Anda di halaman 1dari 10

MODUL 1

UNIT PEMBELAJARAN 1
LAYER PERIODE PRODUKSI MATI MENDADAK

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mengetahui penyakit yang menyerang saluran pernafasan ayam.

B. PEMBAHASAN
Penyakit yang menyerang saluran pernafasan ayam.
Viral
a. Newcastle Disease (ND)
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus ND yang tergolong genus Avian Paramyxovirus dan
family Paramyxoviridae, ss-RNA polaritas negative, beramplop (Tabbu, 2000). Virus ini
bereplikasi di sitoplasma sel. Nama lain ND yaitu pseudo-fowl pest, avian distemper, Tetelo,
etc. (Saif, 2008).

Patogenesis
Virus ND yang terutama bereplikasi pada saluran pencernaan akan menyebabkan adanya
feses yang tercemar oleh virus tersebut. Dalam hal ini, penularan dapat terjadi melalui oral
akibat ingesti feses yang tercemar oleh virus tersebut. Ataupun secara tidak langsung melalui
pakan atau minum yang tercemar atau per inhalasi akibat menghirup partikel feses yang telah
mengering (Tabbu, 2000).
Pada infeksi alami, leleran tubuh yang mengandung virus ND akan dibebaskan dari ayam
yang sakit sebagai akibat dari replikasi virus di dalam saluran pernafasan. Partikel yang
mengandung virus dapat dihirup atau ditimbun dalam mukosa, yang berakibat pada terjadinya
infeksi. Penyebaran virus dalam tubuh tergantung faktor lingkungan (Tabbu, 2000).
Virus ND dapat ditemukan di dalam telur tetapi penularan transovarial mungkin tidak
terjadi karena embrio mati sebelum telur menetas. Telur terinfeksi yang pecah dapat menjadi
sumber penyebaran. Virus ini juga dapat menembus kerabang telur untuk menginfeksi embrio.
Jika telur terserang virus ND galur lentogenik, maka telur masih dapat menetas (Tabbu, 2000).

Gejala klinis
Infeksi alami, masa inkubasi 2-15 hari (rata-rata 5-6 hari). Infeksi dangat virulen akan
timbul penyakit secara mendadak dan mortalitas tinggi (Tabbu, 2000).

1) Ayam terinfeksi virus ND tipe Velogenik Viserotropik (VVND)


Gejalanya diare berwarna hijau, tremor otot, tortikolis, paralisis kaki dan sayap, kadang
disertai opistous. Mortalitas mencapai 100%. Pada ayam petelur yaitu penurunan produksi
telur bahkan berhenti total, kerabang telur berwarna pucat (Tabbu, 2000).

2) Ayam terinfeksi virus ND tipe Velogenik Neurotropik (NVND)


Gejala gangguan nafas berat dan mendadak, gangguang saraf 1-2 hari berikutnya. Produksi
telur menurun, kerabang kasar dan albumin encer. Pada tipe ini tidak ditemukan diare,
morbiditas 100%, mortalitas rendah (Tabbu, 2000).

3) Ayam terinfeksi virus ND tipe Mesogenik


Gejala umum pada pada pernafasan, kadang juga saraf tetapi tidak umum. Moralitas rendah
kecuali pada ayam muda yang peka (Tabbu, 2000).

4) Ayam terinfeksi virus ND tipe Lentogenik


Infeksi oleh tipe ini tidak menimbulkan penyakit tertentu pada ayam dewasa. Namun, pada
ayam yang peka akan terlihat gejala gngguan pernafasan (Tabbu, 2000).

Cara mendiagnosa
Diagnosis dapat didasarkan pada gejala klinik diperkuat oleh pemeriksaan patologik.
Perubahan patologik secara makroskopik yang terlihat pada VVND terlihat adanya nekrosis
dan hemoragik pada saluran pencernaan meliputi proventrikulus, dan usus mulai duodenum
sampai sekum dan usus besar. Lesi terssebut dapat digunakan untuk membedakan tipe
viserotropik dengan neurotropik (Tabbu, 2000).
Perubahan makroskopik tidak selalu ditemukan pada saluran pernafasan, perubahan yang
terjadi meliputi hemoragik dan kongesti berat pada trachea. Ditemukan radang kantong udara,
penebalan kantong udara dan timbunan eksudat kental sampai mengkeju (Tabbu, 2000).

Antibody terhadap virus ND dapat diukur dalam serum menggunakan metode HA, HI,
ELISA atau AGPT. Metode lain dengan inokulasi suspense virus pada TAB yang diinkubasi
selama 9-10 hari 37 0C sebelum digunakan (Tabbu, 2000).

Terapi
Pemberian antibiotik hanya bertujuan untuk mencegah infeksi sekunder bakteri. Selain itu
perlu diberikan pengobatan suportif dengan multivitamin. Sanitasi/desinfeksi perlu
ditingkatkan untuk mencegah perluasan penyakit (Tabbu, 2000).

b. Infectious Bronchitis (IB)


Etiologi
Disebabkan oleh virus yang tergolong ss-RNA, family Coronaviridae genus Coronavirus,
beramlop dan replikasi di sitoplasma sel hospes. Pada umumnya virus IB inaktif pada
temperature 56 0C selama 15 menit dan temperatue 45 0C selama 90 menit. Virus IB akan mati
di luar tubuh hewan dan sensitive terhadap berbagai desinfektan (Tabbu, 2000).

Pathogenesis
Penularan terjadi secara langsung melalui leleran tubuh (saluran pernafasan) ataupun feses
dari yang sakit kea yam yang peka. Salah satu cara penularan yang penting adalah melalui
udara yang tercemar (Tabbu, 2000).
Penularan tidak langsung dapat terjadi melalui pekerja, alat perlengkapan peternakan,
kandang, bangkai ayam sakit dan rodensia. Penularan IB secara vertical belum dilaporkan
sampai sekarang. Penyakit ini bersifat endemic pada suatu peternakan tertentu (Tabbu, 2000).

Gejala klinis
Gejala bersifat asimtomatik dan simtomatik yaitu berupa gejala pernafasan atau yang
berhubungan dengan abnormalitas sistem reproduksi. Masa inkubasi 18-36 jam tergantung
dosis virus yang menginfeksi (Tabbu, 2000).
Gejala klinis pada anak ayam, gangguan pernafassan yang ditandai oleh adanya pernafasan
melui mulut, batuk, bersin, ngorok basah (akibat adanya cairan dalam trachea) dan leleran
hidung. Kadang mata berair diikuti pembengkakan sinus. Gejala pada ayam umur lebih dari 6
minggu dan ayam dewasa sama seperti pada anak ayam tetapi leleran hidung jarang ditemukan.
Penyakit ini kadang tidak terdiagnosis kecuali diperiksa saat malam hari akan terdengar suara

ngorok. Mortalitas mencapai 25% atau lebih pada anak ayam kurang dari 6 minggu.
Morbiditas 100%. Ayam yang baru sembuh dari infeksi akan resisten terhadap virus IB yang
sama (Tabbu, 2000).

Cara mendiagnosa
Diagnosis dapat didasarkan atas gejala klinik dan perubahan patologik, diagnosis akhir
perlu dilakukan dengan cara isolasi dan identifikasi virus dan karakterisasi serologis isolate
yang ditemukan (Tabbu, 2000).
Perubahan makroskopik bentuk respiratorik dapat ditemukan eksudat serous attau kataral
yang dapat berubah menjadi kaseus dalam trachea, riongga hdung dan sinus. Kontong udara
keruh atau mengandung eksudat kaseus berwarna kekuningan. Paru-paru kongesti atau
gambaran pneumonia (merah-hitam) (Tabbu, 2000).
Pada IB bentk nefropatik dijumpai ginjal membengkak, berwarna pucat dan tubuli serta
ureter melebar akibat timbunan asam urat. Lesi yang ditimbulkan IB bentuk reproduksi yaitu
gangguan perkembangan ovduk partial ataupun total (Tabbu, 2000).
Metode diagnosis yang sering digunakan adalah inokulasi pada TAB SPF atau kultur dari
organ trachea. Pemeriksaan serologik sering rutn dilakukan di lapangan adalah metode
netralisasi virus, HI, AGP dan ELISA (Tabbu, 2000).

Terapi
Tidak ada terapi spesifik atau tidak dapat diobati. Pemberian antibiotik untuk mencegah
infeksi sekunder yang dapat menyebabkan airsacculitis (Tabbu, 2000).
Penggantian cairan elektrolit akibat nefritis (kehiangan sodium dan potassium) dapat
diberikan 72 mEq sodium dan/ potassium dalam air minum (Saif, 2008).

Bakterial
a. Infectious Coryza
Etiologi
Penyakit ini dsebabkan oleh Avibacterium paragallinarum bentuk kokobasil Gram
negative, non motil, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob (5-10% CO2) dan
membutuhkan faktor V untuk tumbuh (Tabbu, 2000).

Patogenesis
Penularan penyakit dapat terjadi melalui kontak langsung dengan ayam sakit atau ayam
karier tetapi dapat pula secara tidak langsung melalui air minum, pakan dan peralatan yang
terkontaminai (Blackall et al., 1997; Shane, 1998). Infectious coryza dapat menyerang semua
umur ayam tetapi yang paling peka adalah ayam umur 18-23 minggu atau menjelang bertelur.
Ayam yang terserang produksinya lambat dan menurun 10-40% (Anonim, 1980; Blackall et
al., 1997; Tabbu, 2000).
Penularan hanya terjadi secara horizontal. Penyakit ini diemui terutama pada saat
pergantian musim, ata pada saat stress pergantian cuaca, lingkungan kandang, nutrisi dan
penyakit imunosupresif (Tabbu, 2000).

Gejala klinis
Menurut Tabbu (2000), gejala klinis awal adalah bersin-bersin, eksudat serous sampai
mukoid berbau busuk dari rongga hidung dan mata yana menyebabkan kebengkakan di daerah
sinus infra orbitalis dan sekitar mata, suara ngorok halus, gangguan nafsu makan dan minum,
penurunan produksi telur dan diare.

Cara mendiagnosa
Diagnosis sangkaan dapat didasarkan pada gejala klinik dan perubahan patologik.
Diagnosis pasti dapat dilakukan dengan isolasi dan identifikasi bakteri dari kasus snot stadium
akut (1-7 hari). Diagnosis snot dapat dilakukan secara in vivo dengan cara inokulasi pada ayam
yang sensitive menggunakan eksudat yang berasal dari ayam sakit atau suspense kultur bakteri
Av. paragalinarum. Metode lain secara serologic yaitu AGP, HI, HA dan fluorescent antibody
(FA) (Blackall, 1999).
Perubahan patologik makroskopik biasanya sebatas pada saluran respirasi bagian atas.
Penyakit ini menyebabkan radang kataralis akut pada membrane mukosa kavum nasi dan
sinus. Konjungtivitis katarali dan edema subkutan ditemukan di daerah wajah dan pial.
Pneumonia dan airsacculitis jarang dijumpai pada kasus snot (Arango, 2012).

Terapi
Berbagai antibiotik telah dipakai untuk mengobati snot, namun banyak diantara obat
tersebut yang hanya mengurangi keparahan dan lamanya proses penyakit tanpa mengatasi
penyakit secara tuntas. Penyakit ini cenderung kambuh lagi bila pengobatan dihentikan dan

akan resisten bila pengobatan dilakukan secara berulang. Penggunaan obat kombinasi sinergik
atau obat golongan flumekuin maupun kuinolon lebih menjanjikan (Tabbu, 2000).
Menurut penilitian yang dilakukan oleh Tangkoda (2011) uji sensitifitas Avibacterium
paragallinarum terhadap beberapa antibiotik tercatat ampicillin sensitive 100% dan amoksilin
kombinasi clavulanate sensitive 100%.

b. Mycoplasmosis
Etiologi
Penyakit ini disebut juga chronic respirstory disease (CRD) disebabkan oleh Mycoplasma
gallisepticum yang dapar diwarnai dengan Giemsa dan termasuk Gram-negatif lemah dan
bentuk kokoid. Organisme ini peka terhadap desinfektan yang beredar di pasaran misalnya
campuran fenol, formalin, beta-propiolakton dan mertiolat dan sinar matahari yang langsung.
Dapat bertahan di feses selama 1-3 hari pada suhu 20 0C, dapat hidup di kuning telur selama 18
minggu suhu 37 0C atau 6 minggu suhu 20 0C (Tabbu, 2000).

Patogenesis
Penularan dapat terjadi secara horizontal melalui kontak langsung antara ayam sakit atau
carrier dengan ayam peka. Penularan dapat juga terjadi secara tidak langsung melalui udara
yang tercemar oleh debu atau leleran tubuh yang mengandung organisme tersebut, pakan, air
minum dan peralatan kandang (Tabbu, 2000).
Penularan CRD dapat juga terjadi secara vertical (melalui ovarium, transovarial) yaitu
penularan dari induk ke anakya melalui telur. Organisme ini dapt diisolasi dari oviduk ataupun
semen ayam terinfeksi (Tabbu, 2000).

Gejala klinis
Gejala mencolok adalah ngorok basah akibat bunyi cairan melalui trachea, leleran dari
hidung dan batuk. Pada hidung dapat ditemukan eksudat serous yang lengket. Pada mata dapat
dilihat adanya eksudat berbuih dan kadang sinus periorbitalis dapat membengkak. Bulu sayap
kerapkali kotor karena ayam berusaha menggosok hidung dan mata untuk mengeluarkan
eksudat (Tabbu, 2000).

Cara mendiagnosa
Diagnosa penyakit ini sulit karena gejala klini mmirip dengan penyakit pernapasan lainnya
dan perubahan patologik biasanya merupakan bentuk campuran dengan penyakit komplikasi
lainnya. Diagnosis sangkaan berdasarkan riwayat kasus, gejala klini dan perubahan patologik
(Tabbu, 2000).
Pemeriksaan serologic yang dapat diakukan adalah rapid test agglutination plat, ELISA
dan HI. Diagnosis akhir hendaknya didasarkan atas isolasi dan identifikasi organisme ini.
Penyakit ini mirip infectious coryza, IB, SHS dan ND (Tabbu, 2000).

Terapi
Mycoplasma gallisepticum sensitive terhadap berbagai antibiotik misalnya spiramisin,
tilosin, linkomisin, eritromisin dan beberapa golongan kuinolon. Selain pengobatan, dilakukan
juga tindakan untuk menghilangkan factor pendukung misalnya sirkulasi udara, kadar
amoniak, kepadatan kandang dan stress (Tabbu, 2000).

Mikal
a. Aspergillosis
Etiologi
Aspergillosis pada unggas terutama disebabkan oleh Aspergillus fumigatus dan
Aspergillus flavus. Fungi tersebut tidak memiliki stadium seksual dan tersebar luas di alam
pada bahan-bahan yang membusuk, tanah dan bahan pakan yang berasal dari biji-bijian.
Sporanya sangat tahan untuk hidup di berbagai lingkungan (Tabbu, 2000).

Patogenesis
Rute utama penularan aspergillosis adalah dengan menghirup spora dalam jumlah yang
banyak. Penyakit ini juga ditularkan melalui telur. A. fumigatus dapat hidup di bagian dalam
telur yang dapat menyebabkan penurunan daya tetas dan peningkatan kematian embrio.
Organisme dapat pula tumbuh di kerabang dan bagian luar selaput telur, sehingga anak ayam
yang menetas mempunyai resiko besar terkena aspergillosis (Tabbu, 2000).

Gejala klinis
Masa inkubasi sekitar 4-10 hari, proses penyakit berlangsung selama dua sampai beberapa
minggu. Penyakit ini dibedakan dalam dua bentukyaitu akut dan kronis (Tabbu, 2000).

1) Bentuk akut
Kesulitan bernapas, bernapas melalui mulut dengan leher dijulurkan ke atas, peningkatan
frekuenasi napas, paralisa dan kejang-kejang yang disebabkan oleh toksin yang menyerang
otak. Jika disertai penyakit pernapasan lain, gejala yang terlihat adalah ngorok basah. Infeksi
berat, ayam akan mati dalam waktu 2-4 minggu. Mortalitas 5-20% kadang mencapai 50%
(Tabbu, 2000).
2) Bentuk kronis
Gejala spesifik yang terlihat adalah emasiasi, sianosis daerah kepala dan jengger, dapat
berlanjut dengan kematian. Mortalitas biasanya kurang dari 5% (Tabbu, 2000).

Cara mendiagnosa
Diagnosis sangkaan dapat didasarkan atas riwayat kasus, lesi yang spesifik pada ayam yang
terinfeksi dan membuktikan adanya hifa dengan pemeriksaan mikroskopik secara langsung
pada contoh jaringan yang dicurigai. Diagnosis akhir dengan isolasi dan identifikasi jamur
(Tabbu, 2000).
Perubahan patologik makroskopik yang terlihat meliputi nodui kaseus berwarna
kekuningan diameter sekitar 1 mm yang tersebar secara acak di paru. Lesi disertai
pembentukan plak kaseus (Tabbu, 2000).

Terapi
Obat yang efektif dan ekonomis untuk mikoplasmosis belum ada. Pemberian fungistat
(mikostatin, Na atau Ca propionate, gentian violet) bersama pakan dan larutan 0,05% CuSO4
dalam air minum untuk menghambat pertumbuhan jamur dapat dilakukan. Pemberian tarmisin
dalam air minum dapat menanggulangi aspergillosis (Tabbu, 2000).

b. Candidiasis (Thrush)
Etiologi
Disebabkan oleh Candida albicans, yang merupakan yeast. Dpat tumbuh di Sabouroud dan
menghasilkan koloni berbentuk konveks berwrna kekuningan atau putih mengkilat memiliki
bau seperti soda kue (Tabbu, 2000). Resisten terhadap siklohexamida (Quinn et al., 2002).

Pathogenesis
Kandidiasis dapat menular dari ayam satu kea yam lainnya. Penyakit ini dapat menular
melalui oral karena mengkonsumsi pakan atau minum atau kontak dengan kontak dengan
lingkungan/bahan yang tercemar oleh jamur tersebut (Tabbu, 2000).

Gejala klinis
Ayam petelur yang terinfeksi jamur tersebut akan terlihat seperti mengalami obesitas tetapi
menderita anemic. Ayam yang terinfeksi di daerah kloaka akan terlihat bulu ternoda kotoran
berwarna putih di sekitar kloaka (Tabbu, 2000).

Cara mendiagnosa
Diagnosis sangkaan dapat didasarkan pada perubahan patologik, sedangkan diagnose akhir
dapat dilakukan isolasi dan identifikasi jamur penyebab kandidiasis. Diagnose sangkaan dapat
dilakukan dengan pemeriksaan preparat apus mukosa tembolok yang diwarnai dengan
methylene blue untuk mendeteksi adanya hifa atau klamidiospora Candida albicans (Tabbu,
2000).

Terapi
Pemberian nystatin melalui pakan dengan dosis 142 mg/kg selama 4 minggu dapat
mencegah kandidiasis. Pengobatan dengan pemberian nystatin melalui air minum dengan dosis
62,5-250 mg/L yang dicampur dengan Na-lauril sulfat pada dosis 7,8-25 mg/L selama 5 hari
(Tabbu, 2000).
Pengobatan lain dapat dengan pemberian CuSO4 melalui air minum dengan dosis 1:2000
selama penyakit tesebut berlangsung. Pemberian multivitamin terutama vitamin A akan
menekan derajat keparahan (Tabbu, 2000).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1980. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Jilid II. Direktorat Jenderal
Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.
Arango,

B.M.

2012.

Avibacterium

paragalinarum.

VetBact.

http://www.vetbact.org/vetbact/index.php?artid=136&vbsearchstring=avibacte
rium. Diakses tanggal 3 Desember 2014.
Blackall, P.J. 1999. Infectious Coryza: Overview of The Disease and New Diagnostic Option.
Clin. Microbiol. Rev. (12):627-632.
Blackall, P.J.; M. Masmuto and R. Yamamoto. 1997. Infectious Coryza. In: Disease of
Poultry. Iowa State University Press, LA.
Quinn P.J.; B.K. Markey; M.E. Carter; W.J. Donnelly and F.C. Leonard. 2002. Veterinary
Microbiology and Microbial Disease. Blackwell Science, UK.
Saif, Y.M. 2008. Disease of Poultry. 12th Edition. Blackwell Publishing, UK.
Shane, S.M. 1998. Buku Pedoman Penyakit Unggas. American Soybean Association,
Indonesia.
Tangkoda, Elisabet. 2011. Isolasi, Identifikasi, dan Uji Sensitivitas Antibiotik Terhadap
Avibacterium paragallinarum yang Diisolasi dari Ayam Petelur Komersial
yang Menunjukkan Gejala Snot. Tesis. Fakultas Kedokteran Hewan UGM,
Yogyakarta.
Tabbu, C.R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Volume 1. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai