Anda di halaman 1dari 2

SiaR---KUDETA MILITER SOEHARTO DIBONGKAR

Subject: SiaR---KUDETA MILITER SOEHARTO DIBONGKAR


From: SiaR News Service
Date: Wed, 26 Aug 1998 14:22:50 -0700

KUDETA MILITER SOEHARTO DIBONGKAR

JAKARTA, (SiaR, 26/8/98) Letda Inf (Purn) Soekardjo Wilardjito (71), yang mengaku
sebagai seorang saksi mata, memberikan kesaksian bahwa penyerahan Surat Perintah
Sebelas Maret (Supersemar) ke Soeharto merupakan hasil dari todongan pistol Jenderal
Basuki Rachmat dan Jenderal Panggabean ke arah Soekarno di Istana Bogor. Namun sumber
dari beberapa kalangan tentara eks tahanan politik PKI justru masih meragukan kebenaran
pengakuan itu.

Menurut laporan harian Bernas dan Surya, Selasa (24/8), Soekardjo mengaku
menyaksikan sendiri aksi para jenderal suruhan Soeharto itu mengintimi- dasi Soekarno
untuk menandatangani Supersemar.

"Waktu itu Jenderal Basuki Rachmat dan Jenderal Maraden Panggabean menodongkan
senjata pistol FN 45 ke arah Bung Karno. Sementara Jenderal M. Jusuf menyodorkan map
warna merah muda berisi sebuah dokumen," kata Soekardjo kepada wartawan di
kediamannya di Kampung Gancahan 5 Sidomulyo-Godean kabupaten Sleman.

Menurut penuturan Soekardjo, dini hari itu Bung Karno cukup terkejut dengan cara
yang dilakukan para jenderal. "Lho, ini diktumnya kok militer", komentar Bung Karno yang
ditirukan kembali oleh Soekardjo.

Waktu itu para jenderal menjawab bahwa itu dilakukan karena keadaannya sangat
mendesak. Soekarno pun pasrah, dan menjawab, "baiklah saya serahkan kekuasaan pada
Harto, tetapi setelah selesai supaya dikembalikan lagi ke saya."

Saat itu Soekardjo adalah perwira Security yang berdiri menjaga di belakang Bung
Karno. Di harian Bernas digambarkan posisi diagram duduknya BK dengan empat jenderal.
Ketika melihat penodongan, Soekardjo akan mencabut pistolnya, tetapi dilarang oleh Bung
Karno. Beberapa hari kemudian Soekardjo ditangkap oleh pasukan RPKAD dan Kostrad,
kemudian ditahan dengan berpindah-pindah tempat sejak 1966 sampai 1977, tanpa surat
penahanan.

Kesaksian Soekardjo di kantor LBH Yogyakarta ini dinilai oleh sejumlah kalangan
sebagai pengakuan yang cukup berani setelah 32 tahun lebih tak ada seorang pun yang
berani mengungkap misteri sejarah bangsa Indonesia pada September 1965-Maret 1966.
Kalaupun ada, mungkin hanya berbentuk hasil
penelitian atau kajian orang luar negeri yang beredar secara
sembunyi-sembunyi di kalangan tertentu. "Pengakuan saksi mata belum ada. Pengakuan
Soekardjo merupakan langkah awal untuk bisa membuka misteri 1965-1966", kata sumber
SiaR.

Sumber ini menyebut bahwa kudeta "Supersemar" ini kemudian dilanjutkan oleh
Soeharto dengan mengadakan witchhunt berupa operasi militer besar-besaran terhadap
anggota-anggota PKI dan para simpatisannya.

Hasil investigasi yang dilakukan oleh Tim Pencari Fakta, lebih dikenal sebagai Komisi
Lima yang dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri saat itu, Mayjen dr Soemarno, dengan
anggota-anggota Moedjoko (POLRI), Oei Tjoe Tat SH, Mayjen Achmadi (ex Brigade
XVII/TP) dan seorang lagi dari tokoh Islam, menyebut bahwa jumlah korban pembunuhan
yang dilakukan atas perintah Soeharto sekitar 500 ribu orang. Bahkan menurut pengakuan
mendiang Letnan Jendral Sarwo Edhie Wibowo kepada Permadi SH, jumlahnya mencapai
sekitar tiga juta orang. "Itu yang ia suruh bunuh dan ia bunuh sendiri", kata sumber
ini. **

www.munindo.brd.de

Anda mungkin juga menyukai