Chapter I
Chapter I
Latar Belakang
Pada umumnya kegiatan pemanenan hutan dicirikan oleh kombinasi
beberapa faktor yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Ketimpangan oleh
salah satu faktor dapat menyebabkan resiko yang berbahaya dan akhirnya dapat
menyebabkan kecelakaan. Faktor-faktor yang saling berhubungan tersebut adalah
manusia, peralatan dan lingkungan kerja, manusia sebagai salah satu faktor
penggeraknya merupakan satu-satunya faktor hidup yang sangat rentan dengan
bahaya kecelakaan. Oleh karena itu
pemeliharaan
dan
pengembangan
sumberdaya
manusia
juga
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menghitung besarnya frekuensi kecelakaan kerja, angka keparahan kecelakaan
kerja dan Safe-T-Score.
2. Menganalisis secara deskriptif kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dalam kegiatan pemanenan kayu di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Toba
Pulp Lestari, Tbk.
3. Memberikan alternatif terhadap permasalahan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk sektor Tele
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi dan upaya memperbaiki
kecelakaan kerja kepada PT. Toba Pulp Lestari, Tbk khususnya kecelakaan kerja
dalam kegiatan pemanenan hutan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pemanenan Kayu
Berdasarkan jenis peralatannya, kegiatan pemanenan kayu dapat
dibedakan ke dalam dua sistem pemanenan, yaitu sistem manual dan sistem
mekanis. Sistem mnual dicerminkan oleh penggunaan alat-alat pemungutan kayu
tradisional yang melibatkan teknologi sederhana. Sedangkan kegiatan pemanenan
kayu secara mekanis dicirikan dengan penggunaan mesin dengan teknologi yang
lebih maju (Rusmana, 2003).
Pemanenan kayu adalah satu bagian yang dominan dari manajemen hutan
secara keseluruhan, oleh karena itu feed back-nya terhadap kesuksesan maupun
kegagalan pengelolaan hutan yang lestari dalam jangka panjang adalah sangat
penting. Penebangan adalah kegiatan pengambilan kayu dari pohon-pohon dalam
tegakan berdiameter sama dengan atau lebih besar dari diameter batas yang
ditetapkan, kegiatan penebangan pohon meliputi pekerjaan penentuan arah rebah,
pelaksanaan penebangan, pembagian batang, penyaradan, pengupasan kulit dan
pengangkutan kayu bulat dari tempat pengumpulan (TPn) ke tempat penimbunan
kayu (TPk) (Departemen Kehutanan, 1993).
Ergonomi
Manusia hidup pasti bergerak, termasuk ketika sedang melakukan aktivitas
yang memperhitungkan kemampuan tubuh manusia dengan tugas kerja termasuk
penggunaan alat dan kondisi lingkungan, hal ini disebut ergonomi. Jadi dalam
aktivitas gerak apapun sebaiknya dilakukan dengan gerakan yang alamiah, agar
tidak menimbulkan accident atau incident. Namun, justru tujuan ergonomis adalah
dalam aktivitas gerak apapun dapat lebih nyaman, aman, tidak melelahkan,
produktivitas kerja meningkat secara optimal (Santoso, 2004).
Pendekatan
ergonomis
mengusahakan
semua
alat
dan
peralatan
Menurut Husni (2000), disamping ada sebabnya maka suatu kejadian juga
akan membawa akibat. Akibat dari kecelakaan kerja ini dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
1. Kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain;
a) Kerusakan/ kehancuran mesin
b) Biaya pengobatan dan perawatan korban
c) Tunjangan kecelakaan
d) Hilangnya waktu kerja
e) Menurunnya jumlah maupun mutu produksi
2. Kerugian yang bersifat non ekonomis
Pada umumnya bersifat penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang
bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/ cedera berat maupun luka
ringan.
Sumber-sumber bahaya bagi kesehatan tenaga kerja, adalah:
1. Faktor fisik, yang dapat berupa; suara yang terlalu bising, suhu yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah, penerangan yang kurang memadai, radiasi, getaran
mekanis, tekanan udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, bau-bauan di
tempat kerja, kelembaban udara
2. Faktor kimia, yang dapat berupa; gas/uap, cairan, debu-debuan, butiran kristal
dan mentuk-bentuk lain, bahan-bahan kimia yang mempunyai sifat racun
3. Faktor biologis, yang dapat berupa; bakteri virus, jamur, cacing dan serangga,
tumbuh-tumbuhan dan lain-lain yang hidup/ timbul dalam lingkungan kerja
4. Faktor faal, yang dapat berupa; sikap badan yang tidak baik pada waktu kerja,
peralatan yang tidak sesuai atau tidak cocok dengan tenaga kerja, gerak yang
senantiasa berdiri atau duduk, proses, sikap dan cara kerja yang monoton,
beban kerja yang melampaui batas kemampuan
5. Faktor psikologis, yang dapat berupa; kerja yang terpaksa/ dipaksakan yang
tidak sesuai dengan kemampuan, suasana kerja yang idak menyenangkan,
pikiran yang senantiasa tertekan terutama karena sikap atasan atau teman kerja
yang tidak sesuai, pekerjaan yang cenderung lebih mudah menimbulkan
kecelakaan
(Husni, 2000).
Kecelakaan kerja yakni peristiwa yang tidak diinginkan/ diharapkan, tidak
diduga, tidak disengaja terjadi dalam hubungan kerja, umumnya diakibatkan oleh
berbagai faktor dan meliputi juga peristiwa kebakaran, peledakan, penyakit akibat
kerja serta pencemaran pada lingkungan kerja. Berbagai potensi bahaya di tempat
kerja senantiasa dijumpai. Mengenai potensi bahaya industrial merupakan langkah
awal dalam mewujudkan upaya pencegahan kecelakaan kerja (Husni, 2000).
Sumamur (1989) membuat batasan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu
kecelakaan yang berkaitan dengan hubungan kerja dengan perusahaan. Hubungan
kerja disini berarti kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu
melaksanakan pekerjaan. Oleh sebab itu, kecelakaan akibat kerja ini mencakup 2
permasalahan pokok, yakni:
1. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan.
2. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.
Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas
lagi sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada
saat perjalanan atau transpor ke dan dari tempat kerja. Dengan kata lain
kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan dari
tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk
kecelakaan kerja. Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan
menjadi 2, yakni :
1. Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia) yang tidak memenuhi
keselamatan, misalnya karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan,
dan sebagainya
2. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety
condition, misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin yang
terbuka, dan sebagainya.
Menurut hasil penelitian yang ada, 85% dari kecelakaan yang terjadi disebabkan
faktor manusia ini.
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat
kerja ini diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni :
1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :
a) Terjatuh
b) Tertimpa benda
c) Tertumbuk atau terkena benda-benda
d) Terjepit oleh benda
e) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f) Pengaruh suhu tinggi
g) Terkena arus listrik
h) Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi.
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah lingkungan tempat tenaga kerja melakukan
kegiatan yang ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan. Ada beberapa
golongan lingkungan kerja, antara lain:
Lingkungan fisik, misalnya kualitas cahaya, pertukaran udara, tekanan, suhu
dan kelembaban udara, serta berbagai perangkat kerja (mesin dan bukan
mesin)
Lingkungan kimia, misalnya bahan baku, bahan jadi dan bahan sisa yang ada
hubungannya dengan kegiatan perusahaan, terutama sekali bahan kimia
yang mempunyai sifat fisiko-kimia radiasi dan sebagainya
Lingkungan biologi, misalnya flora dan fauna yang ada hubungannya dengan
kegiatan perusahaan
Lingkungan sosial, misalnya terhadap sesama pekerja, masyarakat sekitar
perusahaan, keluarga tenaga kerja, dan lain-lain
Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya
gangguan kesehatan. Demikian juga lingkungan kerja, merupakan salah satu
faktor penyebab penyakit kerja dan kecelakaan kerja (Dainur, 1992).
Kecelakaan Kerja
Seiring dengan berkembangnya dunia industri, dunia kerja selalu
dihadapkan pada tantangan-tantangan baru yang harus bisa segera diatasi bila
perusahaan tersebut ingin tetap eksis. Berbagai macam tantangan baru muncul
seiring dengan perkembangan jaman. Namun masalah yang selalu berkaitan dan
melekat dengan dunia kerja sejak awal dunia industri dimulai adalah timbulnya
kecelakaan kerja.
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar
bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa
kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban
jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini
merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya
sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun. Kerugian yang
langsung yang nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya pengobatan
dan kompensasi kecelakaan. Sedangkan biaya tak langsung yang tidak nampak
ialah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang lebih
baik,
penghentian
alat
produksi,
dan
hilangnya
waktu
kerja
(http://inparametric.com/bhinablog/archives/62, 2003)
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.
Tidak terduga maksudnya tidak dilatorbelakangi unsur kesengajaan, dan tidak
direncanakan, karena peristiwa sabotase ataupun kriminalitas adalah di luar ruang
lingkup kecelakaan. Tidak diharapkan, sebab peristiwa kecelakaan disertai oleh
kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling
berat (Dainur, 1992).
Menurut Dainur (1992), sesungguhnya kecelakaan akibat kerja meliputi
penyakit akibat kerja, namun yang terakhir ini, mempunyai ruang lingkup
berbeda, baik dari segi hygiene perusahaan maupun dari segi kesehatan kerja.
Terdapat 3 kelompok kecelakaan kerja :
1. Kecelakaan akibat kerja di perusahaan.
2. Kecelakaan lalu lintas.
3. Kecelakaan di rumah.
Kerugian yang disebabkan kecelakaan kerja, mengakibatkan 5 jenis
kerugian yaitu:
1. Kerusakan.
2. Kekacauan organisasi.
3. Keluhan dan kesedihan.
4. Kelainan dan cacat.
5. Kematian.
(Dainur, 1992).
b) Kondisi tidak aman, contoh kondisi tidak aman adalah alat atau perkakas
yang rusak, rambu-rambu tidak lengkap, kurangnya lampu penerangan,
temperatur yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
2
(http://www.aryanugraha.wordpress.com/2006/07/31/tinjauan-penyebabkecelakaan).
kerja mempunyai aspek teknik, oleh karena itu penyakit kerja dikelola oleh
seorang dokter atau ahli kesehatan, sedangkan kecelakaan kerja dikelola oleh ahli
keselamatan kerja (safety engineering).
Evaluasi/ pengawasan penyakit akibat kerja. Berupa pengamatan dan
evaluasi secara kualitatif dan kuantitatif:
Pengamatan semua bahan/ material serta keadaan lingkungan kerja yang
mungkin sebagai penyebab penyakit akibat kerja.
Mengamati proses produksi dan alat-alat produksi yang dipergunakan.
Pengamatan semua sistem pengawasan itu sendiri:
a) Pemakaian alat pelindung/ pengaman: jenis, kualitas, kuantitas, ukuran dan
komposisi bahan alat pelindung
b) Pembuangan sisa produksi (debu, asap, gas, larutan)
c) Jenis, konsentrasi/ unsur-unsur bahan baku, pengolahan dan penyimpanan
bahan baku
d) Keadaan lingkungan fisik (suhu, kelembaban, tekanan pencahayaan,
ventilasi, intensitas suara/ bising, getaran).
Cara-cara pengawasan:
a) Mengganti/ substitusi bahan baku yang berbahaya dengan bahan lain yang
kurang berbahaya bagi kesehatan
b) Mengganti atau mengubah cara pengolahan atau mengurangi bahaya dari
bahan sisa
c) Menyediakan rambu-rambu/ tanda pengaman, serta alat pengaman lainnya
d) Mengisolasi tenaga kerja dari keadaan-keadaan yang membahayakan
kesehatannya