Pendahuluan
Panduan dasar pendekatan terbaik (evidence-base) dalam mengambil keputusan didefinisikan
sebagai:
Melakukan pendekatan terbaik secara sungguh-sungguh, eksplisit, dan bijaksana
dalam mengambil keputusan bagi perawatan pasien. (sackett et al., 1996)
Usia lanjut, pada umumnya merupakan usia seseorang dikisaran 65 tahun. Mereka terlihat
nyata dalam populasi yang seringkali menjadi tantangan klinis dalam penegakan diagnostik
dan perawatannya. Para praktisi yang bekerja di bidang ini memerlukan keahlian untuk
mengevaluasi literatur, memecahkan masalah, dan melakukan pendekatan terbaik guna
memutuskan perawatan bagi pasien. Dalam prakteknya, pendekatan terbaik dalam perawatan
tersebut dapat dilakukan dengan mengintegrasikan kemampuan klinis individu dengan
adanya manfaat klinis terbaik dari penelitian yang dilakukan secara sistematis. Memerlukan
satu langkah ke depan dalam mengintegrasikan manfaat terbaik dari penelitian dengan
kemampuan klinis dan kondisi pasien (sackett et al., 2000).
Dalam aplikasi evidence-based decision making (EBDM) di dunia kedokteran gigi, The
American Dental Association (ADA), pusat evidence-based dibidang kedokteran gigi
mendefinisikan ini sebagai proses dalam mencari informasi yang relevan dalam literatur
kedokteran gigi untuk memecahkan masalah yang spesifik, dengan menggunakan metode
ilmiah yang sederhana dan logis kemudian secara cepat menemukan informasi kesehatan
yang falid, dan akhirnya mengaplikasikan informasi tersebut untuk menjawab pertanyaan
klinis (ADA: http:/ebd.ada.org/about.aspx).
Dua puluh lima tahun yang lalu kami mendapat informasi dari beberapa sumber umum: hari
ini baik dokter gigi maupun pasien mendapat banyak informasi dari berbagai sumber. Dokter
gigi bukan lagi satu-satunya atau sumber utama dalam mendapatkan informasi kesehatan gigi
dan mulut bagi pasien.
EBDM dapat diperoleh dari pendekatan manajemen informasi dan adanya fakta ilmiah
dalam keputusan klinis praktis, yang mendukung terwujudnya kualitas perawatan pasien.
Terminologi "kebanjiran informasi" seringkali ditemukan dalam mengelola data yang
diterima saat ini; namun, kebanjiran data bukan merupakan isu yang nyata. Komplain karena
terlalu banyak buku muncul pada abad ke 18 di inggris, francis, dan german (blair, 2010).
Pada akhir abad ke 18 para pembaca mulai merasakan kebiasaan mereka dalam mencetak
banyak buku. Kekhawatiran ini muncul berkaitan dengan cepatnya peningkatan judul baru
yang dicetak, yang meningkat sekitar 150% selama 30tahun. Hari ini kita tidak merasa terlalu
berbeda, kita menjumpai diri kita dibanjiri informasi melalui email dan komunikasi digital.
Wellmon (2012) percaya bahwa banyak jalan bagi kita untuk setuju dengan informasi
disekitar kita. Isu nyata yang terjadi bukan pada seberapa banyak informasi yang diterima
tetapi pada kemampuan menerima dan mengelola informasi baru. Itulah mengapa,
meningkatkan kemampuan dalam mengelola, memfilter, dan menganalisa informasi akan
dapat meningkatkan kemampuan kita dalam menetapkan dan mengenal perawatan pasien.
Proses
EBDM pada klinis praktis dimulai dengan secara jelas menggambarkan pertanyaan terkait
dengan perawatan pasien. Langkah selanjutnya terdiri dari secara efisien mengakses sumber
yang relevan dengan topik informasi. Hal ini diikuti dengan secara kritis menilai temuantemuannya. implementasi dari temuan yang ada diikuti dengan re-evaluasi secara
berkelanjutan dan pengkajian tujuan dalam mengelola penerapan terbaik secara konstan.
Sumber Eviden
Dalam mencari kebenaran, serangkaian informasi dapat diperoleh dari beberapa sumber
yang berbeda. Sumber primer meliputi uji klinis (clinical trials), cohort and case-controled
studies, dan case report. Informasi sekunder meliputi ulasan secara sistematis (systematic
reviews), review of literature, meta-analysis, evidence-based journals, dan evidence-based
clinical guidelines (e.g. ADA). Sumber yang beasal dari website meng-cover seluruh domain
dan memberikan poin-poin perawatan.
Artikel ilmiah, baik dalam bentuk hand copy atau online format, menyajikan subtansi
penelitian dan diskusi akademis diantara para profesional dan merupakan sumber yang layak
bagi EBDM. Dalam hal ini, pada beberapa topik yang popular terdapat pembahasan yang
masuk dalam wilayah abu-abu (grey area). Dalam hal ini, biasanya sulit untuk membedakan
pendekatan mana yang dinilai paling baik dari informasi yang diberikan oleh panel editor.
Artikel yang popular seperti majalah dental di desain untuk memberikan informasi sekaligus
menyenangkan pembaca, dapat berisi beberapa eviden yang berbasis riset akan tetapi dinilai
tidak cukup memadai dalam memperoleh EBDM. Artikel dagang yang menyentuh para
praktisi dalam industri yang spesifik tujuannya untuk memberikan informasi tentang sebuah
produk yang merupakan bagian dari tujuan bisnis dan seharusnya ditinjau kembali.
Kata Kunci
Dalam praktek geriatric dentistry, dimana isu medis seringkali berkaitan dengan
prosedur perawatan, ulasan secara sistematis dapat memberikan tinjauan yang baik dari
pembahasan yang berkaitan dengan topik yang diberikan (contoh apakah terdapat
alasan keilmuan yang kuat dalam pemberian antibiotic premedikasi untuk pasien
dengan pengangkatan sendi (joint replacement)?
Tinjauan penulisan sistematis yang baik memberikan ulasan bagi para praktisi dengan cepat
dan mencakup ulasan penelitian ilmiah dalam pertanyaan klinis yang spesifik. Systematic
Review (SR) menghasilkan rumusan dari beberapa studi untuk menjawab pertanyaan yang
sama: kombinasi secara statistik dan menyaring data dengan kuantitas yang besar, evaluasi
kualitas studi dan keseluruhan eviden dalam tinjauan yang objektif dan menyimpulkan
informasi tentang kegunaan klinis. Hal yang berbeda ditunjukkan melalui studi kasus dan
3
opini dari para pakar dengan memberikan eviden yang kurang memadai, biasanya terbatas
oleh data observasional yang mencerminkan pernyataan kami melakukan ini dalam
prakteknya
Pubmed (USA)
Kata Kunci
IF = banyaknya artikel yang dipublikasikan pada tahun 2009 dan 2010 yang disitasi
oleh jurnal yang terbit selama tahun 2011 / banyaknya sitasi yang dipublikasikan oleh
4
jurnal dalam tahun 2009 dan 2010. Contoh, jika jurnal mendapat nilai IF 10 untuk
2011, itu artinya setiap artikel yang dipublikasikan tahun 2009 dan 2010 mendapat
rata-rata 10 sitasi.
Validiti IF merupakan akibat dari beberapa faktor termasuk fakta bahwa sebagian besar
investigator mensitasi artikel miliknya; popularitas bidang studi; dan jika suatu survey dari
para pakar menunjukkan korelasi yang terbatas pada kualitas jurnal terbaru. Akan tetapi, hal
itu tetap merupakan gold standar untuk rating bagi kontribusi jurnal pada literature ilmiah.
Tabel 9.1 merupakan list dari jurnal yang berkaitan dengan geriatric practice.
Selain itu, untuk mengetahui kualitas sumber, berapa serial pertanyaan untuk menskrining
harus dilakukan pada artikel untk mencerminkan relevansi dari materi. Tergantung pada tipe
informasi (seperti SR, ulasan literature, meta-analisis, laopran kasus), pertanyaannya akan
variatif.
Dibagian mana dari studi ini yang sesuai untuk pertanyaan tersebut?
Apakah ini merupakan alasan presentasi dan interpretasi dari hasil studi?
Dapatkah ulasan studi ini diaplikasikan pada cohort atau lokasi anda?
Kata Kunci
Mempertimbangkan
suatu
pendekatan
untuk
melakukan
pemisahan
dan
penggabungan guna membuat proses menjadi sedikit lebih praktis dan lebih
bermanfaat.
Identifikasi informasi spesialistik dalam praktik anda, kelompok, atau kelompok studi dan
ajukan topic yang spesifik pada seseorang yang menarik dan ajak mereka untk memberikan
laporan temuan dan mulailah untuk berdiskusi. Lakukan pendekatan pada kolega dental dan
sales yang representative dengan tipe pertanyaan systematic-review (SR), tantangan eviden,
dan carilah SR secara mandiri, tidak berasal dari sumber yang bias untuk menunjang
pengambilan keputusan klinis.
Saat menyajikan eviden kepada pasien atau perawatan yang diberikan, harus diberikan secara
informative. Persiapkan dengan sumber-sumber untuk menjawab pertanyaan diawal secara
cepat menemukan informasi tentang usia, sehingga mampu mengarahkan pasien usia lanjut
dan memberikan perawatan dalam proses pengambilan keputusan.
Kata kunci
Penelitian menunjukkan bahwa saat dihadapkan dengan dua pilihan, seseorang akan
membuat keputusan yang efektif; akan tetapi, memberikan tiga atau lebih pilihan akan
membuat kurang efektif dalam pengambilan keputusan dan cenderung akan
mempertahankan keputusan bahwa apa yang mereka lakukan selalu berhasil.
(Redelmeier & Schafir, 1995).
Informasi berikut ini dapat menjadi awal yang baik untuk didiskusikan bersama pasien.
Jantung
Referensi no. 1: Wilson, W., Taubert, K.A., Gewitz, M., et al. (2007) AHA [American Heart
Association] Guideline. Prevention of infective endocarditis. Circulation, 2007, 116, 173654. From 10.1161/CIRCULATIONAHA.106.183095.
Ortopedi
Referensi no. 2: American Association of Orthopedic Surgeons (2012) Information
Statement: Antibiotic Prophylaxis for Bacteremia in Patients with Joint Replacements, Feb
2009.
Update
December
7,
2012.
From
http://www.aaos.org/research/guidelines/PUDP/dental_guideline.asp.
Referensi no. 3: 'Oliver, R., Roberts, G.J., Hooper, L. & Worthington, H.V. (2008)
Antibiotics for the prophylaxis of bacterial endocarditis in dentistry. Cochrane Database of
Systematic Reviews, Issue 4. Art. No. CD003813. DOI: 10.1002/14651858.CD003813.pub3.
apakah
pemberian placebo sebelum prosedur perawatan dental invasif pada pasien beresiko infeksi
endokarditis.
Strategi pencarian, pengumpulan, dan analisis data: Pencarian dilakukan pada MEDLINE
(1950 sampai Juni 2008) dan disesuaikan untuk penggunaan pada Cochrane Oral Health,
Heart and Infectious Disease Groups Trial Register, seperti basis data berikut: CENTRAL
(The Cochrane Library 2008, Issue 2); EMBASE (1980 sampai Juni 2008); dan metaRegister
of Controlled Trials (sampai Juni 2008).
Kriteria inklusi studi: Karena rendahnya insidensi infeksi endokarditis, maka dipilih studi
cohort dan case-control dengan kelompok control atau perbandingan yang cocok.
Intervensi: Pasien yang memiliki peningkatan risiko terhadap infeksi endokarditis diberi
administrasi antibiotik dibandingkan dengan tanpa administrasi antibiotik sebelum prosedur
dental. Studi cohort mengikuti pasien-pasien tersebut dan menilai hasilnya, sedangkan studi
case-control mencocokkan pasien yang terpapar infeksi endokarditis dengan pasien yang
memiliki risiko yang sama tetapi tidak terpapar infeksi endokarditis.
Hasil yang ingin didapatkan: Mortalitas atau kejadian serius yang memerlukan penanganan
rumah sakit; perkembangan infeksi endokarditis setelah prosedur dental pada periode waktu
yang telah dibatasi; perkembangan infeksi endokarditis tanpa prosedur dental sebelumnya;
efek samping dari antibiotik; dan faktor biaya berhubungan dengan pemberian antibiotik.
Pengumpulan dan analisis data: Dua penulis secara mandiri mempelajari studi yang terpilih
untuk inklusi, menilai kualitas, dan mengambil data yang berhubungan dengan hasil yang
ingin didapatkan.
Hasil: Sebuah studi case-control memenuhi kriteria inklusi. Studi tersebut mengumpulkan
semua kasus infeksi endokarditis di Belanda dalam periode dua tahun, dan menemukan
adanya 24 orang terpapar infeksi endokarditis dalam 180 hari pasca mendapatkan prosedur
dental invasif. Mereka telah diberikan antibiotik profilaksis sesuai dengan pedoman terbaru
karena peningkatan risiko endokarditis akibat masalah jantung yang diderita sebelumnya.
Kontrol diambil dari pasien rawat jalan klinik kardiologi lokal dengan permasalahan jantung
yang sama. Mereka mendapatkan prosedur dental invasif tanpa ada kejadian lanjutan yang
menyertainya dalam 180 hari kemudian. Kontrol tersebut dibandingkan berdasarkan usia
dengan kasusnya. Dalam hal ini tidak tampak efek yang signifikan dari antibiotik profilaksis
pada insidensi infeksi endokarditis. Tidak ada studi cohort acak yang memenuhi kriteria
inklusi.
Kesimpulan penulis: Peninjauan sistematis ini mengidentifikasi hanya satu studi case-control
yang memenuhi kriteria inklusi. Dari studi tersebut tidak didapatkan bukti yang jelas apakah
antibiotik profilaksis efektif atau tidak efektif melawan infeksi endokarditis pada pasien yang
berisiko terpapar infeksi endokarditis dan mendapatkan prosedur dental invasif.
Implikasi klinis: Tidak ada cukup bukti untuk mendukung pedoman maupun diskusi yang
telah dipublikasikan apakah potensi bahaya dan biaya dari pemberian antibiotik lebih besar
dari keuntungan yang akan didapatkan. Para dokter perlu untuk mendiskusikan dengan pasien
mengenai dilema dari pemberian antibiotik profilaksis ini sebelum mengambil keputusan.
Karya Tulis Opini yang Berkaitan Mengenai Infeksi Sendi Pasca Perawatan Dental
Referensi no. 4: Little, J.W., Jacobson, J.J., Lockhart, P.B., for American Academy of Oral
Medicine (2010) The dental treatment of patients with joint replacements: a position paper
from the American Academy of Oral Medicine. Journal of the American Dental Association.
141(6), 667-71. Karya tulis opini ini ditulis dengan dukungan dari pimpinan American
Academy of Oral Medicine (AAOM) sebagai respon atas pernyataan dari American
Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) pada Februari 2009, bahwa organisasi tersebut
merekomendasikan dokter untuk mempertimbangkan penggunaan antibiotik profilaksis pada
semua pasien penggantian sendi total yang akan menerima prosedur invasif apapun yang
memungkinkan terjadinya bakteremia.
Metode: Penulis meninjau literatur pada tulisan tersebut berkaitan dengan pokok pernyataan
AAOS pada Februari 2009. Karya tulis tersebut telah diteliti dan diterima oleh pimpinan
AAOM dan para pakar kedokteran gigi mengenai pokok pernyataan tersebut.
Hasil: Pada prakteknya risiko pasien mengalami reaksi obat atau resistensi obat dan biaya
medikasi antibiotik bukan merupakan alasan penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien
protesa sendi.
Kesimpulan penulis: Penulis meninjau tentang penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien
protesa sendi. Sementara itu mereka menyimpulkan bahwa pernyataan AAOS yang baru
sebaiknya tidak menggantikan pernyataan pada konsesus persendian (Joint Consensus
Statement) di tahun 2003. Hingga persoalan ini terpecahkan, penulis menyarankan dokter
gigi untuk mempertimbangkan tiga pilihan berikut: menjelaskan kepada pasien protesa sendi
tentang risiko yang berkaitan dengan penggunaan antibiotik profilaksis dan membiarkan
mereka mengambil keputusan sendiri; melanjutkan untuk mengikuti pedoman 2003
(penggunaan antibiotik profilaksis pada dua tahun pertama pasca operasi); atau merujuk
kepada dokter bedah ortopedi yang mengikuti pedoman 2003.
Cleghorn, B. (2010) Joint replacement prophylaxis: review of AAOM Position Paper. JCDA:
Canadian Dental Association. Issue 4.
Diskusi: Cleghorn mendukung opini baik yang diambil oleh Little dkk. (2010) di dalam
karya tulis opini JADA. Artikel terbaru JADA ini (yang merupakan karya tulis opini dari
10
Referensi no. 3: Jevsevar, D., Abt, E. (2013) AAOS-ADA clinical practice guideline 2012.
Prevention of orthopaedic implant infection in patients undergoing dental procedures. The
Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons. 21(3) 195-7.
Diskusi: Penulis melanjutkan untuk bisa menemukan bahwa terdapat kebutuhan untuk
penelitian lebih lanjut pada bidang ini untuk menyajikan bukti yang jelas mengenai hubungan
antara prosedur dental dan infeksi sendi pada pasien implan ortopedi.
Studi Kasus 2
Komunikasi akan memberikan hasil yang baik dalam melakukan awal diskusi dengan pasien.
11
Tinjauan secara sistematik tentang hal ini sudah dilakukan namun dalam tujuh tahun terakhir
ini tidak terperbaharui (out-of-date). Adanya gap ini telah diketahui oleh para pakar
penelitian dibidangnya dalam ulasan artikel kedua 2010.
Reference no. 1 Zakrzewska, J.M., Forssell, H. & Glenny, A.-M. (2005) Interventions for the
treatment of burning mouth syndrome (review). Cochrane Database of systematic Reviews,
Issue 1. Art. No, CD002779. DOI:10.1002/14651858. CD002779.pub2
Tujuan Penulis untuk mengetahuu efektifitas dan keamanan dalam beberapa intervensi
dibandingkan dengan placebo untuk menghilangkan symptom dan meningkatkan kualitas
hidup pasien dengan keluhan sindrom mulut terbakar (burning mouth syndrome/BMS).
Terminologi ini ditandai dengan sensasi mulut terbakar, terutama pada lidah, dalam
pemeriksaan dental atau medis pasien tidak ditemukan penyebab yang dapat diidentifikasi
dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda pada mulutnya. Penderita umumnya menunjukkan
kecemasan, depresi, dan gangguan personaliti. Prevalensi dilaporkan dalam populasi umum
sekitar 0,7 sampai 15% dan dalam resiko tinggi terjadi pada wanita peri- dan post-menopaus.
Srategi pencarian, pengumpulan data dan tinjauan analisis. Pencarian dimulai pada
Cochrane Oral Health Group Trials Register (October 20, 2004), CENTRAL (The Cochrane
Library 2004, Issue 4). MEDLINE (January 1966 to October 2004), dan EMBASE (January
1980 to October 2004). Clinical Evidence, Issue no.10, 2004 (BMJ Publishing Group Ltd),
conference proceeding and bibliographies dari publikasi yang teridentifikasi telah dicari
untuk menemukan literatur yang relevan.
Studi kriteria yang inklusif. Randomized Controlled Trials (RCTs) and Controlled Clinical
Trials (CCTs) yang membandingkan placebo dengan satu atau lebih perawatan bagi pasien
BMS.
Pengumpulan dan analisis data. Dua penulis secara independen dipilih untuk melakukan
tinjauan dan studi inklusi, menaksir kualitas, dan mengeluarkan data berkaitan dengan hasil
yang ingin diharapkan.
Hasil. Sembilan studi menemukan kriteria inklusi. Kriteria diagnostic untk BMS tidak secara
dilaporkan jelas. Pemeriksaan perlakuan pada antidepresan (2), cognitive behavior therapy
(1), analgesic (1), hormone-replacement therapy (1), alpha-lipoic acid (3), dan
anticonvulsant (1). Dari 9 studi, 3 perlakuan menunjukkan hasil yang signifikan secara
statistik mengurangi gejala BMS: ketiganya merupakan studi alpha-lipoic, studi
antikonvulsan clonazepam, dan studi cognitive behavioral therapy. Hanya dua dari studi ini
yang dilaporkan menggunakan blind outcome assessment. Tidak ada dari perawatan yang
dilakukan pada studi yang inklusif ini, yang menunjukkan pengurangan yang signifikan
terhadap gejala BMS.
Kesimpulan Editor. Eviden yang ditemukan sangat kecil dalam menemukan kejelasan
pedoman bagi pasien BMS yang dirawat. Studi dengan kualitas metodologi yang baik perlu
dilakukan untuk membangun efektifitas perawatan. Dalam hal ini evidence yang ada kurang
memadai dalam hal efek pereda sakit, hormone, dan antidepresan bagi BMS; akan tetapi,
terdapat beberapa evidence yang dapat diambil kaitannya dengan gangguan BMS;
antikonvulsan, dan alpha-lipoic acid dapat mengurangi gejala BMS. Dibutuhkan penelitian
lebih lanjut.
Diskusi. Epstein update well-researched Zakrzewska et.al (2005) Cochrane review entitled
Interventions for the treatment of burning mouth syndrome. Ia mengatakan tentang tinjauan
ini bahwa Secara efektif merangkum evidence-base bagi BMS hingga 2005. Tinjauan
dilakukan dengan kriteria inklusi yang ketat untuk studi BMS, menghasilkan pedoman
terbatas bagi perawatan klinis. Tinjauan tersebut memberikan hasil yang signifikan dengan
13
studi yang menggunakan perlakuan untuk manajemen pasien BMS: cognitive behavior
therapy, clonazepam therapy, dan alpha-lipoic acid therapy. 5 tahun kemudian, dari ketiga
perlakuan ini, clonazepam memberikan hasil yang menjanjikan. Meskipun alpha-lipoic acid
tidak menunjukkan manfaat yang potensial, studi lebih lanjut tidak mendukung hal ini dan
original studi dari cognitive behavior therapy menunjukkan hasil pengukuran yang kurang
baik. Pernyataan bagi ilmu pengetahuan kita dalam hal managemen BMS kronis; tidak
ditemukan penjelasan yang signifikan sejak 2005 dan ini menunjukkan harus adanya studi
lebih lanjut dengan sample yang memadai guna validitas pengukuran hasil.
Kesimpulan
Sebagaimana yang telah dijelaskan dari studi kasus yang ada, penerapan EBDM dalam klinis
praktis sebagiannya relevan bagi populasi geriatrik yang kompleks secara medis. Kegunaan
review sistematik adalah dapat membantu para praktisi dalam menjalankan evidence-based
praktis. Menggunakan pertanyaan klinis yang focus pada PICO format untuk
mengidentifikasi populasi: intervensi, perbandingan, adanya SR merupakan strategi yang
sangat baik dalam menggunakan beberapa database, seleksi kriteria yang detail, menampilkan
tinjauan yang independen dengan lebih dari satu individu, diskusi dan penyimpulan hasil dan
interpretasi eviden dengan diskusi, aplikasi, implikasi, dan penelitian lebih lanjut diperlukan
bagi klinis praktis.
14