Progresi Akord
Blog ini bertujuan untuk memberi informasi praktis dari tingkat dasar sampai dengan maju
tentang akord dan progresi akord kepada peminat.
03 Juni 2008
not kromatik b7 (sa) sekali pada suku kata lu dari kata dulu dalam frasa
frasa bait pertamanya: Indonesia sejak dulu ... Dia juga memakai not
setengahnada #4 (fis) dua kali dalam karya ini. Pertama, pada suku kata
ja dari kata puja dalam frasa bait pertama: tetap dipuja .... Kedua, pada
suku kata me- dari kata menutup dari frasa bait pertama menjelang akhir
lagu: tempat akhir menutup mata. Lagu Bungong Jeumpa dari Aceh
adalah salah satu contoh lagu-lagu daerah di Indonesia yang juga
memakai setengahnada. Not #5 (se) dipakai sebanyak 5 kali dalam lagu
ini. Not kromatik ini muncul, misalnya, dua kali pada suku kata pa dari
kata jeumpa di awal lagu tempat orang menyanyikan frasa bait pertama
lagu ini: Bungong jeumpa, bungong jeumpa.
Not-not kromatik muncul sering sekali dalam lagu-lagu pop, gereja, dan
jazz. Dalam lagu-lagu pop dan gereja, not-not ini bisa bersifat sementara.
Kalau bersifat sementara, not kromatik itu dipinjam dari tangganada lain,
dipakai sebentar lalu lagu kembali ke tangganada semula. Lagu-lagu jazz
modern sering memakai not-not kromatik yang bersifat tetap. Lagu,
misalnya, dimulai dengan kunci C lalu beralih ke kunci C# tanpa ada
tanda peringatan bahwa akan terjadi perpindahan kunci dari C ke C#
dan secara tiba-tiba juga pindah ke D, D#, dan berakhir dengan E.
Perpindahan kunci jelas secara kromatik. Tapi setiap melodi atau
potongan melodi yang dimainkan dalam batas setiap kunci bisa juga
berisi berbagai not kromatik.
(Catatan: Dalam tulisan ini dan tulisan mendatang, penulisan #C , #D,
#F dan seterusnya berbeda arti dengan C#, D#, F# dan seterusnya.
Bentuk pertama mengacu pada not kromatik di, ri, fis dan seterusnya
sementara bentuk kedua merujuk pada kunci tangganada. Pembedaan ini
tidak standar; sayalah yang membuatnya untuk tulisanku!)
Tangganada minor
Karena tangganada minor relevan juga dengan pelajaran tentang interval,
ia pun layak untuk dibicarakan sekarang. Tangganada ini umumnya
dipakai untuk menciptakan lagu yang bersuasana introspektif: sedih,
muram, berduka, sayu, murung, gelisah.
Tangganada ini pun dibentuk dari tangganada diatonik mayor C. Ia
Suatu versi irama flamenko dari Mazmur 6 dan syair yang sama saya
ciptakan beberapa tahun yang lalu. Flamenko adalah sejenis musik dan
dansa yang erat kaitannya dengan Jipsi, suatu kaum pengembara yang
konon berasal dari India. Mereka kemudian menetap di Spanyol dan
mengembangkan musik flamenko. Sesuai sejarah awalnya, lagu-lagu
flamenko berkembang dari nyanyian ratapan kaum Jipsi, ratapan akan
nasibnya yang muram di tanah tumpangannya di Spanyol.
Bait tadi bisa dinyanyikan sambil memainkan gitar atau mengikuti iringan
yang sudah ada di side bar blog saya. Gaya cengkok menyanyikan lebih
dari satu not untuk satu suku kata saya tandai dengan garis pemisah
vertikal pada kata TUHAN dan hukumkan; yang dicengkok adalah suku
kata TU- dan kum-. Selebihnya dinyanyikan seperti biasa.
Nyanyian ratapan adalah nyanyian yang bersuasana sedih, murung, sayu.
Melodi asli Mazmur 6 tadi lalu dimodifikasi biar sesuai salah satu irama
flamenko yang ini memakai jenis birama 3/4 yang agak cepat di
Spanyol dan sesuai juga dengan suasana sedih yang diungkapkan
mazmur ini.
Diposkan oleh Seba Woseba di 00:24
Label: kromatik, minor, tangganada mayor