YUSTIAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
RINGKASAN
YUSTIAN. Arahan dan Strategi Ekstentifikasi Sawah di Wilayah Pengembangan
Pesisir Provinsi Kalimantan Barat. Dibimbing oleh UNTUNG SUDADI dan
MUHAMMAD ARDIANSYAH.
Wilayah Pengembangan (WP) Pesisir merupakan sentra produksi dan
pemasok beras bahkan untuk tiga WP lainnya di Provinsi Kalimantan Barat.
Namun, dengan asumsi Indeks Pertanaman (IP) 130%, risiko gagal panen 5% per
tahun dan konversi sawah 9,8% per tahun, produksi padi di WP Pesisir pada tahun
2016 diprediksi mencapai 460.178 ton gabah kering giling (GKG) sehingga
terjadi defisit 9.922 ton GKG dari kebutuhan konsumsi penduduknya sebesar
470.100 ton GKG. Apabila tidak diimbangi dengan ekstensifikasi sawah, maka
perannya sebagai pemasok beras bagi tiga WP lainnya juga akan berakhir pada
tahun 2016 sehingga akan mempengaruhi kondisi ketahanan pangan di Provinsi
Kalimantan Barat. Oleh karena itu diperlukan perencanaan, arahan dan strategi
ekstensifikasi sawah yang komprehensif di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat.
Lokasi penelitian meliputi tujuh kabupaten/kota yang termasuk WP Pesisir
Provinsi Kalimantan Barat yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang, Pontianak,
Ketapang, Kayong Utara, Kubu Raya dan Kota Singkawang. Tujuan penelitian ini
adalah: (1) mengidentifikasi lahan potensial untuk ekstensifikasi sawah, (2)
mengetahui wilayah sentra produksi padi sawah berdasarkan keunggulan
komparatif dan kompetitif, (3) mengetahui klaster dan tipologi tingkat
perkembangan wilayah untuk ekstensifikasi sawah serta (4) merumuskan arahan
dan strategi ekstensifikasi sawah berbasis klaster wilayah di WP Pesisir Provinsi
Kalimantan Barat.
Analisis diawali dengan pembuatan peta penggunaan lahan 2013 melalui
interpretasi citra Landsat 8 menggunakan metode on screen digitation. Lahan
potensial untuk ekstensifikasi sawah diidentifikasi dengan overlay peta
penggunaan lahan 2013, peta kesesuaian lahan basah dari RePPProt dan peta
RTRW Provinsi. Wilayah basis dan/atau unggulan produksi padi sawah dianalisis
berdasarkan hasil Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Klaster
wilayah dan tipologinya diperoleh dari hasil Cluster Analysis dan Discriminant
Analysis berdasarkan karakteristik aktivitas pertanian padi sawah. Arahan wilayah
prioritas untuk ekstensifikasi sawah disusun berdasarkan sintesis terhadap hasilhasil analisis sebelumnya dengan mengacu Peraturan Menteri Pertanian Nomor
50/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian dan untuk
penentuan prioritas strateginya digunakan analisis SWOT.
Tipe penggunaan lahan di WP Pesisir terdiri atas perkebunan campuran
seluas 1.143.710 ha (20% dari total wilayah provinsi seluas 5.664.580 ha), belukar
rawa 582.700 ha (10%), semak belukar 308.590 ha (5%), ladang/tegalan 243.660
ha (4%), sawah 189.420 ha (3%) dan rawa genangan 184.940 ha (3%). Belukar
rawa dan semak belukar terluas dijumpai di Kabupaten Ketapang. Rawa genangan
hanya dijumpai di Kabupaten Ketapang. Ladang/tegalan dan sawah dominan
dijumpai di Kabupaten Sambas dan Kubu Raya.
Dari hasil rekapitulasi areal eksisting dan potensial teridentifikasi 411.960
ha lahan tersedia yang dapat dikembangkan untuk sawah, sebagian besar (>50%)
SUMMARY
YUSTIAN. Direction and Strategy for Wetland Ricefield Extensification in
Coastal Development Region of West Kalimantan Province. Supervised by
UNTUNG SUDADI and MUHAMMAD ARDIANSYAH.
The Coastal Development Region (DR) is the rice production center and
supplier even for the other three DRs of West Kalimantan Province. However, by
assuming cropping index of 130%, risk of harvest failure of 5% per year, and
conversion of wetland ricefield of 9.8% per year, then the milled rice production
of the Coastal DR in 2016 was predicted to achieve 460,178 ton that resulted in a
deficit up to 9,922 ton out of the consumption requirement of its population that
amounted to 470,100 ton. If it is not complemented with wetland ricefield
extensification, then its role as the rice supplier for the three other DRs will also
be finished in 2016 and it the food security condition in West Kalimantan
Province will be affected. Therefore, a comprehensive planning, direction, and
strategy for wetland ricefields extensification is needed in the Coastal DR of West
Kalimantan Province.
The location of this research consisted of seven regency/city included in the
Coastal DR of West Kalimantan Province, namely Regency of Sambas,
Bengkayang, Pontianak, Ketapang, Kayong Utara, Kubu Raya, and city of
Singkawang. The objectives of this research were to: (1) identify potential lands
for wetland ricefield extensification, (2) identify regional wetland rice production
center based on comparative and competitive advantages, (3) identify cluster and
typology of regional development level for wetland ricefield extensification, and
(4) formulate regional cluster-based direction and strategy for wetland ricefields
extensification in Coastal DR of West Kalimantan Province.
Analysis was started with preparation of landuse map 2013 based on
interpretation of Landsat 8 imagery using on screen digitation method. Potential
area for wetland ricefield extensification was identified by overlaying landuse
map 2013, land suitability map for wetland from RePPProt, and provincial RTRW
map. The basis and/or leading region of wetland rice production was determined
based on the results of Location Quotient (LQ) and Shift Share Analysis (SSA).
Cluster and typology of the region was derived from the results of Cluster
Analysis and Discriminant Analysis based on rice farming activity characteristics.
Direction of priority region for wetland ricefield extensification was based on
synthesis of results of the preceding analyses by referring to the Minister of
Agriculture Regulation Number 50/2012 concerning Guidelines for development
of agricultural region, and SWOT analysis was used to determine strategy priority.
Landuse types in the Coastal DR consisted of mixed plantations covering
area of 1,143,710 ha (20% of the total provincial area of 5,664,580 ha), swampy
shrubs of 582,700 ha (10%), bushes and shrubs of 308,590 ha (5%), drylands of
243,660 ha (4%), wetland ricefields of 189,420 ha (3%), and waterlogged swamps
of 184,940 ha (3%). The largest swampy shrubs, and bushes and shrubs were
found in Ketapang Regency. Waterlogged swamps were only found in Ketapang
Regency. Drylands and wetland ricefields were dominantly found in Sambas and
Kubu Raya Regency.
YUSTIAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Ketua
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
28 MAR 20'4
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Muhammad Ardiansyah
Anggota
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas
ridho-Nya Tesis ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Juni 2013 ini adalah ekstentifikasi sawah, dengan judul Arahan dan
Strategi Ekstentifikasi Sawah di Wilayah Pengembangan Pesisir Provinsi
Kalimantan Barat.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dr Ir Untung Sudadi, MSc dan Dr Ir Muhammad Ardiansyah selaku Komisi
Pembimbing.
2. Prof Dr Ir Santun RP Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah, beserta segenap dosen dan manajemen Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah.
3. Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc selaku Dosen Penguji Luar Komisi.
4. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang
diberikan kepada penulis.
5. Sahabat-sahabat PWL, baik kelas khusus maupun reguler angkatan 2012 atas
segala dukungan dan kerjasamanya.
6. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu
dalam penyelesaian Tesis ini.
Akhirnya, terima kasih yang setinggi-tingginya atas dukungan doa dan
pengertian dari istri, anak-anak dan orang tua tercinta.
.
Bogor, Maret 2014
Yustian
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Kerangka Pemikiran
2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Wilayah Pesisir
Perencanaan Pengembangan Wilayah
Ketersediaan dan Konsumsi Pangan
Kebijakan Strategis Pengembangan Padi Sawah
Sumberdaya Lahan untuk Padi Sawah
viii
viii
ix
1
1
2
2
2
2
3
5
5
5
6
7
7
3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Analisis Data
Identifikasi dan Analisis Sawah Eksisiting dan Lahan Potensial
Analisis Keunggulan Komparatif (Location Quotient)
Analisis Keunggulan Kompetitif
(Differential Shift dalam Shift Share Analysis)
Analisis Tipologi Perkembangan Wilayah untuk Ekstensifikasi Sawah
Analisis SWOT
9
9
9
10
10
11
15
15
16
17
20
21
23
23
25
28
29
31
31
11
12
13
33
36
40
40
40
DAFTAR PUSTAKA
40
LAMPIRAN
49
RIWAYAT HIDUP
65
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
9
13
14
16
17
18
18
19
21
22
23
25
25
28
29
29
30
31
32
33
37
38
39
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
4
10
15
17
20
22
7.
24
26
27
35
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
43
46
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam konsep pembangunannya Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat
membagi wilayahnya ke dalam empat Wilayah Pengembangan (WP), yaitu WP
Tengah, WP Pesisir, WP Antar Provinsi dan WP Antar Negara, sebagaimana
dituangkan dalam Peraturan Daerah Kalimantan Barat No. 7 Tahun 2008 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2007-2027. Pembagian wilayah
tersebut memberikan arah dan acuan pengembangan wilayah bagi pemerintah
daerah, masyarakat dan dunia usaha.
Wilayah Pengembangan (WP) Pesisir merupakan sentra produksi dan
pemasok beras bahkan untuk tiga WP lainnya di Provinsi Kalimantan Barat.
Namun, dengan asumsi Indeks Pertanaman (IP) 130%, risiko gagal panen 5% per
tahun dan terjadi konversi sawah dengan laju 9,8% per tahun, maka produksi padi
di WP Pesisir pada tahun 2016 diprediksi mencapai 460.178 ton gabah kering
giling (GKG) (Lampiran 1). Hal ini akan mengakibatkan defisit 9.922 ton GKG
dari kebutuhan konsumsi penduduk WP Pesisir sebesar 470.100 ton GKG.
Apabila tidak diimbangi dengan ekstensifikasi sawah, maka perannya sebagai
pemasok beras bagi tiga WP lainnya juga akan berakhir pada tahun 2016 sehingga
akan mengganggu kondisi ketahanan pangan di Provinsi Kalimantan Barat.
Hasil analisis Tim Peneliti Pemetaan Sumberdaya Lahan, Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian tahun 2007
menunjukkan bahwa luasan lahan potensial untuk pengembangan tanaman pangan
lahan basah di Provinsi Kalimantan Barat mencapai 1.090.514 ha. Namun,
penggunaan lahan sawah eksisting pada tahun 2012 hanya 307.016 ha, terdiri atas
sawah beririgasi seluas 103.255 ha dan sawah non irigasi seluas 203.761 (BPS
Kalimantan Barat 2012). Hal ini menunjukkan masih besarnya peluang untuk
perluasan areal atau ekstensifikasi sawah di Kalimantan Barat.
Kontribusi sektor pertanian mencapai 25% dari total PDRB Provinsi
Kalimantan Barat sebesar 60,48 trilyun rupiah (BPS Kalimantan Barat 2012).
Kontribusi tertinggi berasal dari subsektor tanaman pangan, disusul perkebunan,
peternakan, perikanan dan kehutanan. Dengan menerapkan prinsip pembangunan
yang terintegrasi, terpadu dan serasi untuk mendorong kemampuan kompetitif dan
keunggulan komparatif, WP Pesisir sangat potensial untuk pengembangan padi
sawah (Pemprov Kalimantan Barat 2008).
Keberhasilan ekstentifikasi sawah di WP Pesisir diharapkan dapat
meningkatkan pembangunan pertanian Kalimantan Barat, khususnya dalam hal
peningkatan produksi padi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi wilayah lokal
maupun regional. Oleh karena itu diperlukan perencanaan, arahan dan strategi
ekstensifikasi sawah yang komprehensif. Motivasi dari penelitian ini adalah untuk
berkontribusi dalam penyediaan informasi terkait aspek perencanaan dari
perspektif pengembangan wilayah untuk ekstensifikasi sawah bercirikan Wilayah
Pengembangan Pesisir di Provinsi Kalimantan Barat.
2
Perumusan Masalah
Total produksi padi sawah kabupaten/kota yang berada di WP Pesisir
mencapai 867.464 ton atau 68% dari total produksi padi sawah Kalimantan Barat
sebesar 1.284.464 ton pada tahun 2012. Fakta ini mengindikasikan bahwa
produksi padi di WP Pesisir lebih tinggi daripada WP lainnya. Meskipun
demikian, situasi ketahanan pangannya dalam beberapa tahun kedepan dapat
terganggu akibat ketidakseimbangan antara penyediaan dan permintaan beras
sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan konversi sawah. Untuk itu perlu
dilakukan ekstentifikasi sawah dan disusun road map perencanaan dan
implementasinya berdasarkan pertimbangan ketersediaan dan kesesuaian
sumberdaya lahan, kondisi sosial ekonomi serta aspek tata ruang wilayah.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, pertanyaan penelitian
hendak dicarikan solusinya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sebaran spasial dan berapa luas sawah potensial yang dapat
dikembangkan di WP Pesisir Kalimantan Barat?
2. Bagaimana keunggulan komparatif dan kompetitif pengembangan pertanian
padi sawah antar kabupaten/kota di WP Pesisir Kalimantan Barat?
3. Bagaimana tipologi tingkat perkembangan wilayah dalam kaitannya dengan
ekstensifikasi sawah di Wilayah Pesisir Kalimantan Barat?
4. Apa arahan dan strategi untuk ekstensifikasi sawah di WP Pesisir Kalimantan
Barat?
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
3
memenuhi definisi wilayah pesisir berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan
Pengelolaan Pesisir Terpadu yang mendefinisikan Wilayah Pesisir sebagai
wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana
12 mil dari garis pantai ke arah laut untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut
itu (kewenangan provinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat sampai dengan
batas administrasi kabupaten/kota.
Kerangka Pemikiran
Ekstensifikasi sawah di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat merupakan
upaya memperkuat ketahanan pangan melalui pemenuhan kebutuhan padi di
tingkat lokal dan regional. Untuk itu diperlukan analisis potensi wilayah yang
mengacu pada aspek spasial, biofisik dan sosial ekonomi. Aspek spasial
berhubungan dengan potensi sumberdaya lahan pertanian. Aspek biofisik
berhubungan dengan tingkat kesesuaian lahan untuk padi sawah. Aspek ekonomi
menyangkut aktivitas usaha pertanian padi sawah.
Identifikasi lahan potensial untuk ekstentifikasi sawah dilakukan dengan
metode SIG melalui overlay Peta Kesesuaian Lahan Aktual (Potensial dan
Potensial Bersyarat) untuk padi sawah yang diperoleh dari RePPProt dan Peta
Fungsi Kawasan dalam RTRW hingga dihasilkan Peta Potensi Lahan
Pengembangan. Selanjutnya Peta Potensi Lahan Pengembangan dioverlaykan
dengan Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2013 hasil interpretasi Citra
Landsat 8 sehingga diperoleh distribusi dan luasan spasial sawah eksisting dan
lahan tersedia untuk ekstensifikasi sawah.
Berikutnya ditentukan keunggulan komparatif dan kompetitif pertanaman
padi sawah antar wilayah. Untuk penentuan keunggulan komparatif digunakan
pendekatan berbasis ekonomi menggunakan analisis Location Quotient (LQ)
berdasarkan luas tanam padi sawah dengan wilayah administrasi kabupaten
sebagai satuan analisis. Dengan analisis ini didapatkan kabupaten yang menjadi
basis atau non basis produksi padi sawah. Bila nilai LQ suatu wilayah lebih dari
satu maka wilayah tersebut merupakan wilayah basis untuk pengembangan
pertanian padi.
Identifikasi daya saing usahatani padi sawah terhadap komoditas tanaman
pangan lainnya dianalisis menggunakan Differential Shift Component (DS) dalam
Shift Share Analysis (SSA) untuk menilai pergeseran struktur atau kinerja
aktivitas usahatani padi sawah di kabupaten tertentu di WP Pesisir dibandingkan
dengan semua kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat sebagai daerah agregat
yang lebih luas. Hasil DS dalam SSA menjelaskan tingkat persaingan atau
kompetisi (competitiveness) usahatani komoditas tertentu dibandingkan dengan
pertumbuhan usahatani total komoditas dalam wilayah.
Selanjutnya dilakukan Cluster Analysis untuk mengelompokkan wilayah ke
dalam tiga klaster berdasarkan kemiripan variabel karakteristik aktivitas usahatani
padi sawahnya dan Discriminant Analysis untuk menentukan variabel penciri
yang membedakan tipologinya. Dari kedua analisis ini dihasilkan tiga klaster
tipologi tingkat perkembangan wilayah kabupaten/kota di WP Pesisir untuk
ekstensifikasi sawah berdasarkan aktivitas pertanian padi sawah. Hasil identifikasi
lahan tersedia, keunggulan komparatif dan kompetitif padi sawah serta tipologi
4
wilayah selanjutnya disintesis sebagai dasar penentuan arahan prioritas klaster
wilayah untuk ekstentifikasi sawah.
Selanjutnya dilakukan analisis SWOT berdasarkan pendapat responden
petani, pedagang dan Pemerintah daerah /instansi yang terkait sehingga dapat
ditentukan prioritas strategi ekstentifikasi sawah di WP Pesisir Provinsi
Kalimantan Barat. Secara keseluruhan, kerangka pemikiran dalam penelitian ini
digambarkan dalam diagram alir pada Gambar 1.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Wilayah Pesisir
Wilayah Pesisir adalah wilayah yang merupakan tanda atau batasan wilayah
daratan dan wilayah perairan dimana proses kegiatan/aktivitas bumi dan
penggunaan lahan masih mempengaruhi proses dan fungsi kelautan (Kay dan
Alder 1999). Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan
laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut (Pasal 1 Angka 2 UU
Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil). Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
KEP.10/MEN/ 2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir
Terpadu, Wilayah Pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara
ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari
garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan
provinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat sampai dengan batas
administrasi kabupaten/ kota.
Menurut Rustiadi et al. (2011), konsep klasifikasi wilayah yang lebih
mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah yang dikenal selama ini adalah: (1)
wilayah homogen (uniform), (2) wilayah fungsional dan (3) wilayah perencanaan/
pengelolaan (planning region). Adapun untuk wilayah pesisir, penentuan batas
fisik ruang wilayah dalam kaitannya dengan usaha pengelolaannya dilakukan
secara berbeda pada berbagai negara dan bahkan tiap daerah di Indonesia juga
berbeda, kecuali pada wilayah-wilayah pantai yang relatif masih perawan. Pada
umumnya, wilayah pantai yang telah atau sedang berkembang dikembangkan
menjadi suatu wilayah fungsional. Terkait hal itu, maka wilayah perencanaan dari
wilayah pesisir dapat diambil secara kompromistis antara wilayah administratif
dengan wilayah fungsional (Djunaedi dan Basuki 2002).
Perencanaan Pengembangan Wilayah
Kajian perencanaan pengembangan wilayah memiliki sifat-sifat yang
berorientasi pada kewilayahan, futuristik dan publik. Selain mengkaji seluruh
aspek-aspek kewilayahan, baik interaksi maupun interelasinya, dengan sifat
futuristiknya membuat prediksi dan peramalan yang dilakukan memiliki tujuan
untuk kepentingan publik. Pilar-pilar yang menunjang perencanaan
pengembangan wilayah meliputi: (1) inventarisasi, klasifikasi dan evaluasi
sumberdaya, (2) aspek ekonomi, (3) aspek kelembagaan (institusional) dan (4)
aspek lokasi/spasial (Rustiadi 2003).
Dalam kaitannya dengan perencanaan pengembangan wilayah, sasaran yang
harus mendapat perhatian lebih besar adalah wilayah perdesaan di mana mayoritas
penduduk Indonesia tinggal dengan aktivitas utama di sektor pertanian. Pertanian
memiliki peranan yang strategis bagi suatu negara yang secara umum
kontribusinya dapat berupa: (1) penyedia bahan pangan, (2) penyedia lapangan
kerja, (3) penyedia bahan baku bagi industri, (4) sumber devisa dan (5) penjaga
kelestarian lingkungan (Subejo 2007).
Dalam pengembangan wilayah perlu terlebih dahulu dilakukan perencanaan
strategis pengembangan penggunaan lahan yang dapat memberikan keuntungan
6
ekonomi wilayah (strategic land use development planning) bagi pembangunan
yang merupakan salah satu kegiatan dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya lahan. Hal ini penting untuk mengetahui potensi pengembangan, daya
dukung dan manfaat ruang wilayah melalui proses inventarisasi dan penilaian
keadaan/kondisi lahan, potensi dan pembatas-pembatas suatu daerah tertentu
(Djakapermana 2010).
Perencanaan tata ruang strategis menyangkut pengembangan tata ruang
wilayah utama yang mungkin timbul pada setiap skala, tetapi lebih detail dari
wilayah dan skala nasional (Faludi 2001). Pada tingkat ini, perencanaan tata ruang
strategis biasanya untuk sektor publik yang bertujuan mempengaruhi kegiatan
distribusi spasial masa depan (Albrechts 2004). Perencanaan tata ruang yang
dilakukan di wilayah kota dan kabupaten berkaitan dengan tema-tema seperti
industri, transportasi, komunikasi, perencanaan penggunaan lahan serta kerjasama
dalam produksi dan jasa. Hal ini selain untuk tujuan perencanaan juga berupaya
untuk melibatkan pihak yang berwenang, swasta dan masyarakat dalam bentuk
kemitraan dalam perencanaan dan pelaksanaan.
Ketersediaan dan Konsumsi Pangan
Ketahanan pangan adalah adanya keamanan pangan ketika semua orang,
setiap saat, memiliki akses sosial, ekonomi dan fisik yang cukup serta makanan
yang aman dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi makanan untuk
hidup aktif dan sehat. Pilar dari ketahanan pangan adalah ketersediaan, akses,
pemanfaatan dan stabilitas (FAO 1996).
Hubungan antara pertumbuhan penduduk, perubahan lahan pertanian dan
degradasi lingkungan sangat kompleks. Tidak ada satu penjelasan yang
sepenuhnya memuaskan. Oleh karena itu, tidak ada hipotesis tunggal yang
mungkin cukup mengenai hal tersebut (Holden dan Sankhayan 1998).
Ketersediaan dan konsumsi memungkinkan setiap rumah tangga memperoleh
pangan yang cukup dan memanfaatkannya secara bertanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggotanya. Ketahanan pangan rumah tangga
adalah kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya
dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan
sehari-hari. Kecukupan pangan mencakup segi kuantitas dan kualitas. Agar rumah
tangga dapat memenuhi kecukupan pangan tersebut berarti rumah tangga harus
memiliki akses untuk memperoleh pangan baik dari produksi sendiri maupun
membeli dari pasar (Riyadi 2007).
Kebutuhan beras dipengaruhi oleh pola konsumsi makanan penduduk. Pola
konsumsi makanan penduduk merupakan salah satu indikator sosial ekonomi
masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan setempat.
Konsumsi beras terdiri atas konsumsi beras rumah tangga dan konsumsi beras di
luar rumah tangga. Konsumsi rumah tangga dibedakan atas konsumsi makanan
maupun bukan makanan tanpa memperhatikan asal barang dan terbatas pada
pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga saja, tidak termasuk konsumsi/
pengeluaran untuk keperluan usaha atau yang diberikan kepada pihak lain.
Konsumsi di luar rumah tangga adalah konsumsi makanan yang berbahan baku
beras yang diperoleh/dibeli di luar rumah tangga.
7
Konsumsi beras per kapita per tahun Indonesia meningkat nyata yaitu dari
109 kg pada tahun 1970 menjadi 122 kg (1980), 149 kg (1990), 114 kg (2000) dan
135 kg (2007). Bahkan berdasarkan konsumsi energi yang sesuai dengan Pola
Pangan Harapan (PPH) Nasional, konsumsi beras yang mencapai 140 kg/kapita/
tahun atau mendekati konsumsi beras nasional 139,15 kg/kapita/tahun adalah
sangat besar jika dibandingkan dengan negara lainnya di Asia. Konsumsi beras di
Jepang hanya 60 kg/kapita/tahun, sedangkan di Malaysia hanya 80 kg/kapita/
tahun (Nurwadjedi 2011).
Kebijakan Strategis Pengembangan Padi Sawah
Berbagai kebijakan untuk meningkatkan produksi padi seperti
pembangunan irigasi, subsidi benih, pupuk dan pestisida, kredit usahatani
bersubsidi dan pembinaan kelembagaan usahatani telah ditempuh. Demikian juga
dalam pemasaran hasil, pemerintah telah mengeluarkan Kebijakan Harga Dasar
Gabah (HDG) atau Harga Dasar Pembelian Pemerintah (HDPP) untuk melindungi
petani dari jatuhnya harga di bawah biaya produksi. Sementara itu, kebijakan
impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat
dan agar harga beras terjangkau oleh sebagian besar konsumen. Campur tangan
yang sangat besar dan bersifat protektif telah membuahkan hasil yaitu tercapainya
swasembada beras pada tahun 1984. Namun demikian, swasembada yang dicapai
hanya sesaat. Secara umum, selama lebih dari tiga dekade terakhir produksi beras
dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan. Dengan kata lain, Indonesia
hampir selalu defisit, sehingga masih tergantung pada impor (Sudaryanto et al.
2006).
Berdasarkan konteks kebijakan dan tantangan serta hambatan internal
pembangunan agribisnis padi, maka reorientasi kebijakan pengembangan padi
hendaknya diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan ketahanan pangan
petani padi, memantapkan ketahanan pangan nasional dan mendinamisasi
perekonomian desa. Di dalam merumuskan instrumen kebijakan peningkatan
produksi padi, disamping reorientasi arah dan tujuan tersebut, juga perlu
dipertimbangkan konteks kebijakan pangan global dan kebijakan di negara
kompetitor utama di kawasan Asia. Upaya mempertahankan eksistensi lahan
sawah dan peningkatan pendapatan petani akan sangat ditentukan oleh
keberhasilan program diversikasi usahatani. Kebijakan strategis dan langkah
operasional yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan diversifikasi di
lahan sawah adalah: 1) peningkatan ketersediaan dan akses teknologi; 2)
pengembangan infrastruktur irigasi pompa, peningkatan produktivitas dan
program stabilisasi harga untuk komoditas alternatif bernilai ekonomi dan risiko
tinggi; 3) pemberdayaan kelembagaan kelompok tani dan membangun keterkaitan
fungsional dan institusional dengan elemen agribisnis lainnya dalam rangka
mendorong peningkatan produksi, pendapatan petani dan keberlanjutan
diversifikasi usahatani (Sudaryanto dan Surastra 2006).
Sumberdaya Lahan untuk Padi Sawah
Mantra (1986) menyatakan bahwa penurunan daya dukung lahan
dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang terus meningkat, luas lahan yang
semakin berkurang dan nisbah jumlah petani dan luas lahan yang diperlukan
8
untuk hidup layak. Penurunan daya dukung lahan menurut Hardjasoemantri
(1989) dapat diatasi antara lain dengan cara: 1) konversi lahan yaitu mengubah
jenis penggunaan lahan ke arah usaha yang lebih menguntungkan tetapi
disesuaikan wilayahnya; 2) intensifikasi lahan yaitu menggunakan teknologi baru
dalam usahatani dan 3) konservasi lahan yaitu usaha untuk mencegah kerusakan
sumberdaya lahan. Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang
terjadi selama ini berkaitan erat dengan tingkat pertambahan dan pola penyebaran
penduduk yang kurang seimbang dengan jumlah dan pola penyebaran sumberdaya
alam serta daya dukung lingkungan (Soerjani et al. 1987).
Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh
pematang (galengan), saluran untuk menahan/menyalurkan air, ditanami padi
sawah tanpa memandang darimana diperolehnya status lahan tersebut.
Berdasarkan sumber air yang digunakan dan keadaan genangannya, lahan sawah
dapat dibedakan menjadi: 1) lahan sawah irigasi dan 2) lahan sawah non irigasi.
Lahan sawah irigasi terdiri atas lahan sawah irigasi teknis, lahan sawah irigasi
setengah teknis, lahan sawah irigasi sederhana, lahan sawah irigasi desa/non
irigasi, lahan sawah tadah hujan, lahan sawah lebak dan lahan sawah pasang surut.
Lahan sawah non irigasi terdiri atas lahan sawah tadah hujan, lahan sawah pasang
surut, lahan sawah lebak dan sawah lainnya serta lahan sawah yang sementara
tidak diusahakan (Departemen Pertanian 2007). Lahan sawah memiliki fungsi
yang sangat luas yang terkait dengan manfaat langsung, manfaat tidak langsung,
dan manfaat bawaan. Manfaat langsung berhubungan dengan perihal penyediaan
pangan, penyediaan kesempatan kerja bidang pertanian, penyediaan sumber
pendapatan bagi daerah, sarana penumbuhan rasa kebersamaan (gotong royong),
sarana pelestarian kebudayaan tradisional, sarana pencegahan urbanisasi serta
sarana pariwisata. Manfaat tidak langsung terkait dengan fungsinya sebagai salah
satu wahana pelestari lingkungan. Manfaat bawaan terkait dengan fungsinya
sebagai sarana pendidikan dan sarana untuk mempertahankan keragaman hayati
(Irawan et al. 2002).
Definisi daya dukung dalam perspektif biofisik wilayah adalah jumlah
populasi yang dapat didukung oleh suatu wilayah sesuai dengan kemampuan
teknologi yang ada (Binder dan Lopez 2000). Aspek-aspek pengelolaan
sumberdaya lahan pertanian pangan menurut Rustiadi (2011) merupakan faktor
nyata yang dibutuhkan dalam proses penyediaan pangan. Lahan pertanian pangan,
khususnya sawah, memiliki karakteristik sumberdaya yang dikategorikan sebagai
common pool resources (CPRs) karena memiliki dua kriteria utama yaitu unsur
substractability karena ketersediaan lahan yang sesuai untuk pertanian pangan
sangat dan semakin terbatas dan setiap konversi penggunaan lahan ke penggunaan
lahan lainnya akan mengurangi kemampuan dalam penyediaan pangan serta unsur
non excludable karena dalam perspektif publik sangatlah sulit mencegah
terjadinya alih fungsi lahan-lahan pertanian pangan yang subur.
3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada lahan padi sawah dengan lokasi penelitian
mencakup Wilayah Pengembangan (WP) Pesisir Provinsi Kalimantan Barat
(Kabupaten Sambas, Bengkayang, Pontianak, Ketapang, Kayong Utara, Kubu
Raya dan Kota Singkawang) yang dilaksanakan selama 6 bulan yaitu Mei Oktober 2013. Kabupaten/kota tersebut terletak di bagian Barat pulau Kalimantan
dengan koordinat 2o08 LU - 3002 LS dan 108o40 BT - 111o20 BT.
Bahan dan Alat
Bahan penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui wawancara dengan panduan kuesioner terhadap 10 responden
stakeholders yang dipilih secara purposive sampling, yaitu: petani padi sawah,
pedagang beras, BAPPEDA Provinsi Kalimantan Barat, Dinas Pertanian TPH
Provinsi Kalbar, Balai Penyuluhan Pertanian, HKTI Provinsi, Badan Ketahanan
Pangan Provinsi Kalbar, Petugas Penyuluh Lapang, Gapoktan dan PNPM-Mandiri.
Data sekunder terdiri atas data statistik dan spasial. Data spasial yang
digunakan adalah Citra Landsat 8, Peta Penutup/Penggunaan Lahan tahun 2011,
Peta RePPProt, Peta RTRW, Peta Administrasi dan Peta Lahan Baku Sawah,
sedangkan data statistik adalah kepadatan penduduk, jumlah tenaga kerja sub
sektor tanaman pangan, luas areal tanam, PDRB per Kabupaten, luas panen dan
produksi padi sawah dan produksi tanaman pangan lain. Peralatan yang digunakan
adalah software ArcGIS, Erdas Imagine dan Statistica.
Data sekunder dikumpulkan dari instansi-instansi terkait sebagaimana
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis Data Sekunder
Jenis Data
Skala
Tahun Bentuk
Sumber Data
Citra Landsat 8 (sudah
terkoreksi geometrik)
Peta Kesesuaian Lahan
Peta RBI (Jalan/Sungai)
Resolusi
30m x30m
1:250.000
1:500.000
2013
Digital
Seameo-Biotrop
1987
2010
Digital
Digital
1:250.000
1:25.000
1:50.000
1:50.000
2007
2012
2012
2011
Digital
Digital
Digital
Digital
Jumlah Penduduk,
Produksi, Produktivitas,
Luas Panen dan Luas
Tanam, PDRB
20002012
Tabular
RePPProT
Badan Informasi
Geospasial
Bappeda Kalbar
Ditjen. PSP (Kementan)
BPS Kalbar
Ditjen. Planologi
(Kemenhut)
Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi
Kalbar, BPS Kalbar
10
Prosedur Analisis Data
Identifikasi dan Analisis Sawah Eksisiting dan Lahan Potensial
Identifikasi dan analisis diawali dengan pembuatan peta baseline hasil union
Peta Lahan Baku Sawah Tahun 2012 dan Peta Tutupan Lahan Tahun 2011
dilanjutkan dengan interpretasi citra Landsat 8 dengan metode on-screen
digitation. Digitasi manual yang dilakukan adalah mengedit peta baseline yang
disesuaikan dengan batas-batas kenampakan objek pada citra tahun 2013
menggunakan kunci interpretasi (Lampiran 2) hingga menjadi Peta Penutupan/
Penggunaan Lahan Tahun 2013. Selanjutnya, Peta Kesesuaian Lahan Basah dari
RePPProT ditumpang-tindihkan (overlay) dengan peta RTRWP dan Peta
Tutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2013 hingga dihasilkan Peta Sawah Eksisting
dan Lahan Potensial untuk Ekstensifikasi Sawah Tahun 2013. Proses pembuatan
peta tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Peta Kesesuaian
lahan basah
(RePPProT)
Peta Tutupan
Lahan Th 2011
Citra Landsat 8
(terkoreksi)
Th 2013
Peta Lahan
Baku Sawah Th.
2012
Overlay
Peta Kesesuaian
Lahan Aktual
Peta
Administrasi
Mozaik 8
Scene Citra
Peta Baseline
Cropping
Area
Overlay
Peta Areal
Tersedia untuk
Lahan Sawah
Citra
Kab/Kota WP
Pesisir
Overlay
On Screen
Digitation
Peta Penutupan/
Penggunaan
Lahan
Th. 2013
11
Analisis Keunggulan Komparatif (Location Quotient)
Analisis LQ (Location Quotient) digunakan untuk mengetahui pemusatan
suatu aktivitas pada suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas.
Analisis ini dapat mengidentifikasi keunggulan komparatif suatu wilayah dengan
asumsi: 1) kondisi geografis relatif sama; 2) pola-pola aktivitas bersifat seragam
dan 3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Pada penelitian ini
metode LQ digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif sektor dan
subsektor. Adapun nilai LQ diketahui dengan rumus berikut (Hendayana 2003).
=
Keterangan:
/.
. /. .
SSA
X ..
X ..
( t1)
(t 0)
1 +
X
X
i ( t1)
i (t 0)
+
(t 0)
X ..
X ..
( t 1)
X
X
ij ( t 1)
ij ( t 0 )
X
X
i (t 0)
i ( t 1)
12
Keterangan: a: komponen regional share; b: komponen proportional shift;
c: komponen differential shift (DS); X..: total produksi semua
komoditas di WP Pesisir; Xi: total produksi padi sawah di WP
Pesisir; Xij: total produksi padi sawah di suatu kabupaten/kota; t1:
titik tahun akhir (2011); to: titik tahun awal (2008). Nilai DS>0 dan
SSA>1 menunjukkan suatu komoditas memiliki keunggulan
kompetitif diantara komoditas lainnya.
Analisis Tipologi Perkembangan Wilayah untuk Ekstensifikasi Sawah
Analisis tipologi perkembangan wilayah untuk ekstensifikasi sawah
dilakukan dengan metode Cluster Analysis. Dengan metode ini beberapa variabel
yang dianalisis dikelompokkan sedemikian rupa sehingga variabel dalam satu
kelompok memiliki karakteristik yang lebih mirip dibandingkan dengan variabel
dalam kelompok lain. Dalam penelitian ini, analisis klaster digunakan untuk
mengelompokkan kabupaten/kota di WP Pesisir ke dalam tiga tipologi
berdasarkan kemiripan variabel yang mencirikan karakteristik fisik wilayah dan
aktivitas pertanian untuk ekstensifikasi sawah.
Tipologi tingkat perkembangan wilayah diadopsi dari Peraturan Menteri
Pertanian No. 50/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian
berdasarkan ciri kawasan pengembangan pertanian tanaman pangan (Lampiran 3)
yang selanjutnya dideskripsikan untuk dijadikan variabel yang dianalisis. Wilayah
penelitian dikelompokkan ke dalam tiga tipologi, yaitu wilayah berkembang,
cukup berkembang dan kurang berkembang. Variabel yang digunakan meliputi:
luas tanam padi sawah intensitas 1 kali pertanaman (ha) (X1); luas panen padi
sawah per tahun (ha) (X2); produktivitas padi sawah (ton/ha) (X3); proporsi
jumlah hand tractor per luas tanam (unit/ha) (X4), proporsi jumlah hand tractor
per luas tanam (unit/ha) (X5), proporsi sawah beririgasi terhadap total luas tanam
(X6), jumlah penyuluh pertanian (X7), jumlah petani padi (X8) dan proporsi
produksi padi sawah terhadap total produksi padi sawah provinsi (X9)
berdasarkan data dari 13 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat agar
memenuh derajat bebas yang dipersyaratkan (Lampiran 4, 5, 6, 7, 8 dan 9).
Sebelum dilakukan pengelompokan terlebih dahulu dihitung jarak antara
dua data atau gerombol data dengan ciri yang serupa menggunakan skala
pengukuran yang sama. Jika skala pengukuran data tidak sama maka data perlu
ditransformasikan atau distandarisasi ke dalam bentuk skor (Panudju dan Rustiadi
2012). Ukuran jarak yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarak eucledian.
Asumsi yang harus dipenuhi dalam penggunaan jarak euclidean adalah bahwa
antar variabel tidak terjadi multikolinearitas atau saling ortogonal.
Untuk standarisasi data dan pengklasteran digunakan software Statistica
menggunakan fitur Standardize dan Cluster Analysis dengan prosedur k-means.
Metode k-mean adalah statistik yang berguna untuk mengelompokkan sejumlah objek
dalam jumlah kelompok yang sudah ditentukan di mana karakteristik objek hanya
dikelompokkan berdasarkan variabel tertentu, tetapi karakteristik latar belakang objek
belum diketahui pasti (Yamin dan Kurniawan, 2011). Selanjutnya dilakukan analisis
diskriminan menggunakan fitur Discriminant Analysis untuk menentukan variabel
penciri yang membedakan ketiga tipologi. Data variabel penciri tiap klaster
selanjutnya dirata-ratakan menggunakan software MS Excell. Rataan data variabel
penciri klaster tersebut menentukan tipologi wilayah ke dalam berkembang
13
(rataan tertinggi), cukup berkembang (rataan tertinggi kedua) dan kurang
berkembang (rataan terendah).
Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis guna
merumuskan strategi atau kebijakan yang didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threat).
Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki (Rangkuti 2009). Proses penyusunan strategi dengan
metode SWOT dilakukan melalui tiga tahap analisis, yaitu tahap analisis masukan,
tahap analisis pencocokan dan tahap analisis pengambilan keputusan.
Keputusannya didasarkan atas justifikasi yang dibuat secara kualitatif maupun
kuantitatif, terstruktur maupun tidak terstruktur, sehingga dapat diambil keputusan
yang signifikan dengan kondisi yang ada.
Data yang digunakan pada tahap analisis pertama adalah hasil wawancara
dengan responden dengan panduan kuesioner. Kuesioner diserahkan secara
langsung kepada responden. Pada tahap ini data dibedakan menjadi dua, yaitu data
internal dan data eksternal. Data internal institusi meliputi data sumberdaya
manusia, sumberdaya modal dan kegiatan operasional, sedangkan data eksternal
institusi meliputi data kondisi sosial budaya masyarakat, kondisi lingkungan,
kondisi pasar, kebijakan pemerintah dan kompetitor. Data persepsi responden
perihal strategi ekstensifikasi sawah yang diperoleh dari wawancara diberi nilai 5
(sangat penting), nilai 4 (penting), nilai 3 (cukup penting), nilai 2 (tidak penting)
dan 1 (sangat tidak penting) dan disusun ke dalam bentuk matriks.
Tahap kedua dilakukan dengan menyusun 5 sampai 10 hasil inventarisasi
faktor peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang dimasukkan dalam faktor
internal dan eksternal yang selanjutnya dilakukan pencocokan menggunakan
matriks SWOT. Dari hasil analisis pencocokan faktor internal dan eksternal
diperoleh empat tipe strategi (Tabel 2).
Tabel 2 Matriks Strategi SWOT
Internal
Eksternal
Peluang
(Opportunity)
Ancaman
(Threat)
Kekuatan
(Strength)
Strategi SO
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang
Strategi ST
Ciptakan strategi
yangmenggunakan kekuatan untuk
mengatasi ancaman
Kelemahan
(Weakness)
Strategi WO
Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan peluang
Strategi WT
Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman
14
14
Metode Analisis
Interpretasi citra
(on screen
digitation)
Overlay dan
query spasial
Overlay dan
query spasial
Location Quotient
(LQ)
Shift Share
Analysis (SSA)
Cluster Analysis
(CA) dan
Discriminant
Analysis(DA)
Sintesis Deskriptif
SWOT
Output
Peta Penutupan/Penggunaan
Lahan Tahun 2013
15
16
Sambas
Bengkayang
Mempawah
Ketapang
Sukadana
Sungai
Raya
Singkawang
6.395
5.397
1.277
31.241
4.568
19
17
9
20
5
184
124
67
249
43
504
9
5
106
26
56.367
84
799
146.807
175
1.894
6.985
17
Jumlah Tenaga
Kerja
200.000
Luas Panen
100.000
0
2007
Gambar 4
2008
2009
2010
2011
Provinsi Kalimantan Barat secara umum memiliki potensi yang besar dan
variatif di sektor pertanian karena didukung oleh kondisi agroekosistem yang
sesuai untuk pengembangan komoditas pertanian dalam arti luas (tanaman
18
pangan, ternak, ikan dan hutan). Kalimantan Barat adalah produsen 40 komoditas
agribisnis terbesar di Indonesia. Komoditas padi memberikan kontribusi sebesar
17% terhadap produksi padi nasional. Penggunaan lahan untuk pertanian baru
mencapai 13,8%.
Variasi luas panen dan tingkat produktivitas antar kabupaten/kota yang
cukup tinggi membuat beberapa kabupaten/kota mendominasi produksi padi.
Pertanian padi pada tahun 2011 didominasi produksi dari Kabupaten Sambas,
Kabupaten Landak, Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Bengkayang yang
mencapai 61% dari total produksi provinsi sebesar 1.372.989 ton. Produktivitas
padi pada tahun 2011 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2010, yaitu dari
3,14 ton/ha menjadi 3,09 ton/ha (BPS Kalimantan Barat 2012). Luas panen, rataan
produktivitas dan produksi padi sawah di WP Pesisir disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Luas Panen, Rataan Produktivitas dan Produksi Padi Sawah di WP
Pesisir Tahun 2011
Luas Panen
Produktivitas
Kabupaten/Kota
Produksi (ton)
(ha)
(ton/ha)
Sambas
86.714
3,45
298.989
Bengkayang
25.369
3,91
99.218
Pontianak
23.056
3,69
85.191
Ketapang
20.481
3,29
67.425
Kayong Utara
23.779
3,28
78.067
Kubu Raya
61.960
3,48
215.805
Singkawang
6.585
3,46
22.770
WP Pesisir
247.943
3,51
867.464
Kalimantan Barat
367.054
3,45
1.284.834
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2012 (data
diolah)
Secara rata-rata time series (rentang waktu tahun 2000-2010), produktivitas
padi Provinsi Kalimantan Barat adalah 3,11 ton/ha, dengan luas panen 428.461 ha
dan luas baku 423.110 ha pada tahun 2010 (Dinas Pertanian TPH Kalimantan
Barat 2012). Luas lahan sawah hasil pemetaan per kabupaten tahun 2011 di WP
Pesisir disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Luas Lahan Sawah Hasil Pemetaan per Kabupaten di WP Pesisir Tahun
2011
Kabupaten/Kota
Luas Lahan (ha)
Sambas
56.006
Bengkayang
14.023
Kota Singkawang
4.306
Pontianak
13.342
Ketapang
27.150
Kayong Utara
16.001
Kubu Raya
52.137
Total
182.965
19
Luas (ha)
Persentase
221.381
869.133
1,51
5,93
173.581
1,19
1.316.058
8,99
19.809
570.266
146.181
3.098.269
0,14
3,89
1,00
21,16
1.300.374
8,88
7.394
25.437
0,05
0,17
262.207
1,79
1.173.821
5.252.186
208.767
14.644.864
8,02
35,86
1,43
100
20
Intensifikasi padi
sawah 221,381
Ekstensifikasi padi
sawah 869,133
93%
Penggunaan lain
13,554,350
21
Kabupaten/Kota
<2%
2-15%
15-40%
>40%
Sambas
307.800
124.442
160.396
46.832
Bengkayang
321.785
102.503
40.749
74.693
Pontianak
91.811
17.058
11.483
7.338
Ketapang
1.342.977
751.729
355.378
673.990
Kayong Utara
274.386
130.474
11.516
40.450
Kubu Raya
686.434
11.701
385
8.000
4.800
33.190
4.410
Singkawang
22
2008
2009
2010
2011
Sambas
4.673.551
5.251.569
5.904.021
6.646.942
Bengkayang
1.925.131
2.146.184
2.356.205
2.642.560
Singkawang
2.012.951
2.225.776
2.519.158
2.835.254
Pontianak
1.883.099
2.028.578
2.219.504
2.463.128
Ketapang
4.868.436
5.126.915
5.911.730
6.785.902
755.930
834.352
946.723
1.068.111
6.892.797
7.614.573
8.800.532
9.978.601
Kayong Utara
Kubu Raya
11.000.000
10.000.000
9.000.000
8.000.000
Sambas
7.000.000
Bengkayang
6.000.000
Singkawang
5.000.000
Pontianak
4.000.000
Ketapang
3.000.000
Kayong Utara
2.000.000
Kubu Raya
1.000.000
0
2008
2009
2010
2011
23
Penutupan/Penggunaan Lahan
Luas
ha
363.690
640.620
116.980
829.830
582.700
308.590
950.030
1.143.710
189.420
243.660
16.910
19.350
184.940
9.550
30.460
%
6
11
2
15
10
5
17
20
3
4
0
0
3
0
1
Jumlah
5.630.440
100
24
25
Sesuai (S)
Luas (ha)
73.090
60.070
344.660
197.840
107.980
213.200
33.090
1.029.930
%
7
6
33
19
10
21
3
100
Hasil tumpang tindih antara peta kesesuaian lahan, peta fungsi kawasan
(RTRW Provinsi) serta Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2013
menghasilkan Peta Sawah Eksisting dan Lahan Potensial untuk Ekstensifikasi
Sawah Tahun 2013 (Gambar 9). Rekapitulasi sawah eksisting dan lahan potensial
untuk ekstentifikasi sawah (Tabel 13) menunjukkan bahwa saat ini tersedia
411.960 ha lahan yang dapat dikembangkan menjadi sawah, yang sebagian besar
(>50%) berada di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Ketapang. Lahan
pengembangan ini terdiri atas tipe penutupan/penggunaan ladang/tegalan, semak
belukar, belukar rawa dan perkebunan campuran.
Tabel 13 Rekapitulasi Sawah Eksisting dan Lahan Potensial
Kabupaten/Kota
Bengkayang
Kayong Utara
Ketapang
Kubu Raya
Pontianak
Sambas
Singkawang
Jumlah
Persentase (%)
Eksisting
Sawah
14.290
18.720
28.210
51.160
16.240
57.010
3.790
189.420
3
Potensial
49.760
21.880
109.420
57.670
36.150
116.720
20.350
411.950
7
Luas (ha)
Potensial
Bersyarat
117.490
77.940
1.440
33.690
230.560
4
Tidak
Jumlah
Potensial
378.390
559.920
420.140
460.750
2.826.190 2.963.820
671.050
857.820
145.900
199.740
370.090
577.510
20.880
45.020
4.832.640 5.664.580
85
100
26
27
Gambar 9 Peta Sawah Eksisting dan Lahan Potensial untuk Ekstensifikasi Sawah
Tahun 2013 di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat
28
Padi
Ladang
Jagung
Kedelai
Kacang
Tanah
Kacang
Hijau
Ubi
Kayu
Ubi
Jalar
Sambas
1,23
0,16
0,02
2,06
0,08
3,25
0,34
0,50
Bengkayang
0,50
2,71
3,12
0,44
2,78
0,03
1,42
0,74
Pontianak
1,21
0,16
0,24
0,90
0,59
0,19
1,21
2,25
Ketapang
0,92
3,07
0,13
0,08
1,88
0,07
2,43
2,42
Singkawang
1,17
0,62
0,08
0,29
4,40
Kayong Utara
1,24
0,13
0,03
0,06
0,30
0,01
1,96
0,75
Kubu Raya
1,14
0,11
0,78
0,27
0,36
0,19
0,56
0,78
Kabupaten/Kota
29
lebih didominasi oleh jagung yang memiliki nilai LQ tertinggi yaitu 3,12
mengingat aspek agribisnisnya untuk pakan ternak ayam di Kota Singkawang.
Keunggulan Kompetitif Wilayah
Hasil perhitungan Differential Shift terhadap produksi komoditas tanaman
pangan masing-masing kabupaten/kota di WP Pesisir dari tahun 2007 hingga
tahun 2011 disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15 Hasil Analisis Differential Shift Tanaman Pangan di WP Pesisir
Kabupaten/Kota
Sambas
Bengkayang
Pontianak
Ketapang
Singkawang
Kayong Utara
Kubu Raya
Padi
Sawah
Padi
Kacang Kacang Ubi
Jagung Kedele
Ladang
Tanah
Hijau Kayu
Ubi
Jalar
0.04
0.23
-0.08
-0.14
-0.06
-0.19
0.01
Nilai DS
-0.003
0.34
-0.01
0.26
2.64
1.82
0.53
0.41
-0.538
-0.297
0.162
-0.206 -0.342
-0.05
0.53
5.61
0.46
-0.45
0.47
-0.52
-0.53
0.47
0.69
-0.27
-0.76
-0.41
-0.47
0.62
-0.03
-0.20
0.29
0.04
2.24
0.24
1.85
-3.38
-3.39
-2.91
0.285
-0.048
0.69
0.37
-0.37
0.46
-0.49
1.10
-0.31
Padi
Padi
Kacang Kacang Ubi
Jagung Kedelai
Sawah Ladang
Tanah
Hijau Kayu
Ubi
Jalar
Sambas
0,08
-0,77
0,44
0,47
0,22
5,09
Bengkayang
0,27
0,22
-0,21
0,46
0,14
-0,13
0,08
0,34
Pontianak
-0,04
0,45
-0,37
3,11
1,70
-0,14
-0,66
5,42
Ketapang
-0,10
-0,51
0,12
1,00
0,29
0,33
0,17
0,27
Singkawang
-0,02
-1,00
-0,14
Kayong Utara
-0,15
-0,65
2,06
0,05
-0,71
0,06
-0,19
-0,77
-0,89
Kubu Raya
0,40 -0,24
-0,77 -0,64
0,81
0,28
-0,60 -0,71
30
Hasil analisis LQ, DS dan SSA dapat digunakan sebagai instrumen atau
indikator ekonomi kewilayahan untuk menentukan tingkat perkembangan
aktivitas ekonomi tertentu di suatu wilayah. Dalam penelitian ini, integrasi hasil
analisis LQ, DS dan SSA menunjukkan keunggulan komparatif (sebagai wilayah
basis jika LQ>1 atau non basis jika LQ1) dan keunggulan kompetitif (sebagai
wilayah unggulan jika DS>0 dan SSA >1 atau non unggulan jika DS<0 atau
SSA<1) bagi wilayah kabupaten/kota di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat
untuk pengembangan pertanian padi melalui ekstensifikasi sawah (Tabel 17).
Tabel 17 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Kabupaten/Kota di WP Pesisir
Provinsi Kalimantan Barat untuk Pengembangan Padi Sawah
Kabupaten/Kota
LQ
DS
SSA
Sambas
>1
>0
>1
Keunggulan
Komparatif Kompetitif
Wilayah Basis Unggulan
Bengkayang
>0
>1
Pontianak
>1
Wilayah Basis
Ketapang
Singkawang
>1
Wilayah Basis
Kayong Utara
>1
Wilayah Basis
Kubu Raya
>1
>0
>1
Dari Tabel 17 terlihat bahwa Kabupaten Sambas dan Kubu Raya merupakan
wilayah Basis Unggulan karena mempunyai keunggulan komparatif (LQ>1) dan
kompetitif wilayah (DS>0 dan SSA>1). Artinya, tanaman padi sawah di dua
kabupaten tersebut merupakan komoditas basis yang memiliki daya saing tinggi
serta pertumbuhan yang cepat dan progresif. Berikutnya Kabupaten Kayong Utara,
Kabupaten Pontianak dan Kota Singkawang merupakan wilayah basis (LQ>1)
untuk pengembangan padi sawah, namun memiliki nilai DS0 dan SSA1 yang
menunjukkan produksi padi sawahnya tidak dapat bersaing dengan komoditas
pangan lainnya dan diikuti dengan penurunan produksi padi sawah dalam kurun
waktu tahun 2007 hingga tahun 2011.
Kabupaten Ketapang mempunyai nilai LQ=0,92 untuk padi sawah (Tabel
14). Hal ini menunjukkan kecenderungan Kabupaten Ketapang untuk menjadi
wilayah basis karena nilai LQ mendekati 1. Untuk mencapai kategori wilayah
basis masih perlu dilakukan upaya perluasan sawah. Program Food Estate yang
dilaksanakan di wilayah ini sejak dua tahun terakhir belum mampu mencapai nilai
LQ>1. Sementara itu pertanian padi sawah di Kabupaten Bengkayang tidak
unggul secara komparatif karena penggunaan lahan lebih dominan untuk budidaya
komoditas sayuran dan pangan lainnya. Namun, Kabupaten Bengkayang masih
memiliki keunggulan kompetitif karena produksi padi sawahnya masih mampu
bersaing dengan komoditas pangan lainnya sehingga menjadi wilayah non basis
unggulan.
31
No
Simbol
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
32
Rataan Nilai
Variabel Penciri*
Urutan Nilai
Variabel Penciri
Tipologi
Wilayah
54.281
Berkembang
II
15.953
Cukup
Berkembang
III
11.583
Kurang
Berkembang
Kabupaten/
Kota
Sambas
Kubu Raya
Bengkayang
Pontianak
Ketapang
Kayong Utara
Singkawang
33
Kayong
Utara
Singkawang
Basis
Bengkayang
Non Basis
Unggulan
Non Basis
Ketapang
Basis
Tipologi
Wilayah
Berkembang
Cukup
Berkembang
Belum
Berkembang
Belum
Berkembang
Cukup
Berkembang
Belum
Berkembang
Tahapan
Pengembangan
Lahan
Tersedia
(ha)
Prioritas
Ekstensifikasi
116.720
Prioritas 1
57.670
Prioritas 2
36.150
Prioritas 3
21.880
Prioritas 4
20.350
Prioritas 5
49.760
Prioritas 6
109.420
Prioritas 7
Pemantapan
Pengembangan
Pertumbuhan
Pertumbuhan
Pengembangan
Pertumbuhan
34
35
36
37
Keterkaitan
Kepentingan
Ranking
(S1 2 3 5 6 7;
O1 2 3 4 5)
37
(S4 7; O1 2 4 5)
19
(S 4 ; O1 2)
(W1 ; O 3)
(W2 ; O1 2 3 4)
15
(W 3 ;
O1 2 4 5)
16
38
Ranking
1
2
6
5
39
3
4
5
6
Alternatif strategi
Memanfaatkan potensi wilayah yang sesuai
secara fisik melalui kebijakan pemerintah
dengan pembukaan lahan baru yang
berorientasi pada ekstensifikasi sawah.
Mendorong peningkatan kualitas dan
kuantitas produk dengan penerapan
teknologi budidaya dan pasca panen.
Menyediakan jaringan usaha antara
gapoktan, pihak swasta dan BUMN.
Peningkatan ketersediaan dan akses
teknologi, permodalan, dan penyuluhan
komoditas alternatif non padi.
Pengembangan dan pengelolaan cadangan
air pertanian (embung).
Kebijakan pemerintah daerah dalam rangka
optimalisasi pemanfaatan lahan potensial
yang menjadi lahan tidur dalam rangka
peningkatan IP padi.
Keterkaitan
Kepentingan
Ranking
(S1 2 3 5 ;
O3 4)
21
(S4 5; O1 3)
13
(S2 4 ; O1 2 6)
15
(W1 2 5 ;
O1 5)
17
(W6 7; O4)
12
(W7 ; O3)
40
DAFTAR PUSTAKA
Albrechts L. 2004. Strategic (spatial) planning reexamined in: Environment and
Planning B: Planning and Design 32(8): 743-758.
Binder C, Lopez R. 2000. Globalization and rural poverty in Latin America:
Modelling the links to soil degradation. J Sustainable Development 3(2): 159169.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2010. Klasifikasi Penutup Lahan. Jakarta
(ID): BSN.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kalbar Dalam Angka. Pontianak (ID): BPS.
[Dinas Pertanian TPH] Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Provinsi Kalimantan Barat. 2012. Laporan Tahunan 2011. Pontianak (ID):
Dinas Pertanian TPH.
Departemen Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Padi.
Edisi Kedua. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Djakapermana RD. 2010. Pengembangan Wilayah melalui Pendekatan
Kesisteman. Bogor (ID): IPB Press.
Djunaedi AA, Basuki MN. 2002. Perencanaan pengembangan Kawasan Pesisir.
Jurnal Teknologi Lingkungan 3(3): 225-231.
41
42
43
43
Lampiran 1 Proyeksi Kebutuhan Lahan Baku Sawah di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2012 - 2023
No.
Uraian
Satuan
Proyeksi
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2.206.362
2.234.967
2.263.572
2.292.177
2.320.782
2.349.387
kg/kapita/th
135,01
132,98
130,99
129,02
127,09
125,18
ton
297.874
297.210
296.498
295.742
294.941
294.098
ton
474.775
473.716
472.583
471.377
470.100
468.756
3,62
3,66
3,71
3,76
3,80
3,85
Jumlah penduduk
2
3
Produktivitas padi
ha
131.164
129.261
127.384
125.532
123.706
121.906
ha
6.558
6.463
6.369
6.277
6.185
6.095
ha
137.722
135.724
133.753
131.809
129.892
128.001
130
130
130
130
130
130
ha
105.940
104.403
102.887
101.392
99.917
98.462
11
ha
182.965
165.009
148.838
134.252
121.096
109.228
12
ton
662.278
604.728
552.178
504.120
460.178
420.008
13
ton
187.503
131.011
79.595
32.744
-9.922
-48.748
14
ha
17.956
16.171
14.586
13.157
11.867
10.704
10
jiwa
ton/ha
44
Lampiran 1 (lanjutan)
No.
1
Jumlah penduduk
Satuan
jiwa
Proyeksi
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2.377.992
2.406.597
2.435.202
2.463.807
2.492.412
2.492.412
kg/kapita/th
123,30
121,45
119,63
117,84
116,07
116,07
ton
293.213
292.289
291.327
290.328
289.293
289.293
ton
467.346
465.874
464.340
462.747
461.098
461.098
Produktivitas padi
3,89
3,94
3,98
4,03
4,07
4,07
ha
120.130
118.379
116.652
114.950
113.271
113.271
ha
6.007
5.919
5.833
5.747
5.664
5.664
ha
126.137
124.298
122.485
120.697
118.934
118.934
130
130
130
130
130
130
ha
97.028
95.614
94.219
92.844
91.488
91.488
11
ha
98.524
88.869
80.159
72.304
65.218
65.218
12
ton
383.291
349.737
319.079
291.070
265.487
265.487
13
ton
-84.055
-116.136
-145.261
-171.677
-195.611
-195.611
14
ha
9.655
8.709
7.856
7.086
6.391
6.391
10
44
Uraian
ton/ha
45
45
Lampiran 1 (lanjutan)
Keterangan :
Jumlah penduduk berdasarkan data BPS tahun 2000-2012.
Asumsi kebutuhan beras = 139,15 kg/kapita/tahun (sumber: Kementerian Pertanian tahun 2012).
Asumsi produktivitas padi berubah berdasarkan data Dinas Pertanian TPH Prov. Kalimantan Barat (time series 2000-2010).
Asumsi Indeks Pertanaman (IP) tetap per tahun mulai thn 2010 sebesar 130%.
Asumsi laju konversi sawah adalah 9,8% dari luas baku lahan sawah dan terjadi hingga tahun 2023; Angka 9,8% diperoleh dari
persentase luas baku sawah di WP Pesisir seluas 182.956 ha terhadap luas baku sawah di Provinsi Kalimantan Barat seluas 305.696
ha (182.956 ha/305.696 ha x 100% = 9,8%); Rata-rata konversi sawah per tahun di Provinsi Kalimantan Barat adalah 30.000 ha
(Irawan 2005). Dengan demikian, laju konversi sawah pada tahun awal proyeksi (tahun 2012) adalah: 9,8% x 30.000 ha/tahun =
17.956 ha.
Asumsi luas lahan risiko gagal panen akibat banjir, kekeringan dan OPT dari tahun 2000 -2010 rata-rata 5% total produksi.
Data luas baku sawah tahun 2011 menurut Pusdatin Kementerian Pertanian Tahun 2012.
46
46
Lampiran 2 Kunci dan Simbol Interpretasi Citra yang Digunakan dalam Penelitian
Foto citra (band 543)
Penutupan/Penggunaan Lahan
Hutan lahan
kering primer
Hutan lahan
kering sekunder
Hutan rawa
sekunder
Hutan mangrove
sekunder
Semak belukar
Simbol
Keterangan
47
Lampiran 2 (lanjutan)
Foto citra (band 543)
Penutupan/Penggunaan Lahan
Belukar rawa
Perkebunan
Perkebunan
Campuran
Ladang/
Tegalan
Sawah
Tambak
Simbol
Keterangan
48
Lampiran 2 (lanjutan)
Foto citra (band
543)
Penutupan/Penggunaan Lahan
Pertambangan
Permukiman
Tubuh air
Tanah Terbuka
Rawa tergenang
Simbol
Keterangan
49
Teknologi budidaya
belum maju
Cukup berkembang
Kegiatan on-farm
sudah berkembang
Sudah berkembang
Kelembagaan pelayanan
terkait pertanian sudah
beragam jenisnya
Pemasaran produk sudah
berkembang, bahkan
keluar wilayahnya
Kelembagaan
pelayanan terkait
pertanian sudah
mulai dibentuk
3 Sarana dan prasarana
Sarana dan
Kegiatan berproduksi
belum lengkap
prasarana sudah
sudah mengutamakan
lebih lengkap
kualitas/mutu
4 Diperlukan penguatan
Diperlukan kegiatan
Kegiatan off farm sudah
kegiatan on-farm
industri hilir
mulai berkembang
5 Masih memerlukan
Diperlukan
Penguatan penyuluhan di
bimbingan dari
penyuluhan bidang
bidang hilir dan
Penyuluh Pertanian
budidaya
pemasaran
Sumber: Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian (Permentan No. 50
Tahun 2012)
50
Lampiran 4 Data Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Sawah
Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2012
Luas Tanam (ha)
No
Kabupaten
/Kota
MT.
2011/
2012
MT. 2012
MT.
2011/2012
dan MT.
2012
Luas
Panen
(ha)
Provitas
(Ku/ha)
Produksi
(Ton)
Sambas
29.408
59.158
88.566
86.714
34,48
298.989
Bengkayang
11.703
14.181
25.884
25.369
39,11
99.218
Landak
27.811
28.420
56.231
55.111
36,37
200.292
Pontianak
12.504
11.014
23.518
23.056
36,95
85.191
Sanggau
11.274
7.322
18.596
18.227
34,42
62.738
Ketapang
15.251
5.647
20.898
20.481
32,92
67.425
Sintang
12.565
11.729
24.294
23.830
34,01
81.045
Kapuas Hulu
7.448
1.817
9.265
9.079
38,39
34.855
Sekadau
3.886
2.748
6.634
6.493
29,16
18.932
10
Melawi
4.895
1.605
6.500
6.371
30,62
19.507
11
Kota Singkawang
4.259
2.460
6.719
6.585
34,58
22.770
12
Kayong Utara
18.872
5.511
24.383
23.779
32,83
78.067
13
Kubu Raya
36.609
26.615
63.224
61.960
34,83
215.805
196.485
178.227
374.712
367.054
34,51
1.284.834
Total
51
Kab/ Kota
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Sambas
Bengkayang
Pontianak
Landak
Sanggau
Sekadau
Sintang
Kapuas Hulu
Ketapang
Melawi
Singkawang
Kota Pontianak
Kayong Utara
Kubu Raya
Jumlah
Kecamatan
Jumlah
BPP
Desa/
Kelurahan
Gapoktan
Poktan
19
17
9
13
16
7
14
23
20
11
5
6
5
9
10
9
9
13
13
7
9
6
8
3
3
1
5
9
183
124
67
156
167
76
287
213
99
162
26
24
43
84
147
64
61
113
45
25
128
88
80
52
28
21
25
96
1.780
759
581
723
435
244
318
739
607
262
257
99
167
952
46.929
23.125
19.455
5.699
10.246
4.414
15.360
14.780
15.662
7.374
10.592
986
6.280
21.550
973
7.909
202.452
Kalbar
174
105
1.716
Sumber Data: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Kalbar
Anggota
Poktan
52
Provinsi/
Jumlah
Jumlah
Jlh
Bop
Luh
Luh
Luh
Kab/Kota
Kec
BPP
Luh
Luhtan
Tan
Kan
Hut
Provinsi Kalbar
13
13
Sambas
19
10
88
79
88
Bengkayang
17
49
50
46
Pontianak
91
81
82
Landak
13
13
146
37
146
Sanggau
16
13
78
40
64
10
Sekadau
33
12
32
Sintang
14
118
65
96
17
Kapuas Hulu
23
80
66
75
10
Ketapang
20
67
59
67
11
Melawi
11
17
17
13
12
Kt. Singkawang
26
21
23
13
Kt. Pontianak
14
Kayong Utara
21
19
21
15
Kubu Raya
84
75
74
Kalbar
174
105 920
634
Sumber: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Barat
846
36
38
53
Kabupaten/Kota
Hand
Tractor
Power
Thresher
Pompa
Air
RMU
Sambas
83
105
79
44
Bengkayang
47
51
31
23
Pontianak
72
62
12
27
Landak
65
38
16
Sanggau
60
42
41
22
Sekadau
22
26
19
33
Sintang
30
24
32
11
Kapuas Hulu
26
30
28
16
Ketapang
108
63
15
23
10
Melawi
12
11
Singkawang
24
20
10
12
Kayong Utara
42
39
13
13 Kubu Raya
50
50
11
Sumber: Ditjen PSP Kementerian Pertanian Tahun 2010
54
Lampiran 8 Luas Lahan Sawah Irigasi di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011
Tidak
Tidak
Tanam 1
Jumlah
Ditanami Diusahakan
kali (ha)
(ha)
(ha)
(ha)
237
3.436
260
1.624
5.557
1
Sambas
5.968
3.824
451
446 10.689
2
Bengkayang
5.872
13.001
2.029
2.308 23.210
3
Landak
4.371
1.401
345
700
6.817
4
Pontianak
2.035
6.804
2.262
2.244 13.345
5
Sanggau
280
2.703
1.088
1.365
5.436
6
Ketapang
2.803
8.334
55
670
11.862
7
Sintang
1.086
3.669
1.643
2.226
8.624
8
Kapuas Hulu
127
786
122
336
1.371
9
Sekadau
543
1.289
507
872
3.211
10 Melawi
11 Kota Pontianak
903
115
1.018
12 Kota Singkawang
1.723
1.723
13 Kayong Utara
1.050
830
557
900
3.337
14 Kubu Raya
36.998
56.192
9.319
13.691
116.200
Jumlah
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalbar
No
Kabupaten/Kota
Tanam 2
kali (ha)
55
Lampiran 9 Luas Lahan Sawah Non Irigasi di Provinsi Kalimantan Barat 2011
Tanam 2 Tanam 1
Tidak
Kali
Kali
Ditanami
1
Sambas
30.434
29.864
1.752
2
Bengkayang
1.680
5.397
1.479
3
Landak
11.450
21.351
4.845
4
Pontianak
4.231
6.318
5
Sanggau
997
7.948
3.231
6
Ketapang
1.079
17.540
21.764
7
Sintang
3.105
4.889
8
Kapuas Hulu
170
4.735
5.318
9
Sekadau
1.347
5.659
1.014
10 Melawi
95
2.381
1.066
11 Kota Pontianak
381
3
12 Kota Singkawang
1.997
540
171
13 Kayong Utara
337
18.473
1.900
14 Kubu Raya
7.664
37.654
11.001
Jumlah
54.586
153.130
53.544
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Kalimantan Barat
No.
Kabupaten/Kota
Tidak
Jumlah
Diusahakan
2.196 64.246
18.441 26.997
2.490 40.136
1.034 11.583
15.858 28.034
36.767 77.150
766
8.760
30.083 40.306
7.447 15.467
13.354 16.896
384
607
3.315
8.296 29.006
21.795 78.114
169.134 430.394
56
Kabupaten/Kota
Distances
Sambas
Landak
Kubu Raya
0,840386
0,792742
0,435094
II
Bengkayang
Pontianak
Sanggau
Sintang
Kapuas Hulu
0,502053
0,428329
0,336513
0,543331
0,558321
Ketapang
Sekadau
Melawi
Kota Singkawang
Kayong Utara
0,554146
0,534911
0,522278
0,696391
0,522405
III
57
58
1
Berkembang
2
Cukup
Berkembang
3
Kurang
Berkembang
Proporsi sawah
beririgasi terhadap
total luas tanam
Jumlah Penyuluh
(orang)
Sambas
Kubu Raya
Landak
Bengkayang
Pontianak
Sanggau
Sintang
Kapuas Hulu
Ketapang
Kayong Utara
Singkawang
Sekadau
Melawi
Kabupaten/ Kota
Tipologi Wilayah
Klaster
58
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
54.281
67.928
3,52
0,0011
0,0007
0,0604
106
24.726
0,1855
15.953
19.912
3,66
0,0047
0,0014
0,3632
83
16.593
0,0565
11.583
12.742
3,20
0,0031
0,0019
0,4039
33
8.864
0,0322
59
Skor
4
4
3
3
4
3
3
4
3
3
3
3
3
3
4
2
3
2
4
60
Internal
Eksternal
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
Kekuatan (S):
1. Luas lahan potensial yang masih
tersedia cukup luas.
2. Sumberdaya manusia yang
bekerja di sektor pertanian relatif
besar.
3. Dukungan/kebijakan pemerintah
cukup tinggi baik pemerintah.
4. Produksi dan produktivitas padi
cukup tinggi
5. Nilai LQ masing-masing
kabupaten/kota sudah >1 artinya
merupakan daerah basis.
6. Faktor sosiokultural yang sangat
mendukung
7. Biaya input untuk produksi
(pupuk, bibit dan sebagainya)
rendah
Strategi S-O
1. Memanfaatkan potensi wilayah
yang sesuai secara fisik melalui
kebijakan pemerintah dengan
pembukaan lahan baru yang
berorientasi pada ekstensifikasi
sawah.
2. Peningkatan nilai tambah, daya
saing, industri hilir pemasaran
dan orientasi industri padi.
3. Meningkatkan keuntungan
dengan menjual kelebihan
produksi berupa beras bukan
gabah
Peluang (O):
Permintaan gabah/beras
yang terus meningkat
Potensi pasar yang masih
terbuka luas.
Adanya kebijakan
otonomi daerah sehingga
kebijakan pemerintah
daerah lebih tepat
sasaran.
Berkembangnya
teknologi informasi
sehingga mempermudah
komunikasi
Adanya akses
permodalan Kredit Usaha
Rakyat (KUR).
Ancaman (T):
Strategi S-T
Adanya kebijakan impor 1. Penguatan sarana prasarana
beras luar negeri
produksi pertanian seperti
Alih fungsi penggunaan
benih/bibit, pupuk dan obatlahan menjadi
obatan harus dijamin
penggunaan lainnya
ketersediaannya, baik dalam
Fluktuasi harga gabah
jumlah dan ketepatan waktu.
yang tidak jelas
2. Mengembangkan teknologi
budidaya yang lebih toleran
Fenomena musim
terhadap cekaman iklim.
kemarau/hujan yang tidak
menentu.
Kelemahan (W):
1. Ketersediaan pengairan
sawah relatif kurang
memadai.
2. Tingkat kehilangan hasil
masih cukup tinggi
3. Kemampuan modal usaha
petani yang masih rendah.
Strategi W-O
1. Pengembangan dan
pengelolaan cadangan air
pertanian ( embung).
2. Menambah sarana
prasarana on farm maupun
off farm (pasca panen)
untuk budidaya secara semi
mekanik seperti alat
penggulung rumput, lantai
jemur, dryer, power
thresher,dan sebagainya.
3. Meningkatkan peran
kelembagaan petani untuk
melakukan kemitraan
dengan pedagang dan
stakeholders.
Strategi W-T
1. Meningkatkan kualitas
gabah agar memiliki harga
yang bersaing
2. Penurunan tingkat
kehilangan hasil
3. Pengembangan SDM
petani melalui diseminasi
maupun
Pelatihan
61
Alternatif Strategi
Luas lahan potensial yang masih tersedia cukup luas.
Sumberdaya manusia yang bekerja di sektor pertanian relatif besar.
Dukungan/kebijakan pemerintah cukup tinggi baik pemerintah
Kegiatan on-farm sudah berkembang
Kelembagaan pelayanan terkait pertanian sudah mulai dibentuk
Produktivitas padi relatif sudah cukup tinggi
Pengairan sawah relatif sudah cukup baik
Biaya input untuk produksi (pupuk, bibit dan sebagainya) masih
rendah
Kurangnya tenaga penyuluh pertanian
Penggunaan teknologi umumnya masih rendah
Kemampuan modal usaha petani yang masih rendah
Rendahnya kesadaran petani terhadap kehilangan hasil selama proses
panen dan pasca panen.
Ketersediaan sarana dan prasarana kurang memadai
Belum optimalnya kinerja kelompok tani
Permintaan gabah/beras yang terus meningkat
Potensi pasar yang masih terbuka luas.
Adanya kebijakan otonomi daerah sehingga kebijakan pemerintah
daerah lebih tepat sasaran.
Berkembangnya teknologi informasi sehingga mempermudah
komunikasi
Adanya akses permodalan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Adanya kebijakan impor beras luar negeri
Alih fungsi penggunaan lahan menjadi perkebunan sawit
Fluktuasi harga gabah yang tidak jelas
Fenomena musim kemarau/hujan yang tidak menentu
Skor
4
4
3
3
4
4
4
3
4
3
3
3
4
3
3
3
3
3
4
2
3
2
4
62
Eksternal
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
Peluang (O):
Permintaan gabah/beras
yang terus meningkat
Potensi pasar yang masih
terbuka luas.
Adanya kebijakan otonomi
daerah sehingga kebijakan
pemerintah daerah lebih
tepat sasaran.
Berkembangnya teknologi
informasi sehingga
mempermudah komunikasi
Adanya akses permodalan
Kredit Usaha Rakyat
(KUR).
Ancaman (T):
Adanya kebijakan impor
beras luar negeri
Alih fungsi penggunaan
lahan lainnya
Fluktuasi harga gabah yang
tidak jelas
Fenomena musim
kemarau/hujan yang tidak
menentu.
Kekuatan (S):
1. Luas lahan potensial yang
masih tersedia cukup luas.
2. Sumberdaya manusia yang
bekerja di sektor pertanian
relatif besar.
3. Dukungan/kebijakan
pemerintah cukup tinggi baik
pemerintah
4. Kegiatan on-farm sudah
berkembang
5. Kelembagaan pelayanan
terkait pertanian sudah mulai
dibentuk
6. Produktivitas padi relatif
sudah cukup tinggi
7. Pengairan sawah relatif sudah
cukup baik
8. Biaya input untuk produksi
(pupuk, bibit dan sebagainya)
masih rendah
Strategi S-O
1. Memanfaatkan potensi
wilayah yang sesuai secara
fisik melalui kebijakan
pemerintah dengan
pembukaan lahan baru yang
berorientasi pada
pengembangan padi.
2. Mendorong peningkatan
kualitas dan kuantitas produk
dengan penerapan teknologi
budidaya dan pasca panen.
3. Sosialisasi melalui
kelembagaan pertanian dan
fasilitasi kelompok tani dalam
mengakses KUR.
Strategi S-T
1. Penguatan sarana prasarana
produksi pertanian seperti
benih/bibit, pupuk dan obatobatan harus dijamin
ketersediaannya, baik dalam
jumlah dan ketepatan waktu.
2. Mengembangkan teknologi
budidaya yang lebih toleran
terhadap cekaman iklim.
Kelemahan (W):
1. Kurangnya tenaga penyuluh
pertanian
2. Penggunaan teknologi
umumnya masih rendah
3. Kemampuan modal usaha
petani yang masih rendah
4. Rendahnya kesadaran
petani terhadap kehilangan
hasil selama proses panen
dan pasca panen.
5. Ketersediaan sarana dan
prasarana kurang memadai
6. Belum optimalnya kinerja
kelompok tani
Strategi W-O
1. Peningkatan ketersediaan
dan akses teknologi,
permodalan, dan
penyuluhan komoditas
alternatif non padi.
2. Pengembangan dan
pengelolaan cadangan air
pertanian ( embung).
3. Meningkatkan peran
kelembagaan petani untuk
melakukan kemitraan
dengan pedagang dan
stakeholders.
Strategi W-T
1. Meningkatkan kualitas
gabah agar memiliki harga
yang bersaing
2. Penurunan tingkat
kehilangan hasil
3. Peningkatan peran Bulog
dalam stabilitas harga gabah
petani
4. Pengembangan SDM petani
melalui diseminasi maupun
Pelatihan
63
Alternatif Strategi
Luas lahan potensial yang masih tersedia cukup luas.
Sumberdaya manusia yang bekerja di sektor pertanian relatif banyak
Dukungan/kebijakan pemerintah cukup tinggi baik pemerintah
pusat maupun daerah
Ketersediaan sarana dan prasarana produksi lebih memadai
Penggunaan teknologi sudah relatif intensif dalam kegiatan usahatani
Kurangnya tenaga penyuluh pertanian
Petani masih kurang memahami tentang pemasaran hasil pertanian
Produktivitas padi relatif rendah
Kemampuan modal usaha petani yang rendah
Pengairan sawah yang sangat minim
Indeks pertanaman padi masih rendah
Potensi pasar yang masih terbuka luas
Adanya kebijakan otonomi daerah sehingga kebijakan pemerintah
daerah lebih tepat sasaran
Adanya program Food Estate yang dicanangkan pemerintah pusat.
Akses permodalan Kredit Usaha Rakyat ( KUR ) sudah lebih lancar
Maraknya kerjasama kemitraan pihak swasta maupun BUMN dalam
usahatani padi.
Adanya kebijakan impor beras luar negeri
Alih fungsi penggunaan lahan menjadi penggunaan lainnya
Fluktuasi harga gabah yang tidak jelas
Fenomena musim kemarau/hujan yang tidak menentu
Skor
4
4
3
3
3
4
3
4
3
4
4
3
3
4
3
3
2
3
2
4
64
Kekuatan (S):
1. Luas lahan potensial yang
masih tersedia cukup luas.
2. Sumberdaya manusia yang
bekerja di sektor pertanian
relatif besar.
3. Dukungan/kebijakan
pemerintah cukup tinggi baik
pemerintah pusat maupun
daerah
4. Ketersediaan sarana dan
prasarana produksi lebih
memadai
5. Penggunaan teknologi cukup
dominan dalam kegiatan
usaha.
Kelemahan (W):
1. Nilai LQ < 1 sehingga bukan
daerah basis
2. Kurangnya tenaga penyuluh
pertanian
3. Petani masih kurang
memahami tentang
pemasaran hasil pertanian
4. Produktivitas padi relatif
rendah
5. Kemampuan modal usaha
petani yang rendah
6. Pengairan sawah yang sangat
minim
7. Indeks Pertanaman padi
sangat rendah
Peluang (O):
1. Potensi pasar yang masih
terbuka luas.
2. Adanya kebijakan otonomi
daerah sehingga kebijakan
pemerintah daerah lebih tepat
sasaran.
3. Adanya program Food Estate
yang dicanangkan pemerintah
pusat.
4. Adanya akses permodalan
Kredit Usaha Rakyat ( KUR ).
5. Maraknya kerjasama
kemitraan pihak swasta
maupun BUMN dalam
usahatani padi.
Ancaman (T):
1. Adanya kebijakan impor
beras luar negeri
2. Alih fungsi penggunaan lahan
menjadi perkebunan sawit
3. Fluktuasi harga gabah yang
tidak jelas
4. Fenomena musim
kemarau/hujan yang tidak
menentu
Strategi S-O
1. Memanfaatkan potensi
wilayah yang sesuai secara
fisik melalui kebijakan
pemerintah dengan
pembukaan lahan baru yang
berorientasi pada
pengembangan padi.
2. Mendorong peningkatan
kualitas dan kuantitas produk
dengan penerapan teknologi
budidaya dan pasca panen.
3. Menyediakan jaringan usaha
antara gapoktan dengan pihak
swasta maupun BUMN.
Strategi W-O
1. Peningkatan ketersediaan dan
akses teknologi, permodalan,
dan penyuluhan komoditas
alternatif non padi.
2. Pengembangan dan
pengelolaan cadangan air
pertanian ( embung).
3. Meningkatkan peran
kelembagaan petani untuk
melakukan kemitraan dengan
pedagang dan stakeholders.
Strategi S-T
1. Penguatan sarana prasarana
produksi pertanian seperti
benih/bibit, pupuk dan obatobatan harus dijamin
ketersediaannya, baik dalam
jumlah dan ketepatan waktu.
2. Mengembangkan teknologi
budidaya yang lebih toleran
terhadap cekaman iklim.
Strategi W-T
1. Meningkatkan kualitas gabah
agar memiliki harga yang
bersaing
2. Penurunan tingkat kehilangan
hasil
3. Peningkatan peran Bulog
dalam stabilitas harga gabah
petani
Eksternal
65
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Singkawang pada tanggal 17 Juli 1976 sebagai anak
pertama dari pasangan M. Yusuf dan Sunarti. Tahun 1994 penulis lulus dari SMA
Negeri 2 Pontianak dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikannya pada
Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak.
Penulis menamatkan pendidikan pada Januari Tahun 2000.
Tahun 2003, penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan
pada SPP-SPMA Negeri Provinsi Kalimantan Barat (UPT dari Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat) hingga saat ini.
Pada tahun 2011, penulis memperoleh beasiswa program 13 bulan dari Pusat
Pembinaan Pendidikan dan Latihan Perencanaan, Bappenas untuk melanjutkan
pendidikan S2 di IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.