta mengalami pertumbuhan pesat. Sekolah swasta pertama yang diakui
kementrian pendidikan Malaysia untuk menjalankan kurikulum nasional ditetapkan awal tahun
1980. Saat ini sekolah swasta mengalami perkembangan yang pesat dan menawarkan beragam
pilihan. Ada sekolah Dasar dan Menengas Swasta yang menggunakan kurikulum nasional ada

pula yang menggunakan kurikulum internasional, seperti kurikulum Amerika dan Inggris. Juga
ada sekolah Cina mandiri khususnya sekolah menengah, menggunakan kurikulum sesuai
dengan yang digariskan Kementrian Pendidikan.Sebagian sekolah di malaysia ada yang
memerapkan sistem berasrama (Residential Schools). Sekolah-sekolah ini menerima siswa
dengan terlebih dahulu melalui seleksi ketat. Calon siswa diminta menunjukkan prestasi
akademik dan potensi mereka sejak mereka belajar di sekolah rendah kelas 1 sampai 6. Para
sisiwa di sekolah ini dididik selama 24 jam di dalam asrama. Beberapa sekolah tersebut adalah
Malacca High School, Royal Military College, dan Penang Free School. Residential School atau
sekolah berasrama penuh juga dikenal sebagai sekolah-sekolah Sains (Science School). Sekolahsekolah ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan calon-calon elit malaysia, tetapi kemudian
diperluas sebagai sekolah untuk menjaga malaysia dengan cara menerima siswa dengan
kemampuan akademik dan bakat-bakat olahraga serta kepemimpinan yang menonjol. Sekolah
tersebut dijadikan sebagai model setelah sekolah asrama Inggris (British Boarding School).
Sedangkan untuk pendidikan tinggi, umumnya dikelola oleh pemerintah dan swasta. Pendidikan
tinggi menawarkan berbagai macam program sertifikat, diploma, sarjana, dan pascasarjana.
Lembaga Pendidikan Tinggi Negeri diselenggarakan oleh pemerintah, seperti universitas,
perguruan tinggi negeri, politeknik, dan lembaga pelatihan guru. Sedangkan Lembaga
Pendidikan Tinggi Swasata diselenggarakan oleh swasta, dan cabang universitas luar negeri. Kini

jumlah perguruan tinggi swasta di Malaysia lebih dari 400 buah.


Malaysia telah memiliki standar prosedur operasional baku dalam merancang konsep dan
kebijakan pendidikannya. Sebagai contoh, Akta Pendidikan (UU Sistem Pendidikan Nasional)
mengalami proses perubahan dengan melalui proses evaluasi secara mendalam. Hasil evaluasi
itu dilaporkan oleh Menteri Pendidikan dalam sidang kabinet, dan akhirnya disusunlah Akta
Pendidikan yang baru berdasarkan hasil evaluasi tersebut. Dalam rangka menyongsong abad
ke-21, Malaysia telah memiliki Akta Pendidikan 1996 (Akta 550). Sementara Indonesia baru
setahun memiliki undang-undang yang baru tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni UU
Nomor 20 tahun 2003.

G. Hasil Analisis Kebijakan Mutu Pendidikan Di Indonesia Dan Malaysia


Dari paparan data yang penulis sajikan diatas, menunjukan beberapa hal yang dapat
dikomparasikan sebagai bentuk validasi atas beberapa pertanyaan yang dengan kebijakan mutu
pendidikan pada kedua negara yakni ;
1. Standar yang disepakati dunia pendidikan internasional untuk menentukan mutu pendidikan
negara sudah standar adalah PISA, PIRLS, TIIMMS, BSI5750 dan ISO9000.
2. Standar Mutu Pendidikan di Indonesia bisa dibilang sudah memiliki konsep yang bagus dan
memiliki alat ukur yang jelas akan tetapi dalam implementasinya masih didapati kekurangan

dalam banyak hal terkait dengan kecerdasan SDM dalam mencerna sebuah kebijakan
pendidikan dan skill yang minim akan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologinya.
3. Implementasi Standar Mutu Pendidikan di Malaysia juga mengalami banyak perbaikan
disana-sini akan tetapi substansi daripada kurikulum yang tertuang dalam Akta Pendidikan 1966
tidak pernah berubah bahkan stabil mengacu prinsip standar pelajaran di Malaysia sendiri.
4. Hasil perbandingan dari implementasi Standar mutu Pendidikan kedua negara adalah
Malaysia lebih jelas arah kebijakan mutu pendidikannya dan relatif stabil daripada negara
Indonesia yang sering mengalami perubahan kebijakan mutu pendidikannya.
5. Pada dasarnya sekolah di Malaysia dan Indonesia tidak jauh berbeda. Perbedaan yang
menonjol dari pendidikan kedua negara tersebut pada nama jenjang kedua negara. Tingkatan
jenjang pendidikan juga berbeda contohnya ada pada jenjang sekolah menengah dimana
sekolah menengah Malaysia ditempuh dalam jenjang waktu 5 tahun sedangkan di Indonesia 6
tahun.
6. Negara Malaysia cenderung lebih maju di bidang pendidikan karena kurikulum yang dipakai
baku dan tidak sering ada pergantian kurikulum. Berbeda dengan negara Indonesia yang sering
terjadi pergantian kebijakan serta kurikulum sehingga pelaksana teknis di Indonesia lambat
untuk berkembang.
7. Alasan lain yang berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di kedua negara adalah bekas

jajahan dari negara yang berbeda. Hal ini sedikitnya mempengaruhi sistem pendidikan di kedua
negara.
8. Sebagai akhir dari paparan makalah ini penulis menyarankan bahwa negara yang baik adalah
negara yang bisa mengakui kelemahannya dan mengoptimalkan keunggulan yang dimiliki.
Untuk itu Indonesia sudah seyogyanya selalu meningkatkan kualitas pendidikannya dengan cara
mengkomparasikan segi pendidikan dengan negara maju dibidang pendidikannya.

DAFTAR REFERENSI
Abd Rachman Assegaf, Internasosialisasi Pendidikan : Sketsa Perbandingan Pendidikan di
negara-negara Islam dan Barat, Yogyakarta: Gama Media, 2003
Benadikta Agnesta Mega dkk, dalam makalah berjudul Perbandingan Sistem Pendidikan di
Indonesia Dengan Sistem Pendidikan di Negara Malaysia STKIP Persada Khatulistiwa, Sintang,
Malaysia 2012 didownload tanggal 27 Maret 2013 pukul 08:30 WIB
BSNP, Permendiknas No.41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Dikdasmen, Jakarta : Penerbit
BSNP, 2007
Edward Sallis, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, alih bahasa DR. Ahmad Ali Riyadi dan
Fahrurrozi,M.Ag. Jogjakarta : Penerbit Ircisod, 2010.

Hafid Abbas, Pendidikan vs Perombakan Kurikulum dalam artikelnya


dihttp://edukasi.kompas.com/read/2013/03/13/10455831/Pendidikan.Vs.Perombakan.Kurikul
um. Diakses tanggal 27 Maret 2013 pukul 07.34 wib
http : http://www.topuniversities.com diakses pada tanggal 28 Maret 2013 pukul 08.15 WIB
http://azharmind.blogspot.com/2012/02/kualitas-pendidikan-indonesia-ranking.htmldiakses
tanggal 27 Maret 2013 pukul 08.34 WIB.
http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/sinopsis-hasil-penelitian/pendidikan-keagamaan/461pemenuhan-standar-nasional-pendidikan.html akses tanggal 13 April 2013, pukul 09:00 wib.
http://bsnp-indonesia.org/id/?page_id=61 akses tanggal 12 April 2013 pukul 14:50 WIb
http://fadlibae.wordpress.com/2010/03/24/masalah-kurikulum-dalam-pendidikan/diakses
tanggal 10 April 2013 pukul 14.20 wib.
http://kampus.okezone.com/read/2012/10/24/373/708654/kemendikbud-indeks-pendidikantak-turun-tapi-stagnan diakses tanggal 12 April 2013 pukul 08 : 16 WIB
http://sanaky.staff.uii.ac.id/2011/09/04/sistem-penjaminan-mutu-pendidikan-spmp/akses
tanggal 13 April 2013 pukul 10 : 12 Wib
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20090119155013 tgl 27 Maret 2013
pkl 08 : 14 WIB
http://www.moe.gov.my/lp/index.php?option=com akses tanggal 1 April 2013 pukul 08.23 Wib

http://www.tempo.co/read/news/2012/12/12/079447716/Ini-Kelemahan-Kurikulum2013 diakses tangal 9 April 2013 pukul 14.00 wib


Kompas, 27 Agustus 2012
Kulanz. Sejarah Perkembangan Sistem Pendidikan di Malaysia.
(2009).http://kulanzsalleh.com/sejarah-perkembangan-sistem-pendidikan-di-malaysia/ di akses
pada tanggal 24/03/2012
Maman Hilman dkk, Evaluasi Pemenuhan Standar Minimal Sarana Dan Prasarana Pendidikan
Dasar Di Kota Bandung, Bandung : Lembaga Penelitian UPI Bandung, 2010.
Dalam http://lppm.upi.edu/penelitian/index.php?lemlit=detil&id=1218&title=EVALUASI%20PE
MENUHAN%20STANDAR%20MINIMAL%20SARANA%20DAN%20PRASARANA%20PENDIDIKAN%
20DASAR%20DI%20KOTA%20BANDUNGAkses tanggal 13 April 2010 pukul 09:28 wib.
Mas Roro Lilik Ekowati, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi Kebijakan atau Program,
Surakarta : Pustaka Cakra , 2009
Maunah Binti, 2011, Perbandingan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras
Moh. Yamin, Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, Yogyakarta : Penerbit Diva Press,
2010, hal.74-76. Dalam catatan kaki Dr. Syed Utsman Al Habsyi dan Hasnan Hakim, Dasar dan
Pelaksanaan Sistem Pendidikan Kebangsaan Kuala Lumpur : Dewan Merdeka, Pusat Dagangan
Dunia Putra, 1-2 September 2001

Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, Bandung : Penerbit Rosda Karya , 2012.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 20 Tahun 2007 tentang Standar
Penilaian Pendidikan
Permendiknas No. 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.
Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan Yang Unggul, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008.
Tilaar dan Nugroho. 2009. Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003.
Wikipedia. 2010. Pendidikan di Malaysia. http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan di Malaysia.
diakses tgl: 22/03/2013
Wikipedia. 2010. Rukun Negara. http://id.wikipedia.org/wiki/Rukun_Negara. diakses tgl:
22/03/2013
Ali Imron, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia, Jakarta : Bumi Aksara, 200

Anda mungkin juga menyukai