Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I
PEDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Promosi Kesehatan di institusi pendidikan (Health Promoting School)
yang dicanangkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2005)
menggunakan model holistik yang meliputi hubungan antar aspek fisik,
mental, sosial, dan lingkungan. Konsep ini melibatkan keluarga dengan
mendorong partisipasinya dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
peserta didik (mulai dari usia dini) tentang kesehatan serta menunjukkan
makna lingkungan sebagai penyumbang kesehatan anak seperti kondisi fisik
sekolah, sanitasi air bersih, dan lingkungan bermain. Pembentukan perilaku
sehat di institusi sekolah memiliki peran penting karena jumlah anak sekolah
yang signifikan dari total keseluruhan jumlah penduduk Indonesia.
Institusi pendidikan dipandang sebagai sebuah tempat yang strategis
untuk mempromosikan kesehatan sekolah juga merupakan institusi yang
efektif untuk mewujudkan pendidikan kesehatan, dimana peserta didik dapat
diajarkan tentang maksud perilaku sehat dan tidak sehat serta konsekuensinya
(Sarafino, 2004). Peserta didik dengan umur 6-12 tahun merupakan kelompok
usia sekolah dasar (Wong, 2009). Pembentukan perilaku kesehatan sejak dini
di institusi pendidikan lebih mudah pelaksanaannya daripada setelah anak
menginjak usia dewasa.
Perilaku kesehatan yang buruk pada anak dapat mendatangkan
berbagai jenis penyakit. Data penyakit yang diderita oleh anak sekolah (SD)
terkait prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah penyakit kecacingan 4060% (Profil Depkes RI, 2005), anemia anak sebesar 23,2 % (Yayasan Kusuma
Buana, 2007), karies dan periodental sebesar 74,4 % (SKRT, 2001). Badan
Kesehatan Dunia atau World Health Organization mencatat bahwa setiap
tahun 100.000 anak Indonesia meninggal akibat diare. Data Departemen
Kesehatan menyebutkan bahwa di antara 1000 penduduk terdapat 300 orang
yang terjangkit penyakit diare sepanjang tahun. Data Survei Sosial Ekonomi

Nasional (Susenas) tahun 2004 menyebutkan sekitar 3% anak-anak mulai


merokok sejak kurang dari 10 tahun. Persentase orang merokok tertinggi
(64%) berada pada kelompok umur remaja (15-19 tahun). Hal ini berarti
bahaya rokok pada masyarakat yang rentan yakni anak-anak dan berdampak
pada masa remaja. Departemen Kesehatan (2006), menyatakan bahwa
penderita TB anak masih 397. Data departemen kesehatan menunjukkan kasus
TB pada anak di seluruh Indonesia tahun 2007 sebanyak 3.990 kasus.
Kebiasaan PHBS harus ditanamkan sejak dini agar bisa terbawa
hingga usia tua. Murid Sekolah Dasar (SD) cenderung menjadi target yang
tepat untuk dibekali dengan hal yang positif seperti PHBS untuk hidup lebih
sehat. Usia anak sekolah adalah usia yang masih muda, mereka masih
membutuhkan bantuan dan tuntunan dari orang di sekitar lingkungannya yaitu,
orang tua, guru dan teman. Pada dasarnya keluarga merupakan unit terkecil
bagi suatu bangsa yang memungkinkan untuk menjadi awal dari proses
pendidikan dan sosialisasi budaya baik, seperti salah satunya adalah budaya
PHBS. Namun, karena kesibukkan orang tua yang harus mencari nafkah,
maka anak-anak cenderung lebih banyak berkomunikasi dan menghabiskan
waktu bersama dengan guru dan teman-temannya di lingkungan sekolah.
Dalam hal ini komunitas sekolah memegang peranan penting dalam
penanaman kebiasaan PHBS (Anggraeny, 2012).
Adiwiryono

(2010),

menyatakan

bahwa

PHBS

pada

tatanan

pendidikan adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru, dan masyarakat


lingkungan sekolah agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan PHBS dan
berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Sasaran pembinaan PHBS di
sekolah adalah siswa, warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan sekolah,
komite sekolah, dan orang tua siswa), dan masyarakat lingkungan sekolah
(penjaga kantin, satpam, dan lain-lain). Anak yang memasuki pendidikan pada
tingkat Sekolah Dasar (SD) sangat tergantung kepada guru kelasnya di
sekolah sehingga guru kelas merupakan faktor penting dalam pendidikan anak
SD termasuk dalam pembentukan PHBS di sekolah. Sekolah selain sebagai
tempat belajar bagi anak juga merupakan sarana bersosialisasi dengan teman

sebaya dan lingkungan. Selain dengan guru di sekolah, seorang anak juga
berinteraksi dengan temannya khususnya ketika istirahat di sekolah. Seorang
anak secara psikologis cenderung meniru apa yang dilihat dalam
kesehariannya termasuk juga perilaku kesehatan yang dilakukan dan
ditanamkan oleh orang tuanya di rumah dan temannya di sekolah, sehingga
faktor tersebut juga dapat berpengaruh terhadap PHBS anak di lingkungan
sekolah.
Dwigita (2012), menyatakan bahwa orang tua dan guru adalah sosok
pendamping saat anak melakukan aktifitas kehidupannya setiap hari. Peranan
mereka sangat dominan dan sangat menentukan kualitas hidup anak di
kemudian hari, sehingga sangatlah penting bagi mereka untuk mengetahui dan
memahami permasalahan dan gangguan kesehatan pada anak usia sekolah
yang cukup luas dan kompleks. Deteksi dini gangguan kesehatan anak usia
sekolah dapat mencegah atau mengurangi komplikasi dan permasalahan yang
diakibatkan menjadi lebih berat lagi. Peningkatan perhatian terhadap
kesehatan anak usia sekolah tersebut, diharapkan dapat tercipta anak usia
sekolah Indonesia yang cerdas, sehat dan berprestasi.
Beberapa penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi PHBS
di sekolah telah dilakukan, di antaranya oleh Adiwiryono (2010), tentang
PHBS pada anak usia dini di Kecamatan Koja Jakarta Utara, hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna (p value < 0,05) peran
guru, orang tua, teman, orang tua teman, dan penjaga kantin sekolah dengan
praktik PHBS, sementara jenis kelamin secara statistik tidak menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna (p value 0,05) terhadap praktik PHBS.
Suryadi (2012), melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan PHBS pada murid SD Negeri 1 Kota Subulussalam Tahun 2011. Hasil
penelitian ditemukan bukti empiris bahwa ada hubungan antara tingkat
pengetahuan siswa dengan PHBS dengan p value = 0,009, ada hubungan
antara sikap dengan PHBS dengan p value 0,002, ada hubungan antara
fasilitas dan sarana dengan PHBS dengan p value 0,03, dan ada hubungan
antara peran guru dengan PHBS dan p value 0,007. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Sumananingrum (2006) tentang hubungan faktor individu dan


pola asuh keluarga dengan perilaku hidup bersih dan sehat pada anak sekolah
dasar di 2 SD Kelurahan Kukusan Kecamatan Beji Depok. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara faktor individu
dan pola asuh keluarga dengan PHBS pada anak sekolah dasar di Kelurahan
Kukusan Kecamatan Beji Depok.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan terhadap 10 siswa/siswi SDN
1 Kedungmundu dengan metode wawancara menggunakan kuesioner
sederhana dan observasi yang berisi 10 pertanyaan tentang PHBS terdiri dari
kebiasaan mandi 2 kali sehari, keramas, gosok gigi, potong kuku, membuang
sampah pada tempatnya, jajan makanan sehat disekolah, cuci tangan sebelum
makan, ketersediaan jamban di sekolah, dan pemeriksaan kuku rutin oleh
guru, diperoleh hasil bahwa 7 orang siswa memiliki PHBS yang buruk yakni
dengan memiliki kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan dengan
sabun, buang sampah sembarangan, makan jajanan yang tidak sehat di
sekolah, memiliki rambut yang kotor serta kuku tangan dan kaki yang panjang
dan kotor. Hasil wawancara dengan guru kelas didapatkan informasi bahwa
pemeriksaan kuku tangan, kaki, kebersihan dan kerapian rambut dilaksanakan
dengan tidak program tersecara kontinyu, pelaksanaannya kadang dilakukan
dalam dua minggu sekali, sebulan sekali bahkan pernah 3 bulan tidak
dilaksanakan pemeriksaan.
Wawancara dengan kepala sekolah SD Kedungmundu Semarang
tentang program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) sebagai wahana untuk
menciptakan pembentukan PHBS pada siswa diperoleh keterangan bahwa
selama ini UKS tidak memiliki program kegiatan yang rutin tentang
peningkatan kesehatan warga sekolah khususnya tentang PHBS yakni
pemeriksaan kuku rutin, pemeriksaan kebersihan kamar mandi dan jamban,
pemeriksaan tendon air bersih yang bebas dari jentik nyamuk, pemeriksaan
gigi secara berkala tiap 6 bulan sekali dan penimbangan berat badan serta
pengukuran tinggi badan siswa. Ruang UKS hanya berisi 1 buah bed, kursi
dan meja serta kotak obat P3K yang berfungsi untuk melakukan pertolongan

sementara jika ada siswa yang sakit demam, pusing dan diare. Hasil observasi
yang dilakukan terhadap buku jurnal harian pada kelas 3, 4, dan 5
menunjukkan selama bulan April 2013 terdapat 4 siswa tidak masuk sekolah
dan pulang pada saat jam pelajaran di sekolah karena sakit diare dan 3 siswa
ijin pulang sebelum jam pelajaran selesai karena sakit demam, hal ini
mengindikasikan kemungkinan adanya permasalahan praktik PHBS yang
kurang baik pada siswa di sekolahnya. Berdasarkan hasil wawancara juga
diperoleh keterangan bahwa program dokter kecil yang diharapkan dapat
menjadi pelopor bagi PHBS siswa tidak ada, hal ini mengindikasikan
kurangnya kesadaran dari pihak pengelola sekolah tetang arti pentingnya
keberadaan anggota dokter kecil yang direkrut dari para siswa yang
diharapkan dapat menjadi teladan pelaksanaan PHBS di sekolah.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena di atas, maka penulis ingin
mengetahui lebih lanjut tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan PHBS
siswa di SDN Kedungmundu Kecamatan Tembalang Semarang. Untuk itu
perlu dilakukan penelitian dengan judul Faktor-faktor yang mempengaruhi
praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Siswa SDN
Kedungmundu Semarang.

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah peran orang
tua, peran guru, dan peran teman sebaya di sekolah berhubungan dengan
praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada siswa SDN
Kedungmundu Semarang?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan peran orang tua, peran guru, dan peran teman
sebaya di sekolah dengan praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
pada siswa SDN Kedungmundu Semarang.

2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik siswa SDN Kedungmundu Semarang.
b. Mendeskripsikan peran orang tua di rumah dalam membentuk praktik
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada siswa di SDN
Kedungmundu Semarang.
c. Mendeskripsikan peran guru di sekolah dalam membentuk praktik
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada siswa di SDN
Kedungmundu Semarang.
d. Mendeskripsikan peran teman sebaya di sekolah dalam membentuk
praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada siswa di SDN
Kedungmundu Semarang.
e. Mendeskripsikan praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
pada siswa di SDN Kedungmundu Semarang.
f. Menganalisis hubungan peran orang tua di rumah dengan

praktik

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada siswa di SDN


Kedungmundu Semarang.
g. Menganalisis hubungan peran guru di sekolah dengan praktik Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada siswa di SDN Kedungmundu
Semarang.
h. Menganalisis hubungan peran teman sebaya di sekolah dengan praktik
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada siswa di SDN
Kedungmundu Semarang.

D. Manfaat Penelitian
1. Sekolah
Hasil penelitian dapat dijadikan bahan masukan terhadap sekolah tentang
faktor yang mempengaruhi praktik PHBS sehingga pihak sekolah dapat
merumuskan strategi kepada siswa agar memiliki praktik PHBS yang baik
di sekolah.

2. Siswa
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kondisi
siswa yang berhubungan dengan praktik PHBS sehingga siswa dapat lebih
memperhatikan praktik PHBS di sekolah untuk mendapatkan kualitas
kesehatan yang lebih baik guna mendukung kegiatan belajar mengajar.
3. Puskesmas
Hasil penelitian merupakan informasi yang dapat dimanfaatkan oleh
Puskesmas untuk menentukan strategi peningkatan kualitas kesehatan
masyarakat di wilayah kerjanya khususnya PHBS pada anak usia sekolah
dasar.
4. Penelitian
Hasil penelitian dapat dijadikan referensi untuk penelitian sejenis pada
masa yang akan datang.

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1
Keaslian Penelitian
Nama
(Tahun)
Wahyuni
(2011)

Suryadi
(2012)

Judul

Variabel

Gambaran Karakteristik
Keluarga
Tentang
Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) pada
Tatanan Rumah
Tangga
di
Desa
Karangasem
Wilayah
Kerja Puskesmas Tanon
II Sragen
Faktor-Faktor
yang
berhubungan
dengan
Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat pada Murid
SD Negeri 1 Kota
Subulussalam
Tahun
2011.

Pendidikan,
pengetahuan,
pekerjaan dan
umur.

Pengetahuan
siswa, Sikap
siswa, fasilitas
dan Sarana
penunjang,
peran guru, dan
PHBS

Metode
Penelitian
Deskriptif

Korelasio
nal

Hasil
Mayoritas keluarga di Desa
Karangasem wilayah kerja
Puskesmas Tanon II Sragen
tidak sekolah, berpengetahuan
rendah
tentang
PHBS,
bekerja sebagai petani, dan
berumur
41-60
tahun
termasuk dalam kategori orang
tua.
Ada hubungan antara tingkat
pengetahuan siswa dengan
PHBS dengan p value = 0,009,
ada hubungan antara Sikap
dengan PHBS dengan p value
0,002, ada hubungan antara
Fasilitas dan Sarana dengan
PHBS dengan p value 0,03,
dan ada hubungan antara Peran
Guru dengan PHBS dan p
value 0,007

Adiwir
yono
(2010)

PHBS pada anak usia Peran guru,


dini di Kecamatan Koja orang tua,
Jakarta Utara
teman, orang tua
teman, penjaga
kantin sekolah,
praktik PHBS,
dan jenis
kelamin anak

Korelasio
nal

Sumana
ningrum
(2006)

Hubungan
faktor
individu dan pola asuh
keluarga
dengan
perilaku hidup bersih
dan sehat pada anak
sekolah dasar di 2 SD
Kelurahan
Kukusan
Kecamatan Beji Depok.

Korelasio
nal

Faktor individu,
pola asuh
keluarga, dan
PHBS

Ada hubungan yang bermakna


(p value < 0,05) peran guru,
orang tua, teman, orang tua
teman, dan penjaga kantin
sekolah dengan praktik PHBS,
sementara jenis kelamin tidak
menunjukkan hubungan yang
bermakna (p value 0,05)
terhadap praktik PHBS.
Terdapat
hubungan
yang
bermakna
antara
faktor
individu dan pola asuh
keluarga dengan PHBS pada
anak
sekolah
dasar
di
Kelurahan
Kukusan
Kecamatan Beji Depok.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel bebas
yaitu peran orang tua, peran guru, peran teman sebaya dan praktik PHBS dengan
subyek penelitian yaitu siswa kelas 3 dan 4 pada SD Negeri Kedungmundu
Semarang.

Anda mungkin juga menyukai