Anda di halaman 1dari 30

Pembiayaan Pembangunan

Strategi Pembiayaan Pembangunan


Sarana Listrik
(Studi Kasus Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu, Jawa Barat)

Rasy Febrian Gustin

3612100042

Bayu Arifianto M.

3612100052

M Faridz Nazalaputra

3612100056

Ahmad Ramdhan M.

3612100066

I Made Sukma Pradipta

3612100072

Perencanaan Wilayah dan Kota

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember


2014/2015

Abstrak

Makalah ini mengambil topik mengenai analisis pendanaan proyek PT. PLN (Persero) dengan studi
kasus Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu . Makalah ini membahas mengenai
komponen biaya dan sumber-sumber pembiayaan yang digunakan dalam pengadaan PLTU tersebut.
Pendanaan proyek sebesar 184.125.42 juta Yen atau setara dengan 85,51% dari total biaya proyek
menggunakan pendanaan yang bersumber dari pinjaman JICA. Hasil analisis pendanaan proyek
mendapatkan proporsi sisa pendanaan proyek yaitu sebesar 14,49% atau setara dengan 31.211.62
juta Yen yang didapatkan melalui pinjaman perbankan. Sumber-sumber pembiayaan yang digunakan
dalam pembangunan PLTU Indramayu ini terbagi menjadi dua yaitu Sumber Pembiayaan
Konvensional yang berupa DAK (Dana Alokasi Khusus) dan Fiskal, serta Sumber Pembiayaan Non
Konvensional berupa Peminjaman komersial perbankan (Kredit) dan Investasi ekuitas berhubungan
dengan pembelian dan penyimpanan saham modal pada suatu pasar modal oleh investor baik
perorangan (individu) maupun perusahaan (institusi)
Key word : Pembiayaan Pembangunan, PLTU Indramayu, Pembiayaan Konvensional dan Non
Konvensional

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 2

Kata Pengantar

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karuniaNya-lah penulis dapat menyelesaikan makalah atau paper yang berjudul Strategi
Pembiayaan Pembangunan Sarana Listrik , Studi Kasus Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) Indramayu, Jawa Barat dengan tepat waktu.
Makalah ini adalah bagian dari rangkaian dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Pembiayaan Pembangunan sebagai dasar ilmu tentang pembiayaan pembangunan yang
merupakan bekal untuk semester selanjutnya. Tugas ini merupakan aplikasi dari teori dan
konsep pembiayaan pembangunan pada suatu kasus, baik berupa kasus perencanaan tata
ruang maupun perencanaan sektoral.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi
dan berkontribusi aktif dalam menyelesaikan makalah ini dari awal hingga selesai. Ucapan
terima kasih yang sangat besar kami tujukan kepada dosen pembimbing Mata Kuliah
Pembiayaan Pembangunan yang telah membimbing penulisan makalah ini.
Kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa Allah SWT, maka dari itu sangat kami
butuhan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini agar lebih baik dan bermanfaat
kedepannya serta dapat dijadikan suatu referensi dalam .

Surabaya , Desember 2014

Penulis

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 3

Daftar Isi

Abstrak ..................................................................................................................... 2
Kata Pengantar .......................................................................................................... 3
Daftar Isi ................................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 6
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 6
1.2 Tujuan ............................................................................................................. 8
1.3 Rumusan Masalah ............................................................................................. 8
1.4 Metode............................................................................................................. 9
1.4.1 Tahap Pengumpulan Data ............................................................................ 9
1.4.2 Tahap Analisa ............................................................................................. 9
1.5 Ruang Lingkup .................................................................................................. 9
BAB II STUDI KASUS ................................................................................................ 10
2.1 Deskripsi objek ............................................................................................... 10
2.2 Sumber Pembiayaan ........................................................................................ 10
2.2.1 Pembiayaan Konvensional .......................................................................... 10
2.2.2 Pembiayaan Non-Konvensional ................................................................... 12
2.3 Review Konsep Pembiayaan ............................................................................. 12
BAB III EKSPLORASI INSTRUMEN BIAYA ..................................................................... 1
3.1 Kajian Struktur Anggaran Daerah dan Pusat ........................................................ 1
3.2 Komponen Biaya ............................................................................................... 3
3.3 Eksplorasi Sumber sumber pembiayaan............................................................ 3
3.3.1 Sumber Pembiayaan Konvensional................................................................ 3
3.3.2 Sumber Pembiayaan Non-Konvensional......................................................... 6
BAB IV SKEMA PENANGANAN KASUS ........................................................................... 8
4.1 Analisis Finansial Sederhana ............................................................................... 8
4.1.1 Cost of Debt ............................................................................................... 8
4.1.2 Weight Average Cost of Capital (WAAC) ........................................................ 9
4.1.3 Internal Rate of Return (IRR) ....................................................................... 9
4.1.4 Net Present Value (NPV) ............................................................................ 10
4.2 Pemilihan Sumber Pembiayaan ......................................................................... 10
4.2.1 DIPA APBN (PMN) ..................................................................................... 11
Pembiayaan Pembangunan 2014 | 4

4.2.2 Pinjaman Government-to-Government ........................................................ 11


4.2.3 Pinjaman Komersial Perbankan................................................................... 11
4.2.4 Penerbitan Surat Utang untuk APLN............................................................ 11
4.2.5 Sumber Dana Internal ............................................................................... 12
4.2.6 IPO PT. PLN Enjiniring ............................................................................... 12
4.3 Strategi Pengimplementasian ........................................................................... 13
BAB V PENUTUP ...................................................................................................... 15
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 15
5.2 Rekomendasi .................................................................................................. 15

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 5

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan akan energi khususnya energi listrik di Indonesia , semakin berkembang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari dengan
pesatnya peningkatan pembangunan di bidang teknologi, industri dan informasi. Dalam
perkembangan perekonomian sebuah negara tentu tidak bisa dipisahkan dari proses
produksi, pemasaran, dan distribusi barang dan jasa. Agar proses tersebut berjalan lancar,
dibutuhkan dukungan infrastruktur yang memadai, salah satunya kebutuhan sarana listrik.
Kondisi infrastruktur listrik di Indonesia sangat mengkhawatirkan dan perlu segera
mendapatkan perhatian serius. Penyataan ini dilansir dalam laporan investigasi yang dirilis
oleh Asian Developmenet Bank (ADB) pada tahun 2010. Dengan demikian, diperlukan
peningkatan investasi pada pembangunan pembangkit listrik untuk menghindari krisis di
tahun-tahun yang akan datang. Artinya, pemenuhan kebutuhan listrik di Indonesia
merupakan hal yang mendesak harus segera dibenahi.
PT. PLN (Persero), merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk dan
ditugaskan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik bagi
kepentingan umum dalam jumlah dan mutu yang memadai serta memupuk keuntungan dan
melaksanakan penugasan Pemerintah di bidang ketenagalistrikan dalam menunjang
pembangunan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1990, PT. PLN (Persero)
ditetapkan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan. Di dalam Rencana Umum
Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT. PLN (Persero) Tahun 2010-2019, disajikan data ratarata pertumbuhan kelistrikan pertahun (2010-2019) sebagai berkut :
Tabel 1. Rata-Rata Pertumbuhan Kelistrikan Per Tahun (2010-2019)
Rata-Rata pertumbuhan Kelistrikan Per Tahun (2010-2019)
Nasional

Indonesia Barat

Jawa Bali

Indonesia Timur

9,2%

10,2%

8,97%

10,6%

Sumber : Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik PT. PLN (Persero) 2010-2019
Penambahan pembangkit listrik untuk seluruh Indonesia sampai dengan 2019
diperkirakan mencapai 55.484 Mega Watt, dengan rata-rata penambahan pembangkit per
tahunnya sebesar 5.500 Mega Watt. Sebagian besar penambahan pembangkit berasal dari

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 6

PLTU. Dari total penambahan pembangkit ini, 31.958 Mega Watt berasal dari pembangkit
PT. PLN (Persero) dan 23.525 Mega Watt berasal dari IPP (Independent Power Producer)
Akan tetapi, PT. PLN (Persero) mengalami permasalahan dalam penyediaan
anggaran pendanaan untuk investasi proyek maupun untuk operasional perusahaan. PT.
PLN (Persero) mengalami defisit karena pendapatan dari harga jual listrik (Tarif Dasar
Listrik/TDL) ke pelanggan lebih rendah daripada harga pokok penjualan (HPP) . PT. PLN
(Persero) tidak dapat menetapkan tarif dasar listrik karena hal tersebut oleh regulasi
pemerintah.
Dalam menjalankan usaha penyediaan listrik, PT. PLN (Persero) menjalankan
kegiatan pendanaan untuk belanja operasional (operating expenditure) dan belanja modal
(capital expenditure) . Belanja operasional (operating expenditure) terdiri dari biaya bahan
bakar dan pelumas, pembelian atau sewa listrik swasta, biaya pemeliharaan, biaya
pegawai,depresiasi, biaya administrasi dan lainnya dan bunga operasi. Pendanaan untuk
belanja operasional dihasilkan melalui penjualan listrik ke pelanggan. Sedangkan pendanaan
untuk belanja modal (capital expenditure) dihasilkan melalui penjualan listrik ke pelanggan.
Sedangkan pendanaan untuk belanja modal dilakukan karena PT. PLN (Persero) harus
melakukan investasi untuk membangun pembangkit,transmisi, dan distribusi.
Kebutuhan PT. PLN (Persero) untuk pendanaan dan investasi pada tahun 2011
adalah sebesar Rp. 66.615.217 juta. Sumber pendanaan untuk belanja modal (capital

expenditure) dihasilkan melalui APBN sebagai penyertaan modal pemerintah, pnjaman baru,
dana internal, dan rencana IPO anak perusahaan (PT. PLN Enjiniring).
Rincian anggaran kebutuhan perusahaan untuk pendanaan dan investasi adalah sebagai
berikut :
Tabel 2. Anggaran Kebutuhan Sumber Dana Eksternal
No.

Jenis Anggaran Investasi

Total Kebutuhan

1.

DIPA SLA

Rp. 10.045.178 juta

2.

Bank Loan Comitted

Rp. 16.695.094 juta

Perbankan Asing

Rp. 6.403.575 juta

Perbankan Lokal

Rp. 10.291.518 juta

3.

Pinjaman baru untuk APLN

Rp. 30.875.000 juta

4.

DIPA APBN (PMN)

Rp. 9.000.000 juta

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 7

Jumlah

Rp. 66.615.271 juta

Sumber : RKAP PT. PLN (Persero) 2011


Salah satu bentuk implementasi dari rencana penambahan dan pengembangan
penyediaan tenaga listrik di Indonesia, khususnya untuk wilayah Jawa-Bali, PT. PLN
(Persero) akan melakukan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
berkapasitas 1x1000 Mega Watt di wilayah Indramayu, Jawa Barat, yang terintegrasi
dengan jaringan transmisi dan distribusi. PLTU Indramayu merupakan bagian dari proyek
percepatan 10.000 Mega Watt tahap II sebagai pemenuhan kebutuhan listrik di Jawa-Bali.
Diharapkan PLTU ini dapat meningkatkan kapasitas penyediaan tenaga listrik dan untuk
memenuhi permintaan tenaga listrik di Jawa Bali sehingga dapat berkontribusi untuk
perkembangan ekonomi di wilayah tersebut melalui utilitasi energi yang sangat efisien.
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mahasiswa mampu merumusakan persoalan pembiayaan pembangunan pada kasus
Pembiayaan Pembangunan Prasarana Listrik PLTU Indramayu, Jawa Barat
2. Mahasiswa

mampu

melakukan

analisis

pembiayaan

pada

kasus

Pembiayaan

Pembangunan Prasarana Listrik PLTU Indramayu, Jawa Barat


3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi alternatif sumber-sumber pembiayaan yang relevan
dengan kasus Pembiayaan Pembangunan Prasarana Listrik PLTU Indramayu, Jawa Barat
4. Mahasiswa

mampu

menyusun

strategi

pembiayaan

pada

kasus

Pembiayaan

Pembangunan Prasarana Listrik PLTU Indramayu, Jawa Barat

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dan permasalahan yang terjadi pada sistem pembiayaan
pembangunan Prasarana Listrik PLTU Indramayu, Jawa Barat?
2. Bagaimana analisa pembiayaan pembangunan Prasarana Listrik PLTU Indramayu,
Jawa Barat dan identifikasi alternatif sumber-sumber pembiayaan yang relevan?
3. Bagaimana strategi pembiayaan pembangunan Prasarana Listrik PLTU Indramayu,
Jawa Barat?

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 8

1.4 Metode
Adapun metode pendekatan dalam penyusunan laporan ini ditempuh melalui 2 (dua)
tahapan , yaitu :
1.4.1 Tahap Pengumpulan Data
Tahap ini merupakan kegiatan indentifikasi terhadap hal-hal yang berhubungan
dengan kasus pembiayaan pembangunan Prasarana Listrik PLTU Indramayu, Jawa Barat.
Tahap pengumpulan data ini meliputi kegiatan pengumpulan data sekunder dari berbagai
sumber relevan dalam bentuk data dokumen meupun data statistik (angka dan gambar)
1.4.2 Tahap Analisa
Tahap analisa merupakan prediksi terhadap pembiayaan yang dilakukan, biaya yang
dikeluarkan , penentuan alternatif pendanaan proyek, serta analisis strategi-strategi yang
tepat terhadap proses pengembalian modal
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup pembahasan makalah ini adalah pembiayaan pembangunan yang
dilakukan dalam pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu , Jawa Barat
yang meliputi konsep , instrumen, dan strategi pembiayaannya .

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 9

BAB II STUDI KASUS

2.1 Deskripsi objek


PLTU atau Pembangkit

Listrik Tenaga Uap ialah pembangkit

listrik yang

mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Bentuk utama dari
pembangkit listrik ini ialah generator yang dihubungkan ke turbin yang digerakan oleh
tenaga kinetik dari uap panas/kering. Pembangkit listrik tenaga uap menggunakan berbagai
macam bahan bakar terutama batu bara dan minyak bakar serta MFO untuk start up awal.
Pemilik proyek pembuatan PLTU Indramayu Jawa Barat ialah PT. PLN persero yang bekerja
sama dengan Tokyo Electric Power Service.
2.2 Sumber Pembiayaan
Sumber pembiayaan pembangunan terdiri dari dua jenis, yakni sumber pembiayaan
konvensional dan non-konvensional. Secara teoritis, modal bagi pembiayaan pembangunan
perkotaan dapat diperoleh dari 3 sumber dasar:

pemerintah/publik

swasta/private

gabungan antara pemerintah dengan swasta

2.2.1 Pembiayaan Konvensional


2.2.1.1 Struktur Anggaran Dana Pusat
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi
daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara
selama satu tahun anggaran (1 Januari 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan
pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. APBN
merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan
undang-undang. Struktur APBN yang sekarang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia
secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Pendapatan Negara dan Hibah
b. Belanja Negara
c. Keseimbangan Primer
d. Surplus/Defisit Anggaran
e. Pembiayaan

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 10

Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara saat ini adalah:


1. Belanja Negara. Belanja terdiri atas dua jenis:
a. Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan
pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah
(dekonsentrasi

dan

tugas

dikelompokkan

menjadi:

pembantuan).

Belanja

Pegawai,

Belanja
Belanja

Pemerintah
Barang,

Pusat

Belanja

dapat
Modal,

Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja
Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja Lainnya.
b. Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk
kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja
Daerah meliputi:
1. Dana Bagi Hasil
2. Dana Alokasi Umum
3. Dana Alokasi Khusus
4. Dana Otonomi Khusus
2. Pembiayaan. Pembiayaan meliputi:
a. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang
Negara, serta penyertaan modal negara.
b. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman
Proyek.
2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan
Moratorium.
2.2.1.2 Struktur Anggaran Dana Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD
ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun,
mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.Ada punAPBD terdiri atas:
1. Anggaran pendapatan, terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain.
b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum
(DAU) dan Dana Alokasi Khusus

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 11

c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas
pemerintahan di daerah.
3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

2.2.2 Pembiayaan Non-Konvensional


Sumber pembiayaan non-konvesional merupakan sumber-sumber pembiayaan yang
diperoleh dari kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Strategi Pembiayaan
Non-Konvensional :
1. Kemitraan pemerintah swasta
2. Kewajiban Paksa
3. Peningkatan invenstasi swasta murni
4. Peningkatan pembiayaan dari masyarakat

2.3 Review Konsep Pembiayaan


Dalam merencanakan pembiayaan proyek PLTU Indramayu, PT. PLN melakukan
kerjasama pendanaan secara G-to-G (Goverment to Goverment) dengan pemerintah
Jepang yang dalam hal ini adalah JICA (Japan International Cooperation Agency). Untuk
pembiayaan PLTU Indramayu ini, JICA akan menanggung 85% dari total biaya yang
dibutuhkan dimana pinjaman ini dilakukan dengan metode two step loan, dimana pihak JICA
memberikan pinjaman dengan tingkat bunga sebesar 1% pada tahap pertama dan 1% +
0.5% pada tahap kedua.
Sedangkan untuk menutupi sisa 15% dari dana yang dibutuhkan dalam pembiayaan PLTU
Indramayu, maka digunakan dana internal dari perusahaan PT. PLN, obligasi, melalui
rekening dana investasi, dan pinjaman bank.

Struktur biaya
Di dalam implementasi dan pembangunan proyek PLTU Indramayu, proyeksi
perhitungan estimasi biaya berdasarkan struktur biaya sangat perlu diperhatikan
dalam pembiayaan proyek tersebut. Dan diuraian struktur biaya pada PLTU
Indramayu sebagai berikut:
Pembiayaan Pembangunan 2014 | 12

Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi digunakan untuk melakukan proyeksi pertumbuhan keseluruha biaya
implementasi dan pembangunan proyek PLTU Indramayu dari tahun 2012 sampai
dengan tahun 2042.
Berdasarkan hasil perhitungan, maka didapatkan rata rata tingkat inflasi Indonesia
adalah sebesar 6,46%, Amerika dan Jepang sebesar 2,40% dan -0,0151% yang
kemudian kedua rata rata tingkat inflasi dari kedua negara tersebut dirata
ratakan kembali untuk mendapatkan foreign general inflation rate sebesar 1,19%.

Nilai tukar mata uang


Nilai tukar mata uang digunakan untuk mengkonversi nilai mata uang yang
digunakan di dalam perhitungan proyeksi estimasi biaya proyek PLTU Indramayu.
Perhitungan ini didasarkan pada pendanaan proyek PLTU Indramayu menggunakan 3
(tiga) mata uang, yaitu USD, Yen, dan juga Rupiah.

Investment Cost
EPC Cost (Engineering Procurement and Construction)
EPC

cost

pada

proyek

PLTU

Indramayu

dialokasikan

untk

pekerjaan

perancangan dan enjinering, pengadaan peralatan, material dan bahan. Total


biaya EPC diestimasikan Y 144,856 juta atau setara Rp. 15.745.217.390 juta)
Development cost
Development cost mencakup mobilization work, land acqusition, dan consulting
service dan biaya lainnya yang berhubungan pada pembangunan proyek PLTU
Indramayu. Total development cost proyek PLTU Indramayu diestimasikan
sebesar Y 7,112 juta atau sebesar Rp. 773.043.480
Other cost
Other cost di dalam biaya investasi proyek PLTU Indramayu dibutuhkan untuk
price escalation, price contingency, administration cost, dan Tax and duties.
Total other cost proyek PLTU Indramayu diestimasikan sebesar Y 63,369 juta
atau setara Rp. 6.887.934.780 juta.

Dari perhitungan ketiga kompone dalam investment cost tersebut, didapatkan total biaya
investasi proyek PLTU Indramayu adalah sebesar Y 215,337 juta atau setara dengan Rp.
23.406.195.650. Dan biaya tersebut belum termasuk dengan biaya Interest During

Construction (IDC), grace period (IDC), biaya bahan bakar, biaya operasional dan

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 13

pemeliharaan, dan lainnya sehingga total biaya yang dibutuhkan ialah sebesar Y 224,788
juta.

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 14

BAB III EKSPLORASI INSTRUMEN BIAYA

3.1 Kajian Struktur Anggaran Daerah dan Pusat


APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi
daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara
selama satu tahun

anggaran (1 Januari - 31 Desember). Struktur APBN yang sekarang

dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia adalah :


Belanja Negara. Belanja terdiri atas dua jenis:
a. Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan
membiayai

kegiatan

pembangunan

Pemerintah

Pusat,

baik

untuk
yang

dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas


pembantuan).
b. Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah,
untuk

kemudian

masuk

dalam

pendapatan

APBD

daerah

yang

bersangkutan
Pembiayaan. Pembiayaan meliputi:
a. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi,
Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
b. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi: Penarikan Pinjaman Luar Negeri,
terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek. Pembayaran Cicilan
Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
Menurut tinjauan diatas, dapat dilihat bila proses pembiayaan pembangunan PLTU di
Indramayu merupakan hasil investasi yang dilakukan dengan menggunakan sebagian dana
dari pemerintah. Dan sebagian dari kerjasama antar pemerintah Indonesia dengan
pemerintah Jepang melalui JICA (Japan International Cooperation Agency)

Gambar . Skema Penyusunan APBD


Berdasarkan skema diatas maka dapat dilihat tahapan proses pengadaan anggaran
diawali dari penyusunan anggaran atau biaya dari pusat yang disusun dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Selanjutnya pemerintah pusat memberi kebijakan pada
tiap pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan fiskalnya sendiri melalui otonomi
daerah. Dan dari otonomi daerah tersebut, setiap pemerintah daerah membuat anggaran
atau biaya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah (APBD).
Kesimpulan yang dapat diambil dari skema diatas yakni antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah terdapat hubungan yang saling mengacu serta perlu adanya
penyelarasan melalui musrenbang. Menurut undang-undang No.25 tahun 2001, rencana
pembangunan terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Rencana
pembangunan memuat arahan kebijakan pembangunan yang dijadikan acuan bagi
pelaksanaan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Selanjutnya, daerah akan
menyusun RPJPD dan RPJMD yang mengacu pada RPJP dan RPJM Nasional serta membuat
program pembangunan dan kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) yang disusun oleh Kementerian/Lembaga. Rencana kerja tersebut
dijadikan pedoman untuk membuat RAPBD yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan
dalam penyusunan APBD.

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 2

3.2 Komponen Biaya


Komponen biaya merupakan bagian yang penting dalam menentukan seberapa besar
biaya yang harus dikeluarkan dalam pembangunan dan pengelolaan suatu kawasan. Di
dalam suatu pembangunan secara menyeluruh. Pembiayaan tentunya tidak hanya sebatas
pada biaya konstruksi fisik saja melainkan pembiayaan secara komprehensif meliputi
pekerjaan

eksternal

dan

juga

pekerjaan

khusus.

Komponen

pembiayaan

pada

pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Indramayu memiliki asumsi struktur biaya
pembangunan PLTU dengan periode selama tahun 2010-2018
Tabel 3. Struktur Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Indramayu
Breakdown
Cost

of Original (P/M)
Total

JICA Portion

Others

2010

2011

242

28

214

2012

4.586

233

4.354

2013

36.207

30.296

5.912

2014

53.574

44.636

8.937

2015

54.960

46.198

8.762

2016

46.547

42.362

4.185

2017

27.703

25.658

2.045

2018

968

179

790

Total

224.788

189.589

35.199

Calender Year

Note : Exchange Rate : USD 1 = JPY 90,9 = Rp 9017 (July 2010) , Sumber : Pre Appraisal
Mission PLTU Indramayu, 2010

3.3 Eksplorasi Sumber sumber pembiayaan


3.3.1 Sumber Pembiayaan Konvensional
Sumber pembiayaan konvensional merupakan pembiayaan yang didapat dari
pemerintah (pembiayaan publik). Pada pembangunan pembangkit listrik yang dijadikan studi
kasus, sumber pembiayaan konvensional sangat dapat digunakan. Pemerintah mulai dapat
mengalokasikan sebagian dananya untuk diberikan kepada perusahaan persero yang di

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 3

miliki oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara tersebut guna pemenuhan kebutuhan
akan kelistrikan demi meningkatnya prekonomian suatu daerah/wilayah
Sumber

pembiayaan

konvensional

yang

dapat

diterapkan

dalam

proyek

pengembangan PLTU Indramayu, antara lain adalah :

DAK (Dana Alokasi Khusus)


DAK adalah alokasi dari APBN kepada provinsi / kabupaten / kota tertentu dengan

tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintah daerah dan
sesuai dengan prioritas nasional. Berdasarkan Peraturan Daerah Indramayu Nomor 1 Tahun
2012 tentang RTRW Indramayu, Kabupaten Indramayu yang merupakan lokasi dari
pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap, dimana untuk memenuhi kebutuhan listrik
Jawa-Bali. Melihat kondisi tersebut, pemerintah setempat yaitu pemerintah propinsi maupun
pemerintah kabupaten dapat mengalokasikan anggaran belanjanya untuk membiayai
pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang merupakan salah satu prioritas
perencanaan di Propinsi Jawa Barat.

Fiskal
Salah satu peluang penerapan sumber pembiayaan konvensional dalam pembiayaan

pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap, salah satunya adalah melalui kebijakan fiskal.
Pemerintah telah menetapkan program Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public Private

Partnership) sebagai salah satu kebijakan utama dalam menarik investasi di sektor
infrastruktur (Brodjonegoro, 2012). Program KPS ini dapat membantu Pemerintah dalam
penyediaan infrastruktur dengan fleksibilitas anggaran yang lebih baik dan peningkatan nilai
uang, tak terkecuali untuk sektor listrik. Investasi infrastruktur dengan skema KPS
merupakan strategi dari Pemerintah Indonesia untuk mencapai pertumbuhan PDB yang
tinggi dan berkesinambungan serta meletakkan fondasi yang kuat bagi pertumbuhan di
masa depan.

Ketentuan mengenai KPS diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun


2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur, sebagaimana telah dilakukan dua kali perubahan, yaitu melalui Peraturan
Presiden No. 13 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 67
Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur (Perpres 13/2010), dan perubahan kedua melalui Peraturan Presiden
Nomor 56 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 67
Pembiayaan Pembangunan 2014 | 4

Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur (Perpres 56/2010).
Pemerintah telah menyiapkan fasilitas fiskal dalam rangka mendukung program KPS
dalam penyediaan infrastruktur. Terdapat tiga fasilitas kunci yang telah disediakan, yaitu: (i)
Dana Tanah (the Land Funds), (ii) Pembiayaan Infrastruktur (the Infrastructure Fund), (iii)
Dana Penjaminan (the Guarantee Fund) (Brodjonegoro, 2012). Ketiga fasilitas tersebut telah
berdiri dan beroperasi secara penuh dalam mendukung program KPS. Berikut penjelasan
dari ketiga fasilitas tersebut:
Dana Tanah (Land Fund)
Merupakan dana yang dialokasikan untuk membantu investor dalam pembiayaan
pengadaan tanah dan untuk mengatasi masalah ketidakpastian harga tanah. Dana Tanah
(the Land Funds) terdiri dari:

Land Revolving Fund, merupakan dana bergulir untuk pembebasan tanah bagi
pembangunan jalan tol, dimana Pemerintah akan membiayai pembebasan tanah
terlebih dahulu dan selanjutnya akan dikembalikan oleh Badan Usaha yang
ditetapkan sebagai pemegang hak konsesi.

Land Capping, merupakan dukungan Pemerintah atas kenaikan harga tanah bagi
pembangunan jalan tol. Dana Land Capping saat ini dikelola oleh Kementerian
Pekerjaan Umum dan diberikan untuk 28 ruas jalan tol dengan nilai sebesar Rp4,89
Triliun yang dialokasikan sejak tahun anggaran 2008 sampai dengan tahun 2013.

Land Acquisition Fund, merupakan kebijakan Pemerintah untuk memberikan


dukungan langsung untuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan dalam skema
Kerjasama Pemerintah-Swasta/Public Private Partnership untuk pembebasan tanah.

Pembiayaan Infrastruktur (the Infrastructure Fund)


Pemerintah telah mendirikan Infrastructure Fund dengan nama PT Sarana Multi
Infrastruktur (Persero) / PT SMI dan PT Indonesia Infrastructure Finance / PT IIF. PT SMI
telah beroperasi sejak tahun 2009 dengan modal awal sebesar Rp1 triliun dan atas jumlah
modal tersebut telah diberikan tambahan modal sebesar Rp1 Triliun pada tahun 2010. PT
IIF sebagai anak perusahan PT SMI didirikan pada tahun 2010 dengan kontribusi modal dari
Pemerintah melalui PT SMI, IFC, ADB, dan DEG.

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 5

Dana Penjaminan (the Guarantee Fund)


Pada tahun 2009, Pemerintah mendirikan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia
(Persero)/PT PII sebagai BUMN di bidang Penjaminan Infrastruktur. Tujuan utama pendirian
PT PII adalah: i) menyediakan penjaminan untuk proyek KPS infrastruktur di Indonesia; ii)
meningkatkan kelayakan kredit (creditworthiness), terutama bankability dari proyek KPS
dimata investor/kreditor; iii) meningkatkan tata kelola dan proses yang transparan dalam
penyediaan, penjaminan; dan iv) meminimalkan kemungkinan sudden shock terhadap APBN
dan ringfencing exposure kewajiban kontinjensi Pemerintah.

Utang Luar Negeri


PT. PLN (Persero) mengadakan kerjasama pendanaan secara G-to-G (Government-

to-Government) dengan pemerintah Jepang dalam hal ini adalah JICA (Japan
International Cooperation Agency) untuk proyek pembangunan PLTU Indramayu
dimana pinjaman dengan tingkat bunga 1% p.a kepada pemerintah Indonesia, baru
kemudian pemerintah Indonesia memberikan pinjaman kepada PT. PLN (Persero)
dengan tingkat bunga 1% + 0.5% untuk pinjaman valas.

3.3.2 Sumber Pembiayaan Non-Konvensional


Sumber pembiayaan pembangunan non konvensional adalah sumber pembiayaan
pembangunan yang beasal dari kerjasama pihak pemerintah dengan stakeholder lain yang
terkait baik swasta maupun masyarakat (Pradana, 2012). Instrumen pembiayaan nonkonvensional inilah yang biasanya menjadi alternatif sumber pembiayaan apabila
pemerintah mengalami kendala pendanaan dalam melakukan suatu pembangunan. Secara
umum pembiayaan non-konvensional sudah mulai digunakan walaupun jumlahnya belumlah
banyak di Indonesia karena meskipun memiliki potensi keuntungan yang besar, pembiayaan
ini juga memiliki tingkat resiko yang tinggi. Studi kasus pengembangan PLTU yang dibahas
dalam

makalah

ini

menggunakan

sumber

pembiayaan

non-konvensional

dalam

pengelolaannya, sumber pembiayaan tersebut antara lain :

Kredit
Peminjaman komersial perbankan (Kredit) adalah salah satu alternatif sumber
pendanaan yang diperhitungkan di dalam sisa pendanaan Proyek PLTU Indramayu.
Pinjaman komersial perbankan terdiri dari dua sumber, yaitu pinjaman komersial
perbankan dengan mata uang rupiah dan pinjaman perbankan mata uang asing.
Pembiayaan Pembangunan 2014 | 6

Suku bunga kredit korporasi untuk pinjaman komersial perbankan dalam negeri
mempunyai rata-rata tingkat suku bunga tahunan pada tahun 2011 sebesar 12,32%
untuk Bank Persero, 13,60% untuk Bank Pemerintah Daerah, 12,83% untuk Bank
Swasta Nasioanal, 9,41% untuk Bank Swasta Asing, dan 12,47% untuk Bank Umum

Ekuitas
Investasi

ekuitas

berhubungan

dengan

pembelian

dan

penyimpanan

saham modal pada suatu pasar modal oleh investor baik perorangan (individu)
maupun

perusahaan

(institusi)

dalam

mengantisipasi

pendapatan

dari deviden dan keuntungan modal sebagaimana nilai saham tersebut yang
meningkat. Berdasarkan laporan yang didapatkan, sebagian besar kebutuhan biaya
pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Indramayu dengan menggunakan
daftar isian pelaksanaan anggaran dalam anggaran pendapatan dan belanja Negara
melalui penanaman modal pemerintah atau disingkat dengan DIPA APBN

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 7

BAB IV SKEMA PENANGANAN KASUS

4.1 Analisis Finansial Sederhana


Perhitungan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi
dan mencari sumber-sumber pendanaan pada dasarnya merupakan sebuah kegiatan yang
terpisah, tetapi terdapat persamaan kriteria dasar untuk pengambilan keputusannya, yaitu
dengan menggunakan analisis Net Present Value, Cost of Debt, WWAC, dan Internal Rate

of Return.
4.1.1 Cost of Debt
Penggunaan pinjaman sebagai biaya modal menimbulkan beban tetap yang akan
mengurangi laba dari biaya operasi. Beban tetap tersebut berupa bunga pinjaman (interest),
yang harus dibayarkan perusahaan tanpa melihat profit perusahaan.Beban bunga ini
merupakan kewajiban yang harus dilakukan olehperusahaan karena meminjam sejumlah
uang dari investor.
PT. PLN (Persero) mengadakan kerjasama pendanaan secara G-to-G(Government-to-

Government) dengan pemerintah Jepang dalam hal ini adalah JICA (Japan International
Cooperation Agency) untuk proyek pembangunan PLTU Indramayu.Dengan rumus Cost of
Debt, maka diperoleh persentase jumlah peminjaman sebagai berikut:
No

Sumber Pendanaan Pinjaman

Cost of Debt [kd= Rb


(1-tc)]

JICA

Pinjaman Komersial Perbankan

1,08%

1. Dalam Negeri
a. Bank Persero

8,88%

b. Bank Pemerintah Daerah

9,79%

c. Bank Swasta Nasional

9,24%

d. Bank Swasta Asing

6,78%

e. Bank Umum

8,98%

2. Luar Negeri

1,073%

Obligasi PLN XII Tahun 2010 Seri A

6,98%

Obligasi PLN XII Tahun 2010 Seri B

7,49%

Sukuk Ijarah PLN V Tahun 2010 Seri 6,98%

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 8

A
6

Sukuk Ijarah PLN V Tahun 2010 seri 7,49%


B

Obligasi PLN Estimasi

7,50% - 8,40%

Suku Ijarah Estimasi

7,50% - 8,40%

JICA sebesar 184,125.42 juta atau setara 85,51% dari total biaya proyek yang
menghasilkan cost of debt after tax sebesar 1,08%. Komersial perbankan mendapatkan
proporsi sisa pendanaan proyek sebesar 14,49% atau setara 31,211.63 juta. Komersial
perbankan luar negeri sebesar 0,72% atau setara 1,555.51 juta yang menghasilkan cost
of debt tax sebesar 1.073%. Komersial perbankan dalam negeri dengan bank asing sebesar
13,77% atau setara 29,656.12 juta yang menghasilkan cost of debt tax sebesar 6,78%.
4.1.2 Weight Average Cost of Capital (WAAC)
Metode Weight Average Cost of Capital (WAAC)

dapat

digunakan

dalam

menghitung nilai sebuah proyek dimana pendekatan dengan menggunakan metode WACC
dimulai dengan pemahaman bahwa proyek-proyek dari perusahaan dengan leverage secara
simultan dibiayai dengan dua jenis pembiayaan baik dibiayai dengan utang maupun dengan
akuitas.

WACC yang digunakan pada perhitungan pre-appraisal PT. PLN (Persero) adalah
sebesar 2,21%.

4.1.3 Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return adalah tingkat imbal hasil dari sebuah investasi yang akan
mendiskontontikan aliran kas sehingga mendapatkan nilai bersih saat ini (Net

Present

Value) adalah nol. Pada dasarnya IRR menghitung tingkat return dibandingkan dengan
biaya bunga atau biaya modal. Sehingga apabila IRR lebih besar daripada biaya bunga atau
biaya modal, maka proyek tersebut layak dilakukan.

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 9

Keterangan:
IRR = Internal Rate of Return
CF1= Cash low tahun ke-i
I = Tahun ke-i
Pada dasarnya IRR adalah menghitung tingkat return dibandingkan dengan biaya
bunga atau biaya modal. Sehingga apabila IRR lebih besar daripada biaya bunga atau biaya
modal, maka proyek tersebut layak dilakukan. Pada perhitungan pre apprasial,nilai IRR
8,5%, bila dibandingkan dengan dengan biaya modal (WACC) 2,21%, maka nilai IRR lebih
besar daripada biaya modal yang artinya proyek layak untuk dijalankan
4.1.4 Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NVP) merupakan salah satu metode discounted cash flow yang
menghitung dampak waktu terhadap uang. Metode ini menghitung nilai uang yang akan
diterima pada masa datang dengan mempertimbangkan tingkat bunga yang berlaku
sekarang. Dengan kata lain NPV merupakan selisih antara present value dari investasi
dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan
datang, tingkat bunga yang relevan juga perlu ditentukan untuk menghitung nilai
sekarang.
Perhitungan total aliran kas untuk kegiatan operasional didapatkan dengan
mengurangi sales revenue, operating cost, dan tax Komponen sales revenue didapatkan
melalui perkalian antara prediksi tariff listrik yang dihasilkan proyek dengan energy listrik
yang diproduksi oleh proyek. Dari hasil perhitungan incremental cash flow proyek PLTU
Indramayu

yang

didiskontokan

dengan

menggunakan

tingkat

diskonto

dengan

menggunakan WACC, didapatkan NPV sebesar 193,019 juta.


4.2 Pemilihan Sumber Pembiayaan
Sumber pembiayaan non-konvesional merupakan sumber-sumber pembiayaan
yang diperoleh dari kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Sektor swasta
merupakan

salah

satu

sektor

potensial

dalam

mengembangakan

sumber

daya

nonkonvensional. Dalam rincian pembiayaan proyek pembangunan PLTUIndramayu, sumber


biaya memang diprioritaskan diperoleh dari investor swasta. Berikut merupakan alternative
sumber biaya yang telah dirancang:
Pembiayaan Pembangunan 2014 | 10

4.2.1 DIPA APBN (PMN)


Bentuk Sumber pendanaan dalam bentuk ekuitas pada PT. PLN (Persero) adalah
dengan menggunakan daftar isian pelaksanaan anggaran dalam anggaran pendapatan dan
belanja Negara melalui penanaman modal pemerinta atau disingkat dengan DIPA APBN
(PMN). Berdasarkan kebutuhan anggaran investasi di dalam RKAP PT. PLN (Persero),
kebutuhan anggaran investasi melalui DIPA APBN (PMN) sebesar RP 9.000.000,4.2.2 Pinjaman Government-to-Government
PT. PLN (Persero) mengadakan dengan pemerintah Jepang dalam hal ini adalah JICA

(Japan International Cooperation Agency) untuk proyek pembangunan PLTU Indramayu


dimana pinjaman ini dilakukan dengan metode two step loan, dimana pihak JICA
memberikan pinjaman dengan tingkat bunga 1% p.a kepada pemerintah Indonesia, baru
kemudian pemerintah Indonesia memberikan pinjaman kepada PT. PLN (Perseor) dengan
tingkat bunga 1% + ),5% untuk pinjaman valas.
4.2.3 Pinjaman Komersial Perbankan
Pinjaman komersial perbankan adalah salah satu alternative sumber pendanaan yang
diperhitungkan di dalam sisa pendanaan Proyek PLTU Indramayu. Berdasarkan kebutuhan
anggaran investasi melalui pinjaman komersil perbankan sebesar Rp. 16.695.094,-.
Pinjaman komersial perbankan terdiri dari dua sumber, yaitu pinjaman komersial perbankan
dengan mata uang rupiah dan pinjaman perbankan mata uang asing. Suku bunga kredit
korporasi untuk pinjaman komersil perbankan dalam negeri mempunyai rata-rata tingkat
suku bunga tahunan pada tahun 2011 sebesar 12,32% untuk Bank Persero, 13,60% untuk
Bank Pemerintah Daerah, 12,83% untuk Bank Swasta Nasional, 9,41% untuk Bank Swasta
Asing dan 12,47% untuk Bank Umum.
4.2.4 Penerbitan Surat Utang untuk APLN
Penerbitan surat utang untuk APLN PT. PLN (Persero) terdiri penerbitan obligasi dan
penerbitan suku ijarah.

Penerbitan Obligasi
Penerbitan obligasi dapat dijadikan salah satu sumber pendanaan dan investasi PT.
PLN (Persero).PT. PLN (Persero) telah beberapa kali menerbitkan obligasi sebagai
sumber pendanaan dan investasi perusahaan. Dalam melakukan penerbitan obligasi,
PT. PLN (Persero) selalu mengacu kepada yield surat utang Negara sebagai acuan

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 11

ditambah dengan 1,5%-2,75% yang disesuaikan dengan nilai emisi dan jangka
waktu yang dibutuhkan untuk pendanaan kegiatan investasi operasional perusahaan.

Penerbitan Suku Ijarah


Penerbitan suku ijarah dapat dijadikan salah satu sumber pendanaan dan investasi
PT. PLN (Persero).Berdasarkan rincian mengenai sukuk ijarah yang terakhir
diterbitkan oleh PT. PLN (Persero) yang diperkirakan sesuai sebagai sumber
pendanaan untuk kegiatan investasi dan operasi perusahaan. Dalam melakukan
penerbitan sukuk ijarah, PT. PLN (Persero) selalu mengacu pada yield surat utan
Negara sebagai acuan ditambah 1,5%-2,75% yang disesuaikan dengan nilai emisi
dan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pendanaan kegiatan investasi dan
operasional perusahaan.

4.2.5 Sumber Dana Internal


Untuk menutupi kekurangan di dalam pendanaan PLTU Indramayu dan proyekproyek PT. PLN (Persero) lainnya, PT. PLN (Persero) dapat menggunakan sumber dana
internal sebesar Rp 29.420.163,- (RKAP PT. PLN (Persero) 2011), Untuk pembiayaan proyek,
sumber

dana

internal

digunakan

sebagai

alternative

sumber

pendanaan

terakhir

dikarenakan PT. PLN (Persero) mempunyai sumber dana internal yang terbatas untuk
kegiatan pendanaan dan investasi. Seluruh aktivitas pendanaan dan kegiatan investasi yang
dilakukan oleh PT. PLN (Persero) diprioritaskan menggunakan sumber dana eksternal
terlebih dahulu baru menggunakan sumber dana internal perusahaan.
4.2.6 IPO PT. PLN Enjiniring
PT. PLN (Persero) berencana untuk melakukan IPO anak perusahaan yaitu PT Prima
Layanan Nasional Enjiniring (PLN Enjiniring) di kuartal I-2012. PT. PLN (Persero)
mengusulkan untuk melepaskan 20% saham anak usahanya tersebut dalam IPO dengan
dana mencapai Rp 200-250 milyar. Namun, berdasarkan hasil keputusan direksi PT. PLN
(Persero), dana yang akan diperoleh melalui IPO PT. PLN Enjiniring akan digunakan untuk
pengembangan dan pendanaan investasi PT PLN Enjiniring itu sendiri, tidak untuk sebagai
sumber pendanaan dan investasi PT. PLN (Persero). Jadi berdasarkan hasil keputusan
direksi PT. PLN (Persero) mengenai tujuan rencana IPO PT. PLN Enjiniring, alternative
sumber pendanaan dengan menggunakan dana yang dihasilkan melalui IPO PT. PLN
Enjiniring tidak dapat dijadikan sebagai sumber pendanaan proyek PLTU Indramayu.

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 12

4.3 Strategi Pengimplementasian


Strategi Implementasi Pembiayaan Pembangunan PLTU Indramayu berguna sebagai
solusi dalam mengatasi permasalahan yang ada.berikut kerangka berfikir Strategi
Implementasi Pembiayaan Pembangunan PLTU Indramayu:

Gambar . Kerangka Berpikir Perumusan Strategi Pembiayaan PLTU Indramayu


Dari

kerangka

strategi-startegi yang
permasalahan

berfikir
dapat

yang

digambarkan

dirumuskan

dalam

pada
rangka

diagram
mengatasi

diatas

sehingga

permasalahan-

terkait dengan pembiayaan PLTU Indramayu dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:
STRATEGI
Pemanfaatan pasar modal, lembaga keuangan
bilateral/multilateral dan APBN dalam pendanaan
proyek PLTU Indramayu
Secara

periodic

memperbaharui
pertumbuhan

(tahunan)

mereview

perhitungan
listrik

dengan

dan

perkiraan
menggunakan

parameter terbaru yang lebih akurat. Realisasi


penjualan lebih tinggi daripada demand forecast

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 13

Peningkatan
pemerintah

komunikasi
agar

proses

dengan

DPR

penyesuaian

dan
tariff

sejalan dengan rencana.


Perlu

adanya

perhatian

dalam

pembiayaan

investasi proyek PLTU Indramayu, khususnya


perubahan mata uang yang digunakan dalam
proyek. Karena nominal mata uang berdampak
pada pembiayaan proyek
Dalam pembiayaan investasi internal perusahaan,
dapat menggunakan pendapatan yang dihasilkan
dari penggunaan listrik PLTU Indramayu

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 14

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Kondisi infrastruktur listrik di Indonesia sangat mengkhawatirkan dan perlu segera
mendapatkan perhatian serius. Salah satu langkah nyata pemerintah dengan
membangun PLTU berkapasitas 1x1000 Mega Watt di Wilayah Indramayu Jawa
Barat. Investasi yang dibutuhkan Y 215,337 juta atau setara dengan Rp.
23.406.195,65 juta.
2. Sumber pembiayaan pembangunan proyek PLTU Indramayu terdiri dari dua jenis,
yakni sumber pembiayaan konvensional dan non-konvensional.
3. Pembiayaan konvensional merupakan sumber-sumber pembiayaan yang diperoleh
dari anggaran Negara. Sumber Pembiayaan Konvensional antara lain DAK (Dana
Alokasi Khusus), Fiskal, dan Utang Luar Negeri.
4. Sumber pembiayaan non-konvesional merupakan sumber-sumber pembiayaan yang
diperoleh dari kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Sumber
Pembiayaan Non-Konvensional antara lain Kredit dan Ekuitas
5. Pada perhitungan pre apprasial, nilai IRR 8,5%, bila dibandingkan dengan dengan
biaya modal (WACC) 2,21%, maka nilai IRR lebih besar daripada biaya modal yang
artinya proyek layak untuk dijalankan
6. Alternatif sumber biaya pembiayaan proyek pembangunan PLTU Indramayu yang
telah dirancang antara lain DIPA APBN (PMN), JICA (Japan International Cooperation

Agency), Penerbitan surat utang untuk APLN PT. PLN (Persero) terdiri penerbitan
obligasi dan penerbitan suku ijara, dan Dana internal.

5.2 Rekomendasi
1.

PT. PLN (Persero) harus memperhitungkan dampak pergerakan nilai tukar mata uang,
tingkat inflasi, dan kenaikan harga energi primer. Sehingga perhitungan di dalam
valuasi proyek dapat tercermin dengan kondisi yang terjadi pada saat pembangungan
dan pengoperasian sebuah proyek.

2.

PT PLN (Persero) harus menerapkan project financing di dalam pendanaan proyek.


Karena project financing tersebut dapat mengalihkan resiko-resiko yang akan dihadapi
proyek tersebut kepada pihak lain.

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 15

3.

Project financing dapat digunakan sebagai media untuk mencari alternatif pendanaan
yang paling murah untuk pendanaan proyek PT. PLN (Persero), sehingga PT. PLN
(Persero) dapat menjadi perusahaan BUMN yang mandiri tanpa harus mengandalkan
subsidi dari pemerintah untuk pendanaan kegiatan investasi dan operasi yang akan
memberatkan APBN.

4.

PT. PLN harus membuat program mitigasi proyek secara berkala, khususnya analisis
resiko proyek PLTU Indramayu.

5.

Pemerintah Indonesia harus memberikan loan guarantee kepada PT. PLN (Persero)
sehingga perusahaan dapat dengan mudah mendapatkan pendanaan dari pihak-pihak
yang akan memberikan pinjaman kepada perusahaan. Selain itu pula apabila
perusahaan tidak dapat membayar pinjaman tersebut, pemerintah dapat membantu PT.
PLN (Persero) dalam bentuk pinjaman atas dasar PT. PLN (Persero) merupakan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk dan ditugaskan oleh pemerintah untuk
menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik di Indonesia.

Pembiayaan Pembangunan 2014 | 16

Anda mungkin juga menyukai