Anda di halaman 1dari 4

Mungkin hampir sebagian orang sudah mengetahui tentang antibiotik.

Yaantibiotik yg dikenal
masyarakat memang dianggap sebagai obat dewa dalam penyembuhan penyakit.

Namun

demikian, dewasa ini penggunaan antibiotik kurang cermat dalam masyarakat yang dapat
menyebabkan berbagai dampak negatif.
Sebelum membahas cara pemakaian antibiotik yg benar, sedikit akan dijelaskan mengenai
antibiotik tersebut.
tahun 1942.

Istilah antibiotik diciptakan oleh Bapak Selman Waksman pada kisaran

Secara umum, antibiotik terdiri dari dua jenis antibiotik yang umum, yaitu

antiobiotik bakteriostatik dan antibiotik bakterisida. Bakteriostatik adalah antibiotik yg kerjanya


menghentikan pertumbuhan bakteri. Sedangkan bakterisida adalah antibiotik yang kerjanya
membunuh bakteri. Antibiotik memliliki banyak golongan, yaitu golongan
Untuk dapat memberikan efek terapi, suatu obat harus mencapai konsentrasi tertentu di dalam
darah, dan konsentrasinya tersebut tidak sama untuk semua jenis obat (membahas antibiotik).
Dengan demikian dibuatlah suatu sediaan dengan dosis dan cara pakai tertentu. Jadi untuk
mendapatkan terapi yang diinginkan, konsentrasi obat dalam darah harus dipertahankan pada
konsentrasi terapi. Untuk mempermudah memahaminya saya akan buat dalam bentuk grafik
sederhana.

Jadi, Supaya kita mendapatkan efek terapi optimal suatu obat, kita harus mempertahankan
konsentrasi obat dalam darah pada konsentrasi terapi (berwarna hijau) selama mengkonsumsi
obat. Biasanya, dosis dan cara pakai yang dianjurkan oleh Apoteker saat menyerahkan obat
akan memberikan konsentrasi terapi, jika pasien mengikuti anjuran yang diberikan Apoteker.
Makanya, ada obat yang diberikan Sekali sehari, dua kali sehari, tiga atau ada yang empat kali
sehari.

Bagian bawah konsentrasi terapi berbatasan dengan konsentrasi subterapi. Apabila selama
konsumsi obat, konsentrasi obat hanya dicapai pada konsentrasi subterapi, maka kemungkinan

besar pasien tidak akan sembuh dari infeksi yang dideritanya, justru malah akan menambah
kekuatan penginfeksi karena penginfeksi akan membentuk system pertahanan yang baru yang
lebih kuat (resistensi). Sedangkan pada bagian atas Konsentrasi terapi berbatasn dengan
konsentrasi toksik. Dimana, apabila konsentrasi obat dalam darah mencapai konsentrasi toksik
dapat menyebabkan kercunan obat pada pasien. Keracunan obat dapat bersifat fatal bahakan
dapat menyebabkan kematian pada obat-obat yang memiliki range terapi sempit. Sehingga,
biasanya kalau di rumah sakit, obat-obat yang memiliki range terapi sempit, kadar obat dalam
darah pasien harus selalu dikontrol.

Apa saja hal-hal yang memungkinkan terjadinya obat pada konsentrasi subterapi atau pada
konsentrasi toksik?? Jawaban utamanya adalah KETIDAKPATUHAN PASIEN dalam hal cara
dan waktu mengkonsumsi obat sesuai dengan yang dianjurkan apoteker.

Misal. Ada suatu antibiotik yang diresepkan, cara pakainya sehari tiga kali satu tablet.
Bagaimanakah Anda memahami cara tersebut? Bisa saya pastikan, Anda akan meminum obat
tersebut tiga kali sehari setiap habis makan. Demikian bukan? Apakah cara ini benar?? Cara
yang benar bukanlah demikian.

Oke. Mari kita bahas dimana kesalahannya dan bagaimana cara yang benarnya?

Sehari, normalnya kita makan tiga kali. Sarapan pagi (jam 7), makan siang (jam 1 siang) dan
makan malam (kira-kira jam 8). Kalau mengikuti ini pola konsumsi obat antibiotik yang carapa
pakai sehari 3 kali, apa yang akan terjadi?? Mari kita lihat. Jarak antara dari jam 7 pagi-1 siang
adalah 6 jam, dari jam 1siang-8 malam adalah 7 jam dan jarak dari jam 8 malam-7 pagi lagi
adalah 11 jam. Jadi, jika kita mengikuti pola ini maka jarak waktu konsumsi obat adalah 6, 7,
dan 11 jam. Pola jarak waktu konsumsi yang tidak teratur inilah yang akan memungkin
terjadinya konsentrasi obat dalam darah pada daerah subterapi ataupun pada konsentrasi
toksik. Jarak yang terlalu dekat akan menimbulkan konsentrasi obat mencapai konsntrasi
toksik, sebaliknya jarak yang terlalu jauh akan memungkinkan konsentrasi obat dalam darah
pada konsentrasi subterapi.

Setelah kita melihat kesalahan di atas, maka akan dibahas bagaimana cara yang benar.
Bagaimana kira-kira menurut Anda? Saya yakin, Anda sudah akan mengerti. Yup, kita
meminum obatnya tiga kali sehari, setiap delapan jam. Apakh ini harus? Iya, harus. Jika tidak,

kejadian seperti yang salah di atas. Anda dapat merancang sendiri kapan saja anda akan
meminum obat antibiotik supaya tidak meminumnya pada waktu yang terlalu malam atau terlalu
pagi. Atau Anda dapat menanyakan kepada apoteker di apotek saat Anda membeli obat,
supaya dirancang kapan saja waktu Anda meminum obat.

Sama halnya untuk obat antibiotik dengan cara minum 1, 2, atau 4 kali sehari. Kalau yang satu
kali berarti diminum setiap 24 jam, dua kali sehari berarti diminum setiap 12 jam dan kalau
empat kali sehari diminum setiap enam jam.

Selain yang di atas, apalagi masalah yang sering terjadi sehingga pengobatan dengan antibiotik
gagal? PASIEN TIDAK MENGKONSUMSI OBAT SAMPAI HABIS. Kadang, satu sampai tiga
kali kita minum obat sudah mulai terasa mendingan, sehingga kita STOP meminum obat,
padahal obat antibiotik yang diresepkan masih tersisa. Ini juga akan menjadi problem pada
pasien. Kenapa? Kemungkinan besar, jika sejumlah obat yang diresepkan dokter tidak kita
habiskan, maka penginfeksi yang menyerang tubuh kita belum sempat tereradikasi (terbunuh)
semua. Sisa-sisa yang belum terbunuh inilah yang dapat berkembang biak kembali dan akan
menginfeksi ulang pada tubuh Anda. Jangan harap, akan sembuh lagi dengan meminum
antibiotik dengan jenis dan dosis yang sama untuk mengobati infeksi ulang ini. Biasanya,
penginfeksi juga sudah resisten dengan obat yang sebelumnya.

Jadi, sangat penting untung mematuhi anjuran yang diberikan oleh apoteker supaya pasien
dapat sembuh dari penyakitnya (terutama pengobatan infeksi dalam hal ini). Saat menebus
resep ke apotek, tanyakan pada apoteker apakah dalam resep terdapat antibiotik atau tidak,
bagaimana waktu dan cara meminum obat yang diresepkan. Bila perlu, minta apoteker untuk
merancang kapan Anda harus meminum obat.
Yang paling ditakutkan adalah jika terlalu sering minum antibiotik, suatu saat tidak ada lagi
antibiotik yang mempan terhadap orang tersebut. Semakin sering seseorang minum antibiotik,
semakin resisten bakteri-bakteri dalam tubuh orang tersebut. Lebih disayangkan lagi, bibit
penyakit yang resisten itu, dapat ditularkan ke masyarakat dan dapat menyebabkan lingkungan
tersebut potensial terinfeksi kuman yang sudah resisten antibiotik. Penggunaan antibiotik yang
tidak tepat durasi dan dosis juga akan memprmudah terjadinya resistensi antibiotik.
Mengingat banyaknya efek samping dari penggunaan antibiotik yang kurang cermat,
masyarakan hendaknya tidak membeli antibiotik secara sembarangan. Jika sakit, berobatlah ke

dokter dan dokter akan mempertimbangkan apakah antibiotik akan diperlukan untuk mengobati
penyakit anda.

Demikianlah sedikit mengenai cara pakai/konsumsi antibiotik yang baik dan benar, semoga
dapat membantu Anda.

Anda mungkin juga menyukai