Dibaca: 3746
Komentar: 0
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 13.677 pulau.[1] Sebagai
negara kepulauan, Indonesia sangat membutuhkan peran jasa pengangkutan
untuk menghubungkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lainya.
Dengan jumlah konsumen yang begitu besar, suatu usaha tranportasi atau
bisnis transportasi jasa pengangkutan merupakan salah satu usaha yang
sangat menggiurkan untuk di dirikan, karena sangat diperlukan oleh pemakai
jasa untuk menghubungkan antar pulau di Indonesia agar mempermudah dan
mempercepat suatu perjalanan dengan lebih efisien.
Pentingnya jasa Transportasi memperlancar gerak roda perekonomian sudah
tidak dapat diragukan lagi, mengingat beberapa keuntungan yang dimilikinya.
Diantara sekian banyak usaha, bisnis transportasi penerbangan atau jasa
angkutan udara merupakan salah satu hal yang paling menantang. Dimana
Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial bagi suatu perusahaan
jasa transportasi udara yang ingin menjalankan bisnis tersebut. Beberapa
keuntungan yang diberikan oleh jasa angkutan udara antara lain seperti
jangkauan yang luas, waktu tempuh yang relatif singkat, tarif yang masih
dapat dijangkau oleh masyarakat serta keamanan dan kenyamanan yang
diberikan.
Bisnis penerbangan, membutuhkan modal yang sangat besar, teknologi
tinggi, dan sumber daya manusia yang harus memenuhi kwalifikasi tertentu,
karena dalam bisnis ini faktor keselamatan haruslah dikedepankan. Padahal
saat ini bisnis penerbangan di Indonesia sangat ketat lantaran jumlah
maskapai penerbangan yang berdiri semakin banyak.
hal-hal yang diluar kendali manusia seperti cuaca buruk atau rusaknya sistem
pesawat. Tetapi seringnya penundaan penerbangan dan pembatalan
penerbangan juga dapat diakibatkan oleh kesalahan manusia sendiri
atau human error serta diakibatkan oleh keteledoran pihak manajemen.
Terjadinya penundaan dan pembatalan penerbangan dapat merugikan bagi
pengguna jasa penerbangan dari segi waktu ataupun biaya. Dimana dalam
kenyataanya, akhir-akhir ini banyak perusahaan angkutan udara yang selalu
melakukan penundaan dan pembatalan penerbangan padahal mereka selalu
berbicara masalah ketepatan waktu atau on time performance dalam
penerbangan untuk mempromosikan maskapainya.[6]
Kita ketahui, bahwa terjadinya kecelakaan akhir-akhir ini membuat pengguna
jasa penerbangan dapat berpikir dua kali untuk menggunakan jasa
penerbangan. Karena, sering terjadinya kecelakaan-kecelakaan tersebut
dapat mengakibatkan timbulnya kerugian-kerugian baik materil maupun
immaterial terhadap pengguna jasa penerbangan, dan hal tersebut dapat
merugikan maskapai dengan sepinya pengguna jasa penerbangan.
Penggunaan radio, radar dan alat-alat pengaman mutahir lainya memang
telah dapat mengurangi banyaknya angka kecelakaan pesawat udara pada
abad ini, tetapi semuanya itu belumlah cukup meniadakan sama sekali
adanya kecelakaan pesawat udara. Karena, Secanggih apapun teknologi
tersebut tidak akan menghilangkan resiko kecelakaan pesawat terbang baik
yang bersifat kecil maupun fatal.[7] Karena banyaknya kecelakaan pesawat
udara yang terjadi maka perusahaan penerbangan dalam hal ini maskapai
penerbangan yang bersangkutan tidak hanya dihadapkan pada kerugian
dengan hancurnya pesawat udara tetapi juga dihadapkan pada ketentuan
bahwa pengangkutan atau perusahaan penerbangan harus bertanggung
jawab atas kerugian akibat kecelakaan terhadap penumpang, seperti yang
tercantum dalam pasal 24 ayat 1 ordonansi pengangkutan udara Stb.
1939:100 (yang selanjutnya disebut OPU) yang berbunyi:
pengangkut bertanggung jawab atas kerugian sebagai akibat dari
luka-luka atau akibat lain dari tubuh yang diderita oleh seorang
penumpang bila kecelakaan tersebut menimbulkan kerugian itu ada
hubunganya dengan pengangkutan udara dan terjadi diatas pesawat
terbang atau selama melakukan suatu tindakan dalam hubunganya
dengan naik atau turun dari pesawat terbang.[8]
Suatu kecelakaan pesawat udara sebagaimana juga kecelakaan-kecelakaan
lainnya merupakan suatu tragedi yang tidak dapat dielakkan. Menurut E.
Suherman S.H. dalam artikel suatu sistem tanggung jawab yang adil bagi
Indonesia mengatakan bahwa korban kecelakaan pesawat udara di
Indonesia mengalami penderitaan dua kali, yang pertama karena kecelakaan
pesawat udara itu sendiri, sedangkan yang kedua karena adanya kekosongan
dalam hukum udara kita. Kekosongan disini bukan berarti bahwa tidak adanya
suatu pengaturan hukum yang mengaturnya, akan tetapi dalam hal ini
kekosongan dalam pengertian tanggung jawab pengangkut sebagai mana
diatur dalam hukum udara, baik hukum udara yang lingkupnya nasional
maupun hukum udara internasional.[9]
Kasus-kasus penerbangan yang muncul seperti kecelakaan pesawat,
penundaan penerbangan, pembatalan penerbangan karena berbagai alasan ,
perlu diteliti dan dicari penyebabnya agar tidak terulang kembali dan dapat
memberikan rasa keadilan bagi para pihak. Untuk itu, Tanggung jawab hukum
perusahaan jasa penerbangan terhadap penumpang atas beberapa kerugian
yang ditimbulkan dapat meliputi beberapa aspek yang antara lain adalah
aspek perdata, pidana, administratif, perusahaan, pengangkutan udara dan
perlindungan konsumen. Tetapi dari beberapa aspek tersebut, dalam skripsi
ini penulis akan membahas dengan menekankan pada aspek perdata,
dimana didalam pemberian jasa pengangkutan udara terdapat hubungan
hukum antara para pihak yang bersumber dari perjanjian atau perikatan yang
telah melahirkan hak dan kewajiban para pihak.
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam hal ini penulis dapat menarik
beberapa pokok permasalahan yang akan di kaji dan di analisa, antara lain
adalah:
1. Bagaimana pengaturan mengenai hak dan kewajiban dalam
perjanjian pengangkutan udara antara maskapai penerbangan dan
penumpangnya?
2. Bagaimana pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi
penumpang apabila timbul resiko operasional penerbangan yang
berupa keterlambatan penerbangan, penundaan/pembatalan dan
kecelakaan penerbangan?
3. Bagaimana penerapan hukum perjanjian dalam hal resiko
operasional penerbangan yang diderita oleh penumpang?
C. Tujuan Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi tujuan umum adalah untuk
mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap penumpang
penerbangan serta untuk mendapatkan pengetahuan mengenai penerapan
peraturan perundang-undangan, sehingga dapat menjawab permasalahan
yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap penumpang dalam
pengangkutan penerbangan.
Tujuan khusus dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa hak dan kewajiban yang timbul perjanjian
pengangkutan udara antara maskapai penerbangan dan penumpang
2. untuk mengetahui pengaturan mengenai perlindungan hukum
apabila timbul resiko operasional penerbangan yang diderita oleh
penumpang
3. untuk mengetahui sejauh mana penerapan hukum perjanjian
dalam hal resiko operasional penerbangan yang diderita oleh
penumpang.
D. Definisi Operasional
Penulis menganggap perlu untuk melakukan pembatasan-pembatasan
terhadap beberapa pengertian untuk memperoleh suatu definisi yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini, yaitu:
1. Maskapai Penerbangan
sebuah organisasi yang menyediakan jasa penerbangan bagi
penumpang atau barang. Mereka menyewa atau memiliki
pesawat terbang untuk menyediakan jasa tersebut dan dapat
membentuk kerjasama atau aliansi dengan maskapai lainya untuk
keuntungan bersama.[10]
2. Penerbangan Domestik
penerbangan sipil yang melayani jalur penerbangan dalam
negeri[11]
3. Penerbangan
Bab I, adalah bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang permasalahan,
pokok permasalahan, tujuan penelitian, definisi operasional, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II, merupakan penjabaran mengenai tinjauan umum tentang perjanjian
dan perjanjian pengangkutan udara, yang terbagi dalam beberapa sub bab
yaitu bab pertama mengenai pengertian perjanjian, syarat syah nya
perjanjian, saat dan tempat lahirnya perjanjian, batal dan pembatalan
perjanjian, pelaksanaan suatu perjanjian, tidak terlaksananya perjanjian,
hapusnya perjanjian, serta hal resiko. Sedangkan sub bab yang kedua
mengenai perjanjian pengangkutan udara yang terdiri dari pengertian
pengangkutan udara, cara terjadinya perjanjian pengangkutan, bentuk dan
syarat perjanjian pengangkutan udara dan saat terjadinya perjanjian
pengangkutan udara.
Bab III, Pembahasan ini meliputi tinjauan umum hukum angkutan udara yang
terbagi dalam beberapa sub bab, yaitu pertama, membahas masalah hukum
angkutan udara, yang bagian-bagiannya terdiri; pertama adalah pengertian
angkutan udara, dokumen angkutan udara. Dan dalam bab berikutnya
membahas masalah para pihak dalam angkutan udara yang terdiri dari
maskapai penerbangan, pengguna jasa penerbangan dan pemerintah, serta
dalam sub bab terahir membahas kondisi hukum angkutan udara di
indonesia.
Bab IV, penulis mencoba memaparkan serta menjelaskan aspek hukum yang
telah ada atau mungkin timbul terhadap penggunaan jasa penerbangan
dalam hal ini Penulis mencoba mengangkat permasalahan yang terjadi
terhadap penggunaan jasa penerbangan yaitu hubungan hukum antara
maskapai penerbangan dan penumpang. Tanggung jawab perusahaan
terhadap kerugian yang diakibatkan resiko operasional penerbangan.
Disamping itu, menganalisa kasus-kasus penerbangan yang ada berdasarkan
pada Kitab Undang-undang hukum perdata.
Bab V, merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
Dalam bab ini penulis mencoba menyimpulkan dan memberikan usulanusulan mengenai permasalahan yang telah dibahas dalam penulisan skripsi
ini.
palsu,
[13]Ibid.
[14]E. Suherman 2, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Udara
Indonesia, (Bandung: NV. Eresco, 1961) , hal.311.
[15]R.Subekti, Aneka
Bakti,1995), hal.69.
Perjanjian,
Cet.10,(Bandung:
PT.
Citra
Aditya