Bab 1.3.a
Bab 1.3.a
Mardiasmo (2004;2) dijelaskan mengenai pengertian sektor publik dilihat dari sudut
pandang ilmu ekonomi yaitu sebagai berikut : Sektor publik adalah suatu entitas yang
aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik
dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik. Jadi, sektor publik merupakan suatu
wadah pemerintah untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik untuk memenuhi
kebutuhan publik dengan mengutamakan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan
segala aktivitasnya sektor publik menyusun seluruh kegiatan dan program kerjanya dalam
sebuah anggaran.
Anggaran pada sektor publik memiliki fungsi yang sama dengan anggaran pada perusahaan
komersil, yaitu sebagai pernyataan mengenai rencana kerja yang akan dilakukan pada periode
waktu tertentu. Anggaran sektor publik menurut Mardiasmo (2004;62) yaitu sebagai berikut :
Anggaran sektor publik merupakan suatu rencana kegiatan yang dipresentasikan dalam
bentuk rencana perolehan pendapatan dan balanja dalam satuan moneter.
Anggaran sektor publik merupakan rincian seluruh aspek kegiatan yang akan dilaksanakan
yang tersusun atas rencana pendapatan dan pengeluaran yang akan dilaksanakan dalam kurun
waktu satu tahun. Anggaran sektor publik dibuat untuk membantu pemerintah dalam
membantu tingkat pertumbuhan masyarakat seperti listrik, air bersih, kualitas kesehatan,
pendidikan dan lain sebagainya agar terjamin secara layak dan tingkat kesejahteraan
masyarakat akan semakin terjamin serta penggunaan dan pengalokasiannya lebih efektif dan
efisien. Anggaran sektor publik penting karena beberapa alasan berikut:
1. Anggaran merupakan alat pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial
ekonomi, menjalin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
2. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tak terbatas
dan terus berkembang sedangkan
diperlukan
untuk
meyakinkan
bahwa
pemerintah
telah
bertanggung
Pemerintah menggunakan anggaran sebagai alat untuk merancang program kerja atau
langkah -langkah yang akan dilakukan setiap aktivitas dapat terarah dan terkontrol dengan
baik. Anggaran sektor publik menjadi kendali dan tolok ukur untuk setiap aktivitas yang
dilkukan. Menurut Mardiasmo (2004; 6 3-66) dikemukakan bahwa anggaran sektor
publik memiliki beberapa fungsi utama yaitu sebagai berikut : 1. Anggaran sebagai alat
perencanaan (Planning Tool). 2. Anggaran sebagai alat pengendalian (Control Tool). 3.
Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal (Fiscal Tool). 4. Anggaran sebagai alat politik
(Political Tool). 5. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi (Coordination and
Comunication Tool). 6. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja (Performance Meansurment
Tool). 7. Anggaran sebagai alat motivasi (Motivation Tool) 8. Anggaran sebagai alat untuk
menciptakan ruang publik (Public Sphere).
Anggaran yang berpihak pada orang miskin (pro poor budget) adalah hal yang sangat
penting dari sebuah upaya pengentasan kemiskinan dan pemenuhan hak-hak dasar warga
negara. Implementasi pro poor budget dalam proses penganggaran juga akan mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi riil, penyediaan lapangan kerja, peningkatan pelayanan
dasar, dan memperkuat perlindungan sosial, tidak hanya bagi masyarakat miskin tetapi juga
semua warga negara (Septyandrica et al ; 2008). Oleh karenanya, anggaran negara APBN dan
APBD yang pro poor tidak semata-mata dilihat dari besarnya alokasi anggaran bagi rakyat
miskin.
Terlepas dari upaya yang telah dilakukan, pemerintah Indonesia belum sepenuhnya
mampu mewujudkan anggaran yang pro rakyat miskin. Hal ini lebih disebabkan oleh
lemahnya perencanaan dan implementasi anggaran dan bukan karena faktor terbatasnya
anggaran (Septyandrica et al ; 2008). Ini bisa dilihat dari peran sektor pajak sebagai sumber
pendapatan yang belum maksimal, masih terbatasnya kebijakan stimulus fiskal serta masih
kecilnya alokasi belanja sosial dalam APBN.
Secara umum, strategi untuk mewujudkan anggaran pro rakyat miskin dalam proses
penganggaran dapat dilakukan melalui tiga hal, yaitu: (i) memperbaiki sisi pengelolaan
keuangan negara dengan mengkoordinasikan kebijakan fiskal dan moneter untuk mendorong
stimulus fiskal, pertumbuhan yang pro poor, serta proses penganggaran yang transparan,
partisipatif dan akuntabel; (ii) menguatkan sisi pendapatan dengan mengoptimalkan peran
pajak untuk mengatasi defisit anggaran serta menurunkan pajak yang memberatkan rakyat
miskin; serta (iii) mengefektifkan sisi belanja negara dengan melakukan peningkatan belanja
modal serta alokasi investasi pada sektor krusial (infrastruktur dasar, partanian dan UKM);
meningkatkan agregat belanja sosial, khususnya anggaran pendidikan dan kesehatan serta
pelayanan dasar lainnya, dan memilih jenis subsidi yang paling efektif dan menyentuh rakyat
miskin.
Saat ini, kemiskinan sudah menjadi problem serius bagi bangsa Indonesia. Pergantian
kekuasaan di Indonesia ternyata tidak memberikan perubahan yang berarti terhadap keadaan
rakyat miskin di Indonesia. Meskipun Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional
tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya ke dalam UU No 11 Tahun 2005 dan UndangUndang Dasar 1945 pun telah mengamanahkan bahwa "fakir miskin dan anak telantar
dipelihara oleh negara" (Pasal 34 Ayat 3), tetapi pada kenyataannya rakyat masih menderita
dalam kemiskinan. Kemiskinan tidak saja menyangkut problem ekonomi, sosial, kultural dan
agama, tetapi juga problem struktural atau kemiskinan yang disebabkan oleh orientasi
kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat miskin.
Di Indonesia urusan penanggulangan kemiskinan sebenarnya telah dijamin secara
tegas dalam UUD 1945, khususnya dalam pasal pasal berikut. Pasal 27 ayat 2 : Tiap-tiap
warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; Pasal
28 B ayat 2 : Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Lebih jauh dijelaskan pada pasal 28 C ayat 1, yaitu : Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya
demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Pasal 28 H
(ayat 1-4) berturut-turut menegaskan soal jaminan hak hidup dan sejahtera bagi warga
Negara. Ayat 1 adalah: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan. Ayat 3 berbunyi : Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
Peraturan pemerintah tentang Pro Poor Budgeting diatur pada Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007. Regulasi itu cukup panjang lebar menjelaskan
tentang apa saja yang harus diperhatikan oleh penyusun program dan anggaran APBD, antara
lain : 1. Keadilan anggaran dalam mengalokasikan belanja daerah harus mempertimbangkan
keadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa
diskriminasi pemberian pelayanan, 2. Efisien dan efektivitas anggaran pada dana yang
tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. 3. Taat azas,
APBD tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya. 4. Prinsip partisipasi masyarakat sehingga
masyarakat mengetahui hak dan kewajiban dan pelaksanaan APBD. 5. Transparansi dan
akuntanbilitas anggaran yaitu APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara
terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat.
Menurut data yang dikeluarkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) jumlah dan
persentase penduduk miskin, garis kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan dan Indek
Keparahan kemiskinan provinsi sumatera selatan pada bulan maret 2014 sbb : Pada bulan
maret 2014 mencatat jumlah penduduk kota dan desa miskin sebanyak 1.100,83 juta jiwa
atau 13,91 %, di bulan September 2013 sebanyak 1.108,21 juta jiwa atau 14,06 % sedangkan
di bulan maret 2013 sebanyak 1.110,37 atau 14,24 % .
Pada kasus demikian kemiskinan rakyat pedesaan tidak semata disebabkan kurangnya
modal agregat di pedesaan. Dari hasil penelitian (Tri Wahyu Rejekiningsih;2011) diketahui
bahwa karakteristik warga miskin di kota Semarang antara lain: kepala rumah tangga
sebagian besar berpendidikan rendah (tamat SD), bekerja sebagai buruh, dan mempunyai
tanggungan three jiwa. Selain itu diketahui bahwa terjadi adanya ketidakmerataan dalam
distribusi bantuan kepada warga miskin Karena itu paradigma anggaran yang berpihak pada
rakyat miskin (pro poor budget) menjadi mendesak urgen ketika mencermati kebijakan
anggaran daerah dewasa ini.
Anggaran pro poor juga mampu menjadi salah satu jawaban bagi gejala kronis
patologi penganggaran daerah yang seringkali tidak mempunyai dampak ekonomi dalam
masyarakat. Proses penyusunan APBD cenderung sekedar sebuah akrobat barter kepentingan
antar kekuatan politik daerah. Sering terjadi bahwa untuk menanggulangi defisit APBD
akibat pembengkakan biaya rutin pejabat daerah, memicu penggerusan anggaran publik
dengan melakukan mark up pada anggaran rutin.
Hal yang paling sederhana untuk menilai apakah suatu anggaran itu dikatakan pro
poor atau tidak dapat dilihat dari seberapa besar alokasi anggarannya untuk pemenuhan hakhak rakyat atas ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Sebab ketiga variabel di atas berkait
langsung dengan pemberantasan kemiskinan
dari berbagai kebutuhan. Semakin besar porsi yang dialokasikan untuk belanja rutin pegawai
dalam APBD, maka semakin kecil alokasi untuk kepentingan masyarakat miskin. Kedua,
APBD merupakan instrumen untuk meningkatkan tanggung gugat atau akuntabilitas publik.
Ketiga, APBD menunjukkan keterbatasan sumber daya (scarcity of resources). Hal ini bisa
terlihat dari kondisi ketidakberdayaan publik untuk memperoleh akses dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya. Keempat, APBD merupakan instrumen bagi pemerintah meningkatkan
kualitas hidup masyarakat. (Fathur Rahman;2011)
Salah satu tantangan dalam kebijakan anggaran dan akuntabilitas serta transparansi
anggaran adalah bagaimana memastikan kinerja pemerintah dalam wewenang budget
influencing hingga budget making berjalan. Sayangnya, meski wewenang mereka cukup
besar, wewenang itu belum disertai kapasitas memadai dari para anggota pemerintahan untuk
memastikan akuntabilitas dan integritas perencanaan dan pelaksanaan APBD. Sementara itu
Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun
Asas Pelayanan Publik antara lain menyangkut Transparansi; Akuntabilitas; Kondisional;
Partisipatif; Kesamaan Hak; Keseimbangan Hak dan Kewajiban (Keputusan MenPAN
No. 63/KEP/M.PAN/7/2003) tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik
masalah
tersebut
maka
peneliti
bermaksud
mengambil
judul
Perumusan Masalah
Terdapat berbagai permasalahan orang tua siswa dalam bidang pendidikan salah
satunya masih banyaknya murid yang tidak meneruskan sekolahnya. Hal ini terjadi karena
orang tua yang tidak mampu membayar iuran sekolah dan tidak mampu memberi uang saku
untuk jajan dan transport anak nya ke sekolah. Dari hal tersebut dapat di ambil
permasalahannya yaitu :
1. Bagaimana Akuntanbilitas pemerintah dalam implementasi kesejahteraan masyarakat
di bidang pendidikan ?
2. Bagaimana Transparansi pemerintah dalam implementasi kesejahteraan masyarakat di
bidang pendidikan ?
3. Apakah anggaran APBD telah berpihak berdasarkan Pro-Budgeting ?
4. Apakah telah efektif dan efektif penerapan Pro-Poor budgeting di dalam
pemerintahan?