Anda di halaman 1dari 84

ARAHAN DAN STRATEGI EKSTENSIFIKASI SAWAH

DI WILAYAH PENGEMBANGAN PESISIR


PROVINSI KALIMANTAN BARAT

YUSTIAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan dan Strategi
Ekstentifikasi Sawah di Wilayah Pengembangan Pesisir Provinsi Kalimantan
Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Yustian
NIM. A156120324

RINGKASAN
YUSTIAN. Arahan dan Strategi Ekstentifikasi Sawah di Wilayah Pengembangan
Pesisir Provinsi Kalimantan Barat. Dibimbing oleh UNTUNG SUDADI dan
MUHAMMAD ARDIANSYAH.
Wilayah Pengembangan (WP) Pesisir merupakan sentra produksi dan
pemasok beras bahkan untuk tiga WP lainnya di Provinsi Kalimantan Barat.
Namun, dengan asumsi Indeks Pertanaman (IP) 130%, risiko gagal panen 5% per
tahun dan konversi sawah 9,8% per tahun, produksi padi di WP Pesisir pada tahun
2016 diprediksi mencapai 460.178 ton gabah kering giling (GKG) sehingga
terjadi defisit 9.922 ton GKG dari kebutuhan konsumsi penduduknya sebesar
470.100 ton GKG. Apabila tidak diimbangi dengan ekstensifikasi sawah, maka
perannya sebagai pemasok beras bagi tiga WP lainnya juga akan berakhir pada
tahun 2016 sehingga akan mempengaruhi kondisi ketahanan pangan di Provinsi
Kalimantan Barat. Oleh karena itu diperlukan perencanaan, arahan dan strategi
ekstensifikasi sawah yang komprehensif di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat.
Lokasi penelitian meliputi tujuh kabupaten/kota yang termasuk WP Pesisir
Provinsi Kalimantan Barat yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang, Pontianak,
Ketapang, Kayong Utara, Kubu Raya dan Kota Singkawang. Tujuan penelitian ini
adalah: (1) mengidentifikasi lahan potensial untuk ekstensifikasi sawah, (2)
mengetahui wilayah sentra produksi padi sawah berdasarkan keunggulan
komparatif dan kompetitif, (3) mengetahui klaster dan tipologi tingkat
perkembangan wilayah untuk ekstensifikasi sawah serta (4) merumuskan arahan
dan strategi ekstensifikasi sawah berbasis klaster wilayah di WP Pesisir Provinsi
Kalimantan Barat.
Analisis diawali dengan pembuatan peta penggunaan lahan 2013 melalui
interpretasi citra Landsat 8 menggunakan metode on screen digitation. Lahan
potensial untuk ekstensifikasi sawah diidentifikasi dengan overlay peta
penggunaan lahan 2013, peta kesesuaian lahan basah dari RePPProt dan peta
RTRW Provinsi. Wilayah basis dan/atau unggulan produksi padi sawah dianalisis
berdasarkan hasil Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Klaster
wilayah dan tipologinya diperoleh dari hasil Cluster Analysis dan Discriminant
Analysis berdasarkan karakteristik aktivitas pertanian padi sawah. Arahan wilayah
prioritas untuk ekstensifikasi sawah disusun berdasarkan sintesis terhadap hasilhasil analisis sebelumnya dengan mengacu Peraturan Menteri Pertanian Nomor
50/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian dan untuk
penentuan prioritas strateginya digunakan analisis SWOT.
Tipe penggunaan lahan di WP Pesisir terdiri atas perkebunan campuran
seluas 1.143.710 ha (20% dari total wilayah provinsi seluas 5.664.580 ha), belukar
rawa 582.700 ha (10%), semak belukar 308.590 ha (5%), ladang/tegalan 243.660
ha (4%), sawah 189.420 ha (3%) dan rawa genangan 184.940 ha (3%). Belukar
rawa dan semak belukar terluas dijumpai di Kabupaten Ketapang. Rawa genangan
hanya dijumpai di Kabupaten Ketapang. Ladang/tegalan dan sawah dominan
dijumpai di Kabupaten Sambas dan Kubu Raya.
Dari hasil rekapitulasi areal eksisting dan potensial teridentifikasi 411.960
ha lahan tersedia yang dapat dikembangkan untuk sawah, sebagian besar (>50%)

berada di Kabupaten Sambas dan Ketapang. Lahan potensial bersyarat


teridentifikasi seluas 230.560 ha dan lahan tidak potensial 4.862.950 ha.
Hasil analisis LQ dan SSA menunjukkan lima kabupaten/kota sebagai
wilayah basis dan padi sawah unggul di tiga kabupaten. Hasil analisis klaster
tingkat perkembangan wilayah untuk ekstensifikasi sawah membentuk tiga klaster
yaitu wilayah berkembang (Kabupaten Sambas dan Kubu Raya), wilayah cukup
berkembang (Kabupaten Bengkayang dan Pontianak) dan wilayah belum
berkembang (Kabupaten Ketapang, Kayong Utara dan Kota Singkawang).
Prioritas ekstensifikasi sawah yang pertama dan kedua masing-masing
diarahkan ke Kabupaten Sambas dan Kubu Raya, disusul kabupaten lainnya.
Strategi prioritas untuk klaster I adalah peningkatan ketersediaan dan akses
teknologi, permodalan dan penyuluhan; untuk klaster II adalah peningkatan
kuantitas dan kualitas produk dengan penerapan teknologi budidaya dan pasca
panen; dan untuk klaster III adalah peningkatan daya saing, industri hilir,
pemasaran dan orientasi industri padi.
Kata kunci:

arahan dan strategi ekstensifikasi, Kalimantan Barat, sawah,


Wilayah Pengembangan Pesisir.

SUMMARY
YUSTIAN. Direction and Strategy for Wetland Ricefield Extensification in
Coastal Development Region of West Kalimantan Province. Supervised by
UNTUNG SUDADI and MUHAMMAD ARDIANSYAH.
The Coastal Development Region (DR) is the rice production center and
supplier even for the other three DRs of West Kalimantan Province. However, by
assuming cropping index of 130%, risk of harvest failure of 5% per year, and
conversion of wetland ricefield of 9.8% per year, then the milled rice production
of the Coastal DR in 2016 was predicted to achieve 460,178 ton that resulted in a
deficit up to 9,922 ton out of the consumption requirement of its population that
amounted to 470,100 ton. If it is not complemented with wetland ricefield
extensification, then its role as the rice supplier for the three other DRs will also
be finished in 2016 and it the food security condition in West Kalimantan
Province will be affected. Therefore, a comprehensive planning, direction, and
strategy for wetland ricefields extensification is needed in the Coastal DR of West
Kalimantan Province.
The location of this research consisted of seven regency/city included in the
Coastal DR of West Kalimantan Province, namely Regency of Sambas,
Bengkayang, Pontianak, Ketapang, Kayong Utara, Kubu Raya, and city of
Singkawang. The objectives of this research were to: (1) identify potential lands
for wetland ricefield extensification, (2) identify regional wetland rice production
center based on comparative and competitive advantages, (3) identify cluster and
typology of regional development level for wetland ricefield extensification, and
(4) formulate regional cluster-based direction and strategy for wetland ricefields
extensification in Coastal DR of West Kalimantan Province.
Analysis was started with preparation of landuse map 2013 based on
interpretation of Landsat 8 imagery using on screen digitation method. Potential
area for wetland ricefield extensification was identified by overlaying landuse
map 2013, land suitability map for wetland from RePPProt, and provincial RTRW
map. The basis and/or leading region of wetland rice production was determined
based on the results of Location Quotient (LQ) and Shift Share Analysis (SSA).
Cluster and typology of the region was derived from the results of Cluster
Analysis and Discriminant Analysis based on rice farming activity characteristics.
Direction of priority region for wetland ricefield extensification was based on
synthesis of results of the preceding analyses by referring to the Minister of
Agriculture Regulation Number 50/2012 concerning Guidelines for development
of agricultural region, and SWOT analysis was used to determine strategy priority.
Landuse types in the Coastal DR consisted of mixed plantations covering
area of 1,143,710 ha (20% of the total provincial area of 5,664,580 ha), swampy
shrubs of 582,700 ha (10%), bushes and shrubs of 308,590 ha (5%), drylands of
243,660 ha (4%), wetland ricefields of 189,420 ha (3%), and waterlogged swamps
of 184,940 ha (3%). The largest swampy shrubs, and bushes and shrubs were
found in Ketapang Regency. Waterlogged swamps were only found in Ketapang
Regency. Drylands and wetland ricefields were dominantly found in Sambas and
Kubu Raya Regency.

Based on the results of recapitulation of the existing and potential areas, it


was identified available lands that could be used for wetland ricefield
extensification amounted to 411,960 ha; mostly (>50%) were in Sambas and
Ketapang Regency. The conditionally potential lands were identified to be
230,560 ha and those classified as not potential lands were 4,862,950 ha.
The results of LQ and SSA analysis showed that five regencies/city were
classified as basis regions and three of them were as leading regions for wetland
rice production. Results of cluster analysis of the regional development level
formed three clusters of region, namely developed region (Sambas and Kubu
Raya regencies), moderately developed region (Bengkayang and Pontianak
regencies), and less developed region (Ketapang, Kayong Utara regencies and
Singkawang city).
The first and second priority for wetland ricefield extentification were
directed respectively to Sambas and Kubu Raya regencies, followed by the others.
The priority strategy for cluster I was to increase the availability of and access to
technology, capital and outreach program; for cluster II was to increase the
quantity and quality of the products with the application of cultivation and
postharvest technology; and for cluster III was the improvement of competitiveness of the rice downstream industry, marketing, and industrial orientation.
Keywords: Coastal Development Region, extensification direction and strategy,
wetland ricefield, West Kalimantan.

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014


Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ARAHAN DAN STRATEGI EKSTENSIFIKASI SAWAH


DI WILAYAH PENGEMBANGAN PESISIR
PROVINSI KALIMANTAN BARAT

YUSTIAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc

Judul Tesis : Arahan dan Strategi Ekstentifikasi Sawah di Wilayah


Pengembangan Pesisir Provinsi Kalimantan Barat
: Yustian
Nama
: A1 56120324
NIM

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Untung Sudadi, MSc

Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi


ILmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr IT Santun RP Sitorus

Tanggal Ujian: 6 Maret 201 4

Tanggal Lulus:

28 MAR 20'4

Judul Tesis : Arahan dan Strategi Ekstentifikasi Sawah di Wilayah Pengembangan


Pesisir Provinsi Kalimantan Barat
Nama
: Yustian
NIM
: A156120324

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Untung Sudadi, MSc


Ketua

Dr Ir Muhammad Ardiansyah
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi


Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir Santun RP Sitorus

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 6 Maret 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas
ridho-Nya Tesis ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Juni 2013 ini adalah ekstentifikasi sawah, dengan judul Arahan dan
Strategi Ekstentifikasi Sawah di Wilayah Pengembangan Pesisir Provinsi
Kalimantan Barat.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dr Ir Untung Sudadi, MSc dan Dr Ir Muhammad Ardiansyah selaku Komisi
Pembimbing.
2. Prof Dr Ir Santun RP Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah, beserta segenap dosen dan manajemen Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah.
3. Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc selaku Dosen Penguji Luar Komisi.
4. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang
diberikan kepada penulis.
5. Sahabat-sahabat PWL, baik kelas khusus maupun reguler angkatan 2012 atas
segala dukungan dan kerjasamanya.
6. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu
dalam penyelesaian Tesis ini.
Akhirnya, terima kasih yang setinggi-tingginya atas dukungan doa dan
pengertian dari istri, anak-anak dan orang tua tercinta.
.
Bogor, Maret 2014
Yustian

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Kerangka Pemikiran
2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Wilayah Pesisir
Perencanaan Pengembangan Wilayah
Ketersediaan dan Konsumsi Pangan
Kebijakan Strategis Pengembangan Padi Sawah
Sumberdaya Lahan untuk Padi Sawah

viii
viii
ix
1
1
2
2
2
2
3
5
5
5
6
7
7

3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Analisis Data
Identifikasi dan Analisis Sawah Eksisiting dan Lahan Potensial
Analisis Keunggulan Komparatif (Location Quotient)
Analisis Keunggulan Kompetitif
(Differential Shift dalam Shift Share Analysis)
Analisis Tipologi Perkembangan Wilayah untuk Ekstensifikasi Sawah
Analisis SWOT

9
9
9
10
10
11

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


Letak dan Administrasi Wilayah
Kondisi Demografis dan Kepadatan Agraris
Kondisi Pertanian Padi Sawah
Kondisi Geofisik
Kondisi Pendapatan Regional

15
15
16
17
20
21

5 HASIL DAN PEMBAHASAN


Penggunaan Lahan Eksisting Tahun 2013
Hasil Identifikasi Lahan Tersedia untuk Ekstentifikasi Sawah
Keunggulan Komparatif Wilayah
Keunggulan Kompetitif Wilayah
Hasil Analisis Tipologi Perkembangan Wilayah
untuk Ekstensifikasi Sawah

23
23
25
28
29
31
31

11
12
13

Arahan untuk Ekstensifikasi Sawah


Strategi untuk Ekstensifikasi Sawah

33
36

6 SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Saran

40
40
40

DAFTAR PUSTAKA

40

LAMPIRAN

49

RIWAYAT HIDUP

65

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Jenis Data Sekunder


Matriks Strategi SWOT
Tujuan dan Metode Analisis Data
Nama Kabupaten/Kota, Ibu Kota, Luas Wilayah, Jumlah Kecamatan
dan Desa/Kelurahan di WP Pesisir
Penduduk menurut Status Daerah dan Kepadatan per Kabupaten/Kota
di WP Pesisir
Luas Panen, Rataan Produktivitas dan Produksi Padi Sawah di
WP Pesisir Tahun 2011
Luas Lahan Sawah Hasil Pemetaan per Kabupaten di WP Pesisir
Tahun 2011
Potensi Pengembangan Komoditas Pertanian di Kalimantan Barat
Kelas Lereng Kabupaten/Kota WP Pesisir Kalimantan Barat
PDRB Atas Harga Berlaku menurut Kabupaten/Kota WP Pesisir
Penutupan/Penggunaan Lahan di Kabupaten/Kota WP Pesisir
Kalimantan Barat Tahun 2013
Status Kesesuaian Lahan Aktual untuk Padi Sawah di WP Pesisir
Rekapitulasi Sawah Eksisting dan Lahan Potensial
Nilai LQ Berdasarkan Luas Tanam Komoditas Tanaman Pangan Tahun
2011 di WP Pesisir
Hasil Analisis Differential Shift Tanaman Pangan di WP Pesisir
Hasil Analisis SSA Komoditas Tanaman Pangan di WP Pesisir
Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Kabupaten/Kota di WP Pesisir
Provinsi Kalimantan Barat untuk Pengembangan Padi Sawah
Variabel Tingkat Perkembangan Wilayah untuk Ekstensifikasi Sawah
di WP Pesisir
Hasil Analisis Klaster Tipologi Tingkat Perkembangan Wilayah untuk
Ekstensifikasi Sawah di WP Pesisir
Arahan Prioritas Ekstensifikasi Sawah di WP Pesisir Provinsi
Kalimantan Barat
Ranking Prioritas Alternatif Strategi Klaster I
Ranking Prioritas Alternatif Strategi Klaster II
Ranking Prioritas Alternatif Strategi Klaster III

9
13
14
16
17
18
18
19
21
22
23
25
25
28
29
29
30
31
32
33
37
38
39

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Diagram Kerangka Pemikiran


Proses Pembuatan Peta Areal Ekstentifikasi Sawah Tahun 2013
Pembagian Wilayah Pengembangan Provinsi Kalimantan Barat
Rasio Jumlah Tenaga Kerja pada Subsektor Tanaman Pangan dan
Luas Panen di Provinsi Kalimantan Barat (2007 2011)
Potensi Pengembangan Tanaman Pangan Lahan Basah
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menurut Kabupaten/Kota WP Pesisir
Tahun 2012

4
10
15
17
20
22

7.

Peta Penutupan/Penggunaan Lahan di Kabupaten/Kota WP Pesisir


Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013
8. Peta Kesesuaian Lahan Aktual untuk Lahan Sawah di WP Pesisir
Provinsi Kalimantan Barat
9. Peta Sawah Eksisting dan Lahan Potensial untuk Ekstensifikasi Sawah
Tahun 2013 di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat
10. Peta Arahan Prioritas Ekstensifikasi Sawah

24
26
27
35

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

Proyeksi Kebutuhan Lahan Baku Sawah di WP Pesisir Provinsi


Kalimantan Barat Tahun 2012 - 2023
Kunci dan Simbol Interpretasi Citra yang Digunakan dalam Penelitian
Ciri-ciri Kawasan Pertanian Menurut Tahapan Perkembangannya
Data Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Sawah
Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2012
Data Kelembagaan Petani di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011
Keragaan Kelembagaan Penyuluh seKalimantan Barat Tahun 2011
Jumlah Alsintan Bantuan UPJA di Provinsi Kalimantan Barat
Luas Lahan Sawah Irigasi di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011
Luas Lahan Sawah Non Irigasi di Provinsi Kalimantan Barat 2011
Output dari Metode K-Means Analisis Klaster untuk Kabupaten/Kota
di Provinsi Kalimantan Barat
Hasil Analisis Diskriminan
Nilai Rata-Rata Variabel Penciri
Penilaian Tingkat Kepentingan SWOT Klaster I
Matriks SWOT Klaster I
Penilaian Tingkat Kepentingan SWOT Klaster II
Matriks SWOT Klaster II
Penilaian Tingkat Kepentingan SWOT Klaster III
Matriks SWOT Klaster III

43
46
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam konsep pembangunannya Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat
membagi wilayahnya ke dalam empat Wilayah Pengembangan (WP), yaitu WP
Tengah, WP Pesisir, WP Antar Provinsi dan WP Antar Negara, sebagaimana
dituangkan dalam Peraturan Daerah Kalimantan Barat No. 7 Tahun 2008 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2007-2027. Pembagian wilayah
tersebut memberikan arah dan acuan pengembangan wilayah bagi pemerintah
daerah, masyarakat dan dunia usaha.
Wilayah Pengembangan (WP) Pesisir merupakan sentra produksi dan
pemasok beras bahkan untuk tiga WP lainnya di Provinsi Kalimantan Barat.
Namun, dengan asumsi Indeks Pertanaman (IP) 130%, risiko gagal panen 5% per
tahun dan terjadi konversi sawah dengan laju 9,8% per tahun, maka produksi padi
di WP Pesisir pada tahun 2016 diprediksi mencapai 460.178 ton gabah kering
giling (GKG) (Lampiran 1). Hal ini akan mengakibatkan defisit 9.922 ton GKG
dari kebutuhan konsumsi penduduk WP Pesisir sebesar 470.100 ton GKG.
Apabila tidak diimbangi dengan ekstensifikasi sawah, maka perannya sebagai
pemasok beras bagi tiga WP lainnya juga akan berakhir pada tahun 2016 sehingga
akan mengganggu kondisi ketahanan pangan di Provinsi Kalimantan Barat.
Hasil analisis Tim Peneliti Pemetaan Sumberdaya Lahan, Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian tahun 2007
menunjukkan bahwa luasan lahan potensial untuk pengembangan tanaman pangan
lahan basah di Provinsi Kalimantan Barat mencapai 1.090.514 ha. Namun,
penggunaan lahan sawah eksisting pada tahun 2012 hanya 307.016 ha, terdiri atas
sawah beririgasi seluas 103.255 ha dan sawah non irigasi seluas 203.761 (BPS
Kalimantan Barat 2012). Hal ini menunjukkan masih besarnya peluang untuk
perluasan areal atau ekstensifikasi sawah di Kalimantan Barat.
Kontribusi sektor pertanian mencapai 25% dari total PDRB Provinsi
Kalimantan Barat sebesar 60,48 trilyun rupiah (BPS Kalimantan Barat 2012).
Kontribusi tertinggi berasal dari subsektor tanaman pangan, disusul perkebunan,
peternakan, perikanan dan kehutanan. Dengan menerapkan prinsip pembangunan
yang terintegrasi, terpadu dan serasi untuk mendorong kemampuan kompetitif dan
keunggulan komparatif, WP Pesisir sangat potensial untuk pengembangan padi
sawah (Pemprov Kalimantan Barat 2008).
Keberhasilan ekstentifikasi sawah di WP Pesisir diharapkan dapat
meningkatkan pembangunan pertanian Kalimantan Barat, khususnya dalam hal
peningkatan produksi padi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi wilayah lokal
maupun regional. Oleh karena itu diperlukan perencanaan, arahan dan strategi
ekstensifikasi sawah yang komprehensif. Motivasi dari penelitian ini adalah untuk
berkontribusi dalam penyediaan informasi terkait aspek perencanaan dari
perspektif pengembangan wilayah untuk ekstensifikasi sawah bercirikan Wilayah
Pengembangan Pesisir di Provinsi Kalimantan Barat.

2
Perumusan Masalah
Total produksi padi sawah kabupaten/kota yang berada di WP Pesisir
mencapai 867.464 ton atau 68% dari total produksi padi sawah Kalimantan Barat
sebesar 1.284.464 ton pada tahun 2012. Fakta ini mengindikasikan bahwa
produksi padi di WP Pesisir lebih tinggi daripada WP lainnya. Meskipun
demikian, situasi ketahanan pangannya dalam beberapa tahun kedepan dapat
terganggu akibat ketidakseimbangan antara penyediaan dan permintaan beras
sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan konversi sawah. Untuk itu perlu
dilakukan ekstentifikasi sawah dan disusun road map perencanaan dan
implementasinya berdasarkan pertimbangan ketersediaan dan kesesuaian
sumberdaya lahan, kondisi sosial ekonomi serta aspek tata ruang wilayah.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, pertanyaan penelitian
hendak dicarikan solusinya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sebaran spasial dan berapa luas sawah potensial yang dapat
dikembangkan di WP Pesisir Kalimantan Barat?
2. Bagaimana keunggulan komparatif dan kompetitif pengembangan pertanian
padi sawah antar kabupaten/kota di WP Pesisir Kalimantan Barat?
3. Bagaimana tipologi tingkat perkembangan wilayah dalam kaitannya dengan
ekstensifikasi sawah di Wilayah Pesisir Kalimantan Barat?
4. Apa arahan dan strategi untuk ekstensifikasi sawah di WP Pesisir Kalimantan
Barat?
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.

Mengidentifikasi lahan potensial untuk ekstensifikasi sawah di WP Pesisir


Kalimantan Barat.
Mengetahui wilayah sentra produksi padi sawah berdasarkan keunggulan
komparatif dan kompetitif di WP Pesisir Kalimantan Barat.
Mengetahui klaster dan tipologi tingkat perkembangan wilayah untuk
ekstensifikasi sawah di WP Pesisir Kalimantan Barat.
Merumuskan arahan dan strategi ekstensifikasi sawah di WP Pesisir
Kalimantan Barat.
Manfaat Penelitian

1.
2.
3.

Sebagai bahan rujukan untuk penyusunan usulan perencanaan pengembangan


lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Sebagai bahan pendukung bagi Pemerintah Daerah dalam pengambilan
keputusan mengenai perencanaan ekstensifikasi sawah.
Sebagai bahan masukan untuk revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
terkait kawasan budidaya padi sawah.
Ruang Lingkup Penelitian

Fokus penelitian ini adalah ekstensifikasi sawah di Wilayah Pengembangan


Pesisir Provinsi Kalimantan Barat yang mencakup Kabupaten Sambas, Kabupaten
Bengkayang, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong
Utara, Kabupaten Kubu Raya dan Kota Singkawang. Ketujuh kabupaten/kota ini

3
memenuhi definisi wilayah pesisir berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan
Pengelolaan Pesisir Terpadu yang mendefinisikan Wilayah Pesisir sebagai
wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana
12 mil dari garis pantai ke arah laut untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut
itu (kewenangan provinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat sampai dengan
batas administrasi kabupaten/kota.
Kerangka Pemikiran
Ekstensifikasi sawah di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat merupakan
upaya memperkuat ketahanan pangan melalui pemenuhan kebutuhan padi di
tingkat lokal dan regional. Untuk itu diperlukan analisis potensi wilayah yang
mengacu pada aspek spasial, biofisik dan sosial ekonomi. Aspek spasial
berhubungan dengan potensi sumberdaya lahan pertanian. Aspek biofisik
berhubungan dengan tingkat kesesuaian lahan untuk padi sawah. Aspek ekonomi
menyangkut aktivitas usaha pertanian padi sawah.
Identifikasi lahan potensial untuk ekstentifikasi sawah dilakukan dengan
metode SIG melalui overlay Peta Kesesuaian Lahan Aktual (Potensial dan
Potensial Bersyarat) untuk padi sawah yang diperoleh dari RePPProt dan Peta
Fungsi Kawasan dalam RTRW hingga dihasilkan Peta Potensi Lahan
Pengembangan. Selanjutnya Peta Potensi Lahan Pengembangan dioverlaykan
dengan Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2013 hasil interpretasi Citra
Landsat 8 sehingga diperoleh distribusi dan luasan spasial sawah eksisting dan
lahan tersedia untuk ekstensifikasi sawah.
Berikutnya ditentukan keunggulan komparatif dan kompetitif pertanaman
padi sawah antar wilayah. Untuk penentuan keunggulan komparatif digunakan
pendekatan berbasis ekonomi menggunakan analisis Location Quotient (LQ)
berdasarkan luas tanam padi sawah dengan wilayah administrasi kabupaten
sebagai satuan analisis. Dengan analisis ini didapatkan kabupaten yang menjadi
basis atau non basis produksi padi sawah. Bila nilai LQ suatu wilayah lebih dari
satu maka wilayah tersebut merupakan wilayah basis untuk pengembangan
pertanian padi.
Identifikasi daya saing usahatani padi sawah terhadap komoditas tanaman
pangan lainnya dianalisis menggunakan Differential Shift Component (DS) dalam
Shift Share Analysis (SSA) untuk menilai pergeseran struktur atau kinerja
aktivitas usahatani padi sawah di kabupaten tertentu di WP Pesisir dibandingkan
dengan semua kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat sebagai daerah agregat
yang lebih luas. Hasil DS dalam SSA menjelaskan tingkat persaingan atau
kompetisi (competitiveness) usahatani komoditas tertentu dibandingkan dengan
pertumbuhan usahatani total komoditas dalam wilayah.
Selanjutnya dilakukan Cluster Analysis untuk mengelompokkan wilayah ke
dalam tiga klaster berdasarkan kemiripan variabel karakteristik aktivitas usahatani
padi sawahnya dan Discriminant Analysis untuk menentukan variabel penciri
yang membedakan tipologinya. Dari kedua analisis ini dihasilkan tiga klaster
tipologi tingkat perkembangan wilayah kabupaten/kota di WP Pesisir untuk
ekstensifikasi sawah berdasarkan aktivitas pertanian padi sawah. Hasil identifikasi
lahan tersedia, keunggulan komparatif dan kompetitif padi sawah serta tipologi

4
wilayah selanjutnya disintesis sebagai dasar penentuan arahan prioritas klaster
wilayah untuk ekstentifikasi sawah.
Selanjutnya dilakukan analisis SWOT berdasarkan pendapat responden
petani, pedagang dan Pemerintah daerah /instansi yang terkait sehingga dapat
ditentukan prioritas strategi ekstentifikasi sawah di WP Pesisir Provinsi
Kalimantan Barat. Secara keseluruhan, kerangka pemikiran dalam penelitian ini
digambarkan dalam diagram alir pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram Kerangka Pemikiran

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Wilayah Pesisir
Wilayah Pesisir adalah wilayah yang merupakan tanda atau batasan wilayah
daratan dan wilayah perairan dimana proses kegiatan/aktivitas bumi dan
penggunaan lahan masih mempengaruhi proses dan fungsi kelautan (Kay dan
Alder 1999). Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan
laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut (Pasal 1 Angka 2 UU
Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil). Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
KEP.10/MEN/ 2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir
Terpadu, Wilayah Pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara
ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari
garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan
provinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat sampai dengan batas
administrasi kabupaten/ kota.
Menurut Rustiadi et al. (2011), konsep klasifikasi wilayah yang lebih
mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah yang dikenal selama ini adalah: (1)
wilayah homogen (uniform), (2) wilayah fungsional dan (3) wilayah perencanaan/
pengelolaan (planning region). Adapun untuk wilayah pesisir, penentuan batas
fisik ruang wilayah dalam kaitannya dengan usaha pengelolaannya dilakukan
secara berbeda pada berbagai negara dan bahkan tiap daerah di Indonesia juga
berbeda, kecuali pada wilayah-wilayah pantai yang relatif masih perawan. Pada
umumnya, wilayah pantai yang telah atau sedang berkembang dikembangkan
menjadi suatu wilayah fungsional. Terkait hal itu, maka wilayah perencanaan dari
wilayah pesisir dapat diambil secara kompromistis antara wilayah administratif
dengan wilayah fungsional (Djunaedi dan Basuki 2002).
Perencanaan Pengembangan Wilayah
Kajian perencanaan pengembangan wilayah memiliki sifat-sifat yang
berorientasi pada kewilayahan, futuristik dan publik. Selain mengkaji seluruh
aspek-aspek kewilayahan, baik interaksi maupun interelasinya, dengan sifat
futuristiknya membuat prediksi dan peramalan yang dilakukan memiliki tujuan
untuk kepentingan publik. Pilar-pilar yang menunjang perencanaan
pengembangan wilayah meliputi: (1) inventarisasi, klasifikasi dan evaluasi
sumberdaya, (2) aspek ekonomi, (3) aspek kelembagaan (institusional) dan (4)
aspek lokasi/spasial (Rustiadi 2003).
Dalam kaitannya dengan perencanaan pengembangan wilayah, sasaran yang
harus mendapat perhatian lebih besar adalah wilayah perdesaan di mana mayoritas
penduduk Indonesia tinggal dengan aktivitas utama di sektor pertanian. Pertanian
memiliki peranan yang strategis bagi suatu negara yang secara umum
kontribusinya dapat berupa: (1) penyedia bahan pangan, (2) penyedia lapangan
kerja, (3) penyedia bahan baku bagi industri, (4) sumber devisa dan (5) penjaga
kelestarian lingkungan (Subejo 2007).
Dalam pengembangan wilayah perlu terlebih dahulu dilakukan perencanaan
strategis pengembangan penggunaan lahan yang dapat memberikan keuntungan

6
ekonomi wilayah (strategic land use development planning) bagi pembangunan
yang merupakan salah satu kegiatan dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya lahan. Hal ini penting untuk mengetahui potensi pengembangan, daya
dukung dan manfaat ruang wilayah melalui proses inventarisasi dan penilaian
keadaan/kondisi lahan, potensi dan pembatas-pembatas suatu daerah tertentu
(Djakapermana 2010).
Perencanaan tata ruang strategis menyangkut pengembangan tata ruang
wilayah utama yang mungkin timbul pada setiap skala, tetapi lebih detail dari
wilayah dan skala nasional (Faludi 2001). Pada tingkat ini, perencanaan tata ruang
strategis biasanya untuk sektor publik yang bertujuan mempengaruhi kegiatan
distribusi spasial masa depan (Albrechts 2004). Perencanaan tata ruang yang
dilakukan di wilayah kota dan kabupaten berkaitan dengan tema-tema seperti
industri, transportasi, komunikasi, perencanaan penggunaan lahan serta kerjasama
dalam produksi dan jasa. Hal ini selain untuk tujuan perencanaan juga berupaya
untuk melibatkan pihak yang berwenang, swasta dan masyarakat dalam bentuk
kemitraan dalam perencanaan dan pelaksanaan.
Ketersediaan dan Konsumsi Pangan
Ketahanan pangan adalah adanya keamanan pangan ketika semua orang,
setiap saat, memiliki akses sosial, ekonomi dan fisik yang cukup serta makanan
yang aman dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi makanan untuk
hidup aktif dan sehat. Pilar dari ketahanan pangan adalah ketersediaan, akses,
pemanfaatan dan stabilitas (FAO 1996).
Hubungan antara pertumbuhan penduduk, perubahan lahan pertanian dan
degradasi lingkungan sangat kompleks. Tidak ada satu penjelasan yang
sepenuhnya memuaskan. Oleh karena itu, tidak ada hipotesis tunggal yang
mungkin cukup mengenai hal tersebut (Holden dan Sankhayan 1998).
Ketersediaan dan konsumsi memungkinkan setiap rumah tangga memperoleh
pangan yang cukup dan memanfaatkannya secara bertanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggotanya. Ketahanan pangan rumah tangga
adalah kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya
dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan
sehari-hari. Kecukupan pangan mencakup segi kuantitas dan kualitas. Agar rumah
tangga dapat memenuhi kecukupan pangan tersebut berarti rumah tangga harus
memiliki akses untuk memperoleh pangan baik dari produksi sendiri maupun
membeli dari pasar (Riyadi 2007).
Kebutuhan beras dipengaruhi oleh pola konsumsi makanan penduduk. Pola
konsumsi makanan penduduk merupakan salah satu indikator sosial ekonomi
masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan setempat.
Konsumsi beras terdiri atas konsumsi beras rumah tangga dan konsumsi beras di
luar rumah tangga. Konsumsi rumah tangga dibedakan atas konsumsi makanan
maupun bukan makanan tanpa memperhatikan asal barang dan terbatas pada
pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga saja, tidak termasuk konsumsi/
pengeluaran untuk keperluan usaha atau yang diberikan kepada pihak lain.
Konsumsi di luar rumah tangga adalah konsumsi makanan yang berbahan baku
beras yang diperoleh/dibeli di luar rumah tangga.

7
Konsumsi beras per kapita per tahun Indonesia meningkat nyata yaitu dari
109 kg pada tahun 1970 menjadi 122 kg (1980), 149 kg (1990), 114 kg (2000) dan
135 kg (2007). Bahkan berdasarkan konsumsi energi yang sesuai dengan Pola
Pangan Harapan (PPH) Nasional, konsumsi beras yang mencapai 140 kg/kapita/
tahun atau mendekati konsumsi beras nasional 139,15 kg/kapita/tahun adalah
sangat besar jika dibandingkan dengan negara lainnya di Asia. Konsumsi beras di
Jepang hanya 60 kg/kapita/tahun, sedangkan di Malaysia hanya 80 kg/kapita/
tahun (Nurwadjedi 2011).
Kebijakan Strategis Pengembangan Padi Sawah
Berbagai kebijakan untuk meningkatkan produksi padi seperti
pembangunan irigasi, subsidi benih, pupuk dan pestisida, kredit usahatani
bersubsidi dan pembinaan kelembagaan usahatani telah ditempuh. Demikian juga
dalam pemasaran hasil, pemerintah telah mengeluarkan Kebijakan Harga Dasar
Gabah (HDG) atau Harga Dasar Pembelian Pemerintah (HDPP) untuk melindungi
petani dari jatuhnya harga di bawah biaya produksi. Sementara itu, kebijakan
impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat
dan agar harga beras terjangkau oleh sebagian besar konsumen. Campur tangan
yang sangat besar dan bersifat protektif telah membuahkan hasil yaitu tercapainya
swasembada beras pada tahun 1984. Namun demikian, swasembada yang dicapai
hanya sesaat. Secara umum, selama lebih dari tiga dekade terakhir produksi beras
dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan. Dengan kata lain, Indonesia
hampir selalu defisit, sehingga masih tergantung pada impor (Sudaryanto et al.
2006).
Berdasarkan konteks kebijakan dan tantangan serta hambatan internal
pembangunan agribisnis padi, maka reorientasi kebijakan pengembangan padi
hendaknya diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan ketahanan pangan
petani padi, memantapkan ketahanan pangan nasional dan mendinamisasi
perekonomian desa. Di dalam merumuskan instrumen kebijakan peningkatan
produksi padi, disamping reorientasi arah dan tujuan tersebut, juga perlu
dipertimbangkan konteks kebijakan pangan global dan kebijakan di negara
kompetitor utama di kawasan Asia. Upaya mempertahankan eksistensi lahan
sawah dan peningkatan pendapatan petani akan sangat ditentukan oleh
keberhasilan program diversikasi usahatani. Kebijakan strategis dan langkah
operasional yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan diversifikasi di
lahan sawah adalah: 1) peningkatan ketersediaan dan akses teknologi; 2)
pengembangan infrastruktur irigasi pompa, peningkatan produktivitas dan
program stabilisasi harga untuk komoditas alternatif bernilai ekonomi dan risiko
tinggi; 3) pemberdayaan kelembagaan kelompok tani dan membangun keterkaitan
fungsional dan institusional dengan elemen agribisnis lainnya dalam rangka
mendorong peningkatan produksi, pendapatan petani dan keberlanjutan
diversifikasi usahatani (Sudaryanto dan Surastra 2006).
Sumberdaya Lahan untuk Padi Sawah
Mantra (1986) menyatakan bahwa penurunan daya dukung lahan
dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang terus meningkat, luas lahan yang
semakin berkurang dan nisbah jumlah petani dan luas lahan yang diperlukan

8
untuk hidup layak. Penurunan daya dukung lahan menurut Hardjasoemantri
(1989) dapat diatasi antara lain dengan cara: 1) konversi lahan yaitu mengubah
jenis penggunaan lahan ke arah usaha yang lebih menguntungkan tetapi
disesuaikan wilayahnya; 2) intensifikasi lahan yaitu menggunakan teknologi baru
dalam usahatani dan 3) konservasi lahan yaitu usaha untuk mencegah kerusakan
sumberdaya lahan. Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang
terjadi selama ini berkaitan erat dengan tingkat pertambahan dan pola penyebaran
penduduk yang kurang seimbang dengan jumlah dan pola penyebaran sumberdaya
alam serta daya dukung lingkungan (Soerjani et al. 1987).
Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh
pematang (galengan), saluran untuk menahan/menyalurkan air, ditanami padi
sawah tanpa memandang darimana diperolehnya status lahan tersebut.
Berdasarkan sumber air yang digunakan dan keadaan genangannya, lahan sawah
dapat dibedakan menjadi: 1) lahan sawah irigasi dan 2) lahan sawah non irigasi.
Lahan sawah irigasi terdiri atas lahan sawah irigasi teknis, lahan sawah irigasi
setengah teknis, lahan sawah irigasi sederhana, lahan sawah irigasi desa/non
irigasi, lahan sawah tadah hujan, lahan sawah lebak dan lahan sawah pasang surut.
Lahan sawah non irigasi terdiri atas lahan sawah tadah hujan, lahan sawah pasang
surut, lahan sawah lebak dan sawah lainnya serta lahan sawah yang sementara
tidak diusahakan (Departemen Pertanian 2007). Lahan sawah memiliki fungsi
yang sangat luas yang terkait dengan manfaat langsung, manfaat tidak langsung,
dan manfaat bawaan. Manfaat langsung berhubungan dengan perihal penyediaan
pangan, penyediaan kesempatan kerja bidang pertanian, penyediaan sumber
pendapatan bagi daerah, sarana penumbuhan rasa kebersamaan (gotong royong),
sarana pelestarian kebudayaan tradisional, sarana pencegahan urbanisasi serta
sarana pariwisata. Manfaat tidak langsung terkait dengan fungsinya sebagai salah
satu wahana pelestari lingkungan. Manfaat bawaan terkait dengan fungsinya
sebagai sarana pendidikan dan sarana untuk mempertahankan keragaman hayati
(Irawan et al. 2002).
Definisi daya dukung dalam perspektif biofisik wilayah adalah jumlah
populasi yang dapat didukung oleh suatu wilayah sesuai dengan kemampuan
teknologi yang ada (Binder dan Lopez 2000). Aspek-aspek pengelolaan
sumberdaya lahan pertanian pangan menurut Rustiadi (2011) merupakan faktor
nyata yang dibutuhkan dalam proses penyediaan pangan. Lahan pertanian pangan,
khususnya sawah, memiliki karakteristik sumberdaya yang dikategorikan sebagai
common pool resources (CPRs) karena memiliki dua kriteria utama yaitu unsur
substractability karena ketersediaan lahan yang sesuai untuk pertanian pangan
sangat dan semakin terbatas dan setiap konversi penggunaan lahan ke penggunaan
lahan lainnya akan mengurangi kemampuan dalam penyediaan pangan serta unsur
non excludable karena dalam perspektif publik sangatlah sulit mencegah
terjadinya alih fungsi lahan-lahan pertanian pangan yang subur.

3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada lahan padi sawah dengan lokasi penelitian
mencakup Wilayah Pengembangan (WP) Pesisir Provinsi Kalimantan Barat
(Kabupaten Sambas, Bengkayang, Pontianak, Ketapang, Kayong Utara, Kubu
Raya dan Kota Singkawang) yang dilaksanakan selama 6 bulan yaitu Mei Oktober 2013. Kabupaten/kota tersebut terletak di bagian Barat pulau Kalimantan
dengan koordinat 2o08 LU - 3002 LS dan 108o40 BT - 111o20 BT.
Bahan dan Alat
Bahan penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui wawancara dengan panduan kuesioner terhadap 10 responden
stakeholders yang dipilih secara purposive sampling, yaitu: petani padi sawah,
pedagang beras, BAPPEDA Provinsi Kalimantan Barat, Dinas Pertanian TPH
Provinsi Kalbar, Balai Penyuluhan Pertanian, HKTI Provinsi, Badan Ketahanan
Pangan Provinsi Kalbar, Petugas Penyuluh Lapang, Gapoktan dan PNPM-Mandiri.
Data sekunder terdiri atas data statistik dan spasial. Data spasial yang
digunakan adalah Citra Landsat 8, Peta Penutup/Penggunaan Lahan tahun 2011,
Peta RePPProt, Peta RTRW, Peta Administrasi dan Peta Lahan Baku Sawah,
sedangkan data statistik adalah kepadatan penduduk, jumlah tenaga kerja sub
sektor tanaman pangan, luas areal tanam, PDRB per Kabupaten, luas panen dan
produksi padi sawah dan produksi tanaman pangan lain. Peralatan yang digunakan
adalah software ArcGIS, Erdas Imagine dan Statistica.
Data sekunder dikumpulkan dari instansi-instansi terkait sebagaimana
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis Data Sekunder
Jenis Data
Skala
Tahun Bentuk
Sumber Data
Citra Landsat 8 (sudah
terkoreksi geometrik)
Peta Kesesuaian Lahan
Peta RBI (Jalan/Sungai)

Resolusi
30m x30m
1:250.000
1:500.000

2013

Digital

Seameo-Biotrop

1987
2010

Digital
Digital

Peta RTRW Provinsi


Peta Lahan Baku Sawah
Peta Administrasi
Peta Tutupan Lahan

1:250.000
1:25.000
1:50.000
1:50.000

2007
2012
2012
2011

Digital
Digital
Digital
Digital

Jumlah Penduduk,
Produksi, Produktivitas,
Luas Panen dan Luas
Tanam, PDRB

20002012

Tabular

RePPProT
Badan Informasi
Geospasial
Bappeda Kalbar
Ditjen. PSP (Kementan)
BPS Kalbar
Ditjen. Planologi
(Kemenhut)
Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi
Kalbar, BPS Kalbar

10
Prosedur Analisis Data
Identifikasi dan Analisis Sawah Eksisiting dan Lahan Potensial
Identifikasi dan analisis diawali dengan pembuatan peta baseline hasil union
Peta Lahan Baku Sawah Tahun 2012 dan Peta Tutupan Lahan Tahun 2011
dilanjutkan dengan interpretasi citra Landsat 8 dengan metode on-screen
digitation. Digitasi manual yang dilakukan adalah mengedit peta baseline yang
disesuaikan dengan batas-batas kenampakan objek pada citra tahun 2013
menggunakan kunci interpretasi (Lampiran 2) hingga menjadi Peta Penutupan/
Penggunaan Lahan Tahun 2013. Selanjutnya, Peta Kesesuaian Lahan Basah dari
RePPProT ditumpang-tindihkan (overlay) dengan peta RTRWP dan Peta
Tutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2013 hingga dihasilkan Peta Sawah Eksisting
dan Lahan Potensial untuk Ekstensifikasi Sawah Tahun 2013. Proses pembuatan
peta tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Peta Kesesuaian
lahan basah
(RePPProT)

Peta Tutupan
Lahan Th 2011

Citra Landsat 8
(terkoreksi)
Th 2013

Peta Lahan
Baku Sawah Th.
2012

Overlay
Peta Kesesuaian
Lahan Aktual

Peta
Administrasi

Mozaik 8
Scene Citra

Peta Baseline

Cropping
Area
Overlay

Peta Areal
Tersedia untuk
Lahan Sawah

Peta Fungsi Kawasan


(RTRW Provinsi)
Th. 2007

Citra
Kab/Kota WP
Pesisir

Overlay

On Screen
Digitation

Peta Penutupan/
Penggunaan
Lahan
Th. 2013

Peta Sawah Eksisting dan


Lahan Potensial untuk
Ekstensifikasi Sawah
Th.2013

Gambar 2 Proses Pembuatan Peta Areal Ekstentifikasi Sawah Tahun 2013


Peta kesesuaian lahan yang digunakan pada penelitian ini adalah peta
kesesuaian untuk lahan basah hasil Regional Physical Planning Program for
Transmigration (RePPProT). Peta kesesuaian lahan basah ini menyajikan lahan
yang memenuhi kriteria sesuai (S), sesuai bersyarat ($) dan tidak sesuai (N) untuk
pertanian lahan basah yang dalam penelitian ini dianggap memenuhi kriteria
untuk sawah. Peta kesesuaian lahan untuk sawah menunjukkan sebaran area yang
secara fisik dapat dibudidayakan untuk padi sawah.

11
Analisis Keunggulan Komparatif (Location Quotient)
Analisis LQ (Location Quotient) digunakan untuk mengetahui pemusatan
suatu aktivitas pada suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas.
Analisis ini dapat mengidentifikasi keunggulan komparatif suatu wilayah dengan
asumsi: 1) kondisi geografis relatif sama; 2) pola-pola aktivitas bersifat seragam
dan 3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Pada penelitian ini
metode LQ digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif sektor dan
subsektor. Adapun nilai LQ diketahui dengan rumus berikut (Hendayana 2003).
=

Keterangan:

/.
. /. .

, nilai luas tanam komoditas ke-j di kabupaten ke-i,; ., total


luas tanam semua komoditas di kabupaten ke-i; . , total luas
tanam komoditas ke-j di WP Pesisir; .., total luas tanam semua
komoditas di WP Pesisir.
Perhitungan LQ menghasilkan tiga kriteria yaitu:
a. LQ>1; artinya komoditas menjadi basis atau menjadi sumber pertumbuhan.
Komoditas memiliki keunggulan komparatif jika hasilnya tidak saja dapat
memenuhi kebutuhan di wilayah bersangkutan akan tetapi juga dapat
diekspor ke luar wilayah.
b. LQ=1; komoditas tergolong non basis, tidak memiliki keunggulan komparatif
dan produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri.
c. LQ<1; komoditas termasuk non basis dan tidak dapat memenuhi kebutuhan
sendiri sehingga perlu pasokan dari luar.
Analisis Keunggulan Kompetitif
(Differential Shift dalam Shift Share Analysis)

Gambaran kinerja analisis ini dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil


analisis yaitu:
1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (komponen Share). Komponen ini
menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang
menunjukkan dinamika total wilayah.
2. Komponen Pergeseran Proporsional (komponen Proportional Shift).
Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif
dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang
menunjukkan dinamika sektor/aktivitas total dalam wilayah.
3. Komponen Pergeseran Diferensial (komponen Differential Shift). Ukuran ini
menjelaskan tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas dibandingkan
dengan pertumbuhan total sektor/aktivitas tersebut dalam wilayah. Komponen
ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ketidak-unggulan) suatu sektor/
aktivitas di subwilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di subwilayah lain.
Persamaan analisis shift-share adalah sebagai berikut :

SSA

X ..
X ..

( t1)

(t 0)


1 +

X
X

i ( t1)

i (t 0)


+

(t 0)

X ..
X ..

( t 1)

X
X

ij ( t 1)
ij ( t 0 )

X
X

i (t 0)
i ( t 1)

12
Keterangan: a: komponen regional share; b: komponen proportional shift;
c: komponen differential shift (DS); X..: total produksi semua
komoditas di WP Pesisir; Xi: total produksi padi sawah di WP
Pesisir; Xij: total produksi padi sawah di suatu kabupaten/kota; t1:
titik tahun akhir (2011); to: titik tahun awal (2008). Nilai DS>0 dan
SSA>1 menunjukkan suatu komoditas memiliki keunggulan
kompetitif diantara komoditas lainnya.
Analisis Tipologi Perkembangan Wilayah untuk Ekstensifikasi Sawah
Analisis tipologi perkembangan wilayah untuk ekstensifikasi sawah
dilakukan dengan metode Cluster Analysis. Dengan metode ini beberapa variabel
yang dianalisis dikelompokkan sedemikian rupa sehingga variabel dalam satu
kelompok memiliki karakteristik yang lebih mirip dibandingkan dengan variabel
dalam kelompok lain. Dalam penelitian ini, analisis klaster digunakan untuk
mengelompokkan kabupaten/kota di WP Pesisir ke dalam tiga tipologi
berdasarkan kemiripan variabel yang mencirikan karakteristik fisik wilayah dan
aktivitas pertanian untuk ekstensifikasi sawah.
Tipologi tingkat perkembangan wilayah diadopsi dari Peraturan Menteri
Pertanian No. 50/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian
berdasarkan ciri kawasan pengembangan pertanian tanaman pangan (Lampiran 3)
yang selanjutnya dideskripsikan untuk dijadikan variabel yang dianalisis. Wilayah
penelitian dikelompokkan ke dalam tiga tipologi, yaitu wilayah berkembang,
cukup berkembang dan kurang berkembang. Variabel yang digunakan meliputi:
luas tanam padi sawah intensitas 1 kali pertanaman (ha) (X1); luas panen padi
sawah per tahun (ha) (X2); produktivitas padi sawah (ton/ha) (X3); proporsi
jumlah hand tractor per luas tanam (unit/ha) (X4), proporsi jumlah hand tractor
per luas tanam (unit/ha) (X5), proporsi sawah beririgasi terhadap total luas tanam
(X6), jumlah penyuluh pertanian (X7), jumlah petani padi (X8) dan proporsi
produksi padi sawah terhadap total produksi padi sawah provinsi (X9)
berdasarkan data dari 13 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat agar
memenuh derajat bebas yang dipersyaratkan (Lampiran 4, 5, 6, 7, 8 dan 9).
Sebelum dilakukan pengelompokan terlebih dahulu dihitung jarak antara
dua data atau gerombol data dengan ciri yang serupa menggunakan skala
pengukuran yang sama. Jika skala pengukuran data tidak sama maka data perlu
ditransformasikan atau distandarisasi ke dalam bentuk skor (Panudju dan Rustiadi
2012). Ukuran jarak yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarak eucledian.
Asumsi yang harus dipenuhi dalam penggunaan jarak euclidean adalah bahwa
antar variabel tidak terjadi multikolinearitas atau saling ortogonal.
Untuk standarisasi data dan pengklasteran digunakan software Statistica
menggunakan fitur Standardize dan Cluster Analysis dengan prosedur k-means.
Metode k-mean adalah statistik yang berguna untuk mengelompokkan sejumlah objek
dalam jumlah kelompok yang sudah ditentukan di mana karakteristik objek hanya
dikelompokkan berdasarkan variabel tertentu, tetapi karakteristik latar belakang objek
belum diketahui pasti (Yamin dan Kurniawan, 2011). Selanjutnya dilakukan analisis
diskriminan menggunakan fitur Discriminant Analysis untuk menentukan variabel
penciri yang membedakan ketiga tipologi. Data variabel penciri tiap klaster
selanjutnya dirata-ratakan menggunakan software MS Excell. Rataan data variabel
penciri klaster tersebut menentukan tipologi wilayah ke dalam berkembang

13
(rataan tertinggi), cukup berkembang (rataan tertinggi kedua) dan kurang
berkembang (rataan terendah).
Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis guna
merumuskan strategi atau kebijakan yang didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threat).
Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki (Rangkuti 2009). Proses penyusunan strategi dengan
metode SWOT dilakukan melalui tiga tahap analisis, yaitu tahap analisis masukan,
tahap analisis pencocokan dan tahap analisis pengambilan keputusan.
Keputusannya didasarkan atas justifikasi yang dibuat secara kualitatif maupun
kuantitatif, terstruktur maupun tidak terstruktur, sehingga dapat diambil keputusan
yang signifikan dengan kondisi yang ada.
Data yang digunakan pada tahap analisis pertama adalah hasil wawancara
dengan responden dengan panduan kuesioner. Kuesioner diserahkan secara
langsung kepada responden. Pada tahap ini data dibedakan menjadi dua, yaitu data
internal dan data eksternal. Data internal institusi meliputi data sumberdaya
manusia, sumberdaya modal dan kegiatan operasional, sedangkan data eksternal
institusi meliputi data kondisi sosial budaya masyarakat, kondisi lingkungan,
kondisi pasar, kebijakan pemerintah dan kompetitor. Data persepsi responden
perihal strategi ekstensifikasi sawah yang diperoleh dari wawancara diberi nilai 5
(sangat penting), nilai 4 (penting), nilai 3 (cukup penting), nilai 2 (tidak penting)
dan 1 (sangat tidak penting) dan disusun ke dalam bentuk matriks.
Tahap kedua dilakukan dengan menyusun 5 sampai 10 hasil inventarisasi
faktor peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang dimasukkan dalam faktor
internal dan eksternal yang selanjutnya dilakukan pencocokan menggunakan
matriks SWOT. Dari hasil analisis pencocokan faktor internal dan eksternal
diperoleh empat tipe strategi (Tabel 2).
Tabel 2 Matriks Strategi SWOT
Internal
Eksternal
Peluang
(Opportunity)

Ancaman
(Threat)

Kekuatan
(Strength)
Strategi SO
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang
Strategi ST
Ciptakan strategi
yangmenggunakan kekuatan untuk
mengatasi ancaman

Kelemahan
(Weakness)
Strategi WO
Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan peluang
Strategi WT
Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman

Sumber : Rangkuti (2009)


Tahap ketiga dilakukan untuk menyusun daftar prioritas strategi yang harus
diimplementasikan. Strategi yang efektif adalah jika dapat memaksimalkan
kekuatan dan kesempatan serta meminimalkan kelemahan dan ancaman yang
dihadapi. Secara keseluruhan prosedur analisis data dalam penelitian ini disajikan
dalam Tabel 3.

14

14

Tabel 3 Tujuan dan Metode Analisis Data


No.
Tujuan Analisis
1 Mengidentifikasi sebaran dan luas
penutupan/penggunaan lahan saat
ini
2 Mengidentifikasi sebaran dan luas
lahan yang sesuai untuk sawah
3 Mengidentifikasi sebaran dan luas
lahan potensial untuk ekstentifikasi
sawah
4 Mengetahui sentra produksi padi
berdasarkan keunggulan komparatif
5
Mengetahui sentra produksi padi
berdasarkan keunggulan kompetitif
6 Mengetahui klaster dan tipologi
tingkat perkembangan wilayah
untuk ekstensifikasi sawah berbasis
aktivitas pertanian padi sawah.
7 Merumuskan prioritas arahan
ekstentifikasi sawah di WP Pesisir
Kalimantan Barat
8
Merumuskan prioritas strategi
ekstentifikasi sawah di WP Pesisir
Kalimantan Barat

Metode Analisis
Interpretasi citra
(on screen
digitation)
Overlay dan
query spasial
Overlay dan
query spasial
Location Quotient
(LQ)
Shift Share
Analysis (SSA)
Cluster Analysis
(CA) dan
Discriminant
Analysis(DA)
Sintesis Deskriptif

SWOT

Jenis Data yang Dianalisis


Citra Landsat 8
(akuisisi bulan Juni 2013)

Output
Peta Penutupan/Penggunaan
Lahan Tahun 2013

Peta Administrasi, Peta Kesesuaian


Lahan Basah RePPProt
Peta Penutupan/Penggunaan Lahan,
Peta Kesesuaian Lahan Basah
RePPProt, Peta RTRW Provinsi
Data luas areal tanam tanaman
pangan tahun 2012
Data produksi tanaman pangan
tahun 2007 dan tahun 2011
Luas panen padi, indeks pertanaman
padi, jumlah penyuluh, jumlah kios
saprotan, luas sawah, jumlah
alsintan, jumlah kelompok tani
Hasil identifikasi lahan potensial
serta hasil analisis LQ, SSA, CA
dan DA
Hasil wawancara dengan responden

Peta Kesesuaian Lahan Aktual


Padi Sawah
Peta Sawah Eksisting dan Lahan
Potensial untuk Ekstensifikasi
Sawah Tahun 2013
Kesimpulan keunggulan
komparatif
Kesimpulan keunggulan
kompetitif
Kesimpulan klaster tipologi
wilayah

Prioritas arahan ekstentifikasi


sawah di WP Pesisir Kalimantan
Barat
Prioritas strategi ekstentifikasi
sawah di WP Pesisir Kalimantan
Barat

15

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


Letak dan Administrasi Wilayah
Provinsi Kalimantan Barat yang menjadi daerah otonom tingkat provinsi
sejak tahun 1957 telah mengalami pemekaran wilayah kabupaten/kota secara
bertahap, dan pada saat ini telah terbagi menjadi 14 (empat belas) kabupaten/kota.
Luas wilayah 146.807 km2 terletak di bagian Barat pulau Kalimantan, yakni di
antara garis 2o08 LU - 3o05 LS serta di antara 108o00 - 114o08 BT seperti yang
disajikan pada Peta Administrasi Provinsi Kalimantan Barat (Gambar 3). Dari
posisi geografis ini, wilayah Kalimantan Barat dilalui oleh garis Khatulistiwa
yang tepat di atas Kota Pontianak. Secara lengkap batas wilayah provinsi adalah:
- Utara
: Sarawak (Malaysia)
- Selatan : Laut Jawa dan Kalimantan Tengah
- Timur
: Kalimantan Timur
- Barat
: Laut Natuna dan Selat Karimata
Dalam konsep pembangunannya, Kalimantan Barat dibagi kedalam empat
Wilayah Pengembangan (WP) yang meliputi WP Tengah, WP Pesisir, WP Antar
Provinsi dan WP Antar Negara, sebagaimana dituangkan dalam Peraturan
Daerah Kalimantan Barat Nomor 7 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah 2007-2027.

Gambar 3 Pembagian Wilayah Pengembangan Provinsi Kalimantan Barat


Masing-masing wilayah pengembangan dikategorikan berdasarkan letak
kabupaten terhadap sumbu tengah dan batas dengan wilayah luar provinsi, antara
lain:

16

- WP Tengah terdiri atas tiga kabupaten, yakni Kabupaten Sanggau, Sekadau


dan Landak.
- WP Pesisir terdiri atas delapan kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Pontianak,
Bengkayang, Sambas, Ketapang, Kayong Utara, Kubu Raya, Kota Pontianak
dan Kota Singkawang.
- WP Antar Provinsi meliputi Kabupaten Sintang, Kapuas Hulu, Melawi dan
Ketapang.
- WP Antar Negara mencukup lima kabupaten yang meliputi Kabupaten Kapuas
Hulu, Sintang, Sanggau, Bengkayang dan Sambas.
Adapun administrasi untuk WP Pesisir adalah sebagai berikut:
Tabel 4 Nama Kabupaten/Kota, Ibu Kota, Luas Wilayah, Jumlah Kecamatan dan
Desa/Kelurahan di WP Pesisir
Luas
Jumlah
Ibukota
Jumlah
Kabupaten/Kota
Wilayah
Desa/
Kabupaten
Kecamatan
2
(km )
Kelurahan
Sambas
Bengkayang
Pontianak
Ketapang
Kayong Utara
Kubu Raya
Kota Singkawang
WP Pesisir
Kalimantan Barat

Sambas
Bengkayang
Mempawah
Ketapang
Sukadana
Sungai
Raya
Singkawang

6.395
5.397
1.277
31.241
4.568

19
17
9
20
5

184
124
67
249
43

504

9
5

106
26

56.367

84

799

146.807

175

1.894

6.985

Sumber: BPS Kalimantan Barat Tahun 2012 (data diolah)


Kondisi Demografis dan Kepadatan Agraris
Persebaran penduduk Kalimantan Barat tidak merata antar wilayah
kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, maupun antar wilayah kawasan
pantai dan bukan pantai atau perkotaan dan perdesaan. Berdasarkan data BPS
tahun 2012 (Tabel 5), Wilayah Pengembangan Pesisir yang mencakup Kabupaten
Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Ketapang,
Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya dan Kota Singkawang dihuni
oleh 33% dari total penduduk Kalimantan Barat dengan kepadatan mencapai 39
jiwa km2. Tujuh kabupaten lain (bukan pantai) selain Kota Pontianak secara ratarata tingkat kepadatan penduduknya relatif lebih jarang.

17

Tabel 5 Penduduk menurut Status Daerah dan Kepadatan per Kabupaten/Kota di


WP Pesisir
Kota
Jumlah
Luas
Kepadatan
Desa/Rural
Kabupaten/Kota
Urban
Penduduk Wilayah
(Jiwa per
(jiwa)
2
(jiwa)
(jiwa)
(km )
km2)
Sambas
91.811
409.338
501.149
6.395
78
Bengkayang
19.016
201.051
220.067
5.397
41
Pontianak
54.386
183.336
237.722
1.277
186
Ketapang
101.034
336.579
437.613
31.241
14
Kayong Utara
9.874
87.769
97.643
4.568
21
Kubu Raya
154.053
356.320
510.373
6.985
73
Singkawang
130.643
60.158
190.801
504
379
WP Pesisir
560.817
1.605.745 2.155.904
56.367
39
Kalimantan Barat 1.354.450
3.122.898 4.477.384 146.807
30
Sumber: BPS Kalimantan Barat Tahun 2012 (data diolah)
Jumlah tenaga kerja sektor tanaman pangan Provinsi Kalimantan Barat
adalah 323.386 orang (Kementerian Pertanian 2012a) yang kecenderungannya
menurun (-7,21%) sejak tahun 2007 hingga 2011 (Gambar 4). Apabila
dibandingkan dengan luas lahan baku potensial untuk tanaman pangan seluas
2.580.153 ha (berdasarkan data dari Hikmatullah et al. 2007), berarti kepadatan
agrarisnya adalah 7,97 atau 8 tenaga kerja per hektar lahan. Tetapi apabila
kepadatan agraris berdasarkan luas panen, maka nilainya adalah 1,11 atau 1
tenaga kerja per hektar, dan bila diasumsikan panen 2 kali setahun berarti 2 tenaga
kerja per hektar lahannya.
500.000
400.000
300.000

Jumlah Tenaga
Kerja

200.000

Luas Panen

100.000
0
2007

Gambar 4

2008

2009

2010

2011

Rasio Jumlah Tenaga Kerja pada Subsektor Tanaman Pangan dan


Luas Panen di Provinsi Kalimantan Barat (2007 2011)
Kondisi Pertanian Padi Sawah

Provinsi Kalimantan Barat secara umum memiliki potensi yang besar dan
variatif di sektor pertanian karena didukung oleh kondisi agroekosistem yang
sesuai untuk pengembangan komoditas pertanian dalam arti luas (tanaman

18

pangan, ternak, ikan dan hutan). Kalimantan Barat adalah produsen 40 komoditas
agribisnis terbesar di Indonesia. Komoditas padi memberikan kontribusi sebesar
17% terhadap produksi padi nasional. Penggunaan lahan untuk pertanian baru
mencapai 13,8%.
Variasi luas panen dan tingkat produktivitas antar kabupaten/kota yang
cukup tinggi membuat beberapa kabupaten/kota mendominasi produksi padi.
Pertanian padi pada tahun 2011 didominasi produksi dari Kabupaten Sambas,
Kabupaten Landak, Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Bengkayang yang
mencapai 61% dari total produksi provinsi sebesar 1.372.989 ton. Produktivitas
padi pada tahun 2011 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2010, yaitu dari
3,14 ton/ha menjadi 3,09 ton/ha (BPS Kalimantan Barat 2012). Luas panen, rataan
produktivitas dan produksi padi sawah di WP Pesisir disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Luas Panen, Rataan Produktivitas dan Produksi Padi Sawah di WP
Pesisir Tahun 2011
Luas Panen
Produktivitas
Kabupaten/Kota
Produksi (ton)
(ha)
(ton/ha)
Sambas
86.714
3,45
298.989
Bengkayang
25.369
3,91
99.218
Pontianak
23.056
3,69
85.191
Ketapang
20.481
3,29
67.425
Kayong Utara
23.779
3,28
78.067
Kubu Raya
61.960
3,48
215.805
Singkawang
6.585
3,46
22.770
WP Pesisir
247.943
3,51
867.464
Kalimantan Barat
367.054
3,45
1.284.834
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2012 (data
diolah)
Secara rata-rata time series (rentang waktu tahun 2000-2010), produktivitas
padi Provinsi Kalimantan Barat adalah 3,11 ton/ha, dengan luas panen 428.461 ha
dan luas baku 423.110 ha pada tahun 2010 (Dinas Pertanian TPH Kalimantan
Barat 2012). Luas lahan sawah hasil pemetaan per kabupaten tahun 2011 di WP
Pesisir disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Luas Lahan Sawah Hasil Pemetaan per Kabupaten di WP Pesisir Tahun
2011
Kabupaten/Kota
Luas Lahan (ha)
Sambas
56.006
Bengkayang
14.023
Kota Singkawang
4.306
Pontianak
13.342
Ketapang
27.150
Kayong Utara
16.001
Kubu Raya
52.137
Total
182.965

19

Sumber: Pusdatin Kementan Tahun 2012 (data diolah)


Secara umum pengembangan padi sawah yang dilakukan saat ini masih
belum optimal/intensif, karena sebagian masih menggunakan varietas lokal,
pengolahan tanah kurang intensif, pemupukan hanya sekali-sekali (karena pupuk
sulit didapat dan mahal) dan belum sepenuhnya 2 kali tanam dalam setahun.
Intensifikasi dapat dilakukan dengan penggunaan varietas unggul, pengolahan
tanah intensif, pengendalian hama, pemupukan yang berimbang, perbaikan tata
air, perbaikan pasca panen dan peningkatan indeks pertanaman padi.
Berdasarkan hasil analisis data potensi sumberdaya lahan (Hikmatullah et
al. 2008), Provinsi Kalimantan Barat dapat dikelompokkan menjadi empat
kawasan potensi pengembangan pertanian (Tabel 8). Potensi pengembangan
komoditas pertanian ditentukan antara lain oleh tingkat kesesuaian lahan,
penggunaan lahan saat ini (existing landuse) dan status kawasan hutan.
Tabel 8 Potensi Pengembangan Komoditas Pertanian di Kalimantan Barat
Potensi Pengembangan
Potensi pengembangan tanaman pangan lahan basah
Intensifikasi tan. pangan lahan basah (padi sawah)
Ekstensifikasi tan. pangan lahan basah (padi sawah)
Potensi pengembangan tanaman pangan lahan kering
Intensifikasi tan. pangan lahan kering (padi gogo,
jagung)
Ekstensifikasi tan. pangan lahan kering (padi gogo,
jagung)
Potensi pengembangan tanaman perkebunan
Intensifikasi kebun campuran/kelapa
Intensifikasi perkebunan karet
Intensifikasi perkebunan kelapa sawit
Ekstensifikasi tan. perkebunan (karet, sawit, kelapa,
lada, kopi) di kebun inti
Ekstensifikasi tan. perkebunan (karet, sawit, kelapa,
lada, kopi) di kebun plasma
Pengembangan perikanan air payau/tambak
Intensifikasi perikanan air payau (bandeng, udang)
Ekstensifikasi tambak (udang, bandeng)
Lain-lain (non pertanian)
Pengembangan tanaman hutan (akasia, eucalyptus,
gmelina, dan lain-lain)
Hutan produksi
Kawasan lindung
Pemukiman, badan air, danau, dan lain-lain
Jumlah
Sumber: Hikmatullah et a.l (2008).

Luas (ha)

Persentase

221.381
869.133

1,51
5,93

173.581

1,19

1.316.058

8,99

19.809
570.266
146.181
3.098.269

0,14
3,89
1,00
21,16

1.300.374

8,88

7.394
25.437

0,05
0,17

262.207

1,79

1.173.821
5.252.186
208.767
14.644.864

8,02
35,86
1,43
100

Lahan potensial yang diarahkan untuk pengembangan tanaman pangan


lahan basah (padi sawah) melalui intensifikasi seluas 221.281 ha dan melalui
ekstensifikasi seluas 869.133 ha (Gambar 5). Sebarannya terutama di dataran

20

aluvial dan fluvio-marin pada grup Endoaquepts, Humaquepts, Fluvaquents,


Endoaquents dan Haplosaprists.
1%
6%

Intensifikasi padi
sawah 221,381
Ekstensifikasi padi
sawah 869,133
93%

Penggunaan lain
13,554,350

Gambar 5 Potensi Pengembangan Tanaman Pangan Lahan Basah


Program ekstensifikasi diarahkan pada lahan-lahan yang sesuai untuk padi
sawah dan tambak. Kondisi lahan saat ini umumnya berupa semak belukar dan
hutan lahan basah. Pada lahan basah juga dapat dikembangkan tanaman
hortikultura, seperti buah-buahan (jeruk, nenas dan lain-lain) dan sayuran (cesin,
kacang panjang, cabe, terong, tomat, bayam dan lain-lain) dengan penerapan
teknologi pengelolaan air, seperti sistem surjan (saluran drainase dan guludan).
Melalui pengembangan tanaman hortikultura pada lahan basah (grup
Endoaquepts, Humaquepts dan Fluvaquents) diharapkan kebutuhan akan sayuran
dan buah-buahan di wilayah ini dapat dipenuhi sendiri dan sekaligus
meningkatkan pendapatan masyarakat/petani (Hikmatullah et al. 2008).
Kondisi Geofisik
Kondisi iklim di Kalimantan Barat yang dipengaruhi oleh suhu udara di
kawasan laut Natuna dan kondisi hutan yang masih relatif lebat menyebabkan
suhu udara maupun kelembaban udara di wilayah pesisir pantai cenderung lebih
panas dibandingkan dengan wilayah pedalaman. Kabupaten/kota di WP Pesisir
memiliki curah hujan 2000-4100 mm per tahun, 4-12 bulan basah dengan rata-rata
curah hujan bulanan >200 mm. Kelembaban nisbi rata-rata tahunan di wilayah
Kalimantan Barat beragam dari 83,3 sampai 89,8%. Kecepatan angin rata-rata
tahunan berkisar antara 0,18 m/dt sampai 2,30 m/dt (Sardana et al. 2011).
Provinsi Kalimantan Barat memiliki jenis tanah Podsolik Merah Kuning
dengan persentase luasan areal sekitar 17,28% dari areal Provinsi Kalimantan
Barat seluas 14,7 juta hektar. Hamparan tanah ini sebagian besar berbukit dan
bergunung yang berada di pegunungan patahan yang tersebar luas di Pegunungan
Kapuas Hulu dan Pegunungan Muller di Kabupaten Kapuas Hulu. Daerah pesisir,
sebagian besar memiliki jenis tanah OGH (Organosol Gley Humus) dan Aluvial
yang sebagian besar terdapat di Kabupaten Pontianak, Kubu Raya, Ketapang dan
Sambas (BPS 2012).
Daratan Kalimantan Barat secara umum merupakan dataran rendah yang
dikelilingi ratusan sungai yang terhampar sepanjang Lembah Kapuas serta Laut
Natuna/Selat Karimata dan perbukitan Muller - Schwarner yang membelah

21

Provinsi Kalimantan Barat - Kalimantan Tengah. Menurut Sardana et al. (2011),


secara umum provinsi ini dibagi kedalam 3 bagian kenampakan utama fisiografi,
sebagai berikut:
Bagian Utara-Timur merupakan daerah pinggiran yang mempunyai
kenampakan topografi relatif lebih tinggi dari bagian yang lain dan berupa
perbukitan serta jalur pegunungan dengan tipe batuan sedimen. Daerah ini
masih dominan tertutup hutan.
Bagian Tengah-Barat mempunyai topografi berupa dataran rendah yang luas
dan merupakan daerah yang sudah terbuka (bukan hutan) dengan batuan
metamorf (batu malihan), juga terdapat perbukitan rendah dengan topografi
berombak serta pegunungan yang masih tertutup hutan.
Bagian Barat-Selatan dominan mempunyai kenampakan topografi berupa
dataran aluvial yang relatif muda yang ditandai juga kenampakan rawa-rawa
dengan pertanian campuran dan hutan dataran rendah sebagai penutup
lahannya.
Kelas lereng kabupaten/kota WP Pesisir Kalimantan Barat disajikan pada
Tabel 9.
Tabel 9 Kelas Lereng Kabupaten/Kota WP Pesisir Kalimantan Barat
Luas Kelas Lereng (ha)

Kabupaten/Kota
<2%

2-15%

15-40%

>40%

Sambas

307.800

124.442

160.396

46.832

Bengkayang

321.785

102.503

40.749

74.693

Pontianak

91.811

17.058

11.483

7.338

Ketapang

1.342.977

751.729

355.378

673.990

Kayong Utara

274.386

130.474

11.516

40.450

Kubu Raya

686.434

11.701

385

8.000

4.800

33.190

4.410

Singkawang

Sumber: BPS Kalimantan Barat Tahun 2012 (data diolah)


Kondisi Pendapatan Regional
Kondisi perekonomian suatu daerah sangat tergantung pada potensi
sumberdaya alam yang dimiliki dan kemampuan daerah tersebut untuk
mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Nilai PDRB Kabupaten/Kota WP
Pesisir disajikan pada Tabel 10.
PDRB Kalimantan Barat atas dasar harga berlaku tahun 2011 mencapai
66,78 trilyun rupiah dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sektor pertanian
(25,05%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (22,57%) dan sektor industri
pengolahan (17,98%). Struktur ekonomi ini masih menempatkan sektor pertanian
sebagai leading sector. Perbedaan PDRB antar Kabupaten/Kota relatif besar,
namun masih didominasi sektor pertanian.

22

Tabel 10 PDRB Atas Harga Berlaku menurut Kabupaten/Kota WP Pesisir


Kabupaten/Kota

2008

2009

2010

2011

Sambas

4.673.551

5.251.569

5.904.021

6.646.942

Bengkayang

1.925.131

2.146.184

2.356.205

2.642.560

Singkawang

2.012.951

2.225.776

2.519.158

2.835.254

Pontianak

1.883.099

2.028.578

2.219.504

2.463.128

Ketapang

4.868.436

5.126.915

5.911.730

6.785.902

755.930

834.352

946.723

1.068.111

6.892.797

7.614.573

8.800.532

9.978.601

Kayong Utara
Kubu Raya

Sumber: BPS Kalimantan Barat Tahun 2012 (data diolah)


Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa terjadi pertambahan PDRB setiap
tahunnya pada masing-masing kabupaten/kota. PDRB tertinggi adalah Kabupaten
Kubu Raya yang mencapai Rp.9,98 trilyun atau kontribusinya terhadap
perekonomian Kalimantan Barat sebesar 15,37% dari Rp. 66,78 triliun.

11.000.000
10.000.000

Total Pendapatan (Rupiah)

9.000.000
8.000.000

Sambas

7.000.000

Bengkayang

6.000.000

Singkawang

5.000.000

Pontianak

4.000.000

Ketapang

3.000.000

Kayong Utara

2.000.000

Kubu Raya

1.000.000
0
2008

2009

2010

2011

Gambar 6 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menurut Kabupaten/Kota WP Pesisir


Tahun 2012

23

5 HASIL DAN PEMBAHASAN


Penggunaan Lahan Eksisting Tahun 2013
Interpretasi citra Landsat 8 menghasilkan data dan peta penutupan/
penggunaan lahan eksisting di WP Pesisir tahun 2013 yang disajikan pada Tabel
11 dan Gambar 7.
Tabel 11 Penutupan/Penggunaan Lahan di Kabupaten/Kota WP Pesisir
Kalimantan Barat Tahun 2013
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Penutupan/Penggunaan Lahan

Luas

Hutan Lahan Kering Primer


Hutan Lahan Kering Sekunder
Hutan Mangrove Sekunder
Hutan Rawa Sekunder
Belukar Rawa
Semak Belukar
Perkebunan
Perkebunan Campuran
Sawah
Ladang/Tegalan
Pemukiman
Pertambangan
Rawa Genangan
Tambak
Tanah Terbuka

ha
363.690
640.620
116.980
829.830
582.700
308.590
950.030
1.143.710
189.420
243.660
16.910
19.350
184.940
9.550
30.460

%
6
11
2
15
10
5
17
20
3
4
0
0
3
0
1

Jumlah

5.630.440

100

Tipe penggunaan lahan di WP Pesisir terdiri atas perkebunan campuran


seluas 1.143.710 ha (20% dari total wilayah provinsi seluas 5.664.580 ha), belukar
rawa 582.700 ha (10%), semak belukar 308.590 ha (5%), ladang/tegalan 243.660
ha (4%), sawah 189.420 ha (3%) dan rawa genangan 184.940 ha (3%). Belukar
rawa dan semak belukar terluas dijumpai di Kabupaten Ketapang. Rawa genangan
hanya dijumpai di Kabupaten Ketapang. Ladang/tegalan dan sawah dominan
dijumpai di Kabupaten Sambas dan Kubu Raya.
Jenis penutupan/penggunaan lahan berupa belukar rawa, semak belukar,
ladang/tegalan serta perkebunan campuran pada umumnya dapat dikembangkan
menjadi areal potensial untuk pembukaan sawah baru. Semak belukar selama ini
dianggap sebagai lahan tidur.

24

Gambar 7 Peta Penutupan/Penggunaan Lahan di Kabupaten/Kota WP Pesisir


Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

25

Hasil Identifikasi Lahan Tersedia untuk Ekstentifikasi Sawah


Berdasarkan peta kesesuaian lahan basah yang merupakan hasil proyek
RePPProT diketahui bahwa lahan di tujuh Kabupaten/Kota WP Pesisir yang
memenuhi kriteria lahan Sesuai (S) seluas 1.029.930 ha (18%), Sesuai Bersyarat
($) seluas 614.960 ha (11%) dan Tidak Sesuai (N) seluas 4.019.690 ha (71%)
untuk ekstensifikasi sawah sebagaimana disajikan pada Tabel 12 dan Gambar 8.
Lahan Sesuai (S) umumnya berada pada dataran rendah (lereng 2 15%) dengan
jenis tanah alluvial, sedangkan yang Tidak Sesuai lebih banyak berada di dataran
agak tinggi dan rawa gambut. Lahan Sesuai Bersyarat tersebar diantaranya.
Tabel 12 Status Kesesuaian Lahan Aktual untuk Padi Sawah di WP Pesisir
Kabupaten
/Kota
Bengkayang
Kayong Utara
Ketapang
Kubu Raya
Pontianak
Sambas
Singkawang
Jumlah

Sesuai (S)
Luas (ha)
73.090
60.070
344.660
197.840
107.980
213.200
33.090
1.029.930

%
7
6
33
19
10
21
3
100

Sesuai Bersyarat ($)


Luas (ha)
%
219.590
36
294.270
48
5.420
1
95.680
16
614.960
100

Tidak Sesuai (N)


Luas (ha)
%
267.230
7
400.680
10
2.619.170
65
365.710
9
86.340
2
268.630
7
11.930
0
4.019.690
100

Hasil tumpang tindih antara peta kesesuaian lahan, peta fungsi kawasan
(RTRW Provinsi) serta Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2013
menghasilkan Peta Sawah Eksisting dan Lahan Potensial untuk Ekstensifikasi
Sawah Tahun 2013 (Gambar 9). Rekapitulasi sawah eksisting dan lahan potensial
untuk ekstentifikasi sawah (Tabel 13) menunjukkan bahwa saat ini tersedia
411.960 ha lahan yang dapat dikembangkan menjadi sawah, yang sebagian besar
(>50%) berada di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Ketapang. Lahan
pengembangan ini terdiri atas tipe penutupan/penggunaan ladang/tegalan, semak
belukar, belukar rawa dan perkebunan campuran.
Tabel 13 Rekapitulasi Sawah Eksisting dan Lahan Potensial
Kabupaten/Kota
Bengkayang
Kayong Utara
Ketapang
Kubu Raya
Pontianak
Sambas
Singkawang
Jumlah
Persentase (%)

Eksisting
Sawah
14.290
18.720
28.210
51.160
16.240
57.010
3.790
189.420
3

Potensial
49.760
21.880
109.420
57.670
36.150
116.720
20.350
411.950
7

Luas (ha)
Potensial
Bersyarat
117.490
77.940
1.440
33.690
230.560
4

Tidak
Jumlah
Potensial
378.390
559.920
420.140
460.750
2.826.190 2.963.820
671.050
857.820
145.900
199.740
370.090
577.510
20.880
45.020
4.832.640 5.664.580
85
100

26

Gambar 8 Peta Kesesuaian Lahan Aktual untuk Lahan Sawah di WP Pesisir


Provinsi Kalimantan Barat

27

Gambar 9 Peta Sawah Eksisting dan Lahan Potensial untuk Ekstensifikasi Sawah
Tahun 2013 di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat

28

Lahan berstatus Potensial Bersyarat meliputi area seluas 230.560 ha yang


tersebar di Kabupaten Bengkayang dan Sambas dalam bentuk kebun campuran,
masing-masing seluas 117.490 ha dan 33.690 ha serta di Kabupaten Kubu Raya
dalam bentuk rawa gambut seluas 77.940 ha. Secara umum, kendala utama
budidaya padi sawah di ketiga kabupaten tersebut adalah kurangnya ketersediaan
pengairan untuk lahan sawah. Berdasarkan data BPS tahun 2012, luas sawah
beririgasi yaitu 855 ha di Kabupaten Sambas, 2.810 ha di Kabupaten Bengkayang
dan 6.494 ha di Kabupaten Kubu Raya. Oleh karena itu, komoditas yang
diusahakan pada daerah tersebut merupakan padi ladang atau sawah tadah hujan
yang penggunaan lahannya cenderung relatif cepat dikonversi untuk penggunaan
lain. Seluas 2.826.190 ha lahan yang tidak potensial untuk ekstensifikasi sawah
berada di Kabupaten Ketapang yang umumnya adalah hutan lindung, cagar alam,
perkebunan sawit maupun rawa gambut, sedangkan di kabupaten/kota lainnya
sebagian besar adalah hutan produksi, perkebunan, rawa gambut fibrik pada hutan
rawa sekunder serta daerah pasang surut dengan salinitas yang cukup tinggi.
Keunggulan Komparatif Wilayah
Hasil analisis LQ berdasarkan luas tanam menunjukkan bahwa komoditas
padi sawah memiliki sebaran paling luas dibandingkan komoditas tanaman
pangan lain dan secara merata diusahakan petani di seluruh kabupaten/kota. Hal
ini disebabkan beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat di WP Pesisir.
Hasil analisis LQ untuk 7 Kabupaten/Kota di WP Pesisir Kalimantan Barat
disajikan pada Tabel 14.
Pada Tabel 14 terlihat bahwa kisaran nilai LQ padi sawah pada 7 kabupaten/
kota adalah 0,50 1,24. Terdapat 5 kabupaten/kota yang mempunyai LQ>1.
Artinya wilayah-wilayah tersebut merupakan wilayah basis untuk budidaya padi
sawah. Hanya 2 kabupaten dengan nilai LQ<1.
Tabel 14

Nilai LQ Berdasarkan Luas Tanam Komoditas Tanaman Pangan Tahun


2011 di WP Pesisir
Padi
Sawah

Padi
Ladang

Jagung

Kedelai

Kacang
Tanah

Kacang
Hijau

Ubi
Kayu

Ubi
Jalar

Sambas

1,23

0,16

0,02

2,06

0,08

3,25

0,34

0,50

Bengkayang

0,50

2,71

3,12

0,44

2,78

0,03

1,42

0,74

Pontianak

1,21

0,16

0,24

0,90

0,59

0,19

1,21

2,25

Ketapang

0,92

3,07

0,13

0,08

1,88

0,07

2,43

2,42

Singkawang

1,17

0,62

0,08

0,29

4,40

Kayong Utara

1,24

0,13

0,03

0,06

0,30

0,01

1,96

0,75

Kubu Raya

1,14

0,11

0,78

0,27

0,36

0,19

0,56

0,78

Kabupaten/Kota

Untuk Kabupaten Bengkayang dan Ketapang yang memiliki nilai LQ<1


berarti tidak termasuk wilayah basis untuk ekstensifikasi sawah meskipun
ketersediaan lahan potensial di Kabupaten Ketapang masih cukup besar,
sedangkan untuk Kabupaten Bengkayang dikarenakan orientasi tanaman pangan

29

lebih didominasi oleh jagung yang memiliki nilai LQ tertinggi yaitu 3,12
mengingat aspek agribisnisnya untuk pakan ternak ayam di Kota Singkawang.
Keunggulan Kompetitif Wilayah
Hasil perhitungan Differential Shift terhadap produksi komoditas tanaman
pangan masing-masing kabupaten/kota di WP Pesisir dari tahun 2007 hingga
tahun 2011 disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15 Hasil Analisis Differential Shift Tanaman Pangan di WP Pesisir
Kabupaten/Kota
Sambas
Bengkayang
Pontianak
Ketapang
Singkawang
Kayong Utara
Kubu Raya

Padi
Sawah

Padi
Kacang Kacang Ubi
Jagung Kedele
Ladang
Tanah
Hijau Kayu

Ubi
Jalar

0.04
0.23
-0.08
-0.14
-0.06
-0.19
0.01

Nilai DS
-0.003
0.34
-0.01
0.26
2.64
1.82
0.53
0.41
-0.538
-0.297
0.162
-0.206 -0.342

-0.05
0.53
5.61
0.46
-0.45
0.47
-0.52

-0.53
0.47
0.69
-0.27
-0.76
-0.41
-0.47

0.62
-0.03
-0.20
0.29
0.04
2.24
0.24

1.85
-3.38
-3.39
-2.91
0.285
-0.048

0.69
0.37
-0.37
0.46
-0.49
1.10
-0.31

Komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif dikatakan juga memiliki


efisiensi secara finansial (Saptana 2008). Berdasarkan hasil perhitungan
komponen DS (Tabel 15) pada tahun 2007 dan 2011 pada masing-masing
kabupaten/kota menunjukkan bahwa keunggulan kompetitif komoditas tanaman
padi sawah ditempati oleh Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Sambas dan
Kabupaten Bengkayang karena mempunyai nilai DS>0, sedangkan kabupaten
lainnya tidak dapat bersaing secara kompetitif karena nilai DS0. Demikian juga
nilai SSA untuk padi sawah yang lebih dari nol hanya ditempati ketiga kabupaten
tersebut yang mencerminkan pertumbuhan produksi padi selama periode tahun
20072011 (Tabel 16). Kabupaten lain yang tidak memiliki nilai DS>0 sejalan
dengan nilai SSA yang juga negatif, yang artinya terjadi penurunan produksi padi
sawah pada wilayah tersebut. Hal ini tentunya mengindikasikan bahwa budidaya
padi sawah kurang berkontribusi atas pendapatan daerahnya.
Tabel 16 Hasil Analisis SSA Komoditas Tanaman Pangan di WP Pesisir
Kabupaten/Kota

Padi
Padi
Kacang Kacang Ubi
Jagung Kedelai
Sawah Ladang
Tanah
Hijau Kayu

Ubi
Jalar

Sambas

0,08

-0,77

0,44

0,47

0,22

5,09

Bengkayang

0,27

0,22

-0,21

0,46

0,14

-0,13

0,08

0,34

Pontianak

-0,04

0,45

-0,37

3,11

1,70

-0,14

-0,66

5,42

Ketapang

-0,10

-0,51

0,12

1,00

0,29

0,33

0,17

0,27

Singkawang

-0,02

-1,00

-0,14

Kayong Utara

-0,15

-0,65

2,06

0,05

-0,71

0,06

-0,19

-0,77

-0,89

Kubu Raya

0,40 -0,24

-0,77 -0,64
0,81

0,28

-0,60 -0,71

30

Hasil analisis LQ, DS dan SSA dapat digunakan sebagai instrumen atau
indikator ekonomi kewilayahan untuk menentukan tingkat perkembangan
aktivitas ekonomi tertentu di suatu wilayah. Dalam penelitian ini, integrasi hasil
analisis LQ, DS dan SSA menunjukkan keunggulan komparatif (sebagai wilayah
basis jika LQ>1 atau non basis jika LQ1) dan keunggulan kompetitif (sebagai
wilayah unggulan jika DS>0 dan SSA >1 atau non unggulan jika DS<0 atau
SSA<1) bagi wilayah kabupaten/kota di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat
untuk pengembangan pertanian padi melalui ekstensifikasi sawah (Tabel 17).
Tabel 17 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Kabupaten/Kota di WP Pesisir
Provinsi Kalimantan Barat untuk Pengembangan Padi Sawah
Kabupaten/Kota

LQ

DS

SSA

Sambas

>1

>0

>1

Keunggulan
Komparatif Kompetitif
Wilayah Basis Unggulan

Bengkayang

>0

>1

Wilayah Non Basis Unggulan

Pontianak

>1

Wilayah Basis

Ketapang

Wilayah Non Basis

Singkawang

>1

Wilayah Basis

Kayong Utara

>1

Wilayah Basis

Kubu Raya

>1

>0

>1

Wilayah Basis Unggulan

Dari Tabel 17 terlihat bahwa Kabupaten Sambas dan Kubu Raya merupakan
wilayah Basis Unggulan karena mempunyai keunggulan komparatif (LQ>1) dan
kompetitif wilayah (DS>0 dan SSA>1). Artinya, tanaman padi sawah di dua
kabupaten tersebut merupakan komoditas basis yang memiliki daya saing tinggi
serta pertumbuhan yang cepat dan progresif. Berikutnya Kabupaten Kayong Utara,
Kabupaten Pontianak dan Kota Singkawang merupakan wilayah basis (LQ>1)
untuk pengembangan padi sawah, namun memiliki nilai DS0 dan SSA1 yang
menunjukkan produksi padi sawahnya tidak dapat bersaing dengan komoditas
pangan lainnya dan diikuti dengan penurunan produksi padi sawah dalam kurun
waktu tahun 2007 hingga tahun 2011.
Kabupaten Ketapang mempunyai nilai LQ=0,92 untuk padi sawah (Tabel
14). Hal ini menunjukkan kecenderungan Kabupaten Ketapang untuk menjadi
wilayah basis karena nilai LQ mendekati 1. Untuk mencapai kategori wilayah
basis masih perlu dilakukan upaya perluasan sawah. Program Food Estate yang
dilaksanakan di wilayah ini sejak dua tahun terakhir belum mampu mencapai nilai
LQ>1. Sementara itu pertanian padi sawah di Kabupaten Bengkayang tidak
unggul secara komparatif karena penggunaan lahan lebih dominan untuk budidaya
komoditas sayuran dan pangan lainnya. Namun, Kabupaten Bengkayang masih
memiliki keunggulan kompetitif karena produksi padi sawahnya masih mampu
bersaing dengan komoditas pangan lainnya sehingga menjadi wilayah non basis
unggulan.

31

Hasil Analisis Tipologi Perkembangan Wilayah


untuk Ekstensifikasi Sawah
Dalam penelitian ini, analisis klaster (pengelompokkan wilayah) melibatkan
seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat kecuali Kota Pontianak
karena bukan termasuk wilayah pengembangan tanaman pangan. Tujuannya agar
tipologi yang dihasilkan berlaku secara menyeluruh dan terintegrasi dalam skala
pengembangan wilayah tingkat provinsi. Namun demikian, pembahasan
difokuskan pada tujuh kabupaten/kota yang berada di WP Pesisir Provinsi
Kalimantan Barat.
Variabel tingkat perkembangan wilayah untuk ekstensifikasi sawah di WP
Pesisir yang digunakan pada analisis klaster dan analisis diskriminan di dalam
penelitian ini disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Variabel Tingkat Perkembangan Wilayah untuk Ekstensifikasi Sawah
di WP Pesisir
Variabel per Kabupaten

No

Simbol

Luas tanam padi sawah intensitas satu kali pertanaman (ha)

X1

Luas panen padi sawah per tahun (ha)

X2

Produktivitas padi sawah (ton/ha)

X3

Proporsi jumlah hand tractor per luas tanam (unit/ha)

X4

Proporsi kios saprodi per luas tanam (unit/ha)

X5

Proporsi sawah beririgasi terhadap total luas tanam

X6

Jumlah penyuluh pertanian

X7

Jumlah petani padi

X8

Proporsi produksi padi sawah terhadap total produksi padi sawah


provinsi

X9

Dengan menggunakan metode k-means pada analisis klaster diperoleh tiga


klaster wilayah (Lampiran 10). Klaster I meliputi Kabupaten Sambas dan
Kabupaten Kubu Raya, klaster II meliputi Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten
Pontianak serta klaster III meliputi Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong
Utara dan Kota Singkawang.
Dari hasil analisis diskriminan dengan prosedur forward stepwise diperoleh
tiga variabel penciri klaster tipologi wilayah, yaitu variabel X1, X6 dan X9
(Lampiran 11), berturut-turut dengan nilai p = 0,000616, 0,138651 dan 0,266339.
Variabel luas tanam padi sawah intensitas satu kali pertanaman (X1) merupakan
satu-satunya dari tiga variabel tersebut yang memiliki nilai p<0,01 sehingga
menjadi variabel penciri tunggal yang dapat membedakan tipologi wilayah.
Rataan nilai variabel X1 tertinggi, kedua dan terendah berturut-turut mencirikan
tipologi wilayah berkembang, cukup berkembang dan kurang berkembang (Tabel
19 dan Lampiran 12).

32

Tabel 19 Hasil Analisis Klaster Tipologi Tingkat Perkembangan Wilayah untuk


Ekstensifikasi Sawah di WP Pesisir
Klaster

Rataan Nilai
Variabel Penciri*

Urutan Nilai
Variabel Penciri

Tipologi
Wilayah

54.281

Berkembang

II

15.953

Cukup
Berkembang

III

11.583

Kurang
Berkembang

Kabupaten/
Kota
Sambas
Kubu Raya
Bengkayang
Pontianak
Ketapang
Kayong Utara
Singkawang

*Luas tanam padi sawah intensitas satu kali pertanaman (ha)


Nilai rata-rata lima variabel penciri seiring dengan trend tipologi wilayah,
yaitu luas tanam padi sawah intensitas satu kali pertanaman (variabel penciri
utama), luas panen padi sawah per tahun, jumlah penyuluh, jumlah petani dan
proporsi produksi padi sawah terhadap total produksi padi sawah provinsi.
Artinya, peningkatan tipologi dari kurang berkembang ke berkembang diiringi
oleh trend peningkatan nilai rata-rata kelima variabel tersebut (Lampiran 12).
Kabupaten dengan tipologi wilayah berkembang (klaster I) dicirikan oleh
rata-rata variabel penciri utama (luas tanam padi sawah intensitas satu kali
pertanaman) seluas 54.281 ha, luas panen padi sawah per tahun 67.928 ha, jumlah
penyuluh 106 orang dan jumlah petani 24.726 orang serta proporsi produksi padi
sawah terhadap total produksi padi sawah provinsi 0,1855. Kabupaten dengan
tipologi wilayah cukup berkembang (klaster II) dicirikan oleh rata-rata luas tanam
padi sawah intensitas satu kali pertanaman seluas 15.953 ha, luas panen padi
sawah per tahun 19.912 ha, jumlah penyuluh 83 orang dan jumlah petani 16.593
orang serta proporsi produksi padi sawah terhadap total produksi padi sawah
provinsi 0,0565. Kabupaten dengan tipologi wilayah kurang berkembang (klaster
III) dicirikan oleh rata-rata luas tanam padi sawah intensitas satu kali pertanaman
seluas 11.583 ha, luas panen padi sawah per tahun 12.742 ha, jumlah penyuluh 33
orang dan jumlah petani 8.864 orang serta proporsi produksi padi sawah terhadap
total produksi padi sawah provinsi 0,0322.
Nilai rata-rata empat variabel penciri lainnya tidak seiring dengan trend
tipologi wilayah, yaitu produktivitas padi sawah dan proporsi jumlah hand tractor
per luas tanam yang mempunyai nilai rata-rata fluktuatif serta proporsi sawah
beririgasi terhadap total luas tanam dan proporsi kios saprodi per luas tanam yang
mempunyai nilai rata-rata dengan trend menurun dari tipologi kurang berkembang
ke tipologi berkembang (Lampiran 12). Nilai rata-rata dengan trend yang menurun
dari tipologi wilayah kurang berkembang ke berkembang ini lebih disebabkan
oleh peningkatan luas tanam sebagai pembagi proporsi yang lebih tinggi
dibandingkan peningkatan luas sawah beririgasi maupun jumlah kios saprodi. Hal
ini mengindikasikan bahwa perluasan sawah beririgasi melalui peningkatan
infrastruktur irigasi dan peningkatan jumlah kios saprodi merupakan dasar
penetapan strategi pengembangan yang perlu dipertimbangkan.
Hasil analisis tipologi wilayah yang membagi WP Pesisir ke dalam tiga
karakteristik wilayah pengembangan diharapkan akan mempermudah pemerintah
daerah untuk mengambil kebijakan teknis terkait pengelolaan sektor pertanian

33

tanaman pangan khususnya padi sawah karena mengkaitkan fungsi hubungan


spasial antar wilayah homogen. Hukum Geografi Tobler yang pertama
menyebutkan bahwa setiap hal memiliki keterkaitan dengan hal lainnya, namun
yang lebih berdekatan memiliki keterkaitan lebih dari lainnya (Rustiadi et al.
2011).
Dari tujuh kabupaten/kota yang diklasterkan, hubungan jarak sangat
berpengaruh dalam perkembangan aktivitas pertaniannya. Kabupaten yang
termasuk tipologi kurang berkembang yaitu Kabupaten Ketapang dan Kayong
Utara. posisinya paling jauh dari kabupaten/kota lainnya. Hubungan transportasi
utama menuju kedua kabupaten tersebut tidak bisa melalui jalan darat, tetapi lewat
laut dan udara, sehingga interaksi dengan kabupaten/kota lainnya menjadi lebih
rendah. Kecenderungan penggunaan lahan Kota Singkawang adalah untuk
pemukiman karena sudah merupakan kota, sehingga areal sawah di wilayah
tersebut semakin berkurang.
Kabupaten Bengkayang dan Pontianak termasuk dalam wilayah cukup
berkembang, yang secara spasial menunjukkan hubungan kedekatan jarak dan
saling bertetangga dalam jalur lintasan jalan raya dan antar kecamatan yang
banyak terdapat hamparan sawah. Kabupaten yang bertipologi berkembang yaitu
Kabupaten Sambas dan Kubu Raya memiliki konfigurasi spasial dengan pola
menyebar. Artinya, kedua kabupaten sangat jauh jaraknya. Namun, hamparan
sawah di kedua kabupaten tersebut yang terluas karena secara historis keduanya
merupakan lumbung padi Kalimantan Barat.
Arahan untuk Ekstensifikasi Sawah
Berdasarkan hasil penilaian sektor wilayah (basis/non basis dan unggulan/
non unggulan), pengklasteran tipologi wilayah dan luas lahan tersedia untuk
ekstensifikasi sawah diperoleh urutan prioritas sebagaimana disajikan pada Tabel
20 dan Gambar 10.
Tabel 20
Kabupaten/
Kota
Sambas
Kubu Raya
Pontianak

Arahan Prioritas Ekstensifikasi Sawah di WP Pesisir Provinsi


Kalimantan Barat
Sektor
Wilayah
Basis
Unggulan
Basis
Unggulan
Basis

Kayong
Utara
Singkawang

Basis

Bengkayang

Non Basis
Unggulan
Non Basis

Ketapang

Basis

Tipologi
Wilayah

Berkembang
Cukup
Berkembang
Belum
Berkembang
Belum
Berkembang
Cukup
Berkembang
Belum
Berkembang

Tahapan
Pengembangan

Lahan
Tersedia
(ha)

Prioritas
Ekstensifikasi

116.720

Prioritas 1

57.670

Prioritas 2

36.150

Prioritas 3

21.880

Prioritas 4

20.350

Prioritas 5

49.760

Prioritas 6

109.420

Prioritas 7

Pemantapan
Pengembangan
Pertumbuhan
Pertumbuhan
Pengembangan
Pertumbuhan

34

Penentuan kawasan baru dapat didasarkan pada komoditas yang potensial


dan ketersediaan lahan yang sesuai untuk mendukung pengembangan komoditas
tersebut (commodity-driven). Ada kalanya lokasi potensial sudah ada, namun
belum terdapat komoditas yang layak untuk dikembangkan. Oleh karenanya,
dalam pengembangan kawasan pertanian harus ditentukan terlebih dahulu
komoditas yang tepat berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah.
Menurut Kementerian Pertanian (2012b), produktivitas padi yang lebih
rendah dari rata-rata provinsi dan pemanfaatan lahan yang belum optimal
merupakan ciri kawasan pada tahap pertumbuhan. Produktivitas padi yang
hampir sama dengan produktivitas rata-rata provinsi, pemanfaatan lahan hampir
optimal dan mutu hasil belum optimal merupakan ciri kawasan pada tahap
pengembangan. Produktivitas padi yang sudah lebih tinggi dari produktivitas
rata-rata provinsi namun mutu hasil belum optimal dan efisiensi usaha belum
berkembang adalah ciri dari kawasan pada tahap pemantapan. Berdasarkan
pentahapan ini, maka strategi pengembangan kawasan padi sawah di WP Pesisir
didasarkan pada tipologi perkembangan wilayahnya untuk ekstensifikasi sawah
yang dimaksudkan untuk mengakomodasi keberadaan lahan-lahan sawah
eksisting dan lahan potensial untuk pencapaian target swasembada beras.

35

Gambar 10 Peta Arahan Prioritas Ekstensifikasi Sawah

36

Strategi untuk Ekstensifikasi Sawah


Perbedaan klaster tipologi wilayah berdasarkan aktivitas pertanian padi
sawah yang menentukan arahan prioritas wilayah ekstensifikasi sawah di WP
Pesisir Kalimantan Barat memerlukan strategi implementasi yang berbeda pula.
Berdasarkan hasil analisis SWOT, selanjutnya diuraikan strategi berdasarkan hasil
inventarisasi, klasifikasi dan analisis potensi kekuatan (strength), kelemahan
(weakness), peluang (oppurtunity) dan ancaman/ kendala (threat).
Strategi Ekstensifikasi Klaster I
Untuk merumuskan strategi ekstensifikasi sawah di wilayah klaster I dengan
tipologi berkembang telah diidentifikasi faktor internal maupun faktor eksternal
yang berpengaruh, sebagai berikut:
a. Kekuatan (Strength)
1. Luas lahan potensial atau tersedia masih cukup luas.
2. Sumberdaya manusia yang bekerja di sektor pertanian relatif besar.
3. Dukungan/kebijakan pemerintah cukup tinggi.
4. Produksi dan produktivitas padi cukup tinggi.
5. Nilai LQ>1 artinya merupakan wilayah basis.
6. Faktor sosiokultural sangat mendukung
7. Biaya input produksi (pupuk, bibit dan sebagainya) rendah
b. Kelemahan (Weakness)
1. Ketersediaan pengairan sawah relatif kurang memadai.
2. Tingkat kehilangan hasil masih cukup tinggi
3. Kemampuan modal usaha petani masih rendah.
c. Peluang (Opportunity)
1. Permintaan gabah/beras terus meningkat
2. Potensi pasar masih terbuka luas.
3. Adanya kebijakan otonomi daerah sehingga kebijakan pemerintah daerah
lebih tepat sasaran.
4. Berkembangnya teknologi informasi sehingga mempermudah komunikasi.
5. Adanya Akses permodalan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
d. Ancaman (Threatment)
1. Adanya kebijakan impor beras dari luar negeri.
2. Terjadi alih fungsi penggunaan sawah menjadi penggunaan lainnya.
3. Harga gabah berfluktuasi.
4. Fenomena musim kemarau/hujan yang tidak menentu.
Berdsarkan matriks SWOT faktor internal dan eksternal, komponen
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam upaya ekstensifikasi sawah
diberi bobot penilaian sesuai dengan kepentingan (Lampiran 12) berdasarkan
pengamatan lapangan, hasil wawancara dengan responden stakeholders dan
analisis deskriptif. Selanjutnya, berdasarkan analisis pencocokan terhadap faktorfaktor tersebut (Lampiran 13) diperoleh beberapa alternatif strategi sebagai dasar
penentuan prioritas kebijakan pengembangan wilayah untuk ekstensifikasi sawah
(Tabel 21).
Pada klaster tipologi wilayah berkembang ini terdapat dua kabupaten yaitu
Sambas dan Kubu Raya yang sudah lebih maju pembangunan pertaniannya

37

dibandingkan kabupaten lain di Kalimantan Barat. Program-program pertanian


tanaman pangannya lebih intensif karena faktor kesiapan teknis maupun
kelembagaannya.
Tabel 21 Ranking Prioritas Alternatif Strategi Klaster I
No.
Alternatif strategi
1 Memanfaatkan potensi wilayah yang
sesuai secara fisik melalui kebijakan
pemerintah dengan pembukaan lahan
baru yang berorientasi pada
ekstensifikasi sawah.
2 Peningkatan daya saing, industri hilir
pemasaran dan orientasi industri padi.
3 Meningkatkan keuntungan dengan
menjual kelebihan produksi berupa beras
bukan gabah.
4 Pengembangan dan pengelolaan
cadangan air pertanian (embung).
5 Menambah sarana prasarana secara semi
mekanik seperti alat penggulung rumput,
lantai jemur, dryer, power thresher dan
sebagainya.
6 Meningkatkan peran kelembagaan petani
untuk melakukan kemitraan dengan
pedagang dan stakeholders.

Keterkaitan

Kepentingan

Ranking

(S1 2 3 5 6 7;
O1 2 3 4 5)

37

(S4 7; O1 2 4 5)

19

(S 4 ; O1 2)

(W1 ; O 3)

(W2 ; O1 2 3 4)

15

(W 3 ;
O1 2 4 5)

16

Berdasarkan Tabel 21, maka prioritas kebijakan yang direkomendasikan


untuk klaster I berturut-turut sebagai berikut:
1. Memanfaatkan potensi wilayah yang sesuai secara fisik melalui kebijakan
pemerintah dengan pembukaan lahan baru yang berorientasi pada
ekstensifikasi sawah.
2. Peningkatan daya saing, industri hilir pemasaran dan orientasi industri padi.
3. Meningkatkan peran kelembagaan petani untuk melakukan kemitraan dengan
pedagang dan stakeholders.
4. Menambah sarana prasarana pasca panen secara semi mekanik seperti alat
penggulung rumput, lantai jemur, dryer, power thresher dan sebagainya.
5. Meningkatkan keuntungan dengan menjual kelebihan produksi berupa beras
bukan gabah.
6. Pengembangan dan pengelolaan cadangan air pertanian (embung).
Strategi Ekstensifikasi Klaster II
Penilaian pada klaster II berbeda dari penilaian pada klaster I dikarenakan
perbedaan tingkat perkembangan wilayahnya. Dalam hal ini, meskipun Kabupaten
Bengkayang bukan tergolong wilayah basis padi, namun kemiripan nilai variabel
penciri karakteristik wilayahnya dari hasil analisis klaster menjadikannya satu
klaster dengan Kabupaten Pontianak (Lampiran 14). Dari hasil matriks SWOT
(Lampiran 15) diperoleh alternatif strategi seperti yang disajikan dalam Tabel 22.

38

Tabel 22 Ranking Prioritas Alternatif Strategi Klaster II


No.
Alternatif strategi
Keterkaitan Kepentingan
1 Memanfaatkan potensi wilayah yang sesuai
secara fisik melalui kebijakan pemerintah
(S1 2 3 5 7 8;
32
dengan pembukaan lahan baru yang
O3 4 5)
berorientasi pada pengembangan padi.
2 Mendorong peningkatan kualitas dan
(S4 6 8;
kuantitas produk dengan penerapan
19
O1 2 3)
teknologi budidaya dan pasca panen.
3 Sosialisasi melalui kelembagaan pertanian
dan fasilitasi kelompok tani dalam
(S3 5 8 ; O4 5)
17
mengakses KUR.
4 Peningkatan ketersediaan dan akses
(W1 2 3;
teknologi, permodalan dan penyuluhan
20
O 2 4 5)
komoditas alternatif non padi.
5 Pengembangan dan pengelolaan cadangan
(W5 ; O3)
7
air pertanian (embung).
6 Meningkatkan peran kelembagaan petani
(W1 6 ;
untuk melakukan kemitraan dengan
14
O 2 5)
pedagang dan stakeholders.

Ranking
1

2
6
5

Berdasarkan Tabel 22, maka prioritas kebijakan yang direkomendasikan


untuk klaster II berturut-turut sebagai berikut :
1. Memanfaatkan potensi wilayah yang sesuai secara fisik melalui kebijakan
pemerintah dengan pembukaan lahan baru yang berorientasi pada
pengembangan padi.
2. Peningkatan ketersediaan dan akses teknologi, permodalan dan penyuluhan
komoditas alternatif non padi.
3. Mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas produk dengan penerapan
teknologi budidaya dan pasca panen.
4. Meningkatkan peran kelembagaan petani untuk melakukan kemitraan dengan
pedagang dan stakeholders.
5. Sosialisasi melalui kelembagaan pertanian dan fasilitasi kelompok tani dalam
mengakses KUR.
6. Pengembangan dan pengelolaan cadangan air pertanian (embung).
Strategi Ekstensifikasi Klaster III
Hasil penilaian strategi untuk klaster III bertipologi kurang berkembang
yang terdiri atas tiga Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong Utara dan Kota
Singkawang disajikan pada Lampiran 16. Hanya Kabupaten Kayong Utara yang
menjadi wilayah basis, sedangkan dua lainnya adalah wilayah non basis. Atas
dasar kesamaan tipologi dan hasil matriks SWOT (Lampiran 17), maka diperoleh
alternatif strategi seperti disajikan pada Tabel 23.

39

Tabel 23 Ranking Prioritas Alternatif Strategi Klaster III


No.
1

3
4

5
6

Alternatif strategi
Memanfaatkan potensi wilayah yang sesuai
secara fisik melalui kebijakan pemerintah
dengan pembukaan lahan baru yang
berorientasi pada ekstensifikasi sawah.
Mendorong peningkatan kualitas dan
kuantitas produk dengan penerapan
teknologi budidaya dan pasca panen.
Menyediakan jaringan usaha antara
gapoktan, pihak swasta dan BUMN.
Peningkatan ketersediaan dan akses
teknologi, permodalan, dan penyuluhan
komoditas alternatif non padi.
Pengembangan dan pengelolaan cadangan
air pertanian (embung).
Kebijakan pemerintah daerah dalam rangka
optimalisasi pemanfaatan lahan potensial
yang menjadi lahan tidur dalam rangka
peningkatan IP padi.

Keterkaitan

Kepentingan

Ranking

(S1 2 3 5 ;
O3 4)

21

(S4 5; O1 3)

13

(S2 4 ; O1 2 6)

15

(W1 2 5 ;
O1 5)

17

(W6 7; O4)

12

(W7 ; O3)

Berdasarkan Tabel 23, maka prioritas kebijakan yang direkomendasikan


pada klaster III berturut-turut sebagai berikut:
1. Memanfaatkan potensi wilayah yang sesuai secara fisik melalui kebijakan
pemerintah dengan pembukaan lahan baru yang berorientasi pada
ekstensifikasi sawah.
2. Peningkatan ketersediaan dan akses teknologi, permodalan dan penyuluhan
komoditas alternatif non padi.
3. Menyediakan jaringan usaha antara gapoktan, swasta dan BUMN.
4. Mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas produk dengan penerapan
teknologi budidaya dan pasca panen.
5. Pengembangan dan pengelolaan cadangan air pertanian (embung).
6. Kebijakan pemerintah daerah dalam rangka optimalisasi pemanfaatan lahan
potensial yang menjadi lahan tidur dalam rangka peningkatan IP padi.
Strategi yang direkomendasikan adalah untuk menuju terbentuknya kawasan
pengembangan padi sawah yang ideal dan berkelanjutan. Untuk tipologi wilayah
berkembang (klaster I) adalah tahap pemantapan, tipologi wilayah cukup
berkembang (klaster II) adalah tahap pengembangan dan tipologi wilayah kurang
berkembang (klaster III) merupakan tahap pertumbuhan, hingga selanjutnya
terbentuk integrasi kawasan wilayah pengembangan padi sawah.
Berbagai alternatif kebijakan untuk ekstensifikasi sawah yang akan
dilaksanakan dan dijabarkan menjadi program maupun kegiatan pembangunan di
kabupaten/kota WP Pesisir perlu memperhatikan banyak aspek, baik aspek
biofisik, sosial budaya maupun kebijakan pemerintah. Aspek biofisik meliputi
kesesuaian lahan maupun daya dukung dan daya tampungnya, sedangkan aspek
sosial budaya lebih kepada adat-istiadat, budaya, kebiasaan maupun pola fikir
masyarakat. Adapun kebijakan pemerintah terutama dalam hal pengadaan sarana
prasarana fisik yang menunjang ekstensifikasi sawah.

40

6 SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
1. Lahan tersedia yang dapat dikembangkan untuk ekstensifikasi sawah
teridentifikasi seluas 411.960 ha dan lebih dari separuhnya berada di
Kabupaten Sambas dan Ketapang.
2. Kabupaten Sambas, Kubu Raya, Pontianak, Kayong Utara, Kabupaten Sambas,
Kubu Raya serta Kota Singkawang merupakan wilayah basis dan padi sawah
unggul di Kabupaten Sambas dan Kubu Raya.
3. Kabupaten Sambas dan Kubu Raya terklaster ke dalam tipologi wilayah
berkembang, Kabupaten Bengkayang dan Pontianak ke dalam wilayah cukup
berkembang dan Kabupaten Ketapang, Kayong Utara dan Kota Singkawang ke
dalam tipologi wilayah belum berkembang.
4. Prioritas ekstensifikasi sawah yang pertama dan kedua diarahkan ke Kabupaten
Sambas dan Kubu Raya, disusul kabupaten lainnya. Strategi prioritas untuk
klaster wilayah belum berkembang adalah peningkatan ketersediaan dan akses
teknologi, permodalan dan penyuluhan; untuk klaster wilayah cukup
berkembang adalah peningkatan kuantitas dan kualitas produk dengan
penerapan teknologi budidaya dan pasca panen; dan untuk klaster wilayah
berkembang adalah peningkatan daya saing, industri hilir, pemasaran dan
orientasi industri padi.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan data dan skala analisis yang
lebih detil yaitu pada tingkat kecamatan sehingga diperoleh masukan yang lebih
operasional bagi Pemerintah Daerah kabupaten/kota di WP Pesisir Provinsi
Kalimantan Barat untuk implementasi program ekstensifikasi sawah.

DAFTAR PUSTAKA
Albrechts L. 2004. Strategic (spatial) planning reexamined in: Environment and
Planning B: Planning and Design 32(8): 743-758.
Binder C, Lopez R. 2000. Globalization and rural poverty in Latin America:
Modelling the links to soil degradation. J Sustainable Development 3(2): 159169.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2010. Klasifikasi Penutup Lahan. Jakarta
(ID): BSN.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kalbar Dalam Angka. Pontianak (ID): BPS.
[Dinas Pertanian TPH] Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Provinsi Kalimantan Barat. 2012. Laporan Tahunan 2011. Pontianak (ID):
Dinas Pertanian TPH.
Departemen Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Padi.
Edisi Kedua. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Djakapermana RD. 2010. Pengembangan Wilayah melalui Pendekatan
Kesisteman. Bogor (ID): IPB Press.
Djunaedi AA, Basuki MN. 2002. Perencanaan pengembangan Kawasan Pesisir.
Jurnal Teknologi Lingkungan 3(3): 225-231.

41

Faludi A. 2001. The application of the European Spatial Development


Perspective: Evidence from the North-West Metropolitan Area. J European
Planning Studies 9 (5): 663-675.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1996. World Food Summit, 13-17
November 1996. Rome (IT): FAO Food and Agriculture Organisation of The
United Nations.
Hendayana R. 2003. Aplikasi metode Location Quetient (LQ) dalam penentuan
Komoditas Unggulan Nasional. J Informatika Pertanian 12 (1): 658-675.
Hikmatullah C, Tafakresnanto, Alkasuma, Suharta N. 2008. Potensi sumberdaya
lahan untuk pengembangan komoditas pertanian di Provinsi Kalimantan Barat.
J Sumberdaya Lahan 2 (1): 28-45.
Holden S, Sankhayan PL. 1998. Population pressure, agricultural change and
environmental degradation in the Western Himalaya Region of India. J Forum
for Development Studies 29 (2): 271-300.
Irawan B, Setyanto A, Rahmanto B, Agustin N, Askin A. 2002. Analisis Nilai
Ekonomi Sumberdaya Lahan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sosial Ekonomi Pertanian.
Irawan B. 2005. Konversi lahan sawah: Potensi dampak, pola pemanfaatannya
dan faktor determinan. J Forum Penelitian Agro Ekonomi (23) 1: 1-18.
Kay R, Alder J. 1999. Coastal Management and Planning. New York (NY): E &
FN Spon.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2002. Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan. Nomor: KEP.10/MEN/2002 Tentang Pedoman Umum Perencanaan
Pengelolaan Pesisir Terpadu. Jakarta (ID): Kementerian Perikanan dan
Kelautan.
Kementerian Pertanian. 2012a. Perencanaan Tenaga Kerja Pertanian 2012-2014.
Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
Kementerian Pertanian. 2012b. Peraturan Menteri Pertanian. Nomor: 50/
Permentan/OT.140/8/2012 Tentang Pedoman Pengembangan Kawasan
Pertanian. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
[Kemen PU] Kementerian Pekerjaan Umum. Direktorat Jenderal Penataan Ruang.
2003. Profil Penataan Ruang Propinsi Kalimantan Barat. Jakarta (ID):
Kementerian Pekerjaan Umum.
Mantra IB. 1986. Pengantar Studi Demografi. Yogyakarta (ID): Nur Cahaya.
Nurwadjedi. 2011. Indeks Keberlanjutan Lahan Sawah untuk Mendukung
Penataan Ruang: Studi Kasus di Pulau Jawa [Disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Panuju DR, Rustiadi E. 2012. Teknik Analisis Perencanaan Pengembangan
Wilayah, Bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Pemprov Kalbar] Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Peraturan
Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2007 2027. Pontianak (ID):
BAPPEDA Provinsi Kalbar.
Rangkuti F. (2009). Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated
Marketing Communication. Jakarta (ID): PT.Gramedia Pustaka Utama.

42

Riyadi S. 2007. Analisis Situasi Penyediaan Pangan dan Strategi untuk


Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Kota Baru di Era Otonomi
Daerah. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rustiadi E. 2003. Makalah dalam Pelatihan Pengelolaan dan Perencanaan
Wilayah Pesisir secara Terpadu (ICZPM). Kerjasama PKSPL IPB dengan
Departemen Kelautan dan Perikanan. Bogor .11 Agustus 18 Oktober 2003.
Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2011. Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Jakarta (ID): Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Saptana. 2008. Keunggulan Komparatif-Kompetitif dan Strategi Kemitraan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Badan Litbang
Pertanian, Bogor (ID): Departemen Pertanian.
Soerjani M, Rofiq A, Rozy M. 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam dan
Kependudukan dalam Pembangunan. Jakarta (ID): Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press).
Subejo. 2007. Memahami dan Mengkritisi Kebijakan Pembangunan Pertanian di
Indonesia. Makalah Ilmiah pada Temu Nasional Mahasiswa Pertanian
Indonesia/Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa (LKMM), 17
Februari 2007. Yogyakarta (ID): Fakultas Pertanian. UGM.
Sudaryanto T, Swastika DKS, Sayaka B, Bahri S. 2006. Financial and economic
profitability of rice farming across production environments in Indonesia.
Paper presented at the International Rice Congress. 9-13 Oct 2006 in New
Delhi. India.
Sudaryanto T, Rusastra IW. 2006. Kebijakan strategis usaha pertanian dalam
rangka peningkatan produksi dan pengentasan kemiskinan. J Litbang
Pertanian 25(4): 24-28.
Suryana A. 2002. Perspektif dan Upaya Pemantapan Ketahanan Pangan
Berkelanjutan. Badan Bimas Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian.
Makalah pada Lokakarya Tekanan Penduduk, Degradasi Lingkungan dan
Ketahanan Pangan. 1 Mei 2002. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yamin S, Kurniawan H. 2011. Generasi Baru Mengolah Data Penelitian dengan
Partial Least Square Path Modeling: Aplikasi dengan Software XLSTAT,
SmartPLS dan Visual PLS. Jakarta (ID): Salemba Infotek.

43

43

Lampiran 1 Proyeksi Kebutuhan Lahan Baku Sawah di WP Pesisir Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2012 - 2023
No.

Uraian

Satuan

Proyeksi
2012

2013

2014

2015

2016

2017

2.206.362

2.234.967

2.263.572

2.292.177

2.320.782

2.349.387

kg/kapita/th

135,01

132,98

130,99

129,02

127,09

125,18

ton

297.874

297.210

296.498

295.742

294.941

294.098

ton

474.775

473.716

472.583

471.377

470.100

468.756

3,62

3,66

3,71

3,76

3,80

3,85

Jumlah penduduk

2
3

Konsumsi beras per kapita


Total kebutuhan beras

Konversi kebutuhan beras ke GKG

Produktivitas padi

Kebutuhan luas panen

ha

131.164

129.261

127.384

125.532

123.706

121.906

Luas lahan risiko gagal panen

ha

6.558

6.463

6.369

6.277

6.185

6.095

Kebutuhan luas tanam

ha

137.722

135.724

133.753

131.809

129.892

128.001

130

130

130

130

130

130

ha

105.940

104.403

102.887

101.392

99.917

98.462

11

Indeks Pertanaman (IP)


Proyeksi kebutuhan luas baku
sawah
Data luas baku sawah

ha

182.965

165.009

148.838

134.252

121.096

109.228

12

Jumlah produksi padi sawah

ton

662.278

604.728

552.178

504.120

460.178

420.008

13

Surplus produksi padi sawah

ton

187.503

131.011

79.595

32.744

-9.922

-48.748

14

Konversi sawah per tahun

ha

17.956

16.171

14.586

13.157

11.867

10.704

10

jiwa

ton/ha

44

Lampiran 1 (lanjutan)
No.
1

Jumlah penduduk

Konsumsi beras per kapita

Satuan
jiwa

Proyeksi
2018

2019

2020

2021

2022

2023

2.377.992

2.406.597

2.435.202

2.463.807

2.492.412

2.492.412

kg/kapita/th

123,30

121,45

119,63

117,84

116,07

116,07

Total kebutuhan beras

ton

293.213

292.289

291.327

290.328

289.293

289.293

Konversi kebutuhan beras ke GKG

ton

467.346

465.874

464.340

462.747

461.098

461.098

Produktivitas padi

3,89

3,94

3,98

4,03

4,07

4,07

Kebutuhan luas panen

ha

120.130

118.379

116.652

114.950

113.271

113.271

Luas lahan risiko gagal panen

ha

6.007

5.919

5.833

5.747

5.664

5.664

Kebutuhan luas tanam

ha

126.137

124.298

122.485

120.697

118.934

118.934

130

130

130

130

130

130

ha

97.028

95.614

94.219

92.844

91.488

91.488

11

Indeks Pertanaman (IP)


Proyeksi kebutuhan luas baku
sawah
Data luas baku sawah

ha

98.524

88.869

80.159

72.304

65.218

65.218

12

Jumlah produksi padi sawah

ton

383.291

349.737

319.079

291.070

265.487

265.487

13

Surplus produksi padi sawah

ton

-84.055

-116.136

-145.261

-171.677

-195.611

-195.611

14

Konversi sawah per tahun

ha

9.655

8.709

7.856

7.086

6.391

6.391

10

44

Uraian

ton/ha

45

45

Lampiran 1 (lanjutan)
Keterangan :
Jumlah penduduk berdasarkan data BPS tahun 2000-2012.

Asumsi pertambahan penduduk di kabupaten/kota WP Pesisir diproyeksikan dengan anlisis tren.

Asumsi kebutuhan beras = 139,15 kg/kapita/tahun (sumber: Kementerian Pertanian tahun 2012).

Asumsi konversi beras (kg) dari Gabah Kering Giling: 62%.

Asumsi produktivitas padi berubah berdasarkan data Dinas Pertanian TPH Prov. Kalimantan Barat (time series 2000-2010).

Luas panen (ha) = kebutuhan GKG (ton) / (produktivitas ton/ha).

Proyeksi luas baku lahan sawah = luas tanam/IP.

Asumsi Indeks Pertanaman (IP) tetap per tahun mulai thn 2010 sebesar 130%.
Asumsi laju konversi sawah adalah 9,8% dari luas baku lahan sawah dan terjadi hingga tahun 2023; Angka 9,8% diperoleh dari
persentase luas baku sawah di WP Pesisir seluas 182.956 ha terhadap luas baku sawah di Provinsi Kalimantan Barat seluas 305.696
ha (182.956 ha/305.696 ha x 100% = 9,8%); Rata-rata konversi sawah per tahun di Provinsi Kalimantan Barat adalah 30.000 ha
(Irawan 2005). Dengan demikian, laju konversi sawah pada tahun awal proyeksi (tahun 2012) adalah: 9,8% x 30.000 ha/tahun =
17.956 ha.
Asumsi luas lahan risiko gagal panen akibat banjir, kekeringan dan OPT dari tahun 2000 -2010 rata-rata 5% total produksi.

Data luas baku sawah tahun 2011 menurut Pusdatin Kementerian Pertanian Tahun 2012.

46

46

Lampiran 2 Kunci dan Simbol Interpretasi Citra yang Digunakan dalam Penelitian
Foto citra (band 543)

Penutupan/Penggunaan Lahan

Hutan lahan
kering primer

Hutan lahan
kering sekunder

Hutan rawa
sekunder

Hutan mangrove
sekunder

Semak belukar

Simbol

Keterangan

Seluruh kenampakan hutan di dataran


rendah, perbukitan dan pegunungan
yang belum menampakkan penebangan.

Seluruh kenampakan hutan di dataran


rendah, perbukitan dan pegunungan
yang telah menampakkan bekas
penebangan (kenampakan alur
pembalakan dan bercak bekas
penebangan).

Seluruh kenampakan hutan di daerah


berawa-rawa yang telah menampakkan
bekas penebangan.

Hutan bakau, nipah dan nibung yang


telah mengalami penebangan yang
ditampakkan oleh pola alur di
dalamnya.

Lahan kering yang ditumbuhi berbagai


jenis vegetasi alamiah heterogen
dengan tingkat kerapatan jarang hingga
rapat dan didominasi oleh vegetasi
rendah (alamiah).

47

Lampiran 2 (lanjutan)
Foto citra (band 543)

Penutupan/Penggunaan Lahan

Belukar rawa

Perkebunan

Perkebunan
Campuran

Ladang/
Tegalan

Sawah

Tambak

Simbol

Keterangan

Seluruh kenampakan hutan di dataran


rendah, perbukitan dan pegunungan
yang belum menampakkan
penebangan.

Lahan yang digunakan untuk kegiatan


pertanian tanpa pergantian tanaman
selama dua tahun.

Lahan yang ditanami tanaman keras


lebih dari satu jenis atau tidak seragam
yang menghasilkan bunga, buah, serta
getah dan cara pengambilan hasilnya
bukan dengan cara menebang pohon.

Pertanian lahan kering yang ditanami


tanaman semusim, terpisah dengan
halaman sekitar rumah serta
penggunaannya tidak berpindahpindah.

Seluruh aktivitas pertanian lahan basah


yang dicirikan oleh pola pematang.

Aktivitas pertambakan ikan di sekitar


pantai yang ditandai dengan
kenampakan pola pematang, termasuk
tambak garam.

48

Lampiran 2 (lanjutan)
Foto citra (band
543)

Penutupan/Penggunaan Lahan

Pertambangan

Permukiman

Tubuh air

Tanah Terbuka

Rawa tergenang

Simbol

Keterangan

Lahan terbuka sebagai akibat


aktivitas pertambangan, dimana
penutup lahan, batu ataupun
material bumi lainnya
dipindahkan oleh manusia.

Kawasan permukiman baik


perkotaan, perdesaan, pelabuhan,
bandara, industri dan sebagainya.
yang memperlihatkan pola alur
jalan yang rapat

Semua kenampakan perairan,


termasuk laut, sungai, danau,
waduk.

Seluruh kenampakan lahan


terbuka tanpa vegetasi, tanah
terbuka bekas kebakaran dan
tanah terbuka yang ditumbuhi
rumput/alang-alang.

Semak belukar dari bekas hutan


di daerah bekas rawa yang selalu
digenangi air dalam periode lebih
dari setahun.

49

Lampiran 3 Ciri-ciri Kawasan Pertanian Menurut Tahapan Perkembangannya


Ciri-ciri Kelas Kawasan
No
Belum berkembang
.
1 Masih dominan
kegiatan on-farm
2

Teknologi budidaya
belum maju

Cukup berkembang
Kegiatan on-farm
sudah berkembang

Sudah berkembang
Kelembagaan pelayanan
terkait pertanian sudah
beragam jenisnya
Pemasaran produk sudah
berkembang, bahkan
keluar wilayahnya

Kelembagaan
pelayanan terkait
pertanian sudah
mulai dibentuk
3 Sarana dan prasarana
Sarana dan
Kegiatan berproduksi
belum lengkap
prasarana sudah
sudah mengutamakan
lebih lengkap
kualitas/mutu
4 Diperlukan penguatan
Diperlukan kegiatan
Kegiatan off farm sudah
kegiatan on-farm
industri hilir
mulai berkembang
5 Masih memerlukan
Diperlukan
Penguatan penyuluhan di
bimbingan dari
penyuluhan bidang
bidang hilir dan
Penyuluh Pertanian
budidaya
pemasaran
Sumber: Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian (Permentan No. 50
Tahun 2012)

50

Lampiran 4 Data Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Sawah
Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2012
Luas Tanam (ha)
No

Kabupaten
/Kota

MT.
2011/
2012

MT. 2012

MT.
2011/2012
dan MT.
2012

Luas
Panen
(ha)

Provitas
(Ku/ha)

Produksi
(Ton)

Sambas

29.408

59.158

88.566

86.714

34,48

298.989

Bengkayang

11.703

14.181

25.884

25.369

39,11

99.218

Landak

27.811

28.420

56.231

55.111

36,37

200.292

Pontianak

12.504

11.014

23.518

23.056

36,95

85.191

Sanggau

11.274

7.322

18.596

18.227

34,42

62.738

Ketapang

15.251

5.647

20.898

20.481

32,92

67.425

Sintang

12.565

11.729

24.294

23.830

34,01

81.045

Kapuas Hulu

7.448

1.817

9.265

9.079

38,39

34.855

Sekadau

3.886

2.748

6.634

6.493

29,16

18.932

10

Melawi

4.895

1.605

6.500

6.371

30,62

19.507

11

Kota Singkawang

4.259

2.460

6.719

6.585

34,58

22.770

12

Kayong Utara

18.872

5.511

24.383

23.779

32,83

78.067

13

Kubu Raya

36.609

26.615

63.224

61.960

34,83

215.805

196.485

178.227

374.712

367.054

34,51

1.284.834

Total

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalbar

51

Lampiran 5 Data Kelembagaan Petani di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011


No.

Kab/ Kota

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Sambas
Bengkayang
Pontianak
Landak
Sanggau
Sekadau
Sintang
Kapuas Hulu
Ketapang
Melawi
Singkawang
Kota Pontianak
Kayong Utara
Kubu Raya

Jumlah
Kecamatan

Jumlah
BPP

Desa/
Kelurahan

Gapoktan

Poktan

19
17
9
13
16
7
14
23
20
11
5
6
5
9

10
9
9
13
13
7
9
6
8
3
3
1
5
9

183
124
67
156
167
76
287
213
99
162
26
24
43
84

147
64
61
113
45
25
128
88
80
52
28
21
25
96

1.780
759
581
723
435
244
318
739
607
262
257
99
167
952

46.929
23.125
19.455
5.699
10.246
4.414
15.360
14.780
15.662
7.374
10.592
986
6.280
21.550

973

7.909

202.452

Kalbar
174
105
1.716
Sumber Data: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Kalbar

Anggota
Poktan

52

Lampiran 6 Keragaan Kelembagaan Penyuluh seKalimantan Barat Tahun 2011


No

Provinsi/

Jumlah

Jumlah

Jlh

Bop

Luh

Luh

Luh

Kab/Kota

Kec

BPP

Luh

Luhtan

Tan

Kan

Hut

Provinsi Kalbar

13

13

Sambas

19

10

88

79

88

Bengkayang

17

49

50

46

Pontianak

91

81

82

Landak

13

13

146

37

146

Sanggau

16

13

78

40

64

10

Sekadau

33

12

32

Sintang

14

118

65

96

17

Kapuas Hulu

23

80

66

75

10

Ketapang

20

67

59

67

11

Melawi

11

17

17

13

12

Kt. Singkawang

26

21

23

13

Kt. Pontianak

14

Kayong Utara

21

19

21

15

Kubu Raya

84

75

74

Kalbar
174
105 920
634
Sumber: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Barat

846

36

38

53

Lampiran 7 Jumlah Alsintan Bantuan UPJA di Provinsi Kalimantan Barat


Jumlah Unit
No.

Kabupaten/Kota

Hand
Tractor

Power
Thresher

Pompa
Air

RMU

Sambas

83

105

79

44

Bengkayang

47

51

31

23

Pontianak

72

62

12

27

Landak

65

38

16

Sanggau

60

42

41

22

Sekadau

22

26

19

33

Sintang

30

24

32

11

Kapuas Hulu

26

30

28

16

Ketapang

108

63

15

23

10

Melawi

12

11

Singkawang

24

20

10

12

Kayong Utara

42

39

13

13 Kubu Raya
50
50
11
Sumber: Ditjen PSP Kementerian Pertanian Tahun 2010

54

Lampiran 8 Luas Lahan Sawah Irigasi di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011
Tidak
Tidak
Tanam 1
Jumlah
Ditanami Diusahakan
kali (ha)
(ha)
(ha)
(ha)
237
3.436
260
1.624
5.557
1
Sambas
5.968
3.824
451
446 10.689
2
Bengkayang
5.872
13.001
2.029
2.308 23.210
3
Landak
4.371
1.401
345
700
6.817
4
Pontianak
2.035
6.804
2.262
2.244 13.345
5
Sanggau
280
2.703
1.088
1.365
5.436
6
Ketapang
2.803
8.334
55
670
11.862
7
Sintang
1.086
3.669
1.643
2.226
8.624
8
Kapuas Hulu
127
786
122
336
1.371
9
Sekadau
543
1.289
507
872
3.211
10 Melawi
11 Kota Pontianak
903
115
1.018
12 Kota Singkawang
1.723
1.723
13 Kayong Utara
1.050
830
557
900
3.337
14 Kubu Raya
36.998
56.192
9.319
13.691
116.200
Jumlah
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalbar

No

Kabupaten/Kota

Tanam 2
kali (ha)

55

Lampiran 9 Luas Lahan Sawah Non Irigasi di Provinsi Kalimantan Barat 2011
Tanam 2 Tanam 1
Tidak
Kali
Kali
Ditanami
1
Sambas
30.434
29.864
1.752
2
Bengkayang
1.680
5.397
1.479
3
Landak
11.450
21.351
4.845
4
Pontianak
4.231
6.318
5
Sanggau
997
7.948
3.231
6
Ketapang
1.079
17.540
21.764
7
Sintang
3.105
4.889
8
Kapuas Hulu
170
4.735
5.318
9
Sekadau
1.347
5.659
1.014
10 Melawi
95
2.381
1.066
11 Kota Pontianak
381
3
12 Kota Singkawang
1.997
540
171
13 Kayong Utara
337
18.473
1.900
14 Kubu Raya
7.664
37.654
11.001
Jumlah
54.586
153.130
53.544
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Kalimantan Barat

No.

Kabupaten/Kota

Tidak
Jumlah
Diusahakan
2.196 64.246
18.441 26.997
2.490 40.136
1.034 11.583
15.858 28.034
36.767 77.150
766
8.760
30.083 40.306
7.447 15.467
13.354 16.896
384
607
3.315
8.296 29.006
21.795 78.114
169.134 430.394

56

Lampiran 10 Output dari Metode K-Means Analisis Klaster untuk


Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat
Cluster

Kabupaten/Kota

Distances

Sambas
Landak
Kubu Raya

0,840386
0,792742
0,435094

II

Bengkayang
Pontianak
Sanggau
Sintang
Kapuas Hulu

0,502053
0,428329
0,336513
0,543331
0,558321

Ketapang
Sekadau
Melawi
Kota Singkawang
Kayong Utara

0,554146
0,534911
0,522278
0,696391
0,522405

III

57

Lampiran 11 Hasil Analisis Diskriminan


Discriminant Function Analysis Summary (Spreadsheet46) Step 3,
N of vars in model: 3; Grouping: Kelas (3 grps) Wilks' Lambda: ,03240
approx. F (6,16)=12,147 p< ,0000
Variabel
Wilks&apos
FPartial
p-level
Toler.
1-Toler.
Penciri
;
remove
Luas tanam
padi sawah
0,205715 0,157523 21,39306 0,000616 0,826930
0,173070
intensitas satu
kali
pertanaman
Proporsi sawah
beririgasi
0,053104 0,610212 2,55510 0,138651 0,823552
0,176448
terhadap total
luas tanam
Proporsi
produksi padi
sawah terhadap
0,045108 0,718387 1,56803 0,266339 0,987197
0,012803
total produksi
padi sawah
provinsi

58

1
Berkembang

2
Cukup
Berkembang

3
Kurang
Berkembang

* Variabel penciri utama


Luas panen padi
sawah per tahun (ha)
Produktivitas padi
sawah
Proporsi jumlah hand
traktor per luas tanam
(unit/ha)
Proporsi kios saprodi
per luas tanam
(unit/ha)

Proporsi sawah
beririgasi terhadap
total luas tanam
Jumlah Penyuluh
(orang)

Jumlah Petani (orang)


Proporsi produksi padi
sawah terhadap total
produksi padi sawah
provinsi

Sambas
Kubu Raya
Landak
Bengkayang
Pontianak
Sanggau
Sintang
Kapuas Hulu
Ketapang
Kayong Utara
Singkawang
Sekadau
Melawi

Luas tanam padi


sawah intensitas satu
kali pertanaman (ha)*

Kabupaten/ Kota

Tipologi Wilayah

Klaster

58

Lampiran 12 Nilai Rata-Rata Variabel Penciri

X1
X2
X3
X4
X5

X6
X7
X8
X9

54.281
67.928
3,52
0,0011
0,0007
0,0604
106
24.726
0,1855

15.953
19.912
3,66
0,0047
0,0014
0,3632
83
16.593
0,0565

11.583
12.742
3,20
0,0031
0,0019
0,4039
33
8.864
0,0322

59

Lampiran 13 Penilaian Tingkat Kepentingan SWOT Klaster I


Alternatif Strategi
S1 Luas lahan potensial yang masih tersedia cukup luas.
S2 Sumberdaya manusia yang bekerja di sektor pertanian relatif besar.
S3 Dukungan/kebijakan pemerintah cukup tinggi baik pemerintah
S4 Produksi dan produktivitas padi cukup tinggi
S5 Nilai LQ masing-masing Kabupaten/Kota sudah >1 artinya
merupakan daerah basis.
S6 Faktor sosiokultural yang sangat mendukung
S7 Biaya input untuk produksi (pupuk, bibit dan sebagainya) rendah
W1 Ketersediaan pengairan sawah relatif kurang memadai
W2 Tingkat kehilangan hasil masih cukup tinggi
W3 Kemampuan modal usaha petani yang masih rendah
O1 Permintaan gabah/beras yang terus meningkat
O2 Potensi pasar yang masih terbuka luas.
O3 Adanya kebijakan otonomi daerah sehingga kebijakan pemerintah
daerah lebih tepat sasaran.
O4 Berkembangnya teknologi informasi sehingga mempermudah
komunikasi
O5 Adanya akses permodalan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
T1 Adanya kebijakan impor beras luar negeri
T2 Alih fungsi penggunaan lahan menjadi penggunaan lainnya
T3 Fluktuasi harga gabah yang tidak jelas
T4 Fenomena musim kemarau/hujan yang tidak menentu

Skor
4
4
3
3
4
3
3
4
3
3
3
3
3
3
4
2
3
2
4

60

Lampiran 14 Matriks SWOT Klaster I

Internal

Eksternal

1.
2.
3.

4.

5.

1.
2.

3.
4.

Kekuatan (S):
1. Luas lahan potensial yang masih
tersedia cukup luas.
2. Sumberdaya manusia yang
bekerja di sektor pertanian relatif
besar.
3. Dukungan/kebijakan pemerintah
cukup tinggi baik pemerintah.
4. Produksi dan produktivitas padi
cukup tinggi
5. Nilai LQ masing-masing
kabupaten/kota sudah >1 artinya
merupakan daerah basis.
6. Faktor sosiokultural yang sangat
mendukung
7. Biaya input untuk produksi
(pupuk, bibit dan sebagainya)
rendah
Strategi S-O
1. Memanfaatkan potensi wilayah
yang sesuai secara fisik melalui
kebijakan pemerintah dengan
pembukaan lahan baru yang
berorientasi pada ekstensifikasi
sawah.
2. Peningkatan nilai tambah, daya
saing, industri hilir pemasaran
dan orientasi industri padi.
3. Meningkatkan keuntungan
dengan menjual kelebihan
produksi berupa beras bukan
gabah

Peluang (O):
Permintaan gabah/beras
yang terus meningkat
Potensi pasar yang masih
terbuka luas.
Adanya kebijakan
otonomi daerah sehingga
kebijakan pemerintah
daerah lebih tepat
sasaran.
Berkembangnya
teknologi informasi
sehingga mempermudah
komunikasi
Adanya akses
permodalan Kredit Usaha
Rakyat (KUR).
Ancaman (T):
Strategi S-T
Adanya kebijakan impor 1. Penguatan sarana prasarana
beras luar negeri
produksi pertanian seperti
Alih fungsi penggunaan
benih/bibit, pupuk dan obatlahan menjadi
obatan harus dijamin
penggunaan lainnya
ketersediaannya, baik dalam
Fluktuasi harga gabah
jumlah dan ketepatan waktu.
yang tidak jelas
2. Mengembangkan teknologi
budidaya yang lebih toleran
Fenomena musim
terhadap cekaman iklim.
kemarau/hujan yang tidak
menentu.

Kelemahan (W):
1. Ketersediaan pengairan
sawah relatif kurang
memadai.
2. Tingkat kehilangan hasil
masih cukup tinggi
3. Kemampuan modal usaha
petani yang masih rendah.

Strategi W-O
1. Pengembangan dan
pengelolaan cadangan air
pertanian ( embung).
2. Menambah sarana
prasarana on farm maupun
off farm (pasca panen)
untuk budidaya secara semi
mekanik seperti alat
penggulung rumput, lantai
jemur, dryer, power
thresher,dan sebagainya.
3. Meningkatkan peran
kelembagaan petani untuk
melakukan kemitraan
dengan pedagang dan
stakeholders.
Strategi W-T
1. Meningkatkan kualitas
gabah agar memiliki harga
yang bersaing
2. Penurunan tingkat
kehilangan hasil
3. Pengembangan SDM
petani melalui diseminasi
maupun
Pelatihan

61

Lampiran 15 Penilaian Tingkat Kepentingan SWOT Klaster II


S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S8
W1
W2
W3
W4
W5
W6
O1
O2
O3
O4
O5
T1
T2
T3
T4

Alternatif Strategi
Luas lahan potensial yang masih tersedia cukup luas.
Sumberdaya manusia yang bekerja di sektor pertanian relatif besar.
Dukungan/kebijakan pemerintah cukup tinggi baik pemerintah
Kegiatan on-farm sudah berkembang
Kelembagaan pelayanan terkait pertanian sudah mulai dibentuk
Produktivitas padi relatif sudah cukup tinggi
Pengairan sawah relatif sudah cukup baik
Biaya input untuk produksi (pupuk, bibit dan sebagainya) masih
rendah
Kurangnya tenaga penyuluh pertanian
Penggunaan teknologi umumnya masih rendah
Kemampuan modal usaha petani yang masih rendah
Rendahnya kesadaran petani terhadap kehilangan hasil selama proses
panen dan pasca panen.
Ketersediaan sarana dan prasarana kurang memadai
Belum optimalnya kinerja kelompok tani
Permintaan gabah/beras yang terus meningkat
Potensi pasar yang masih terbuka luas.
Adanya kebijakan otonomi daerah sehingga kebijakan pemerintah
daerah lebih tepat sasaran.
Berkembangnya teknologi informasi sehingga mempermudah
komunikasi
Adanya akses permodalan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Adanya kebijakan impor beras luar negeri
Alih fungsi penggunaan lahan menjadi perkebunan sawit
Fluktuasi harga gabah yang tidak jelas
Fenomena musim kemarau/hujan yang tidak menentu

Skor
4
4
3
3
4
4
4
3
4
3
3
3
4
3
3
3
3
3
4
2
3
2
4

62

Lampiran 16 Matriks SWOT Klaster II


Internal

Eksternal

1.
2.
3.

4.

5.

1.
2.
3.
4.

Peluang (O):
Permintaan gabah/beras
yang terus meningkat
Potensi pasar yang masih
terbuka luas.
Adanya kebijakan otonomi
daerah sehingga kebijakan
pemerintah daerah lebih
tepat sasaran.
Berkembangnya teknologi
informasi sehingga
mempermudah komunikasi
Adanya akses permodalan
Kredit Usaha Rakyat
(KUR).
Ancaman (T):
Adanya kebijakan impor
beras luar negeri
Alih fungsi penggunaan
lahan lainnya
Fluktuasi harga gabah yang
tidak jelas
Fenomena musim
kemarau/hujan yang tidak
menentu.

Kekuatan (S):
1. Luas lahan potensial yang
masih tersedia cukup luas.
2. Sumberdaya manusia yang
bekerja di sektor pertanian
relatif besar.
3. Dukungan/kebijakan
pemerintah cukup tinggi baik
pemerintah
4. Kegiatan on-farm sudah
berkembang
5. Kelembagaan pelayanan
terkait pertanian sudah mulai
dibentuk
6. Produktivitas padi relatif
sudah cukup tinggi
7. Pengairan sawah relatif sudah
cukup baik
8. Biaya input untuk produksi
(pupuk, bibit dan sebagainya)
masih rendah
Strategi S-O
1. Memanfaatkan potensi
wilayah yang sesuai secara
fisik melalui kebijakan
pemerintah dengan
pembukaan lahan baru yang
berorientasi pada
pengembangan padi.
2. Mendorong peningkatan
kualitas dan kuantitas produk
dengan penerapan teknologi
budidaya dan pasca panen.
3. Sosialisasi melalui
kelembagaan pertanian dan
fasilitasi kelompok tani dalam
mengakses KUR.
Strategi S-T
1. Penguatan sarana prasarana
produksi pertanian seperti
benih/bibit, pupuk dan obatobatan harus dijamin
ketersediaannya, baik dalam
jumlah dan ketepatan waktu.
2. Mengembangkan teknologi
budidaya yang lebih toleran
terhadap cekaman iklim.

Kelemahan (W):
1. Kurangnya tenaga penyuluh
pertanian
2. Penggunaan teknologi
umumnya masih rendah
3. Kemampuan modal usaha
petani yang masih rendah
4. Rendahnya kesadaran
petani terhadap kehilangan
hasil selama proses panen
dan pasca panen.
5. Ketersediaan sarana dan
prasarana kurang memadai
6. Belum optimalnya kinerja
kelompok tani

Strategi W-O
1. Peningkatan ketersediaan
dan akses teknologi,
permodalan, dan
penyuluhan komoditas
alternatif non padi.
2. Pengembangan dan
pengelolaan cadangan air
pertanian ( embung).
3. Meningkatkan peran
kelembagaan petani untuk
melakukan kemitraan
dengan pedagang dan
stakeholders.

Strategi W-T
1. Meningkatkan kualitas
gabah agar memiliki harga
yang bersaing
2. Penurunan tingkat
kehilangan hasil
3. Peningkatan peran Bulog
dalam stabilitas harga gabah
petani
4. Pengembangan SDM petani
melalui diseminasi maupun
Pelatihan

63

Lampiran 17 Penilaian Tingkat Kepentingan SWOT Klaster III


S1
S2
S3
S4
S5
W1
W2
W3
W4
W5
W6
O1
O2
O3
O4
O5
T1
T2
T3
T4

Alternatif Strategi
Luas lahan potensial yang masih tersedia cukup luas.
Sumberdaya manusia yang bekerja di sektor pertanian relatif banyak
Dukungan/kebijakan pemerintah cukup tinggi baik pemerintah
pusat maupun daerah
Ketersediaan sarana dan prasarana produksi lebih memadai
Penggunaan teknologi sudah relatif intensif dalam kegiatan usahatani
Kurangnya tenaga penyuluh pertanian
Petani masih kurang memahami tentang pemasaran hasil pertanian
Produktivitas padi relatif rendah
Kemampuan modal usaha petani yang rendah
Pengairan sawah yang sangat minim
Indeks pertanaman padi masih rendah
Potensi pasar yang masih terbuka luas
Adanya kebijakan otonomi daerah sehingga kebijakan pemerintah
daerah lebih tepat sasaran
Adanya program Food Estate yang dicanangkan pemerintah pusat.
Akses permodalan Kredit Usaha Rakyat ( KUR ) sudah lebih lancar
Maraknya kerjasama kemitraan pihak swasta maupun BUMN dalam
usahatani padi.
Adanya kebijakan impor beras luar negeri
Alih fungsi penggunaan lahan menjadi penggunaan lainnya
Fluktuasi harga gabah yang tidak jelas
Fenomena musim kemarau/hujan yang tidak menentu

Skor
4
4
3
3
3
4
3
4
3
4
4
3
3
4
3
3
2
3
2
4

64

Lampiran 18 Matriks SWOT Klaster III


Internal

Kekuatan (S):
1. Luas lahan potensial yang
masih tersedia cukup luas.
2. Sumberdaya manusia yang
bekerja di sektor pertanian
relatif besar.
3. Dukungan/kebijakan
pemerintah cukup tinggi baik
pemerintah pusat maupun
daerah
4. Ketersediaan sarana dan
prasarana produksi lebih
memadai
5. Penggunaan teknologi cukup
dominan dalam kegiatan
usaha.

Kelemahan (W):
1. Nilai LQ < 1 sehingga bukan
daerah basis
2. Kurangnya tenaga penyuluh
pertanian
3. Petani masih kurang
memahami tentang
pemasaran hasil pertanian
4. Produktivitas padi relatif
rendah
5. Kemampuan modal usaha
petani yang rendah
6. Pengairan sawah yang sangat
minim
7. Indeks Pertanaman padi
sangat rendah

Peluang (O):
1. Potensi pasar yang masih
terbuka luas.
2. Adanya kebijakan otonomi
daerah sehingga kebijakan
pemerintah daerah lebih tepat
sasaran.
3. Adanya program Food Estate
yang dicanangkan pemerintah
pusat.
4. Adanya akses permodalan
Kredit Usaha Rakyat ( KUR ).
5. Maraknya kerjasama
kemitraan pihak swasta
maupun BUMN dalam
usahatani padi.
Ancaman (T):
1. Adanya kebijakan impor
beras luar negeri
2. Alih fungsi penggunaan lahan
menjadi perkebunan sawit
3. Fluktuasi harga gabah yang
tidak jelas
4. Fenomena musim
kemarau/hujan yang tidak
menentu

Strategi S-O
1. Memanfaatkan potensi
wilayah yang sesuai secara
fisik melalui kebijakan
pemerintah dengan
pembukaan lahan baru yang
berorientasi pada
pengembangan padi.
2. Mendorong peningkatan
kualitas dan kuantitas produk
dengan penerapan teknologi
budidaya dan pasca panen.
3. Menyediakan jaringan usaha
antara gapoktan dengan pihak
swasta maupun BUMN.

Strategi W-O
1. Peningkatan ketersediaan dan
akses teknologi, permodalan,
dan penyuluhan komoditas
alternatif non padi.
2. Pengembangan dan
pengelolaan cadangan air
pertanian ( embung).
3. Meningkatkan peran
kelembagaan petani untuk
melakukan kemitraan dengan
pedagang dan stakeholders.

Strategi S-T
1. Penguatan sarana prasarana
produksi pertanian seperti
benih/bibit, pupuk dan obatobatan harus dijamin
ketersediaannya, baik dalam
jumlah dan ketepatan waktu.
2. Mengembangkan teknologi
budidaya yang lebih toleran
terhadap cekaman iklim.

Strategi W-T
1. Meningkatkan kualitas gabah
agar memiliki harga yang
bersaing
2. Penurunan tingkat kehilangan
hasil
3. Peningkatan peran Bulog
dalam stabilitas harga gabah
petani

Eksternal

65

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Singkawang pada tanggal 17 Juli 1976 sebagai anak
pertama dari pasangan M. Yusuf dan Sunarti. Tahun 1994 penulis lulus dari SMA
Negeri 2 Pontianak dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikannya pada
Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak.
Penulis menamatkan pendidikan pada Januari Tahun 2000.
Tahun 2003, penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan
pada SPP-SPMA Negeri Provinsi Kalimantan Barat (UPT dari Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat) hingga saat ini.
Pada tahun 2011, penulis memperoleh beasiswa program 13 bulan dari Pusat
Pembinaan Pendidikan dan Latihan Perencanaan, Bappenas untuk melanjutkan
pendidikan S2 di IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.

Anda mungkin juga menyukai