PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pertanian berlanjut merupakan sistem pertanian yang layak secara
ekonomi
lingkungan
dan
social
budaya.
Pada
tingkat
bentang
lahan
BAB II
METODOLOGI
2.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Fieldtrip Pertanian Berlanjut pada semester ganjil 2012-2013 ini
dilaksanakan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang. Lokasi ini masuk dalam
kawasan Sub Daerah Aliran Sungai Kalikonto. Susunan/konfigurasi penggunaan
lahan di lokasi ini adalah perkebunan monokultur pinus di lereng bagian atas
lanskap (plot 1), kebun campuran atau agroforestri di lereng bagian tengah (plot
2), tanaman semusim di lereng bagian tengah dan bawah (plot 3), serta campuran
antara tanaman semusim dan permukiman di lereng bawah (plot 3).
Dalam melakukan pengamatan di Desa Tulungrejo ini. Empat kelas ini
akan di pecah menjadi dua grup yaitu grup Tulungrejo I dan grup Tulungrejo II.
Grup Tulungrejo I melakukan pengamatan di bagian sebelah kiri sungai (dengan
arah menghadap ke lereng atas), sedangkan grup Tulungrejo II dibagian sebelah
kanan sungai. Kecuali pada plot 3 dan 4, pada plot ini grup Tulungrejo I dan
Tulungrejo II melakukan pengamatan dibagian sebelah kiri sungai. Plot 1
merupakan lahan hutan alami, plot 2 merupakan lahan agroforestri pisang,
lamtoro, untuk plot 3 merupakan lahan tanaman semusim baik jagung maupun
kubis. Dan yang terakhir plot 4 merupakan lahan semusim dan pemukiman warga.
diameter
pohon
dan
mengingrasikannya
kedalam
persamaan
allometrik.
mengevaluasi
keberlanjutan
dari
aspek
sosial
ekonomi
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
3.1.1. Kondisi Umum Wilayah.
216.645 Ha. Luas lahan untuk Hutan Produksi adalah 404,500 Ha. Sedangkan
luas lahan untuk fasilitas umum adalah sebagai berikut: untuk perkantoran 0,050
Ha, sekolah 0,200 Ha, olahraga 0,020 Ha, dan tempat pemakaman umum 0,005
Ha.Wilayah Desa Tulungrejo secara umum mempunyai ciri geologis berupa lahan
tanah hitam yang sangat cocok sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Secara
prosentase kesuburan tanah Desa Tulungrejo terpetakan sebagai berikut: sangat
subur 10,600 Ha, subur 248,865 Ha, sedang 45,800 Ha, tidak subur/ kritis 0 Ha.
Hal ini memungkinkan tanaman padi untuk dapat panen dengan menghasilkan 4
ton/ ha. Tanaman jenis palawija juga cocok ditanam di sini.
3.1.2. Indikator Pertanian Berlanjut dari Aspek Biofisik
3.1.2.1. Kualitas Air
Plot 1 : Hutan,
No
Penggunaan
lahan
Hutan
Produksi
Tutupan lahan
Manfaat
Posisi
lereng
Tingkat tutupan
Jumlah
spesies
Kerapatan
Pinus
Getah, Kayu
43
Pisang
Buah, Daun
Biji, Daun,
3
Lamtoro
Kayu
10
Rumput Gajah
Daun
2500
Paku-pakuan
86
6
7
8
9
10
Tabel 1. Hasil pengamatan di plot 1
CStock
37,5
Plot 2 : Agroforestri,
10 , 18%
Tutupan
Lahan
Lahan
Nangka
Bu
20
Kopi
Bi
20
80
Pisang
Bu
10
50
Lamtoro
Bi
15
50
Talas
50
Pohon waru
20
Kersen
Bu
20
Manfaat
Posisi
Tingkat Tutupan
Penggunaan
No
Jumlah
C-Stock
Kerapatan
(ton/ha)
S
T
R
I
Tabel 2. Pengamatan hasil plot 2
NO
penggunaan
Tutupan
lahan
lahan
Manfaat
Posisi
Tingkat tutupan
Kerapatan
C-stock
156
12
31.250
112
D, B
10
D, B
15.625
87
lereng
Kanopi
Kelapa
K, B, D
Kubis
Cabai
Jagung
Pisang
Tegalan
2
3
Sawah
Rumput
gajah
Rumput
gajah
Jumlah
seresah
species
Tingkat tutupan
lereng
Kanopi Seresah
Penggunaan
Tutupan
lahan
lahan
Pemukiman
Rumah
Pekarangan
Pisang
B/D
44
Kelapa
No
Manfaat
Jumlah spesies
Kerapatan
Rumput
4
Gajah
594
Pepaya
Singkong
Rambutan
Kelengkeng
Mangga
10
bambu
68
11
Labu
12
Pokak
CStock
Plot 2 agroforest
kombinasi
tanaman
semusim
yaitu
tanaman
tahunan
seperti
kerapatan seresah sedang yaitu pada tanaman singkong dan tingkat kerapatan
seresah yang rendah yaitu pada tanaman pisang, kelapa, pepaya, rambutan,
kelengkeng, mangga, labu dan pokak.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan maka lahan daerah
tulungrejo ini termasuk dalam jenis lanskap Fragmented dengan karakteristik
habitat alami yang masih tersisa sebesar 10-60%. Dimana tipe fragmented yaitu
jenis lanskap dengan tipe konservasi habitat alami terpecah dalam kondisi yang
baik artinya plot hutan terpecah antara plot agroforestri,semusim ataupun
pemukiman akan tetapi masih dalam kondisi yang baik, kemudian untuk tipe
perbaikan yaitu kualitas habitat alami yang telah terpecah dengan pengelolaannya
pada bidang pertanian. Dalam hal ini dikatakan karakteristik lanskap yang tidak
berkelanjutan karena penggunaan bahan-bahan kimia yang dilakukan masyarakat
ataupun karakteristik lanskap baik penggunaan ataupun tutupan lahan yang tidak
mencerminkan keberlanjutan pertanian. Dapat dilihat dari kondisi hutan yaitu
sebagai habitat alami yang tidak memiliki koridor dengan habitat yang terdapat
pada lahan agroforestri, semusim ataupun lahan pekarangan masyarakat. Sehingga
dapat menyebabkan biodiversitas fauna yang kurang antar tanaman. Dalam hal ini
dapat dikatakan lanskap tidak berkelanjutan dimana seharusnya masyarakat tetap
memperhatikan kelestraian lingkungan dengan penggunaan bahan yang ramah
lingkungan sehingga tidak menyebabkan pencemaran lingkungan baik tanah,air
ataupun udara sekitar, selain itu masyarakat juga memperhatikan lanskap yang
saling berhubungan antara hutan,agroforestri, tanaman semusim ataupun lahan
pekarangan sehingga dapat memudahkan organisme berpindah yang akan
menimbulkan keseimbangan lingkungan akibat hama dan predator yang mampu
menjalankan fungsinya dalam setiap plot.
Perubahan bentuk lanskap terutama dalam bidang pertanian yang terjadi
saat ini merupakan salah satu masalah yang dapat menimbulkan terjadinya
kerusakan alam sehingga mengakibatkan adanya perubahan pada lingkungan
manusia. Terjadinya kerusakan ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor dalam
bidang pertanian misalnya terjadinya alih fungsi lahan, penebangan hutan,
penanaman
tanaman
dengan
pola
monokultur
dan
lain-lain
sehingga
menyebabkan banyak tanah dan air menjadi kurang produktif dan banyak daerah
Suhu Air
Kedalaman
Plot 2
Plot 3
UL
UL
UL
UL 2
UL 3
UL 1
UL 3
UL 1
UL 2
UL 3
27,22
27,22 27,22
27
27
27
27,76
27,76
27,76
4,43
4,43
4,43
4,88
4,88
4,88
5,32
5,32
5,32
4,35
4,35
4,35
mg/L
0,08
0,08
0,08
0,07
0,07
0,07
0,07
0,07
0,07
0,09
0,09
0,09
Cm
36
36
36
30
30
30
30
30
30
36
36
36
UL 2
Plot 4
UL 1
Ph
DO
Plot 1
Satuan
Plot 2
Plot 3
Plot 4
DO
IV
IV
IV
IV
pH
IV
IV
III
IV
Plot 2 agroforest
Pengukuran suhu air, suhu yang paling tinggi adalah suhu air yang ada
pada plot 4 yakni sebesar 27,760 dan yang paling rendah adalah pada plot
pengamatan kedua yakni sebesar 270 sedangkan untuk plot 3 suhu air sebesar
27,270 dan plot pengamatan kualitas air plot 1 suhunya sebesar 27,220.Pola
temperature ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas
cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya,
ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopii (penutup oleh vegetari) dari
pepohonan yang tumbuh sel tepi (Brehm dan Melfering, 1990, dalam Barus,
2010). Disamping itu pola temperature perairan dapat dipengaruhi oleh faktorfaktor anthrcopogen (faktor yang diakibatkan oleh aktifitas manusia) seperti
limbah panas yang berasal dari pendinginan pabrik. Pengunduran BAS yang
menyebabkan hilangnya perlindungan sehingga badan air terkena cahaya matahari
secara langsung. Hal ini terutama akan menyebabkan peningkatan temperatur
suatu sistem perairan (Barus, 2001).Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi
suhu dan salinitas di perairan ini adalah penyerapan panas (heat flux) curah hujan
(prespiration) aliran sungai (Flux) dan pola sirkulasi air (Hadikusumah, 2008)
Oksigen terlarut (DO) merupakan gas yang tercampur dengan air
sedemikian rupa sehingga bagian yang terkecil berukuran molekuler. Dissolve
oxygen (DO) pada pengamatan yang dilakukan data yang diperoleh pada setiap
pengamatannya berbeda. DO yang paling rendah pada plot 2 dan 3 yakni sebesar
0,07 dan paling tinggi pada plot 4 sebesar 0,09, sedangkan pada plot 8 DO nya
sebesar 0,08.Untuk nilai DO dari plot1 sampai dengan plot 4 termasuk dalam
kelas kualitas air ke IV dimana air dapat digunakan untuk mengairi dan untuk
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kualitas air
tersebut.
Tabel 7. Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai DO
Tingkat Pencemaran
Parameter DO (ppm)
Rendah
>5
Sedang
0-5
Tinggi
0
Sumber : (Wirosarjono,1974)
Berdasarkan data yang diperoleh pada setiap plot tersebut maka kita dapat
menyimpulkan tingkat pencemaran pada semua plotnya sedang. Adanya oksigen
terlarut dalam air berasal dari udara dan dari proses fotosintesa tumbuh-tumbuhan
air kelarutan oksigen dalam air, tergantung pada temperatur, tekanan atmosfer,
dan kandungan mineral dalam air. Kadar oksigen terlarut di perairan dipengaruhi
oleh proses aerasi, fotosintesis, respirasi, dan oksidasi (Deazy,2011).
Tabel 8. Klasifikasi Kualitas Air Berdasarkan Nilai DO dan pH
Parameter
Plot 2
Plot 3
Plot 4
DO
IV
IV
IV
IV
pH
IV
IV
IV
IV
Semusim/
lahan
Tahunan/Campuran
Luas
(m2)
Jarak tanam
Populasi
Sebaran
Tahunan
2878,4
2,5
50
Luas
Tahunan
115,6
Sedang
Campuran
Acak
Banyak
Sedang
Musiman
Sedang
Campuran
Acak
Banyak
Sedang
2878,4
merupakan tanaman tahunan dengan luas 115,6 m2, populasi 6, dan sebaran yang sedang. Tanaman rumput gajah
merupakan tanaman campuran dengan jarak tanam acak, jumlah populasinya banyak, dan sebaran yang sedang. Tanaman
pisang merupakan tanaman semusim yang mempunyai populasi 6 tanaman dengan sebaran yang sedang. Pada plot
tersebut terdapat sebaran tanaman paku-pakuan yang sedang dengan populasi yang banyak. Sehingga pada plot 1 tersebut
memiliki sebaran sedang. Karena plot 1 merupakan daerah yang lebih tinggi daripada plot-plot yang lain maka daerah
tersebut sudah sesuai untuk mencegah adanya erosi dan penanaman mengikuti pola agroforestri.
Biodiversitas tanaman
Plot 2
Semusim/
lahan
Tahunan/Campuran
Jarak tanam
Populasi
8m x
1(Kubis)
Semusim
10m
5m x
lamtoro)
10 m
30cm x 40cm
667
1m x 1m
50 kopi
Sebaran
Pada plot 2 terdapat tanaman kubis dan tanaman campuran yaitu kopi, pisang, serta lamtoro. Tanaman kubis
merupakan tanaman semusim yang pada plot tersebut ditanam secara monokultur. Tanaman kubis mempunyai luas 80 m2
dengan jarak tanam (30cm x 40cm). Kemudian pada lahan sebelahnya terdapat tanaman campuran yaitu tanaman kopi,
pisang dan lamtoro. Pada lahan tersebut memiliki luas lahan 50 m2 dengan jumlah tanaman kopi 55.
Biodiversitas tanaman
Form pengamatan biodiversitas tanaman pangan dan tahunan
Plot 3
lansekap
Semusim/
Tahunan/Campuran
Luas
(ha)
x cm)
Populasi
Sebaran
Semusim Monokultur
1/4
40 x 40
15.625
Rapat
Semusim Monokultur
1/2
40 x 40
31.250
Rapat
143
Jarang
Biodiversitas tanaman
Form pengamatan biodiversitas tanaman pangan dan tahunan
Plot 4
Semusim/
Tahunan/Campuran
lansekap
Luas
Jarak tanam
Populasi
Sebaran
Jagung
Semusim
142 m2
(100x40)cm
355
Sedang
Kopi
Tahunan
400 m 2
(2 x 2) m
100
Sedang
Pisang
Semusim
400 m 2
(5x5)m
16
Rendah
Lamtoro
Tahunan
400 m2
(5x4)m
20
Rendah
Pengelolaan Gulma
Kelebatan Gulma
Titik Pengambilan
sampel
Lebat (>
Jarang (<
50%)
50%)
25%)
2
3
Nama ilmiah
Lokasi sampel
Rumput
Pennisetum
Pinus (Plot
Gajah
purpureum
1.1.1)
Cyperus
Lamtoro (Plot
rotundus
1.2.1)
Ageratum
Lamtoro (Plot
Bandotan
conyzoides
1.2.2)
Rumput
Brachiaria
Rumput teki
malela
mutica
Jumlah
Fungsi
80
Gulma
Gulma
15
Gulma
10
Gulma
12
Gulma
10
Gulma
Rumput gajah
(Plot 1.3.1)
Mimosa
Pisang ( Plot
Putri malu
pudica
1.4.1)
Rumput
Cynodon
Pisang ( Plot
grinting
dactylon
1.4.2)
Nama Ilmiah
Lokasi Sampel
Jumlah
Fungsi
Bayam Duri
Amaranthus spinosus
13
Gulma
Rumput Grinting
Cynodon dactylon
14
Gulma
Rumput gajah
Pennisetum purpureum
Gulma
Krokot
Portulaca L
17
Gulma
Bayam duri
Amaranthus spinosus
46
Gulma
Rumput Grinting
Cynodon dactylon
41
Gulma
Babandotan
Ageratum conyzoides
Gulma
Krokot
Portulaca L
24
Gulma
Rumput Belulang
Eleusine indica
14
Gulma
Rumput teki
Cyperus rotundus
Gulma
Rumput Grinting
Cynodon dactylon
30
Gulma
Rumput Belulang
Eleusine indica
80
Gulma
Babandotan
Ageratum conyzoides
16
Gulma
Krokot
Portulaca L
14
Gulma
Bayam duri
Amaranthus spinosus
Gulma
Rumput
grinting
Nama ilmiah
Nama Ilmiah
Portulaca oleracea
Cynodon dactylon
Semanggi
Marsilea crenata
Putri Malu
Mimosa pudica
Rumput
malela
Rumput kenop
Rumput Teki
Rumput kenop
Brachiaria mutica
Lokasi sampel
Lokasi Sampel
Plot 2.1.1
(kubis)
Plot 2.1.1
(kubis)
Plot 2.1.2
(Kubis)
Plot 2.1.2
(Kubis)
Plot 2.2.1
(kopi)
Cyperus kyllingia
Plot 2.2.1
Endl
(kopi)
Cyperus rotundus
Plot 2.2.2
(kopi)
Cyperus kyllingia
Plot 2.2.2
Endl
(kopi)
Jumlah
Fungsi
Jumlah
Fungsi
jarang
Gulma
jarang
Gulma
jarang
Gulma
jarang
Gulma
jarang
Gulma
jarang
Gulma
jarang
Gulma
jarang
Gulma
Nama ilmiah
Cyperus rotundus
Lokasi sampel
Plot 4.1.1
Jumlah
lebat
Fungsi
Gulma
(jagung)
Ketul
Bidens pilosa
Rumput
grinting
lebat
Gulma
lebat
Gulma
lebat
Gulma
lebat
Gulma
lebat
Gulma
lebat
Gulma
lebat
Gulma
lebat
Gulma
Gulma
Setaria plicata
banyak
Gulma
Ageratum
Plot 4.1.2
conyzoides
(jagung)
18
Gulma
Setaria plicata
banyak
Gulma
Cynodon dactylon
Ketul
Bidens pilosa
Rumput
grinting
Cynodon dactylon
Krokot
Bandotan
Rumput kenop
Jamarak
Bandotan
Jamarak
Plot 4.1.1
(jagung)
Plot 4.1.1
(jagung)
Plot 4.1.1
(jagung)
Plot 4.1.2
(jagung)
Plot 4.1.2
(jagung)
Plot 4.1.2
(jagung)
Portulaca
Plot 4.1.2
oleracea
(jagung)
Ageratum
Plot 4.1.2
conyzoides
(jagung)
Cyperus kyllingia
Endl
Pinus (Plot
Lamtoro
Rumput
Pisang
1.1)
(Plot 1.2)
Pennisetum
Teki-tekian
Daun sempit/rumput
purpureum
Cyperus
Brachiaria
Cynodon
rotundus
mutica
dactylon
Ageratum
Daun Lebar
conyzoides
Mimosa
-
pudica
Teki
ladang
atau
Cyperus
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
: Commelinidae
Ordo
: Cyperales
Famili
: Cyperaceae
Genus
: Cyperus
Spesies
2. Rumput grinting
Rumput grinting ini ditemukan pada
lahan jagung. Rumput grinting (Cynodon
Dactylon) adalah jenis rumput yang memiliki
kemampuan agak berlebihan dalam hal
bertahan hidup dibandingkan rumput jenis lain seperti rumput teki, rumput gajah,
rumput manila, dan sebagainya. Rumput ini mampu bertahan hidup di lahan yang
tandus dalam musim kemarau sekalipun pertumbuhan daunnya menjadi minim.
Ketika terkena mata bajak dan garu rumput ini akan tetap terus hidup selama
akarnya bersinggungan dengan tanah.
Klasifikasi
Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Subkingdom
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
: Commelinidae
Ordo
: Poales
Famili
Genus
: Cynodon
Spesies
Cynodon dactylon memiliki daya ekspansi yang besar, pada awalnya adalah
tumbuhan pantai, saat ini sudah merambah di areal pertanian sebagai gulma
yangmenjengkelkan
petani.
Rumput
grinting
merupakan
gulma
pada
tanamanjagung, tebu kapas dan pada tanah perkebunan. Rumput yang sulit
untukdi basmi dengan cara mekanik, seperti dibajak atau di cangkul
maupundengan cara kimia dengan menggunakan herbisida. Kemampuan
diabertahan dan dapat menyebar dengan cepat di pinggiran sugai,pinggiran irigasi
dan pematang sawah sehingga dapat mengalahkan tumbuhan lain, membuat
menarik untuk dibicarakan.(Sutrisno, 2012)
3. Brachiaria mutica
Gulma ini ditemukan pada lahan Jagung di titik
pengamatan yang kami lakukan. Nama lokal gulma
ini adalah rumput malela. Akar Brachiaria mutica
merupakan akar serabut (radi x adventica), akar
keluar dari pangkal batang, jumlahnya banyak dan hampir sama besar, memiliki
banyak rambut pada akarnya.
Batang Brachiaria mutica bagian bawahnya tumbuh menjalar, membentuk
panjang 100-400 cm,bagian tetras tumbuh tegak buku-buku batang ditumbuhi
bulu halus yang panjang, batang berwarna hijau pucat, didekat buku berwarna
agak keunguan, duduk daun berseling. Daun Brachiaria mutica berupa lembaran
atau helaian daun tegar atau tidak elastis bebrbentuk garis atau garis lanset,
permukaan daun berambut jarang, warna helaian daun hijau muda, dan tepnya
merah ungu. Ukuran panjang nya 10-30cm dan lebarnya 5-25 cm. Upih daun
berbentuk bulat ditumbuhi rambut-rambut panjang. Bunga Brachiaria mutica
merupakan bunga majemuk. Tumbuh di ujung batang atau cabang, sumbu utama
persegi panjangnya 15-25cm, cabang tandan berjumlah 9-20.Buah berbentuk
bulat terlur dengan ujung runcing berwarna hijau dan berukuran sangat kecil. Biji
Brachiaria mutica berukuran kurang lebih 3mm, berbentuk bulat panjang dengan
ujung yang runcing, berwarna hijau bercorak ungu, benang sari tiga biasanya
cepat rontok, dan putik dua berwarna ungu.(Mentari, 2013)
Klasifikasi Brachiaria mutica
Kingdom
: Plantae
Phyllum
: Spermatophyta
SubPhyllum
: Angiospermae
Classis
: Monocotyledoneae
Ordo
: Gramineae
Familia
: Gramineae
Genus
: Brachiaria
Species
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi
: Magnoliophyta
Super Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae
Genus
: Mimosa
Spesies
: Mimosa Pudica
Putri malu tumbuh di pinggir jalan, tanah lapang cepat berkembang biak,
tumbuh tidur ditanah. Bentuk batang bulat berbulu dan berduri. Bentu daun kecil2
tersusun majemuk, bentuk lonjong dengan ujung lancip, warna hijau ( ada yang
warna kemerah-merahan). Apabila daun disentuh akan menutup (sensitif plant).
Bunga bulat seperti bola, warna merah muda bertangkai.
5. Pennisetum purpureum (Rumput Gajah)
: Spermatophyta
Sub phylum
: Angiospermae
Class
: Monocotyl
Ordo
: Glumiflora
Family
: Graminae
Sub Family
: Panicoldea
Genus
: Pennisetum
Spesies
: Pennisetum Purpureum
Bandotan
(Ageratum
conyzoides)
(Md.);
serta
Billygoat-weed,
Goatweed, Chick weed, atau Whiteweed dalam bahasa Inggris, tumbuhan ini
mendapatkan namanya karena bau yang dikeluarkannya menyerupai bau
kambing.
Klasifikasi
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Asterales
Famili
: Asteraceae
Genus
: Ageratum
Spesies
Kelompok
Gulma
Teki-tekian
kubis (Plot
Kubis (Plot
2.1.1)
2.1.2)
Kopi(Plot 2.2)
Kopi(Plot 2.2)
Cyperus
Cyperus kyllingia
rotundus
Endl
Cyperus rotundus
Daun
Cynodon
Brachiaria
sempit/rumput dactylon
mutica
Portulaca
Daun Lebar
oleracea
Marsilea crenata
Mimosa pudica
ditemukan Cynodon dactylon dengan jumlah jarang. Pada kelompok berdaun lebar
ditemukan Portulaca oleracea dengan jumlah jarang. Pada lahan kubis di titik kedua
tidak didapatkan adanya kelompok gulma teki-tekian dan kelompok gulma berdaun
sempit. Pada kelompok berdaun lebar ditemukan Marsilea crenata dan Mimosa
pudica dengan jumlah jarang.
Pada lahan kopi di titik pertama didapatkan adanya kelompok gulma tekitekian yaitu Cyperus rotundus dengan jumlah jarang. Selanjutnya pada kelompok
gulma berdaun sempit/rumput ditemukan Brachiaria mutica dengan jumlah jarang.
Pada lahan kopi di titik pertama tidak ditemukan adanya kelompok gulma berdaun
lebar. Pada lahan kopi di titik kedua hanya didapatkan kelompok gulma teki-tekian
yaitu Cyperus kyllingia Endl dan Cyperus rotundus dengan jumlah jarang.
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
: Commelinidae
Ordo
: Cyperales
Famili
: Cyperaceae
Genus
: Cyperus
Spesies
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub Divisio
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Bangsa
: Cyperales
Famili
: Cyperaceae
Genus
: Cyperus
Spesies
3. Rumput grinting
Rumput grinting ini ditemukan pada
lahan jagung. Rumput grinting (Cynodon
Dactylon) adalah jenis rumput yang memiliki
kemampuan agak berlebihan dalam hal
bertahan hidup dibandingkan rumput jenis
lain seperti rumput teki, rumput gajah,
rumput manila, dan sebagainya. Rumput ini mampu bertahan hidup di lahan yang
tandus dalam musim kemarau sekalipun pertumbuhan daunnya menjadi minim.
Ketika terkena mata bajak dan garu rumput ini akan tetap terus hidup selama
akarnya bersinggungan dengan tanah.
Klasifikasi
Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Subkingdom
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
: Commelinidae
Ordo
: Poales
Famili
Genus
: Cynodon
Spesies
Cynodon dactylon memiliki daya ekspansi yang besar, pada awalnya adalah
tumbuhan pantai, saat ini sudah merambah di areal pertanian sebagai gulma
yangmenjengkelkan
petani.
Rumput
grinting
merupakan
gulma
pada
tanamanjagung, tebu kapas dan pada tanah perkebunan. Rumput yang sulit
untukdi basmi dengan cara mekanik, seperti dibajak atau di cangkul
maupundengan cara kimia dengan menggunakan herbisida. Kemampuan
diabertahan dan dapat menyebar dengan cepat di pinggiran sugai,pinggiran irigasi
dan pematang sawah sehingga dapat mengalahkan tumbuhan lain, membuat
menarik untuk dibicarakan.(Sutrisno, 2012)
4. Brachiaria mutica
Gulma ini ditemukan pada lahan Jagung di titik
pengamatan yang kami lakukan. Nama lokal gulma
ini adalah rumput malela. Akar Brachiaria mutica
merupakan akar serabut (radi x adventica), akar
keluar dari pangkal batang, jumlahnya banyak dan
hampir sama besar, memiliki banyak rambut pada
akarnya.
Batang Brachiaria mutica bagian bawahnya tumbuh menjalar, membentuk
panjang 100-400 cm,bagian tetras tumbuh tegak buku-buku batang ditumbuhi
bulu halus yang panjang, batang berwarna hijau pucat, didekat buku berwarna
agak keunguan, duduk daun berseling. Daun Brachiaria mutica berupa lembaran
atau helaian daun tegar atau tidak elastis bebrbentuk garis atau garis lanset,
permukaan daun berambut jarang, warna helaian daun hijau muda, dan tepnya
merah ungu. Ukuran panjang nya 10-30cm dan lebarnya 5-25 cm. Upih daun
berbentuk bulat ditumbuhi rambut-rambut panjang. Bunga Brachiaria mutica
merupakan bunga majemuk. Tumbuh di ujung batang atau cabang, sumbu utama
persegi panjangnya 15-25cm, cabang tandan berjumlah 9-20.Buah berbentuk
bulat terlur dengan ujung runcing berwarna hijau dan berukuran sangat kecil. Biji
Brachiaria mutica berukuran kurang lebih 3mm, berbentuk bulat panjang dengan
ujung yang runcing, berwarna hijau bercorak ungu, benang sari tiga biasanya
cepat rontok, dan putik dua berwarna ungu.(Mentari, 2013)
Klasifikasi Brachiaria mutica
Kingdom
: Plantae
Phyllum
: Spermatophyta
SubPhyllum
: Angiospermae
Classis
: Monocotyledoneae
Ordo
: Gramineae
Familia
: Gramineae
Genus
: Brachiaria
Species
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Portulacales
Familia
: Portulaceae
Genus
: Portulaca
Spesies
: Portulaca oleracea
tua tak
membentang dan tegak, serta membentuk bunga. Di bawah intensitas cahaya yang
tinggi dapat layu.(Mentari, 2013).
6. Marsilea crenata
Klasifikasi
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
Divisi
: Pteridophyta (paku-pakuan)
Kelas
: Pteridopsida
Ordo
: Salviniales
Famili
: Marsileaceae
Genus
: Marsilea
Spesies
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi
: Magnoliophyta
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae
Genus
: Mimosa
Spesies
: Mimosa Pudica
Putri malu tumbuh di pinggir jalan, tanah lapang cepat berkembang biak,
tumbuh tidur ditanah. Bentuk batang bulat berbulu dan berduri. Bentu daun kecil2
tersusun majemuk, bentuk lonjong dengan ujung lancip, warna hijau ( ada yang
warna kemerah-merahan). Apabila daun disentuh akan menutup (sensitif plant).
Bunga bulat seperti bola, warna merah muda bertangkai.
Tutupan Lahan
3.1 (kubis)
3.2 (kubis)
Teki-tekian
Daun sempit/rumput
3.1 (jagung)
3.2 (jagung)
Cyperus rotundus
Cynodon
Pennisetum
dactylon
purpureum
Eleusine
Cynodon dactylon
indica
Eleusine indica
Daun Lebar
Amaranthus
Amaranthus
Amaranthus
tricolor L
spinosus
tricolor L
Portulaca
Amaranthus
Ageratum
tricolor L
conyzoides
Ageratum
Portulaca L
conyzoides
Portulaca L
Tabel 20. Form tabulasi data kelompok A3
Penjelasan Hasil Pengamatan Gulma
Pada pengamatan gulma dilakukan pada lahan kubis dengan 2 titik
pengamatan dan lahan jagung dengan dua titik pengamatan. Pada lahan kubis di titik
pertama tidak didapatkan kelompok gulma teki-tekian. Selanjutnya pada kelompok
gulma berdaun sempit/rumput ditemukan Cynodon dactylon dengan jumlah 14. Pada
kelompok berdaun lebar ditemukan Amaranthus tricolor L dengan jumlah 13 dan
Portulaca L dengan jumlah 17. Pada lahan kubis di titik kedua tidak didapatkan
adanya kelompok gulma teki-tekian. Selanjutnya pada kelompok gulma berdaun
sempit/rumput ditemukan Pennisetum purpureum dengan 1. Pada kelompok berdaun
lebar ditemukan Amaranthus spinosus dengan jumlah 46,
Portulaca oleracea
ditemukan kelompok gulma berdaun sempit yaitu Eleusine indica dengan jumlah 80.
Pada lahan tersebut ditemukan kelompok gulma berdaun lebar yaitu Amaranthus
spinosus dengan jumlah 3, Ageratum conyzoides dengan jumlah 16, dan Portulaca
L dengan jumlah 14.
1. Cyperus rotundus ( teki ladang)
lahan terbuka. Apabila orang menyebut "teki", biasanya yang dimaksud adalah
jenis ini, walaupun ada banyak jenis Cyperus lainnya yang berpenampilan mirip.
Teki sangat adaptif dan karena itu menjadi gulma yang sangat sulit dikendalikan.
Ia membentuk umbi (sebenarnya adalah tuber, modifikasi dari batang) dan
geragih (stolon) yang mampu mencapai kedalaman satu meter, sehingga mampu
menghindar dari kedalaman olah tanah (30 cm). Teki menyebar di seluruh
penjuru dunia, tumbuh baik bila tersedia air cukup, toleran terhadap genangan,
mampu bertahan pada kondisi kekeringan.
Klasifikasi
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
: Commelinidae
Ordo
: Cyperales
Famili
: Cyperaceae
Genus
: Cyperus
Spesies
2. Rumput grinting
Rumput grinting ini ditemukan pada
lahan jagung. Rumput grinting (Cynodon
Dactylon) adalah jenis rumput yang memiliki
kemampuan agak berlebihan dalam hal
bertahan hidup dibandingkan rumput jenis
lain seperti rumput teki, rumput gajah,
rumput manila, dan sebagainya. Rumput ini mampu bertahan hidup di lahan yang
tandus dalam musim kemarau sekalipun pertumbuhan daunnya menjadi minim.
Ketika terkena mata bajak dan garu rumput ini akan tetap terus hidup selama
akarnya bersinggungan dengan tanah.
Klasifikasi
Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Subkingdom
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
: Commelinidae
Ordo
: Poales
Famili
Genus
: Cynodon
Spesies
Cynodon dactylon memiliki daya ekspansi yang besar, pada awalnya adalah
tumbuhan pantai, saat ini sudah merambah di areal pertanian sebagai gulma
yangmenjengkelkan
petani.
Rumput
grinting
merupakan
gulma
pada
tanamanjagung, tebu kapas dan pada tanah perkebunan. Rumput yang sulit
untukdi basmi dengan cara mekanik, seperti dibajak atau di cangkul
maupundengan cara kimia dengan menggunakan herbisida. Kemampuan
diabertahan dan dapat menyebar dengan cepat di pinggiran sugai,pinggiran irigasi
dan pematang sawah sehingga dapat mengalahkan tumbuhan lain, membuat
menarik untuk dibicarakan.(Sutrisno, 2012)
3. Portulaca oleracea (krokot)
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Portulacales
Familia
: Portulaceae
Genus
: Portulaca
Spesies
: Portulaca oleracea
tua tak
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Classis
: Dicotyledoneae
Familia
: Amaranthaceae
Genus
: Amaranthus
Spesies
: Amaranthus tricolor L
Bentuk tanaman bayam cabut adalah terna (perdu), tinggi tanaman dapat
mencapai 1,5-2 meter, dan berumur semusim atau lebih. Sistem perakaran
menyebar dangkal pada kedalaman antara 20-40 cm dan berakar tunggang.
Tanaman bayam mempunyai daun berbentuk bulat telur dengan ujung agak
: Spermatophyta
Sub phylum
: Angiospermae
Class
: Monocotyl
Ordo
: Glumiflora
Family
: Graminae
Sub Family
: Panicoldea
Genus
: Pennisetum
Spesies
: Pennisetum Purpureum
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
: Hamamelidae
Ordo
: Caryophyllales
Famili
Genus
: Amaranthus
Spesies
: Amaranthus spinosus L.
Memiliki nama-nama lokal yaitu Bayem eri, bayem raja, bayem roda, bayem
cikron (Jawa); Senggang cucuk (Sunda), Bayam keruai (Lampung); Ternyak duri,
ternyak lakek (Madura), Podo aduri (Bugis); Thorny amaranthus (Inggris),
Bayam Duri (Indonesia). Tanaman ini termasuk dari famili Amaranthaceae
. Bayam duri tumbuh baik di tempat-tempat yang cukup sinar matahari dengan
suhu udara antara 25 - 35 Celcius.Sebagai tanda khas dari tumbuhan bayam duri
yaitu pada pohon batang, tepatnya dipangkal tangkai daun terdapat duri, sehingga
orang mengenal sebagai bayamduri.Bentuk daunnya menyerupai belahan ketupat
dan berwarna hijau.
7. Eleusine indica
Klasifikasi
Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio
Divisio
: Magnoliophyta (berbunga)
Kelas
Sub-kelas
: Commelinidae
Ordo
: Poales
Familia
Genus
: Eleusine
Spesies
: Eleusine indica
(bandotan )
Gulma
Bandotan
(Ageratum
conyzoides)
(Md.);
serta
Billygoat-weed,
Goatweed, Chick weed, atau Whiteweed dalam bahasa Inggris, tumbuhan ini
mendapatkan namanya karena bau yang dikeluarkannya menyerupai bau
kambing.
Klasifikasi
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Asterales
Famili
: Asteraceae
Genus
: Ageratum
Spesies
Jagung (Plot
4.1.1)
Teki-tekian
Cyperus rotundus
Cynodon
Daun sempit/rumput
Kopi(Plot 4.2.1)
-
Kopi(Plot 4.2.2)
-
Cyperus kyllingia
dactylon
Cynodon dactylon
Endl
Setaria plicata
mutica
Brachiaria mutica
Setaria plicata
Bidens pilosa
Bidens pilosa
Ageratum
Portulaca
conyzoides
oleracea
Brachiaria
Daun Lebar
Ageratum
conyzoides
Kelompok A4
Tabel 21. Form tabulasi data kelompok A4
Penjelasan Hasil Pengamatan Gulma
Pada pengamatan gulma dilakukan pada lahan Jagung dengan 2 titik
pengamatan dan lahan kopi dengan dua titik pengamatan. Pada lahan jagung di
titik pertama didapatkan Cyperus rotundus yang merupakan kelompok gulma
teki-tekian dengan jumlah lebat. Selanjutnya pada kelompok gulma berdaun
sempit/rumput ditemukan Cynodon dactylon dan Brachiaria mutica dengan
jumlah lebat. Pada kelompok berdaun lebar ditemukan Bidens pilosa dan
Ageratum conyzoides dengan jumlah lebat. Pada lahan jagung di titik kedua tidak
didapatkan adanya kelompok
persaingan, dan senyawa allelopati yang dikeluarkan oleh gulma. Pola tanam yang
dipakai pada lahan tersebut adalah monokultur. Pada lahan tersebut tidak ada
pengelolaan tata letak gulma. Pengendalian gulma pada lahan jagung tersebut
masih relatif kurang yang ditandai banyaknya gulma yang
tumbuh di lahan
tersebut. Jagung yang ditanam secara monokultur dan dengan masukan rendah
dapat menurunkan hasil akibat persaingan intensif dengan gulma (Rizal, 2004).
Pada lahan kopi di titik pertama tidak didapatkan adanya kelompok gulma
teki-tekian . Selanjutnya pada kelompok gulma berdaun sempit/rumput ditemukan
Cyperus kyllingia Endl dengan jumlah 5 dan Setaria plicata dengan jumlah
banyak. Pada lahan kopi di titik kedua tidak didapatkan adanya kelompok gulma
teki-tekian dan gulma berdaun lebar. Di titik tersebut ditemukan kelompok gulma
berdaun sempit yaitu Setaria plicata dengan jumlah yang banyak.
Macam-macam Gulma yang Ditemukan di Lahan Jagung dan Lahan Kopi
1. Ageratum conyzoides L
(bandotan )
Gulma Bandotan (Ageratum conyzoides)
ditemukan di lahan Jagung dan Kopi. Gulma
ini adalah sejenis gulma pertanian anggota
suku
Asteraceae.
Gulma
ini
merupakan
: Plantae (Tumbuhan)
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Asterales
Famili
: Asteraceae
Genus
: Ageratum
Spesies
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
: Commelinidae
Ordo
: Cyperales
Famili
: Cyperaceae
Genus
: Cyperus
Spesies
3. Rumput grinting
Rumput grinting ini ditemukan pada
lahan jagung. Rumput grinting (Cynodon
Dactylon) adalah jenis rumput yang
memiliki kemampuan agak berlebihan
dalam hal bertahan hidup dibandingkan rumput jenis lain seperti rumput teki,
rumput gajah, rumput manila, dan sebagainya. Rumput ini mampu bertahan
hidup di lahan yang tandus dalam musim kemarau sekalipun pertumbuhan
daunnya menjadi minim. Ketika terkena mata bajak dan garu rumput ini akan
tetap terus hidup selama akarnya bersinggungan dengan tanah.
Klasifikasi
Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Subkingdom
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
: Commelinidae
Ordo
: Poales
Famili
Genus
: Cynodon
Spesies
(Bidens
pilosa)
Asteraceae
kelompok
gulma
dan
merupakan
berdaun
lebar.
Tanaman ini umumnya ditemukan liar sebagai gulma di tepi jalan, di kebunkebun pekarangan, di perkebunan-perkebunan, atau pada lahan-lahan terlantar.
Nama-nama lainnya adalah acerang, ajeran, hareuga (ketul, petul, ketulan,
ketul kebo, ketul sapi, jaringan, caringan; lanci thuwa, lancing thuwa, cinglancingan. Tumbuhan ini tergolong terna, tinggi dapat mencapai 150 cm.
Batang berbentuk segi empat, warna hijau. Daun bertiga-tiga, masing-masing
berbentuk bulat telur, pinggir bergerigi. Bunga bertangkai panjang, mahkota
bunga berwarna putih dengan putik berwarna kuning. Bagian yang digunakan
Seluruh bagian tumbuhan yang berada di atas tanah.
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Asterales
Famili
: Asteraceae
Genus
: Bidens
Spesies
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub Divisio
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Bangsa
: Cyperales
Famili
: Cyperaceae
Genus
: Cyperus
Spesies
6. Brachiaria mutica
Gulma ini ditemukan pada lahan Jagung di
titik pengamatan yang kami lakukan. Nama
lokal gulma ini adalah rumput malela. Akar
Brachiaria mutica merupakan akar serabut (radi
x adventica), akar keluar dari pangkal batang,
jumlahnya banyak dan hampir sama besar,
memiliki banyak rambut pada akarnya.
Batang Brachiaria mutica bagian bawahnya tumbuh menjalar, membentuk
panjang 100-400 cm,bagian tetras tumbuh tegak buku-buku batang ditumbuhi
bulu halus yang panjang, batang berwarna hijau pucat, didekat buku berwarna
agak keunguan, duduk daun berseling. Daun Brachiaria mutica berupa
lembaran atau helaian daun tegar atau tidak elastis bebrbentuk garis atau garis
lanset, permukaan daun berambut jarang, warna helaian daun hijau muda, dan
tepnya merah ungu. Ukuran panjang nya 10-30cm dan lebarnya 5-25 cm. Upih
daun berbentuk bulat ditumbuhi rambut-rambut panjang. Bunga Brachiaria
mutica merupakan bunga majemuk. Tumbuh di ujung batang atau cabang,
sumbu utama persegi panjangnya 15-25cm, cabang tandan berjumlah 920.Buah berbentuk bulat terlur dengan ujung runcing berwarna hijau dan
berukuran sangat kecil. Biji Brachiaria mutica berukuran kurang lebih 3mm,
berbentuk bulat panjang dengan ujung yang runcing, berwarna hijau bercorak
ungu, benang sari tiga biasanya cepat rontok, dan putik dua berwarna
ungu.(Mentari, 2013)
Klasifikasi Brachiaria mutica
Kingdom
: Plantae
Phyllum
: Spermatophyta
SubPhyllum
: Angiospermae
Classis
: Monocotyledoneae
Ordo
: Gramineae
Familia
: Gramineae
Genus
: Brachiaria
Species
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Portulacales
Familia
: Portulaceae
Genus
: Portulaca
Spesies
: Portulaca oleracea
: Jamarak
Kel. Gulma
: Rumput(gulma berdaun
sempit)
Pengendalian
umum lebih efektif
Penggunaan
herbisida
Ketersediaan unsur hara yang ada dalam plot pengamatan, memiliki tingkat
unsur hara yang mampu menyokong kebutuhan tumbuh tanaman dapat dilihat
dari secara menyeluruh tanaman yang ada dalam plot dapat tumbuh dengan
baik. Walaupun ada lebih dari 1 tanaman dalam plot tetapi sistem
perakarannya yang digunakan untuk menyerap unsur hara berbeda-beda
jenisnya, untuk tanaman pisang memiliki sistem perakaran serabut, dan tidak
memiliki akar tunggang, untuk petai cina Mempunyai sistem perakaran akar
tunggang, sedangkan untuk tanaman kopi Meskipun merupakan tanaman
tahunan, tetapi umumnya mempunyai akar tunggang dimana perakaran
dangkal. Dengan begitu ketersediaan unsur hara dalam tanah dapat diserap
oleh masing-masing tanaman sesuai dengan kebutuhannya.
Ketersediaan air dalam tanah dapat diperoleh dari dalam tanahnya
langsung, ataupun dengan menggunakan alat untuk melakukan irigasi.
Ketersediaan air tergantung pada curah hujan, kemampuan tanah menahan air,
besarnya
evapotranspirasi
(penguapan
langsung
melalui
tanah
dan
Lahan 1
a. Kupu-Kupu (Appias libythea)
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Pieridae
Genus
: Appias
Spesies
: Appias libythea
Peranan Serangga
: Serangga Lain
(Kartasapoetra,1991)
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Formicideae
Genus
: Camponotus
Spesies
: Camponotus caryae
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Libellulidae
Genus
: Neurothemis
Spesies
: Neurothemis sp
d. Jangkrik (Gryllide)
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Gryllidae
Genus
: Gryllide
Spesies
: Gryllide
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
:-
Genus
: Lycosa
Spesies
: Lycosa pseudoannulata
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Acrididae
Genus
: Oxya
Spesies
: Oxya chinensis
2. Lahan 2
a. Belalang Hijau (Oxya chinensis)
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Acrididae
Genus
: Oxya
Spesies
: Oxya chinensis
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Coccinelidae
Genus
: Coccinella
Spesies
: Coccinella arcuata
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Libellulidae
Genus
: Neurothemis
Spesies
: Neurothemis sp
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
:-
Genus
: Lycosa
Spesies
: Lycosa pseudoannulata
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Formicideae
Genus
: Camponotus
Spesies
: Camponotus caryae
3. Lahan 3
a. Semut Hitam (Camponotus caryae)
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Formicideae
Genus
: Camponotus
Spesies
: Camponotus caryae
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Cimicidae
Genus
: Limex
Spesies
: Limex totundatus
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Acrididae
Genus
: Oxya
Spesies
: Oxya chinensis
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Acrididae
Genus
: Phlaeoba
Spesies
: Phlaeoba furnosa
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
:-
Genus
: Lycosa
Spesies
: Lycosa pseudoannulata
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Libellulidae
Genus
: Orthetrum
Spesies
: Orthetrum sabina
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Acrididae
Genus
: Oxya
Spesies
: Oxya chinensis
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Acrididae
Genus
: Phlaeoba
Spesies
: Phlaeoba furnosa
d. Jangkrik (Gryllide)
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Gryllidae
Genus
: Gryllide
Spesies
: Gryllide
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Pieridae
Genus
: Appias
Spesies
: Appias libythea
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Formicideae
Genus
: Camponotus
Spesies
: Camponotus caryae
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Pentatomidae
Genus
: Nezara
Spesies
: Nezara viridula
h. Semut Merah
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insekta
Family
: Formicidae
Genus
: Oechophylla
Spesies
: Oechophylla smaragdina
c.
Jumlah Individu
Hama
1
3
9
19
MA
5
2
3
9
SL
3
1
2
2
Total
9
6
14
30
e.
Hama
11,11
50,00
64,29
30,00
Segitiga Fiktorial
1. Plot 1
Serangga Lain
Hama
Musuh Alami
2. Plot 2
Serangga Lain
Hama
Musuh Alami
Presentase (%)
MA
55,56
33,33
21,43
30,00
SL
33,33
16,67
14,29
6,67
3. Plot 3
Serangga Lain
4.
Musuh Alami
Hama
Plot 4
Serangga Lain
Hama
Musuh Alami
dapat ditarik kesimpulan pada lahan 2 yang berpopulasi paling banyak adalah
hama dimana presentasi populasinya mencapai 50% kemudian populasi terbesar
kedua adalah musuh alami sebanyak 33,33% dan untuk presentasi populasi yang
paling sedikit adalah serangga lain sebesar 16,67%.
Ciri biologi dari hama kepik hitam adalah serangga dewasa (kumbang)
berwarna hitam, aktif pada malam hari dan bersembunyi di dalam dan di sekitar
bonggol pisang atau di antara pelepah batang semu pisang. Serangga dewasa
berukuran 12 mm dan dapat hidup 1-3 tahun, akan tetapi produksi telur relatif
sedikit yaitu 1-3 butir per minggu (Gold et al., 1993 cit Purnomo, 1996).
Kebanyakan telur diletakkan pada tanaman pisang terutama dekat pelepah dan
dasar batang semu kira-kira 5 cm di bawah permukaan tanah.
Kerusakan yang ditimbulkan berupa larvanya membuat terowongan pada
bonggol pisang yang merupakan tempat masuknya patogen penyebab penyakit
lain seperti Fusarium sehingga menyebabkan kerusakan dan busuknya jaringan
bonggol pisang. Pada serangan berat, bonggol pisang dipenuhi lubang gerekan
yang kemudian menghitam dan membusuk. Kerusakan yang diakibatkan oleh
hama ini menyebabkan tanaman muda mati, lemahnya sistem perakaran dan
transportasi makanan terhenti. Gejala serangan terlihat daun menguning dan
ukuran tandan berkurang sehingga produksi menurun. Pengendaliannya dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Tanam bibit yang bebas dari hama penggerek bonggol.
b. Sanitasi lingkungan dengan membersihkan sisa-sisa batang dan bonggol
yang telah ditebang, kemudian dibakar.
c. Menangkap kumbang dewasa dengan perangkap yang terbuat dari bonggol
dan batang pisang, kemudian serangga dikumpulkan dan dimusnahkan.
d. Menggunakan musuh alami seperti Beauveria bassiana Balsamo.
e. Insektisida berbahan aktif karbofuran, monokrotofos.
Capung (Ordonata) termasuk serangga karnivora karena capung suka
menyantap hewan lain pada saat menetaskan telur-telurnya. Pada saat masih larva,
mereka memakan plankton, ikan-ikan kecil, serta larva lain. Disaat sayap mereka
mulai berkembang, capung muda memiliki bagian tubuh khusus yang berada
disekitar kepalanya yang berfungsi sebagai tongkat untuk memudahkan
menangkap ikan-ikan kecil. Disaat dewasa capung merupakan predator alami dari
nyamuk sehingga populasi capung yang banyak bisa menjadi pengontrol yang
efektif dalam menanggulangi penyebaran nyamuk pada suatu tempat(Price,
1997).Menurut Dadan hindayanan (2011), Bila terdapat banyak laba-laba di
kebun petani, hama lebih mudah terkendali. Laba-laba tidak mengalami
metamorfosa. Setelah telur menetas, keluarlah laba-laba kecil, dan berganti kulit
beberapa kali. Laba-laba kecil bentuknya sama dengan laba-laba dewasa. Ada
jenis laba-laba yang membuat jaring untuk menangkap mangsanya. Ada juga yang
berburu di tanah atau di tanaman. Laba-laba betina biasanya jauh lebih besar
daripada laba-laba jantan. Karenanya, sulit dipercaya bahwa betina dan jantan
adalah jenis yang sama. Laba-laba jantan harus mendekati betina dengan hati-hati
karena berbahaya. Mungkin si betina sedang lapar. Kadang-kadang jantan tidak
jadi kawin, tetapi dimakan oleh si betina. Sering pula terjadi bahwa si betina
memakan jantan setelah selesai kawin.
Semut merupakan serangga yang tergolong ke dalam famili Formicidae dan
ordo Hymenoptera. Sebagian besar semut mempunyai lokasi tertentu dan
mempunyai sarang perenial dengan wilayah untuk mencari makan yang terbatas
(Chung & Mohamed, 1996; Peck et al., 1998; Hashimoto et al., 2001, Andersen et
al., 2002; Longino et al., 2002).
Berdasarkan segitiga fiktorial plot 2 dapat diketahui bahwa titik-titik
koordinat lebih mendekati titik sudut hama dan musuh alami dengan presentase
hama sebesar 50% dan musuh alami sebesar 33,33%. Dari persentase tersebut
kami menyimpulkan bahwa jumlah serangga paling dominan di plot
agroforestri tersebut adalah serangga hama dibandingkan dengan populasi
musuh alami dan serangga lain. Hal itu menunjukkan bahwa kemungkinan
terjadinya ledakan hama agak besar sebab populasi musuh alami lebih sedikit
dibanding populasi serangga hama.
Tindakan yang perlu dilakukan untuk menangani kondisi tersebut adalah
dengan cara melakukan pengendalian hama menggunakan pestisida tetapi dalam
jumlah yang tidak terlalu banyak dan tidak mencemari lingkungan. Hal tersebut
dikarenakan apabila pengendalian hama hanya dilakukan dengan musuh alami
saja maka dapat dimungkinkan terjadi ledakan hama pada plot agroforestri
tersebut. Oleh karena itu masih diperlukan penggunaan pestisida hingga jumlah
dari serangga hama tidak jauh melebihi musuh alami atau selisih presentase
jumlah serangga hama dan musuh alami hanya sedikit sehingga musuh alami
masih bisa mengendalikan hama yang ada.
Perbandingan Hasil Pengamatan
a. Jumlah
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada titik 1, titik 2, titik 3, dan
titik 4. Jumlah hama, musuh alami, serangga lain setiap titik memiliki jumlah
yang berbeda.pada titik 1 jumlah hama yang ditemui sebanyak 1ekor atau 11,11%
dari total jumlah hama yang ditemui pada plot tersebut, di titik 2 sebanyak 3 ekor
atau 50% dari total jumlah hama yang ditemui pada plot tersebut , di titik 3
sebanyak 9 atau 64,29% dari total jumlah hama yang ditemui pada plot tersebut
ekor dan dititik 4 ada 19 ekor atau 30% dari total jumlah hama yang ditemui pada
plot tersebut. Hama yang paling banyak ditemui pada titik 4. Jumlah musuh alami
juga berbeda-beda pada setiap titik. Pada titik 1 ditemui sebanyak 5 ekor atau
55,56% dari total jumlah hama yang ditemui pada plot tersebut, pada titik 2
sebanyak 2 ekor atau 33,33% dari total jumlah hama yang ditemui pada plot
tersebut, pada titik tiga sebanyak 3 ekor 21,43% dari total jumlah hama yang
ditemui pada plot tersebut dan pada titik 4 sebanyak 9 ekor atau 30% dari total
jumlah hama yang ditemui pada plot tersebut. Keberadaan musuh alami yang
paling banyak ditemui pada plot 4. Sedangkan untuk serangga lain, sama halnya.
Setiap titik memiliki jumlah yang berbeda. Dititk satu ditemui serangga lain
sebanyak 3 atau 33,33% dari total jumlah hama yang ditemui pada plot tersebut ,
pada titik dua sebanyak 1 atau 16,67% dari total jumlah hama yang ditemui pada
plot tersebut, pada titik tiga sebanyak 2 ekor atau 14,29% dari total jumlah hama
yang ditemui pada plot tersebut, dan pada titik empat sebanyak 2 ekor atau 6,67%
dari total jumlah hama yang ditemui pada plot tersebut. pada plot 1 lebih banyak
ditemui serangga lain. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh maka hama
yang paling banyak pada titik pengamatan ke 4, hal ini juga dipengaruhi
oleh factor pengolahan lahannya, yang mana pada lahan ke 4 sistem tanam
yang dilakukan adalah system monokultur dengan tanaman pinus. Selain itu,
factor lain yang menyebabkan adalah bahwa titik ke empat itu memiliki
ketinggian yang lebih tinggi dari titik pengamatan yang lainnya hal ini akan
mendorong penyebaran hama karena pada lahan yang tinggi itu anginnya
lebih kencang.
Angin akan berpengaruh terhadap proses penyebaran hama. Pergerakan udara
merupakan salah satu faktor yang penting dalam penyebaran serangga. Arah dari
penyebaran serangga terkadang mengikuti arah angin. Angin berpengaruh
terhadap perkembangan hama, terutama dalam proses penyebaran hama tanaman.
Misalnya kutu daun dapat terbang terbawa angin sejauh 1.300 km, seperti
penyebaran kutu loncat (Heteropsylla cubana). Seperti pada tahun 1986, kutu
loncat lamtoro mengalami ledakan (Outbreak atau Explosive) pada daerah yang
luas dalam waktu relatif singkat. Belalang kayu (Valanga nigricornis Zehntneri
Krauss), bila terdapat angin dapat terbang sejauh 3-4 km. Selain mendukung
penyebaran hama, angin kencang dapat menghambat kupu-kupu untuk bertelur,
bahkan dapat mematikannya (Tarumingkeng, 1994).
b. Jenis hama
Jenis hama, musuh alami, dan serangga lain yang dijumpai pada titik satu, titik
dua, titik tiga dan titik empat memiliki jenis hama yang sama dan ada yang
berbeda. Pada titik 1 hama yang ditemukan adalah belalang hijau (Oxya
chinensis). Musuh alaminya adalah semut (Camponotus caryae), laba-laba
(Lycosa pseudoannulata) dan capung (Neurothemis sp).
Sedangkan untuk
tanaman dan pola tanam yang sedang di aplikasikan. Jenis tanaman yang
dimaksudkan sebagai inang pada hama tersebut.
Tanaman inang adalah tanaman yang menjadi makanan dan tempat tinggal
organisme hama. Makanan merupakan faktor lainnya yang sangat menentukan
perkembangan populasi serangga hama. Faktor kualitas dan kuantitas makanan
akan memberikan pengaruh pada tinggi rendahnya perkernbangan populasi.
Makanan merupakan sumber gizi yang dipergunakan oleh serangga untuk hidup
dan berkembang biak. Jika makanan tersedia dengan kualitas yang sesuai, maka
populasinya akan cepat meningkat. Sebaliknya, jika makan kurang, maka
populasinya akan menurun. Pengaruh jenis makanan, kandungan air dalam
makanan dan besarnya butiran material juga berpengaruh terhadap perkembangan
suatu jenis serangga. Dalam hubungannya dengan makanan, masing-masing jenis
serangga memiliki kisaran inang yang berbeda yaitu Monofag (hidup dan makan
hanya pada satu atau beberapa spesies dalam satu famili tertentu), Polifag (hidup
dan makan pada berbagai spesies pada berbagai famili), dan Oligofag (hidup dan
makan pada berapa spesies dalam satu famili) (Jumar, 2000).
penanaman
pepohonan)
merupakan
pelayanan
terhadap
Stop 1 : Hutan
Kemiringan : 190 atau 42%
Gambar 1. Stopsite 1. Hutan
No
Penggunaan Tutupan
lahan
lahan
Manfaat
lereng
Hutan
1
Produksi
Pinus
G, K
B, K,
Lamtoro
Bi
Rumput
Gajah
Tingkat tutupan
Posisi
pakuan
Pisang
B, D
Paku-
Kanopi
Seresah
Jumlah
spesies
43
10
2500
86
8
CKerapatan
(ton/ha)
S
S
R
Stock
150
Penggunaan
Tutupan
lahan
lahan
Kebun
1
campuran
Manfaat
Posisi
Tingkat tutupan
Jumlah
lereng
Kanopi Seresah
spesies
B, D,
Kerapatan
15
B, K
20
Gajah
A/T/B
Pisang
D, B
10
Sawo
B, K
Jambu
B, K
Waru
Kersen
B, K
Nangka
K, Bi
Lamtoro
K, D, B
Kopi
Rumput
(ton/ha)
Pohon
Talas
C-Stock
80
No
Penggunaan Tutupan
lahan
lahan
Manfaat
Posisi
lereng
Rumput
1
Tegal
Sawah
Tingkat tutupan
Kanopi Seresah
Jumlah
spesies
CKerapatan
(ton/ha)
12
31250
Cabai
B, K
112
Pisang
D, B
10
Jagung
D, B
15625
87
Gajah
Kelapa
K, D, B
Kubis
156
Rumput
Gajah
Stock
Tingkat tutupan
lereng
Kanopi
Penggunaan
Tutupan
lahan
lahan
Pemukiman
Rumah
Pekarangan
Pisang
B, D
44
Kelapa
Gajah
Pepaya
Singkong
Rambutan
Kelengkeng
Mangga
No
Manfaat
Jumlah
Seresah spesies
Rumput
Kerapatan
S
594
C-Stock
(ton/ha)
0
T
1
Bambu
68
Labu
Pokak
dengan vegetasi tanaman semusim seperti yang terdapat pada stop 4 tersebut
memiliki tingkat cadangan karbon (C-stock) 1 ton/ha.
Perbedaan nilai cadangan karbon (C-stock) pada tiap stop site tersebut
dikarenakan jenis penggunaan lahan yang berbeda serta jenis tutupan lahannya.
Lahan hutan memiliki nilai cadangan karbon yang lebih tinggi dibandingkan
dengan lahan yang lain. Hal tersebut dikarenakan pada lahan hutan masih terdapat
banyak pohon yang bisa menyimpan karbon dalam jumlah yang banyak. Hutan
pada stop site 1 yang telah kita amati memiliki nilai C-ctock sebesar 150 ton/ha.
Selanjutnya lahan yang memiliki nilai cadangan karbon tinggi setelah
hutan adalah agroforestri. Pada lahan agroforestri masih terdapat beberapa pohon
yang dapat menyimpan karbon dalam jumlah banyak. Namun jumlah dan
kerapatan tanaman pada lahan agroforestri tidak sebanyak pada lahan hutan
sehingga cadangan karbonnya lebih rendah apabila dibandingkan dengan hutan.
Pada lahan agroforestri yang telah kami amati memiliki nilai cadangan karbon
sebesar 80 ton/ha.
Setelah agroforestri terdapat lahan dengan budidaya tanaman semusim
yang memiliki nilai cadangan karbon sebesar 1 ton/ha. Hal tersebut dikarenakan
pada lahan tanaman semusim sangat jarang dijumpai pohon sehingga nilai
simpanan karbon hanya sedikit. Selanjutnya untuk pemukiman tidak memiliki
nilai simpanan karbon.
Luas
Jumlah
Tanaman
tanam(ha)
Produksi(kg)
Jagung
Kopi
Nilai
Harga/unit Produksi
0.25
2000
3600
7200000
4000
4000 16000000
1. Tanaman Jagung
Tabel 30. Biaya Total Tanaman Jagung dalam 1x Panen
Jagung
Unit
Harga/unit
Jumlah biaya
Biaya Tetap
Peralatan(penyusutan)
Traktor
100000
100000
Selang(m)
50
200
10000
Alat Semprot
3333
3333
Cangkul
1000
2000
0.25
116667
29167
20
15000
300000
Urea(sak)
90000
720000
Ponska(sak)
125000
250000
TS(sak)
125000
250000
Curacron(liter)
75000
150000
40000
80000
Luas Lahan(ha)
Biaya Variabel
Benih(Kg)
Pupuk
Tenaga Kerja
Dalam Keluarga
Luar Keluarga
P
endapat
Penggarapan lahan
60000
120000
Panen
15
40000
600000
Jumlah
2014500
=Rp 5.185.500
= TR/TC
= 7.200.000/2.014.500
= 2.6
an
= TR-TC
=Rp
Unit
Harga/unit
Jumlah biaya
Gunting
5000
20000
Alat Semprot
10000
20000
Cangkul
3000
12000
Luas Lahan(ha)
350000
350000
Peralatan(penyusutan)
Jumlah
402000
10
15000
150000
Ponska(sak)
125000
500000
TS(sak)
125000
500000
105000
105000
1.5
160000
240000
Pupuk
Pestisida
Dithane M-45
Sevin 85 S
Tenaga Kerja
Dalam Keluarga
40000
80000
Luar Keluarga
Penyiangan
80000
320000
Pemangkasan
120000
480000
Panen
200000
1000000
Jumlah
3375000
TFC (biaya
TVC (Biaya
tetap)
variabel
402.000
3.375.000
Total biaya(TC)
3.777.000
Total
Total
biaya(TC)
Penerimaan
3.777.000
Total
Penerimaan
16.000.000
16.000.000
Pendapatan
1.222.3000
Keterangan:
1. Penyiangan dilakukan 1 tahun 2x, dengan biaya tenaga kerja per hari Rp
40.000
2. Pemangkasan dilakukan 1 tahun 3x, dengan biaya tenaga kerja per hari Rp
40.000
3. Pemanenan dilakukan 1 tahun sekali semala 5 hari dengan biaya tenaga
kerja per hari Rp 40.000
Kelayakan Usaha Tani Tanaman Kopi
I
NPV
= I ,pendapatan
=14% ,12.223.000
= 10.721.929,82
Berdasarkan perhitungan NPV untuk tanaman kopi tersebut, tanaman kopi
layak untuk dilakukan karena NPV kopi lebih besar dari 1 (>1) yaitu sebesar
10.721.929,82.
penggunaan
pupuk
budidaya
pupuk organik agar keadaan tanah tetap terjaga dan unsur hara yang
tersedia untuk tanaman tetap tercukupi.
3. Minimalisasi resiko-resiko alamiah yang mungkin terjadi di lapang
a. Risiko Sosial
Sumber pertama risiko adalah masyarakat, artinya tindakan orangorang menciptakan kejadian yang menyebabkan penyimpangan yang
merugikan dari harapan kita. Contohnya: banyaknya alih fungsi lahan
yang awalnya lahan pertanian berubah menjadi lahan perumahan
(bangunan-bangunan).
b. Risiko Fisik
Ada banyak risiko fisik yang sebagiannya adalah fenomena alam,
sedangkan lainnya disebabkan kesalahan manusia. Contohnya antara
lain:
c. Risiko Ekonomi
Banyak risiko yang dihadapi petani yang ada di daerah Tulungrejo
yaitu terjadinya kenaikan harga bibit, benih dan pupuk, serta
penyewaan lahan. Sedangkan harga panen (hasil panen) yang rendah
atau fluktuatif sehingga keuntungan petani tidak stabil.
Yang berarti bahwa
yang
mengaplikasikannya
agar
tetap
simbiosis
atau
memanfaatkan satu sama lain. Dan pada dasarnya manusia tidak merusak
tanaman dan hewan, harus saling mengasihi agar ketersediaan pangan
antara manusia, hewan dan tanaman tetap ada (terjaga). Dan tidak hanya
ketiga aspek tersebut yang diperhatikan melainkan lingkungan adalah
pendukung besar keberlangsungan hidup ketiga aspek tersebut seperti
tanah, air dan udara. Contoh pada tanah, apabila tanah digunakan sebagai
lahan budidaya maka penggunaan pestisida dan pupuk kimia terlalu
berlebih, agar tanah tidak rusak sehingga dapat digunakan untuk budidaya
dalam jangka waktu yang panjang sehingga kesediaan makan dari ketiga
aspek tersebut terpenuhi.
acara
yang
dilakukan
masyarakat
seperti
tayub
Masyarakat
melakukan
pengendalian
hama/penyakit
tanaman
Plot 1
Plot 2
Plot 3
Plot 4
Produksi
vvv
vvv
Vvv
vvv
Air
Karbon
vvv
vvv
Hama
Gulma
Keberhasilan
pestisida kimia pada lahan budidaya, dengan adanya praktek tersebut maka akan
mencemari baik tanah maupun air yang berada pada lansekap, selain itu
pembukaan lahan besar-besaran pada era orde baru yang digunakan sebagai lahan
monokultur maka berdampak pada penurunan serapan karbon yang berakibat
tingkat polusi yang semakin tinggi. Dilihat di lapang tidak ada koridor sebagai
sarana perpindahan serangga dari satu plot ke plot yang lain.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
LAMPIRAN
1. Sketsa Transek Lokasi Pengamatan (Plot 2)