Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pada umumnya kegiatan pemanenan hutan dicirikan oleh kombinasi
beberapa faktor yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Ketimpangan oleh
salah satu faktor dapat menyebabkan resiko yang berbahaya dan akhirnya dapat
menyebabkan kecelakaan. Faktor-faktor yang saling berhubungan tersebut adalah
manusia, peralatan dan lingkungan kerja, manusia sebagai salah satu faktor
penggeraknya merupakan satu-satunya faktor hidup yang sangat rentan dengan
bahaya kecelakaan. Oleh karena itu

pembangunan sektor kehutanan selain

bertujuan untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang lestari juga terhadap


sumberdaya manusia yang terlibat langsung dalam proses pengelolaan hutan.
Sehingga

pemeliharaan

dan

pengembangan

sumberdaya

manusia

juga

memerlukan perhatian khusus disamping perhatian terhadap faktor lainnya.


Demikian pula dengan yang disebutkan dalam penelitian Fibriyanti (2005),
yang menyatakan bahwa dalam kegiatan dalam industri kehutanan banyak yang
menyebabkan kecelakaan kerja, khususnya dalam kegiatan pemanenan kayu di
PT. Toba Pulp Lestari, Tbk sebagai salah satu perusahaan besar di bidang
kehutanan yang telah mengutamakan teknologi dalam hal ini alat-alat berat di
bidang kehutanan khususnya dalam bidang teknologi pemanenan hasil hutan yang
belum memiliki data mengenai keselamatan dan kesehatan kerja. Maka dari itu
perlu dilakukan penelitian mengenai hal tersebut, dan penelitian ini mengambil
topik keselamatan dan kesehatan kerja dalam kegiatan pemanenan kayu.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menghitung besarnya frekuensi kecelakaan kerja, angka keparahan kecelakaan
kerja dan Safe-T-Score.
2. Menganalisis secara deskriptif kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dalam kegiatan pemanenan kayu di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Toba
Pulp Lestari, Tbk.
3. Memberikan alternatif terhadap permasalahan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk sektor Tele

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi dan upaya memperbaiki
kecelakaan kerja kepada PT. Toba Pulp Lestari, Tbk khususnya kecelakaan kerja
dalam kegiatan pemanenan hutan.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Pemanenan Kayu
Berdasarkan jenis peralatannya, kegiatan pemanenan kayu dapat
dibedakan ke dalam dua sistem pemanenan, yaitu sistem manual dan sistem
mekanis. Sistem mnual dicerminkan oleh penggunaan alat-alat pemungutan kayu
tradisional yang melibatkan teknologi sederhana. Sedangkan kegiatan pemanenan
kayu secara mekanis dicirikan dengan penggunaan mesin dengan teknologi yang
lebih maju (Rusmana, 2003).
Pemanenan kayu adalah satu bagian yang dominan dari manajemen hutan
secara keseluruhan, oleh karena itu feed back-nya terhadap kesuksesan maupun
kegagalan pengelolaan hutan yang lestari dalam jangka panjang adalah sangat
penting. Penebangan adalah kegiatan pengambilan kayu dari pohon-pohon dalam
tegakan berdiameter sama dengan atau lebih besar dari diameter batas yang
ditetapkan, kegiatan penebangan pohon meliputi pekerjaan penentuan arah rebah,
pelaksanaan penebangan, pembagian batang, penyaradan, pengupasan kulit dan
pengangkutan kayu bulat dari tempat pengumpulan (TPn) ke tempat penimbunan
kayu (TPk) (Departemen Kehutanan, 1993).

Ergonomi
Manusia hidup pasti bergerak, termasuk ketika sedang melakukan aktivitas
yang memperhitungkan kemampuan tubuh manusia dengan tugas kerja termasuk
penggunaan alat dan kondisi lingkungan, hal ini disebut ergonomi. Jadi dalam

Universitas Sumatera Utara

aktivitas gerak apapun sebaiknya dilakukan dengan gerakan yang alamiah, agar
tidak menimbulkan accident atau incident. Namun, justru tujuan ergonomis adalah
dalam aktivitas gerak apapun dapat lebih nyaman, aman, tidak melelahkan,
produktivitas kerja meningkat secara optimal (Santoso, 2004).
Pendekatan

ergonomis

mengusahakan

semua

alat

dan

peralatan

disesuaikan dengan kemampuan manusia, bukan manusia disesuaikan alat atau


peralatan. Oleh karena itu, segala produk dari hasil suatu produksi harus
memperhitungkan ergonomis. Saat ini di bidang manufacture telah banyak
didesain atau redesain segala hasil produksi dengan memperhitungkan ergonomis,
karena segala yang diperbuat terutama bertujuan bagi kesehatan dan keselamatan
kerja (Santoso, 2004).
Memasuki era perdagangan bebas, setiap perusahaan dituntut untuk dapat
selalu meningkatkan daya saingnya agar bisa tangguh menghadapi persaingan.
Dalam kaitan inilah, diperlukan kemampuan pengelolaan sumber daya perusahaan
secara efisien dan efektif agar dapat memberikan hasil maksimal bagi perusahan.
Untuk menumbuhkan wawasan bagaimana seharusnya pengelolaan perusahaan itu
dilakukan dengan baik, terutama skala kecil dan menengah antara lain melalui
peningkatan produktivitas tenaga kerja. Sedangkan produktivitas tenaga kerja
perusahaan dapat meningkat apabila kondisi dan suasana kerja mendukung. Oleh
karena itu guna mempelajari sebab-sebab rendahnya produktivitas tenaga kerja
dan upaya perbaikannya sehingga produktivitas tenaga kerja perusahaan dapat
mencapai hasil yang optimal, maka pembina maupun pengelola perusahaan perlu
mengetahui penerapan ilmu ergonomi (www.dephut.go.id).

Universitas Sumatera Utara

Gani (1990), menyatakan ergonomi, memiliki tujuan untuk penyesuaian


persyaratan kerja bagi manusia serta menyusun petunjuk umum yang dapat
diterapkan untuk penyelenggaraan kerja. Lebih lanjut Gani (1990) menjelaskan
tujuan dari pengukuran ergonomi adalah untuk menentukan kemampuan puncak
ketegangan jasmani yang disebabkan oleh berbagai kegiatan pada berbagai
keadaan.
Kerja hutan adalah kegiatan kehutanan yang berat, disebabkan kondisi
lingkungan kerja dan kondisi teknologi tinggi. Kerja hutan salah satunya meliputi
proses dengan teknologi pada kegiatan produksi yang melibatkan sumberdaya
hutan sejak manusia mengenal kerja untuk kenyamanan hidup dan kehidupannya.
Keterkaitan sumberdaya manusia dengan sumberdaya hutan menyebabkan
perhatian tidak saja ditujukan pada kegiatannya saja, akan tetapi juga kepada
kondisi lingkungannya (Gani, 1990).
Kegiatan pemanenan hutan pada umumnya dicirikan oleh kombinasi
faktor antara manusia, peralatan dan lingkungan kerja. Masing-masing faktor
memiliki fungsi tertentu dan saling berinteraksi satu sama lain. Apabila faktorfaktor tersebut berfungsi dengan baik dan benar serta berinteraksi secara selaras,
maka pekerjaan akan dapat terselesaikan dengan baik dan dapat menciptakan
efisiensi dan prestasi kerja yang tinggi, begitu juga sebaliknya (Rusmana, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Kerja


Menurut Wigbjosoebroto (1989), banyak faktor-faktor yang terlibat dan
mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam bekerja. Faktor-faktor tersebut
antara lain :
1. Faktor diri. Faktor ini datang dari dalam diri si pekerja dan sudah ada sebelum
ia mulai bekerja. Faktor diri tersebut antara lain: attitude, sikap, karakteristik
fisik, minat, motivasi, usia, kelamin, pendidikan, pengalaman, dan sistem nilai
2. Faktor situasional. Faktor ini datang dari luar si pekerja dan hampir
sepenuhnya dapat diatur dan diubah oleh pimpinan perusahaan sehingga
disebut juga faktor-faktor manajemen, yang antara lain :
1) Faktor sosial dan keorganisasian seperti karakteristik perusahan,
pendidikan dan latihan, pengawasan, pengupahan dan lingkungan sosial.
2) Faktor fisik antara lain mesin, peralatan, material, lingkungan kerja,
metode kerja.
Besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap keberhasilan kerja
bukannya sekedar hasil jumlah atau rata-rata dari pengaruh setiap faktor tersebut,
tetapi merupakan hasil dari interaksi antara faktor-faktor tersebut, dan kadangkadang mengikuti suatu mekanismeyang sangat kompleks. Dengan demikian
pimpinan perusahaan harus dapat mengatur semua faktor-faktor tersebut sesuai
dengan kondisi yang diinginkan dan menjalinnya dengan faktor-faktor dari
pekerja untuk menciptakan keberhasilan yang maksimal.

Universitas Sumatera Utara

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan
pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara/
metode kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk :
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di
semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun
kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan/ kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya
dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
(http://www. departemen kesehatan.go.id/index.php, 2008)
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan
pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara/
metode kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk:
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di
semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun
kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan/ kondisi lingkungan kerjanya.

Universitas Sumatera Utara

3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya


dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
(http://www.departemenkesehatan.go.id.index.php?,2007).
Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan
yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri.
Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan: suatu kejadian yang tidak
diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur
dari suatu aktivitas. Suatu kejadian atau peristiwa tertentu adalah sebab
musababnya demikian pula kecelakaan industri/ kecelakaan kerja ini, dimana ada
4 faktor penyebabnya yaitu:
1. Faktor manusianya
2. Faktor materialnya/ bahannya/ peralatannya
3. Faktor bahaya/ sumber bahaya, ada dua sebab :
a) Perbuatan berbahaya; misalnya karena metode kerja yang salah,
keletihan/kelesuan, sikap kerja yang tidak sempurna, dan sebagainya.
b) Kondisi/ keadaan bahaya; yaitu keadaan yang tidak aman dari mesin/
peralatan-peralatan, lingkungan, proses, dan sifat pekerjaan
4. Faktor yang dihadapi; misalnya kurangnya pemeliharaan/ perawatan mesinmesin/ peralatan sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna (Husni, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Husni (2000), disamping ada sebabnya maka suatu kejadian juga
akan membawa akibat. Akibat dari kecelakaan kerja ini dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
1. Kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain;
a) Kerusakan/ kehancuran mesin
b) Biaya pengobatan dan perawatan korban
c) Tunjangan kecelakaan
d) Hilangnya waktu kerja
e) Menurunnya jumlah maupun mutu produksi
2. Kerugian yang bersifat non ekonomis
Pada umumnya bersifat penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang
bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/ cedera berat maupun luka
ringan.
Sumber-sumber bahaya bagi kesehatan tenaga kerja, adalah:
1. Faktor fisik, yang dapat berupa; suara yang terlalu bising, suhu yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah, penerangan yang kurang memadai, radiasi, getaran
mekanis, tekanan udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, bau-bauan di
tempat kerja, kelembaban udara
2. Faktor kimia, yang dapat berupa; gas/uap, cairan, debu-debuan, butiran kristal
dan mentuk-bentuk lain, bahan-bahan kimia yang mempunyai sifat racun
3. Faktor biologis, yang dapat berupa; bakteri virus, jamur, cacing dan serangga,
tumbuh-tumbuhan dan lain-lain yang hidup/ timbul dalam lingkungan kerja
4. Faktor faal, yang dapat berupa; sikap badan yang tidak baik pada waktu kerja,
peralatan yang tidak sesuai atau tidak cocok dengan tenaga kerja, gerak yang

Universitas Sumatera Utara

senantiasa berdiri atau duduk, proses, sikap dan cara kerja yang monoton,
beban kerja yang melampaui batas kemampuan
5. Faktor psikologis, yang dapat berupa; kerja yang terpaksa/ dipaksakan yang
tidak sesuai dengan kemampuan, suasana kerja yang idak menyenangkan,
pikiran yang senantiasa tertekan terutama karena sikap atasan atau teman kerja
yang tidak sesuai, pekerjaan yang cenderung lebih mudah menimbulkan
kecelakaan
(Husni, 2000).
Kecelakaan kerja yakni peristiwa yang tidak diinginkan/ diharapkan, tidak
diduga, tidak disengaja terjadi dalam hubungan kerja, umumnya diakibatkan oleh
berbagai faktor dan meliputi juga peristiwa kebakaran, peledakan, penyakit akibat
kerja serta pencemaran pada lingkungan kerja. Berbagai potensi bahaya di tempat
kerja senantiasa dijumpai. Mengenai potensi bahaya industrial merupakan langkah
awal dalam mewujudkan upaya pencegahan kecelakaan kerja (Husni, 2000).
Sumamur (1989) membuat batasan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu
kecelakaan yang berkaitan dengan hubungan kerja dengan perusahaan. Hubungan
kerja disini berarti kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu
melaksanakan pekerjaan. Oleh sebab itu, kecelakaan akibat kerja ini mencakup 2
permasalahan pokok, yakni:
1. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan.
2. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.
Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas
lagi sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada
saat perjalanan atau transpor ke dan dari tempat kerja. Dengan kata lain

Universitas Sumatera Utara

kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan dari
tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk
kecelakaan kerja. Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan
menjadi 2, yakni :
1. Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia) yang tidak memenuhi
keselamatan, misalnya karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan,
dan sebagainya
2. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety
condition, misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin yang
terbuka, dan sebagainya.
Menurut hasil penelitian yang ada, 85% dari kecelakaan yang terjadi disebabkan
faktor manusia ini.
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat
kerja ini diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni :
1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :
a) Terjatuh
b) Tertimpa benda
c) Tertumbuk atau terkena benda-benda
d) Terjepit oleh benda
e) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f) Pengaruh suhu tinggi
g) Terkena arus listrik
h) Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

Universitas Sumatera Utara

2. Klasifikasi menurut penyebab :


a) Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin penggergajian
kayu, dan sebagainya.
b) Alat angkut, alat angkut darat, udara dan air.
c) Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin,
alat-alat listrik, dan sebagainya.
d) Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, gas, zat-zat
kimia, dan sebagainya.
e) Lingkungan kerja (diluar bangunan, didalam bangunan dan dibawah
tanah).
f) Penyebab lain yang belum masuk tersebut diatas.
3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan :
a) Patah tulang/ dislokasi (keseleo)
b) Regang otot (urat)
c) Memar dan luka dalam yang lain
d) Amputasi
e) Luka di permukaan
f) Geger dan remuk
g) Luka bakar
h) Keracunan-keracunan mendadak
i) Pengaruh radiasi
j) Lain-lain

Universitas Sumatera Utara

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh :


a) Kepala
b) Leher
c) Badan
d) Anggota atas
e) Anggota bawah
f) Banyak tempat
g) Letak lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut.
Klasifikasi-klasifikasi tersebut bersifat jamak karena pada kenyataannya
kecelakaan akibat kerja biasanya tidak hanya satu faktor tetapi banyak faktor
(http://www.geocities.com/klinikikm/kesehatan-kerja/kecelakaan-kerja.htm,
2007).

Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah lingkungan tempat tenaga kerja melakukan
kegiatan yang ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan. Ada beberapa
golongan lingkungan kerja, antara lain:
Lingkungan fisik, misalnya kualitas cahaya, pertukaran udara, tekanan, suhu
dan kelembaban udara, serta berbagai perangkat kerja (mesin dan bukan
mesin)
Lingkungan kimia, misalnya bahan baku, bahan jadi dan bahan sisa yang ada
hubungannya dengan kegiatan perusahaan, terutama sekali bahan kimia
yang mempunyai sifat fisiko-kimia radiasi dan sebagainya

Universitas Sumatera Utara

Lingkungan biologi, misalnya flora dan fauna yang ada hubungannya dengan
kegiatan perusahaan
Lingkungan sosial, misalnya terhadap sesama pekerja, masyarakat sekitar
perusahaan, keluarga tenaga kerja, dan lain-lain
Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya
gangguan kesehatan. Demikian juga lingkungan kerja, merupakan salah satu
faktor penyebab penyakit kerja dan kecelakaan kerja (Dainur, 1992).

Kecelakaan Kerja
Seiring dengan berkembangnya dunia industri, dunia kerja selalu
dihadapkan pada tantangan-tantangan baru yang harus bisa segera diatasi bila
perusahaan tersebut ingin tetap eksis. Berbagai macam tantangan baru muncul
seiring dengan perkembangan jaman. Namun masalah yang selalu berkaitan dan
melekat dengan dunia kerja sejak awal dunia industri dimulai adalah timbulnya
kecelakaan kerja.
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar
bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa
kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban
jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini
merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya
sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun. Kerugian yang
langsung yang nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya pengobatan
dan kompensasi kecelakaan. Sedangkan biaya tak langsung yang tidak nampak
ialah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang lebih

Universitas Sumatera Utara

baik,

penghentian

alat

produksi,

dan

hilangnya

waktu

kerja

(http://inparametric.com/bhinablog/archives/62, 2003)
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.
Tidak terduga maksudnya tidak dilatorbelakangi unsur kesengajaan, dan tidak
direncanakan, karena peristiwa sabotase ataupun kriminalitas adalah di luar ruang
lingkup kecelakaan. Tidak diharapkan, sebab peristiwa kecelakaan disertai oleh
kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling
berat (Dainur, 1992).
Menurut Dainur (1992), sesungguhnya kecelakaan akibat kerja meliputi
penyakit akibat kerja, namun yang terakhir ini, mempunyai ruang lingkup
berbeda, baik dari segi hygiene perusahaan maupun dari segi kesehatan kerja.
Terdapat 3 kelompok kecelakaan kerja :
1. Kecelakaan akibat kerja di perusahaan.
2. Kecelakaan lalu lintas.
3. Kecelakaan di rumah.
Kerugian yang disebabkan kecelakaan kerja, mengakibatkan 5 jenis
kerugian yaitu:
1. Kerusakan.
2. Kekacauan organisasi.
3. Keluhan dan kesedihan.
4. Kelainan dan cacat.
5. Kematian.
(Dainur, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Banyak teori tentang penyebab kecelakaan, namun secara operasional


dapat diberikan contoh sebagai berikut:
1. Kegagalan komponen, misalnya: desain yang tidak memadai, bahan korosif,
kegagalan mekanik, kegagalan pompa kompresor, kegagalan sistem kontrol,
kegagalan sistem
2. Penyimpangan dari kondisi operasi normal, misalnya: kegagalan memonitor
proses, kegagalan prosedur (start up atau shut down)
3. Human error, misalnya: kesalahan operator, mencampur bahan berbahaya,
label tidak jelas, kesalahan komunikasi
4. Faktor luar, misalnya: sarana transportasi, faktor alam, angin, banjir, petir
(Rusmana, 2003).
Kejadian kecelakaan kerja, tidak hanya akibat dari satu penyebab
melainkan akibat kombinasi berbagai faktor. Dalam teori modern sering
dinyatakan bahwa kecelakaan kerja merupakan akibat kesalahan dalam sistem
manajemen yang belum atau cenderung kurang peduli terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja serta kurangnya partisipasi dan tanggung jawab semua pihak
(Rusmana, 2003).
Secara hierarki ada 3 macam penyebab kecelakaan kerja yaitu:
1. Penyebab Langsung adalah sebabsebab yang secara langsung mengakibatkan
terjadinya sebuah kecelakaan. Penyebab Langsung biasanya dibedakan ke
dalam 2 kriteria, yaitu:
a) Tindakan tidak aman, contoh tindakan tidak aman adalah mengoperasikan
alat tanpa izin, mengoperasikan alat di atas batas kecepatan maksimum,
menggunakan alat yang tidak lengkap.

Universitas Sumatera Utara

b) Kondisi tidak aman, contoh kondisi tidak aman adalah alat atau perkakas
yang rusak, rambu-rambu tidak lengkap, kurangnya lampu penerangan,
temperatur yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
2

Penyebab Dasar, adalah hal-hal yang mengakibatkan atau mendorong


Penyebab Langsung. Penyebab Dasar dibedakan dalam 2 kategori, yaitu:
a) Faktor personal, adalah faktor-faktor di dalam diri pekerja/ korban yang
mendorong dirinya untuk melakukan tindakan tidak aman.
b) Faktor Pekerjaan, contoh faktor pekerjaan adalah kepemimpinan yang
kurang, peralatan dan material kurang, standar kerja kurang.
c) Kurang kendali (Lack of Control), kurang kendali dapat diterjemahkan
sebagai kegagalan manajemen dalam memenuhi dan menegakan standar
yang ada di dalam Perusahaan. Contohnya adalah pelatihan yang kurang,
tidak terjadwalnya inspeksi terencana, atau analisa kecelakaan yang salah.

(http://www.aryanugraha.wordpress.com/2006/07/31/tinjauan-penyebabkecelakaan).

Evaluasi atau Pengawasan Penyakit Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh lingkungan
dimana pekerjaan dilakukan, dan terjadi sewaktu menjalankan pekerjaan di tempat
kerja ataupun di luar tempat kerja yang ada hubungannya dengan pekerjaan di
perusahaan (Dainur, 1992).
Menurut Dainur (1992), ditinjau dari faktor penyebab, penyakit akibat
kerja mempunyai kesamaan dengan kecelakaan akibat kerja, namun ruang lingkup
keduanya sangat berbeda, terutama dalam aspek pengelolaannya. Penyakit akibat

Universitas Sumatera Utara

kerja mempunyai aspek teknik, oleh karena itu penyakit kerja dikelola oleh
seorang dokter atau ahli kesehatan, sedangkan kecelakaan kerja dikelola oleh ahli
keselamatan kerja (safety engineering).
Evaluasi/ pengawasan penyakit akibat kerja. Berupa pengamatan dan
evaluasi secara kualitatif dan kuantitatif:
Pengamatan semua bahan/ material serta keadaan lingkungan kerja yang
mungkin sebagai penyebab penyakit akibat kerja.
Mengamati proses produksi dan alat-alat produksi yang dipergunakan.
Pengamatan semua sistem pengawasan itu sendiri:
a) Pemakaian alat pelindung/ pengaman: jenis, kualitas, kuantitas, ukuran dan
komposisi bahan alat pelindung
b) Pembuangan sisa produksi (debu, asap, gas, larutan)
c) Jenis, konsentrasi/ unsur-unsur bahan baku, pengolahan dan penyimpanan
bahan baku
d) Keadaan lingkungan fisik (suhu, kelembaban, tekanan pencahayaan,
ventilasi, intensitas suara/ bising, getaran).
Cara-cara pengawasan:
a) Mengganti/ substitusi bahan baku yang berbahaya dengan bahan lain yang
kurang berbahaya bagi kesehatan
b) Mengganti atau mengubah cara pengolahan atau mengurangi bahaya dari
bahan sisa
c) Menyediakan rambu-rambu/ tanda pengaman, serta alat pengaman lainnya
d) Mengisolasi tenaga kerja dari keadaan-keadaan yang membahayakan
kesehatannya

Universitas Sumatera Utara

e) Menyerap bahan/ keadaan yang membahayakan/ mengganggu kesehatan


tenaga kerja
f) Pengamatan dan pengawasan terus menerus perlengkapan bangunan
perusahaan, fasilitas sanitasi, fasilitas penyediaan air minum dan makanan,
kamar amndi, tempat cuci tangan, serta alat pengaman bangunan
g) Evaluasi, pengamatan dan pengawasan:
1) Proses pekerjaan, alat-alat
2) Posisi pada saat melakukan kerja
3) Lamanya bekerja dan penggunaan alat setiap hari
4) Memperhatikan berbagai kemungkinan kontak antara kulit dengan
bahan baku atau bahan jadi.
h) Pengamatan pertauran giliran kerja (shift/ rotation) dari setiap tenaga kerja
i) Penyuluhan dan latihan bagi karyawan
j) Pengawasan, pengamatan dan surveillance medis
k) Pengamatan dan pengawasan hygiene perorangan
l) Pemantapan program kegiatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan
baku serta bahan jadi
m) Pengamatan dan pengawasan terhadap sikap dan tingkah laku tenaga kerja
sewaktu melakukan pekerjaan
(Dainur, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Keselamatan Kerja dan Perlindungan Tenaga Kerja


Perlindungan tenaga kerja mempunyai aspek yang cukup luas, yaitu
perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja, serta perlakuan
yang sesuai dengan martabat manusia dan agama. Perlindungan bertujuan agar
tenaga kerja aman melakukan pekerjaan sehari-hari, untuk meningkatkan produksi
dan produktivitas nasional (Dainur, 1992).
Tenaga kerja harus dilindungi dari berbagai masalah di sekitarnya dan
pribadi, karena dapat mengganggu dirinya dan pelaksanaan pekerjaannya. Dengan
demikian dapat dimengerti bahwa keselamatan kerja merupakan salah satu segi
penting dari perlindungan tenaga kerja (Dainur, 1992).
Untuk mewujudkan perlindungan kerja tersebut maka pemerintah
melakukan upaya pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan. Dalam pengertian
pembinaan norma ini sudah mencakup pengertian pembentukan, penerapan, dan
pengawasan norma itu sendiri. Hal ini secara tegas dinyatakan pada pasal 9
Undang-Undang No. 14 tahun 1969 bahwa Setiap tenaga kerja berhak mendapat
perlindungan atas keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moril kerja serta
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan moral agama
(Husni, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai