Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
PERIODE 10 NOVEMBER 13 DESEMBER 2014
RS MATA DR. YAP, D.I. YOGYAKARTA
Tanda tangan
Nim
............................................
: 11-2013-058
I.
II.
.............................................
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Nn. SF
Umur
: 22 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Mahasiswi
Tanggal pemeriksaan
: 24 November 2014
Pemeriksa
Moderator
PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
Auto anamnesis tanggal : 24 November 2014, jam 11.30 WIB
Keluhan utama
Pandangan mata kiri semakin kabur sejak 1 bulan SMRS.
bulan SMRS. Pasien juga mengatakan bahwa pengihatan mata kanan mulai
cepat pegal sejak 1 bulan SMRS.
Pasien mengatakan mata kiri terasa pegal sejak 1 minggu SMRS. Pasien
mengatakan kesulitan untuk naik dan turun tangga 3 hari SMRS.
Pasien
menyatakan pada mata kirinya tidak dapat melihat bagian samping kiri dan
kanan, hanya dapat melihat di tengah saja. Pasien mengatakan tidak ada mual,
muntah, dan sakit kepala, juga tidak ada riwayat trauma pada mata sebelumnya.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
Tanda Vital
Tekanan darah
: 100/80 mmHg
Nadi
: 84x/menit
Respiration rate
: 24x/menit
Suhu
: 36,5o C
Skala Nyeri
:6
Kepala
Telinga
Hidung
Tenggorokkan
Thoraks
Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas
STATUS OPHTHALMOLOGIS
KETERANGAN
1. VISUS
Axis Visus
6/6
Koreksi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Addisi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Distansia Pupil
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kacamata lama
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Enoftalmus
Tidak ada
Tidak ada
Deviasi
Tidak ada
Tidak ada
3. SUPERSILIA
Warna
Simetris
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri tekan
Tidak ada
Tidak ada
Ektropion
Tidak ada
Tidak ada
Entropion
Tidak ada
Tidak ada
Blefarospasme
Tidak ada
Tidak ada
Trikiasis
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Punctum Lakrimal
Normal
Normal
Fisura palpebra
Normal
Normal
Ptosis
Tidak ada
Tidak ada
Hordeolum
Tidak ada
Tidak ada
Kalazion
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kista
Tidak ada
Tidak ada
Folikel/Papil
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Anemis
Tidak ada
Tidak ada
Kemosis
Tidak ada
Tidak ada
Sekret
Tidak ada
Tidak ada
Injeksi konjungtiva
Tidak ada
Tidak ada
Injeksi siliar
Tidak ada
Tidak ada
Injeksi subkonjungtiva
Tidak ada
Tidak ada
Pterigium
Tidak ada
Tidak ada
Pinguekula
Tidak ada
Tidak ada
Nevus Pigmentosus
Tidak ada
Tidak ada
Kista Dermoid
Tidak ada
Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum lakrimalis
Normal
Normal
Tes Anel
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Warna
Putih
Putih
Ikterik
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri tekan
Tidak ada
Tidak ada
Kejernihan
Jernih
Jernih
Permukaan
Licin
Licin
Ukuran
12 mm
12 mm
8. SKLERA
9. KORNEA
Sensibilitas
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Infiltrat
Tidak ada
Tidak ada
Keratik Presipitat
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Ulkus
Tidak ada
Tidak ada
Perforasi
Tidak ada
Tidak ada
Arkus senilis
Tidak ada
Tidak ada
Edema
Tidak ada
Tidak ada
Tes Placido
Normal, Kontinu
Normal, Kontinu
Kedalaman
Dalam
Dalam
Kejernihan
Jernih
Jernih
Hifema
Tidak ada
Tidak ada
Hipopion
Tidak ada
Tidak ada
Efek Tyndall
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Warna
Coklat kehitaman
Coklat Kehitaman
Kripte
Baik
Baik
Sinekia
Tidak ada
Tidak ada
11. IRIS
12. PUPIL
Letak
Di tengah
Di tengah
Bentuk
Bulat, regular
Bulat, reguler
Ukuran
2,5mm
2,5mm
Positif
Positif
Positif
Positif
13. LENSA
Kejernihan
Jernih
Jernih
Letak
Di tengah
Di tengah
Shadow test
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kejernihan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Batas
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Warna
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Ekskavasio
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
C/D ratio
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Makula lutea
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Retina
Sulit Dinilai
Sulit Dinilai
Eksudat
Tidak ada
Tidak ada
Perdarahan
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Ablasio
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri tekan
Tidak ada
Tidak ada
Massa tumor
Tidak ada
Tidak ada
Tensi okuli
21mmgHg
26mmgHg
Normal
Menyempit
16. PALPASI
IV.
V.
RESUME
Pasien Nn. SF, 22 tahun datang dengan keluhan penglihatan mata kiri semakin
kabur sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengeluhkan pandangan mata kirinya kabur
sejak 1 tahun yang lalu. Pasien mengatakan penglihatan mata kirinya mulai memburuk
bertahap sejak 1 bulan SMRS. Pasien juga mengatakan bahwa pengihatan mata kanan
mulai cepat pegal sejak 1 bulan SMRS. Pasien mengatakan mata kiri terasa pegal sejak
1 minggu SMRS.
Pasien juga menyatakan adanya kesulitan untuk naik dan turun tangga 3 hari SMRS.
Pasien menyatakan pada mata kirinya tidak dapat melihat bagian samping kiri dan
kanan, hanya dapat melihat di tengah saja. Pasien mengatakan tidak ada mual, muntah,
dan sakit kepala, juga tidak ada riwayat trauma pada mata sebelumnya. Pasien
mengatakan ayahnya mengidap penyakit Diabetes melitus dan Galukoma.
Pada pemeriksaan fisik sistemik tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan
oftalmologi, didapatkan:
-
Visus : OS = 0
VI.
DIAGNOSIS KERJA
OD: Suspek Glaukoma Primer Sudut Terbuka (Primary Open Angle Glaucoma)
OS: Glaukoma Primer Sudut Terbuka
VII.
DIAGNOSIS BANDING
OS : Glaukoma Primer Sudut Tertutup
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Medika mentosa
o Timolol 0,5% 2 gtt ODS 2x1/ hari
2. Non-Medika mentosa
o Edukasi : pasien wajib rutin menggunakan obat, kemudian kontrol
berikutnya ke speisalis mata
o Rujuk ke Spesialis Mata
IX.
PROGNOSIS
OD
Ad Functionam
Dubia Ad Malam
OS
Dubia Ad Malam
Ad Sanationam
Dubia Ad Malam
Dubia Ad Malam
Ad Vitam
Dubia Ad Bonam
Dubia Ad Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA
Pendahuluan
Glaukoma adalah neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan intraokular (TIO) yang
(relatif) tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan pandang yang khas dan atrofi papil
saraf optik. Pada keadaan ini TIO tidak harus selalu (absolut) tinggi, tetapi TIO relatif
tinggi untuk individu tersebut. Misal untuk populasi normal TIO sebesar 18mmHg masih
normal, tetapi pada individu tertentu tekanan sebesar itu sudah dapat menyebabkan
glaukoma yang disebut glaukoma normotensi atau glaukoma tekanan rendah.
Glaukoma disebut sebagai Pencuri Penglihatan sebab pada sebagian besar kasus
glaukoma, gejala sering tidak dirasakan oleh penderita. Pada tahap awal, kerusakan terjadi
pada tepi lapangan pandang sehingga penderita tidak menyadarinya, penderita akan merasa
terganggun jika kerusakan sudah mengenai lapangan pandang sentral dan pada saat itu
penyakit sudah terlanjur parah. Proses kerusakan saraf optik berjalan secara perlahan
sampai akhirnya terjadi kebutaan total. Akhirnya penderita menjadi benar-benar buta.
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan peringkat kedua di Indonesia setelah katarak.
Kebutaan yang terjadi pada glaukoma bersifat menetap, tidak seperti katarak yang bisa
dipulihkan dengan pembedahan. Maka hal yang penting pada terapi glaukoma adalah
deteksi sehingga tidak terjadi kerusakan saraf optik yang semakin parah. Terapi glaukoma
ialah dengan menurunkan TIO ke tingkat aman. Aman disini berarti mencapai TIO yang
tidak lagi merusak saraf optik. Penurunan TIO dapat dilakukan antara lain dengan cara
menurunkan produksi atau menambah pembuangan cairan akuos, atau keduanya. Pada
tekanan yang aman tersebut diharapkan tidak terjadi kerusakan saraf optik lebih lanjut
sehingga kebutaan dapat dicegah.1
Humor Akuos
Bola mata orang dewasa hampir mendekati bulat, dengan diameter anteroposterior
sekitar 24,5 mm. Bola mata terdiri dari konjungtiva, kapsula tenon, sklera dan episklera,
Sudut Filtrasi
Sudut filtrasi merupakan bagian yang penting dalam pengaturan cairan bilik mata.
Sudut ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi oleh garis
yang menghubungkan akhir dari membran Descemet dan membran Bowman. Akhir dari
membran Descemet disebut garis Schwalbe. 2
Limbus terdiri dari 2 lapisan yaitu epitel dan stroma. Epitelnya 2 kali ketebalan epitel
kornea. Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari arteri siliaris
anterior. 1
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekular, yang terdiri dari : 2,3
1. Trabekula korneoskleral
Serabutnya berasal dari lapisan stroma kornea dan menuju ke belakang mengelilingi
kanalis Schlemm untuk berinsersi pada sklera.
2. Trabekula uveal
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral spur (insersi
dari m.siliaris) dan sebagian ke m.siliaris meridional.
3. Serabut yang berasal dari akhir membran Descemet (garis Schwalbe)
Serabut ini menuju ke jaringan pengikat m.siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter
Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekula.
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogen, elastis dan seluruhnya diliputi
oleh endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga bila ada
darah di dalam kanalis Schlemm, dapat terlihat dari luar.
Sudut kamera okuli anterior memiliki peran penting dalam drainase aqueous
humor. Sudut ini dibentuk oleh pangkal iris, bagian depan badan siliaris, taji skleral,
jalinan trabekular dan garis Schwalbe (bagian ujung membrane descement kornea yang
prominen). Lebar sudut ini berbeda pada setiap orang, dan memiliki peranan yang besar
dalam menentukan patomekanisme tipe glaukoma yang berbeda-beda. Struktur sudut ini
dapat dilihat dengan pemeriksaan gonioskopi. Hasilnya dibuat dalam bentuk grading, dan
sistem yang paling sering digunakan adalah sisten grading Shaffer.3
Grade
Lebar sudut
Konfigurasi
IV
35-45
Terbuka lebar
Nihil
III
20-35
Terbuka
Nihil
SL, TM, SS
II
20
Sempit
Mungkin
SL, TM
(moderate)
I
10
Sangat sempit
Tinggi
Hanya SL
Tertutup
Tertutup
Sistem drainase aqueous humor terdiri dari dua jalur, yakni jalur trabekular
(konvensional) dan jalur uveoskleral. Jalur drainase terbanyak adalah trabekular yakni
sekitar 90% sedangkan melalui jalur uveoskleral hanya sekitar 10%.
Pada jalur trabekular, aliran aqueous akan melalui kamera posterior, kamera
anterior, menuju kanal Schlemm dan berakhir pada vena episkleral. Sedangkan jalur
uveoskleral, aqueous akan masuk ke ruang suprakoroidal dan dialirkan ke vena-vena pada
badan siliaris, koroid dan sclera.3
Definisi Glaukoma
Glaukoma adalah neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan intraokular (TIO) yang
(relatif) tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan pandang yang khas dan atrofi papil
saraf optik. Pada keadaan ini TIO tidak harus selalu (absolut) tinggi, tetapi TIO relatif
tinggi untuk individu tersebut. Misal untuk populasi normal TIO sebesar 18mmHg masih
normal, tetapi pada individu tertentu tekanan sebesar itu sudah dapat menyebabkan
glaukoma yang disebut glaukoma normotensi atau glaukoma tekanan rendah.1
Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan neuropati optik yang bersifat kronik,
progresif, yang ditandai dengan kerusakan saraf optik dan kelainan lapang pandang
yang khas. Faktor risiko yang paling penting adalah tekanan intra okuler, faktor
lain adalah ras, tebal kornea sentral, umur, dan adanya riwayat keluarga yang
menderita glaukoma. Terdapat penyakit lain yang berhubungan dengan glaukoma
ini, yaitu miopia, diabetes melitus, penyakit kardiovaskular, dan oklusi vena retina.
Keadaan ini disebut primer karena tidak diketahui penyebab yang jelas atau
idiopatik. Glaukoma ini biasanya bersifat genetik yang diturunkan secara poligenik
atau multifaktorial.
Hambatan cairan aquous terjadi pada trabekulum itu sendiri, yaitu pada celah-celah
trabekulum yang sempit sehingga cairan aquous tidak dapat keluar dari bola mata
dengan lancar. Sempitnya celah-celah trabekulum itu disebabkan oleh timbunan
matriks intraseluler. Glaukoma primer sudut terbuka biasanya bersifat bilateral,
perjalanannya progresif sangat lamban, sifatnya tenang, dan sering tidak
menimbulkan keluhan sehingga sulit untuk menegakkan diagnosis pada stadium
dini. Kalau penderita sudah mulai mengeluh dan datang ke dokter, biasanya
penyakitnya sudah dalam keadaan lanjut dengan lapang pandang sangat sempit.1
Epidemiologi
Diperkirakan hampir 45 juta orang menderita glaukoma sudut terbuka di seluruh dunia
pada 2010. Dan pada taun 2020 jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 58,5 juta
orang. Hampir separuhnya (47%) dari seluruh populasi tersebutadalah ras Asia, sedangkan
24% merupakan ras Eropa. Rerata prevalensi diperkirakan 1,96% dari penduduk dunia.
Dari sejumlah ini jenis kelamin perempuan lebih banyak dari laki-laki dengan Primary
Open Angle Glaucoma (POAG) hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih
tinggi daripada laki-laki. Di Amerika Serikat prevalensi keseluruhan POAG pada individu
yang berumur lebih besar atau sama dengan 40 tahun, adalah 1,86% dari penduduk yang
terjadi 1,57 juta pada ras kulit putih dan 398.000 pada ras kulit hitam. Pada tahun 2020
diperkirakan terjadi peningkatan penderita POAG menjadi 3,36 juta jumlah penduduk, hal
ini disebabkan oleh karena makin tingginya usia harapan hidup.1
3. Riwayat kelurga
4. Ras
5. Miopia resiko untuk menderita POAG 1,5 3 kali lebih besar dari pada orang
normal
6. Faktor resiko yang lain; gangguan kardiovaskular, diabetes melitus.1
Diagnosis
Diagnosis penyakit ini ditegakkan berdasarkan hasil yang didapat dari anamnesis dan
pemeriksaan ofthamologi.
Anamnesis
Masalah utama dalam mendeteksi glaukoma sudut terbuka primer adalah tidak
adanya gejala sampai stadium akhir. Mulai timbulnya gejala glaukoma primer sudut
terbuka agak lambat yang kadang-kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya
berlanjut dengan kebutaan. Sewaktu pasien menyadari ada pengecilan lapangan pandang,
biasanya telah terjadi pencekungan glaukomatosa yang bermakna. Mata tidak merah atau
tidak terdapat keluhan, yang mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan
fungsi tanpa disadari oleh penderita.2
Pada glaukoma sudut terbuka, kerusakan lapangan pandang mata dimulai dari tepi
lapangan pandang dan lambat laun meluas ke bagian tengah. Dengan demikian penglihatan
sentral (fungsi macula) bertahan lama, walaupun penglihatan perifer sudah tidak ada
sehingga penderita tersebut seolah-olah melihat melalui teropong (tunnel vision).
Diduga glaukoma primer sudut terbuka diturunkan secara dominan atau resesif
pada 50% penderita sehingga riwayat keluarga juga penting diketahui dalam menggali
riwayat penyakit.2,7
Pemeriksaan
Pengamatan atau pemeriksaan terhadap pasien dilakukan sejak pasien mulai masuk ke
dalam kamar pemeriksaan dokter. Pemeriksaan dapat dibedakan dalam :
Pengamatan
Dilakukan sejak pasien masuk ruangan, dilihat apakah dibimbing keluarga, atau dengan
memegang satu sisi kepala, dan sebagainya.
Pemeriksaan
Gejala penyakit atau kelainan5
Dengan kartu Snellen ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan
melihat seseorang, seperti:
Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang
oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.
Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30, berarti
tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti
tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.
Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji
hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.
Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada
jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60.
Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti
hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat
dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih buruk daripada 1/60.
Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila
mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam
penglihatannya adalah 1/300. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar
saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam
penglihatan 1/-. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga. Bila
penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya
adalah 0 (nol) atau buta total. Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang
akibat kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila dengan pinhole penglihatan lebih
baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan kacamata.
Bila penglihatan berkurang dengan diletakkannya pinhole di depan mata berarti ada
kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan
menurun.6
3. Slit-lamp biomikroskopi
Pada pasien dengan dugaan kuat glaukoma, secara umum dapat ditemukan tandatanda berikut;
- Hiperemis siliar karena injeksi limbal dan pembuluh darah konjungtiva.
- Edema kornea dengan vesikel epitelial dan penebalan struma.
- Bilik mata depan dangkai dengan kontak indokorneal perifer
- Flare dan sei akuos dapat diiihat seteiah edem kornea dapat dikurangi.
- Pupil oval vertikal, tetap pada posisi semi-dilatasi dan tidak ada reaksi terhadap cahaya
dan akomodasi.
- Dilatasi pembuluh darah iris.
- Tekanan intraocular sangat meningkat (50-100 mmHg)8
4. Tonometri
Tonometri adalah suatu tindakan untuk melakukan pemeriksaan tekanan intraokular
dengan alat yang disebut tonometer. Ketebalan kornea berpengaruh terhadap keakuratan
pengukuran. Tekanan intraokular mata yang korneanya tebal, akan ditaksir terlalu tinggi
yang korneanya tipis, ditaksir terlalu rendah. Kesulitan ini dapat diatasi dengan tonometer
kontur dinamik Pascal.. Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mm Hg.1,5
Pada usia lanjut, rerata tekanan intraokularnya lebih tinggi sehingga batas atasnya
adalah 24 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang terkena
akan mem-perlihatkan tekanan intraokuiar yang normal saat pertama kali diperiksa.
Sebaliknya, peningkatan tekanan intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa pasien
mengidap glaukoma sudut terbuka primer; untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukhbukti lain seperti adanya diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapangan pandang.
Apabila tekanan intraokuiar terus-menerus meninggi sementara diskus optikus dan
lapangan pandang normal (hipertensi okular), pasien dapat diobservasi secara berkala
sebagai tersangka glaukoma.1
Cara mengukur tekanan bola mata tersebut dikenal ada 4 macam, antara lain yaitu:
a. Tonometer digital
Dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan reaksi lenturan bola mata bola
(balotement) dilakukan penekanan bergantian dengan kedua jari tangan. Tekanan bola
mata dengan cara digital dinyatakan dengan tanda 1, N+2, N+3, dan sebaliknya N -1
dan seterusnya. Dengan cara ini pemeriksaan adalah sangat subjektif dan memerlu-an
pengalaman yang banyak, sehingga kurang dapat dipercaya.5
b. Tonometer Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan alat yang praktis sederhana. Pengukuran tekanan
bola mata dinilai secara tidak langsung yaitu dengan teknik melihat daya tekan alat
pada komea. Bila suatu beban tertentu memberikan kecekungan pada komea maka akan
terlihat perubahan pada skala schiotz. Makin rendah tekanan bola maata makin mudah
bola mata ditekan, yahg.pada skala akan terlihat angka skala yang lebih besar. Hal ini
juga berlaku sebaliknya.5
c. Tonometer aplanasi goldman
Alat ini mengukur tekanan bola mata dengan memberikan tekanan yang akan
membuat rata permukaan kornea dalam ukuran tertentu dan kecil. Alat ini sangat baik
karena membuat sedikit sekali perubahan pada permukaan kornea atau bungkus bola
mata. Alat ini merupakan alat yang paling sering digunakan.5,8
d. Tonografi
Dengan tonografi diukur derajat penurunan tekanan bola mata bila diberikan
tekanan dengan tonometer indentasi (seperti schiotz). Alat ini jarang digunakan dan
dipergunakan hanya untuk kasus glaukoma yang ragu-ragu.2
5. Gonioskopi
Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan kornea perifer dengan iris, yang di
antaranya terdapat anyaman trabekular. Konfigurasi .sudut ini yakni lebar (terbuka),
sempit, atau tertutup memberi dampak penting pada aliran keluar aqueous humor. sudut
bilik mata depan sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi, yang memungkinkan visualisasi
langsung struktur-struktur sudut. Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera, dan
processus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau
sebagian kecil dari anyaman trabekular yang dapat terlihat, sudut dinyatakan sempit.
Apabila garis Schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.1
Hal yang tidak kalah penting yaitu melakukan pemeriksaan mata kontra-lateral, yang
biasanya ditemukan gambaran sudut tertutup laten. Dimana mata yang mengalami
glaukoma akut menunjukkan adanya kontak perifer irido-korneal komplit.8
Mata miopia yang besar memiliki sudut lebar, dan mata hiperopia kecil memiliki
sudut sempit. Pembesaran lensa seiring dengan usia mempersempit sudut ini dan berperan
pada beberapa kasus glaukoma sudut tertutup.1
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (gonio-lens) di dataran
depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat dipergunakan untuk
melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.5
sentral) cawan
fisiologik yang ukurannya tergantung pada jumlah relatif serat penyusun nervus opticus
terhadap ukuran lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut.
Atrofi optikus akibat glaukoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang
terutama ditandai oleh berkurangnya substansi diskus yang terdeteksi sebagai pembesaran
cawan diskus optikus, disertai dengan pemucatan diskus di daerah cawan. Bentuk-bentuk
lain atrofi optikus menyebabkan pemucatan luas tanpa peningkatan pencekungan diskus
optikus.
Pada glaukoma, mungkin terdapat pembesaran konsentrik cawan optik atau
pencekungan (cupping) superior dan inferior dan disertai pembentukan takik (notching)
fokal di tepi diskus optikus.5
Kelainan optik-disk dapat dievaiuasi dengan menggunakan oftaimoskop direk, slitlamp biomikroskopi yang menggunakan lensa +90 Dioptri, Hruby lens, atau lensa kontak
Goldmann dan oftaimoskop indirek. Gambaran fundus pada glaukoma akut sering
ditemukan optic disk edema dan hiperemis.8
Tekanan bola mata diperiksa setiap minggu. Pada pasien berbakat glaukoma maka tekanan
bola mata akan naik setelah 2 minggu.5
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi
Ultrasonografi digunakan secara luas dalam bidang oftalmologi untuk menyediakan
informasi tentang vitreous, retina, dan lapisan posterior mata, terutama bila tidak dapat
divisualisasi dengan jelas (jika, sebagai contoh, terdapat katarak padat atau pendarahan
vitreous). 7
2. Keratometri
Bentuk kornea (radius kelengkungan) dapat diukur dari bayangan target yang
direfleksikan dari permukaannya. Hal ini penting dalam penilaian lensa kontak,
pembedahan refraktif, dan perhitungan kekuatan implan lensa artifisial pada pembedahan
katarak. Teknik fotokeratometri memungkinkan dilakukannya pemetaan kontur kornea
yang sangat akurat. 7
Patofisiologi
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik (neuropati optik) yang
biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil saraf optik. Iskemia
tersendiri pada papil saraf optik juga penting. Hilangnya akson menyebabkan defek
lapangan pandang dan hilangnya ketajaman penglihatan jika lapangan pandang sentral
terkena.1,2,10
Ada dua teori utama mengenai mekanisme kerusakan serabut saraf oleh
peningkatan tekanan intraokular yaitu teori mekanik dan teori vaskular : 7,9
Diagnosis Banding
1. Hipertensi okular
Pasien dengan hipertensi okular memperlihatkan peningkatan tekanan intraokular
secara signifikan dalam beberapa tahun tanpa memperlihatkan tanda-tanda adanya
kerusakan nervus optik ataupun gangguan lapangan pandang. Diagnosis ini secara umum
ditegakkan jika didapatkan kenaikan TIO di atas 21 mmHg sesuai dengan rata-rata TIO
dalam populasi. Beberapa dari pasien ini akan menunjukan peningkatan tekanan
intraokular tanpa lesi glaukoma, tetapi beberapi dari mereka akan menderita glaukoma
sudut terbuka.5,10
Pasien-pasien ini susah diterapi karena penanganan terapinya tidak berfokus pada kontrol
tekanan intraokular. 5,10
Manifestasi Klinis
Gejalanya tidak ada atau sangat ringam, biasanya keluhannya hanya rasa tidak
nyaman atau pegal di mata: penglihatan tetap jelas pada fase awal; karena penglihatan
sentral belum terlibat. Selanjutnya lapangan pandang mulai menyempit. Gejala lain adalah
kesulitan berjalan, misalnya sering tersandung kalau naik-turun tangga atau tidak tahu
benda disampingnya karena hilangnya lapang pandang perifer.
Pemeriksaan pada mata didapatkan mata tampak normal, konjungtiva tidak merah,
kornea jernih, bilik mata depan dalam, dan pupil normal. funduskopi menunjukan atrofi
papil saraf optik (C/D 0,6). Semakin luas lekukan (semakin besar rasio C/D), menandakan
atrofi semakin parah. Dapat ditemukan tanda-tanda papil glaukomatosa yang lain yaitu
lamina kribosa nampak jelas, atrofi retina peripapil, gambaran bayonet, nasalisasi
pembuluh darah dan penipisan bingkai saraf optik. Tekanan intraokular lebih dari 21
mmHg.
Pada pemeriksaan neurooftalmologis menggunakan menggunakan perimeter
menunjukkan adanya kelainan lapang pandang dan atau skotoma yang khas yaitu skotoma
di daerah Bjerrum, defek arkuata, nasal step dan pinhole vision pada fase akhir.1
Penatalaksanaan
1. Penanganan Non Bedah
Pengobatan non bedah menggunakan obat-obatan yang berfungsi menurunkan produksi
maupun sekresi dari humor akueous.2,5,7,9,10
Obat-obatan topikal
Apraklonidin (larutan 0,5% tiga kali sehari dan 1% sebelum dan sesudah terapi laser)
adalah suatu agonis alfa adrenergik yang baru berfungsi menurunkan produksi humor
akueous tanpa efek pada aliran keluar. Obat ini tidak sesuai untuk terapi jangka panjang
karena bersifat takifilaksis (hilangnya efek terapi dengan berjalannya waktu) dan tingginya
reaksi alergi. Epinefrin dan dipiferon juga memiliki efek yang serupa.
Dorzolamid hydrochloride larutan 2% dan brinzolamide 1% (dua atau tiga kali
sehari adalah penghambat anhidrase topical yang terutama efektif bila diberikan sebagai
tambahan, walaupun tidak seefektif penghambat anhidrase karbonat sistemik. Dorzolamide
juga tersedia berasama timolol dalam larutan yang sama.
Obat-obatan sistemik
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik asetozolamid digunakan apabila terapi topikal
tidak memberikan hasil memuaskan. Obat ini mampu menekan pembentukan humor
akueous sebesar 40-60%. Asetozolamid dapat diberikan peroral dalam dosis 125-250 mg
sampai empat kali sehari atau sebagai Diamox sequels 500 mg sekali atau dua kali sehari,
dapat diberikan secara intravena (500 mg). Penghambat anhidrase karbonat menimbulkan
efek samping sistemik mayor yang membatasi keguanaannya untuk terapi jangka panjang.
Trabekuloplasti laser
Trabekuloplasti laser digunakan dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.
Jenis tindakan ini yaitu penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu
geniolensa ke jalinan trabekular sehingga dapat mempermudah aliran keluar humor
akueous karena efek luka bakar tersebut. Teknik ini dapat menurunkan tekanan okular 6-8
mmHg selama dua tahun.
Trabekulektomi
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas
saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsung humor akueous dari
bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva dan orbita.
Walaupun sulit untuk menentukan target tekanan intraocular, beberapa panduan
menyebutkan kontrol TIO sebagai berikut:
Pasien dengan kerusakan dini diskus optikus dan defek lapangan pandang atau di
bawah fiksasi sentral, TIO harus di bawah 18mmHg.
Pasien dengan kerusakan moderat diskus optikus (CDR > 0,8) terdapat skotoma
arkuata superior dan inferior defek lapanan pandang, harus dipertahankan TIO di
bawah 15 mmHg.
Pasien dengan kerusakan dikus optikus lanjut (CDR > 0,9) dan defek lapangan
pandang yang meluas, harus dipertahankan TIO di bawah 12 mmHg.
Komplikasi
Kontrol tekanan intraokular yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus optik
dan semakin menurunnya visus sampai terjadi kebutaan.9
Prognosis
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik
secara medis. Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara
perlahan sehingga akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila obat tetes antiglaukoma
dapat mengontrol tekanan intaokular pada mata yang belum mengalami kerusakan
glaumatosa luas, prognosis akan baik (walaupun penurunan lapangan pandang dapat terus
berlanjut).2,9
Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus, pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai
peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma primer sudut terbuka merupakan bentuk yang
tersering, bersifat kronik dan bersifat progressive. Etiologi glaucoma primer sudut terbuka
antaranya kerusakan fungsi trabekula dan peningkatan tekanan intra okuler. Beberapa
faktor resiko glaucoma primer sudut terbuka adalah umur lebih dari 40 tahun, peningkatan
tekanan intraokuler, keturunan Amerika-Afrika, riwayat trauma ocular, penggunaan
kortikosteroid topikal, sistemik ataupun endogen, myopia, diabetes mellitus, penyakit
vascular karotis, anemia, riwayat hipertensi sistemik dan insufisiensi vascular.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi.
Tatalaksana pada POAG meliputi non-bedah dan bedah. Komplikasi glaukoma primer
sudut terbuka adalah kerusakan saraf mata dan bisa menyebabkan kebutaan. Glaukoma
primer sudut terbuka merupakan penyakit kronis yang tidak dapat diobati dan hanya dapat
diperlambat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suharjo SU, Sundari S, Sasongko MB. Kelainan Palpebra, Konjungtiva, Kornea,
Sklera dan Sistem Lakrimal. Dalam Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata.
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2012. h.111-43.
2. Vaughan, Daniel G, MD, Asbury, Taylor, MD, dan Riordan-Eva, Paul, FRCS,
FRCOphth. Editor; Diana Susanto. Oftalmologi Umum. EGC. Jakarta. 2009. hal; 12
dan 212-229.
3. Khurana, A.K. Comprehensive Opthalmology. 4th edition. New Age International (P)
limited. New Delhi. 2007. Hal 205-208
4. Barbara C, Marsh, Louis B, Cantor. The speath Gonioscopic Grading System. Last
updated june 2005. Available from :
http://www.glaucomatoday.com/art/0505/clinstrat.pdf.
5. Ilyas HS. Pemeriksaan Anatomi dan Fisiologi Mata serta Kelainan pada Pemeriksaan
Mata.. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. h.47-51
6. Ilyas HS. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna. Ilmu Penyakit
Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. h.65-70
7. James B, Chew C, Bron A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Lecture Notes:
Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005. h.18; 30-3
8. Amra AA. Penatalaksanaan Glaukoma Akut. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara; 2007.
9. Kooner KS. Primary Open Angle Glaucoma. In : Clinical Pathway of Glaucoma.
NewYork : Thieme; 2000.
10. Morrison JC, Pollack IP. Primary Open Angle Glaucoma. In : Glaucoma Science and
Practice. NewYork : Thieme; 2003.