Anda di halaman 1dari 10

Perlindungan Hukum terhadap

Penumpang dalam Perjanjian


Pengangkutan Udara di Tinjau dari
Perspektif Hukum Perdata (Legal
Protection)
OPINI | 26 July 2010 | 10:30

Dibaca: 3746

Komentar: 0

Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 13.677 pulau.[1] Sebagai
negara kepulauan, Indonesia sangat membutuhkan peran jasa pengangkutan
untuk menghubungkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lainya.
Dengan jumlah konsumen yang begitu besar, suatu usaha tranportasi atau
bisnis transportasi jasa pengangkutan merupakan salah satu usaha yang
sangat menggiurkan untuk di dirikan, karena sangat diperlukan oleh pemakai
jasa untuk menghubungkan antar pulau di Indonesia agar mempermudah dan
mempercepat suatu perjalanan dengan lebih efisien.
Pentingnya jasa Transportasi memperlancar gerak roda perekonomian sudah
tidak dapat diragukan lagi, mengingat beberapa keuntungan yang dimilikinya.
Diantara sekian banyak usaha, bisnis transportasi penerbangan atau jasa
angkutan udara merupakan salah satu hal yang paling menantang. Dimana
Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial bagi suatu perusahaan
jasa transportasi udara yang ingin menjalankan bisnis tersebut. Beberapa
keuntungan yang diberikan oleh jasa angkutan udara antara lain seperti
jangkauan yang luas, waktu tempuh yang relatif singkat, tarif yang masih
dapat dijangkau oleh masyarakat serta keamanan dan kenyamanan yang
diberikan.
Bisnis penerbangan, membutuhkan modal yang sangat besar, teknologi
tinggi, dan sumber daya manusia yang harus memenuhi kwalifikasi tertentu,
karena dalam bisnis ini faktor keselamatan haruslah dikedepankan. Padahal
saat ini bisnis penerbangan di Indonesia sangat ketat lantaran jumlah
maskapai penerbangan yang berdiri semakin banyak.

Timbulnya maskapai penerbangan yang sangat banyak di Indonesia berawal


dari diratifikasinya World Trade Organization/General Aviation Training &
Testing Service (WTO/GATTs)[2] oleh Indonesia, dimana dengan
diratifikasinya World Trade Organization/General Aviation Training & Testing
Service(WTO/GATTs) tersebut tidak dibenarkan lagi pemerintah Indonesia
melakukan monopoli dibidang perusahaan jasa penerbangan,[3] sehingga
para pelaku usaha berlomba-lomba untuk mendirikan perusahaan angkutan
udara, dimana pada tahun 2007 terdapat sekitar 20 maskapai domestik baik
berjadwal maupun tidak berjadwal yang telah berdiri.[4]
Banyaknya perusahaan angkutan udara memicu juga persaingan didalam
memperoleh pengguna jasa penerbangan semakin ketat, dan hal tersebut
dapat membuat suatu perusahaan penerbangan dapat memberikan
penawaran harga tiket yang relatif lebih murah untuk menarik penumpang
sebanyak-banyaknya. Namun di sisi lain, dengan tarif yang murah tersebut
sering kali mengabaikan kwalitas pelayanan (service), dimana hal tersebut
dapat menimbulkan atau bahkan yang lebih mengkhawatirkan lagi dapat
menyebabkan berkurangnya kualitas dalam melakukan pemeliharaan
(maintenance) pesawat sehingga rawan kecelakaan.
Angkutan udara, sebagai salah satu komponen sistem transportasi nasional,
pada hakekatnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam
penyediaan jasa layanan angkutan dalam negeri maupun diluar negeri.
Terutama dalam rangka menghubungkan daerah-daerah yang sulit dijangkau
dengan moda angkutan lain secara cepat dan efisien untuk jarak tertentu,
dimana jika menggunakan angkutan darat dari Jakarta ke Bali membutuhkan
waktu 24 jam ,sedangkan jika menggunakan pesawat udara hanya
membutuhkan waktu 1,5 jam.[5] Oleh karena itu, Transportasi udara
merupakan salah satu sarana yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Dengan adanya transportasi udara mempermudah masyarakat
dalam menjalankan kegiatannya dalam hal penggunaan atau pengiriman
barang.
Kita mengetahui, bahwa pesawat udara merupakan salah satu alat
pengangkutan yang mempunyai teknologi paling canggih yang pernah
diciptakan manusia. Tetapi alat pengangkutan yang paling canggih
teknologinya tersebut tidak selamanya mendatangkan rasa aman dan
nyaman serta memuaskan bagi penggunanya karena akibat kesalahankesalahan manusia. Salah satu yang sering terjadi adalah banyaknya
penundaan penerbangan, pembatalan penerbangan yang dilakukan maskapai
penerbangan serta banyaknya terjadi kecelakaan akhir-akhir ini. Penundaan
penerbangan dan pembatalan penerbangan biasanya terjadi akibat adanya

hal-hal yang diluar kendali manusia seperti cuaca buruk atau rusaknya sistem
pesawat. Tetapi seringnya penundaan penerbangan dan pembatalan
penerbangan juga dapat diakibatkan oleh kesalahan manusia sendiri
atau human error serta diakibatkan oleh keteledoran pihak manajemen.
Terjadinya penundaan dan pembatalan penerbangan dapat merugikan bagi
pengguna jasa penerbangan dari segi waktu ataupun biaya. Dimana dalam
kenyataanya, akhir-akhir ini banyak perusahaan angkutan udara yang selalu
melakukan penundaan dan pembatalan penerbangan padahal mereka selalu
berbicara masalah ketepatan waktu atau on time performance dalam
penerbangan untuk mempromosikan maskapainya.[6]
Kita ketahui, bahwa terjadinya kecelakaan akhir-akhir ini membuat pengguna
jasa penerbangan dapat berpikir dua kali untuk menggunakan jasa
penerbangan. Karena, sering terjadinya kecelakaan-kecelakaan tersebut
dapat mengakibatkan timbulnya kerugian-kerugian baik materil maupun
immaterial terhadap pengguna jasa penerbangan, dan hal tersebut dapat
merugikan maskapai dengan sepinya pengguna jasa penerbangan.
Penggunaan radio, radar dan alat-alat pengaman mutahir lainya memang
telah dapat mengurangi banyaknya angka kecelakaan pesawat udara pada
abad ini, tetapi semuanya itu belumlah cukup meniadakan sama sekali
adanya kecelakaan pesawat udara. Karena, Secanggih apapun teknologi
tersebut tidak akan menghilangkan resiko kecelakaan pesawat terbang baik
yang bersifat kecil maupun fatal.[7] Karena banyaknya kecelakaan pesawat
udara yang terjadi maka perusahaan penerbangan dalam hal ini maskapai
penerbangan yang bersangkutan tidak hanya dihadapkan pada kerugian
dengan hancurnya pesawat udara tetapi juga dihadapkan pada ketentuan
bahwa pengangkutan atau perusahaan penerbangan harus bertanggung
jawab atas kerugian akibat kecelakaan terhadap penumpang, seperti yang
tercantum dalam pasal 24 ayat 1 ordonansi pengangkutan udara Stb.
1939:100 (yang selanjutnya disebut OPU) yang berbunyi:
pengangkut bertanggung jawab atas kerugian sebagai akibat dari
luka-luka atau akibat lain dari tubuh yang diderita oleh seorang
penumpang bila kecelakaan tersebut menimbulkan kerugian itu ada
hubunganya dengan pengangkutan udara dan terjadi diatas pesawat
terbang atau selama melakukan suatu tindakan dalam hubunganya
dengan naik atau turun dari pesawat terbang.[8]
Suatu kecelakaan pesawat udara sebagaimana juga kecelakaan-kecelakaan
lainnya merupakan suatu tragedi yang tidak dapat dielakkan. Menurut E.

Suherman S.H. dalam artikel suatu sistem tanggung jawab yang adil bagi
Indonesia mengatakan bahwa korban kecelakaan pesawat udara di
Indonesia mengalami penderitaan dua kali, yang pertama karena kecelakaan
pesawat udara itu sendiri, sedangkan yang kedua karena adanya kekosongan
dalam hukum udara kita. Kekosongan disini bukan berarti bahwa tidak adanya
suatu pengaturan hukum yang mengaturnya, akan tetapi dalam hal ini
kekosongan dalam pengertian tanggung jawab pengangkut sebagai mana
diatur dalam hukum udara, baik hukum udara yang lingkupnya nasional
maupun hukum udara internasional.[9]
Kasus-kasus penerbangan yang muncul seperti kecelakaan pesawat,
penundaan penerbangan, pembatalan penerbangan karena berbagai alasan ,
perlu diteliti dan dicari penyebabnya agar tidak terulang kembali dan dapat
memberikan rasa keadilan bagi para pihak. Untuk itu, Tanggung jawab hukum
perusahaan jasa penerbangan terhadap penumpang atas beberapa kerugian
yang ditimbulkan dapat meliputi beberapa aspek yang antara lain adalah
aspek perdata, pidana, administratif, perusahaan, pengangkutan udara dan
perlindungan konsumen. Tetapi dari beberapa aspek tersebut, dalam skripsi
ini penulis akan membahas dengan menekankan pada aspek perdata,
dimana didalam pemberian jasa pengangkutan udara terdapat hubungan
hukum antara para pihak yang bersumber dari perjanjian atau perikatan yang
telah melahirkan hak dan kewajiban para pihak.
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam hal ini penulis dapat menarik
beberapa pokok permasalahan yang akan di kaji dan di analisa, antara lain
adalah:
1. Bagaimana pengaturan mengenai hak dan kewajiban dalam
perjanjian pengangkutan udara antara maskapai penerbangan dan
penumpangnya?
2. Bagaimana pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi
penumpang apabila timbul resiko operasional penerbangan yang
berupa keterlambatan penerbangan, penundaan/pembatalan dan
kecelakaan penerbangan?
3. Bagaimana penerapan hukum perjanjian dalam hal resiko
operasional penerbangan yang diderita oleh penumpang?
C. Tujuan Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi tujuan umum adalah untuk
mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap penumpang
penerbangan serta untuk mendapatkan pengetahuan mengenai penerapan
peraturan perundang-undangan, sehingga dapat menjawab permasalahan
yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap penumpang dalam
pengangkutan penerbangan.
Tujuan khusus dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa hak dan kewajiban yang timbul perjanjian
pengangkutan udara antara maskapai penerbangan dan penumpang
2. untuk mengetahui pengaturan mengenai perlindungan hukum
apabila timbul resiko operasional penerbangan yang diderita oleh
penumpang
3. untuk mengetahui sejauh mana penerapan hukum perjanjian
dalam hal resiko operasional penerbangan yang diderita oleh
penumpang.
D. Definisi Operasional
Penulis menganggap perlu untuk melakukan pembatasan-pembatasan
terhadap beberapa pengertian untuk memperoleh suatu definisi yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini, yaitu:
1. Maskapai Penerbangan
sebuah organisasi yang menyediakan jasa penerbangan bagi
penumpang atau barang. Mereka menyewa atau memiliki
pesawat terbang untuk menyediakan jasa tersebut dan dapat
membentuk kerjasama atau aliansi dengan maskapai lainya untuk
keuntungan bersama.[10]
2. Penerbangan Domestik
penerbangan sipil yang melayani jalur penerbangan dalam
negeri[11]
3. Penerbangan

segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan wilayah


udara, pesawat udara, bandar udara,angkutan udara, keamanan
dan keselamatan penerbangan serta kegiatan dan fasilitas
penunjang lain yang terkait.[12]
4. Angkutan udara
setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk
mengangkut penumpang, pos,dan kargo untuk satu perjalanan
atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara lainya atau
beberapa bandar udara.[13]
5. Penumpang angkutan udara
seseorang yang diangkut dengan pesawat terbang berdasarkan
persetujuan pengangkutan udara[14]
6. Perjanjian pengangkutan
suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan
aman membawa orang atau barang dari satu kelain tempat,
sedangkan pihak yang lainya menyanggupi akan membayar
ongkosnya.[15]
7. Keselamatan Penerbangan
keadaan yang terwujud dari penyelenggaraan penerbangan yang
lancar sesuai dengan prosedur operasi dan persyaratan kelaikan
teknis terhadap sarana dan prasarana penerbangan beserta
penunjangnya.[16]
8. Resiko
ketidaktentuan(uncertainy) yang mungkin melahirkan peristiwa
kerugian (loss).[17]
E. Metode Penelitian
a. Jenis penelitian
Dalam penulisan skripsi ini metode penelitian yang digunakan adalah metode
kepustakaan. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan

dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan dengan metode tertentu,


bersifat sistematis dan konsisten untuk mengungkapkan kebenaran.[18]
b. Jenis Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder,
yaitu:[19]
1. Bahan hukum primer merupakan bahan yang berupa peraturan
perundang-undangan, dalam penulisan ini bahan hukum primer
yang digunakan adalah Ordonansi Pengangkutan Udara Stb.
1939:100, Undang-undang No 15 Tahun 1992 Tentang
Penerbangan, Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995 tentang
angkutan udara, Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 Tentang
keamanan dan keselamatan penerbangan, serta Kitab Undangundang Hukum Perdata.
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang tidak mempunyai
kekuatan mengikat tapi bersifat membahas/menjelaskan bukubuku, artikel dalam majalah/harian. Laporan penelitian, makalah
yang disajikan dalam pertemuan ilmiah, catatan kuliah.
c. Metode pengumpulan data
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengunakan bahan hukum primer yaitu
data yang diperoleh langsung dari masyarakat. Selain itu digunakan juga
bahan hukum sekunder yang berupa buku, artikel, makalah dan lain
sebagainya, dan untuk melengkapi bahan hukum skunder maka dalam hal ini
penulis melakukan wawancara dengan beberapa nara sumber yang antara
lain adalah departemen perhubungan, maskapai penerbangan dan
penumpang atau masyarakat pengguna jasa angkutan udara.
d. Analisa Data
Dalam menganalisa data, penulisan skripsi ini mengunakan metode deskriptif
yang bersifat kualitatif yaitu suatu metode yang berusaha untuk memaparkan
data disertai analisa yang mendalam.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terbagi dalam beberapa bab yang tersusun
secara sistematis. Adapun Sistematika Penulisan adalah sebagai berikut:

Bab I, adalah bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang permasalahan,
pokok permasalahan, tujuan penelitian, definisi operasional, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II, merupakan penjabaran mengenai tinjauan umum tentang perjanjian
dan perjanjian pengangkutan udara, yang terbagi dalam beberapa sub bab
yaitu bab pertama mengenai pengertian perjanjian, syarat syah nya
perjanjian, saat dan tempat lahirnya perjanjian, batal dan pembatalan
perjanjian, pelaksanaan suatu perjanjian, tidak terlaksananya perjanjian,
hapusnya perjanjian, serta hal resiko. Sedangkan sub bab yang kedua
mengenai perjanjian pengangkutan udara yang terdiri dari pengertian
pengangkutan udara, cara terjadinya perjanjian pengangkutan, bentuk dan
syarat perjanjian pengangkutan udara dan saat terjadinya perjanjian
pengangkutan udara.
Bab III, Pembahasan ini meliputi tinjauan umum hukum angkutan udara yang
terbagi dalam beberapa sub bab, yaitu pertama, membahas masalah hukum
angkutan udara, yang bagian-bagiannya terdiri; pertama adalah pengertian
angkutan udara, dokumen angkutan udara. Dan dalam bab berikutnya
membahas masalah para pihak dalam angkutan udara yang terdiri dari
maskapai penerbangan, pengguna jasa penerbangan dan pemerintah, serta
dalam sub bab terahir membahas kondisi hukum angkutan udara di
indonesia.
Bab IV, penulis mencoba memaparkan serta menjelaskan aspek hukum yang
telah ada atau mungkin timbul terhadap penggunaan jasa penerbangan
dalam hal ini Penulis mencoba mengangkat permasalahan yang terjadi
terhadap penggunaan jasa penerbangan yaitu hubungan hukum antara
maskapai penerbangan dan penumpang. Tanggung jawab perusahaan
terhadap kerugian yang diakibatkan resiko operasional penerbangan.
Disamping itu, menganalisa kasus-kasus penerbangan yang ada berdasarkan
pada Kitab Undang-undang hukum perdata.
Bab V, merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
Dalam bab ini penulis mencoba menyimpulkan dan memberikan usulanusulan mengenai permasalahan yang telah dibahas dalam penulisan skripsi
ini.

[1]Lembaga Pertahanan Nasional, Kewiraan Untuk Mahasiswa, (Jakarta: PT.


Gramedia Pustaka Utama Kerjasama Dengan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Depdikbud, 1992), hal.19.
[2]WTO/GATTs adalah organisasi perdagangan dunia yang merupakan satusatunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah
perdagangan
antar
Negara
dengan
system
perdagangan
multilateral. WTO/GATTs, Dikelola oleh: Biro Kerjasama Luar Negeri,
Makalah Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral, Ditjen
Multilateral Ekubang, Deplu. 2004.
[3]Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Perusahaan penerbangan
Terhadap Penumpang Menurut hukum udara Indonesia, Jurnal hukum
Bisnis, Volume 25, No.1, tahun 2006., hal.5.
[4]Maskapai
Tidak
Ada
yang
Berkategori
satu,
http//:
www.
MediaIndonesiaonline.com/php/artikel___, Diakses Tanggal 22 Maret 2007.
[5]Ninok, Maraknya Low-Cost airline dan revolusi Angkutan Penerbangan,
Sabtu
24
April
2004;
(diakses
tanggal
25
Maret
2007),
http//:www.Kompas.com/php/Costumer/ptr2.htm
[6]Krisman
Kaban, Industri
penerbangan
dan
janji-janji
http//www.Sinarharapan.co.id/berita, jumat 12 Januari 2007.

palsu,

[7]Berend J.H Crams,The special Contrant: An Instrumen to Strict Liability


Limit?, Air Jurnal, Volume XIV., No. 4/5., hal.160.
[8]Indonesia 4, Ordonansi Tentang Pengangkutan Udara, Ordonansi Stb. No.
100 Tahun 1939, ps.24 ayat 1.
[9]E.Suherman 1, Hukum Udara Indonesia dan Internasional, (Bandung:
Alumni, 1983), hal.225.
[10] http//www. Wikipedia.org/php/, Kategori:Maskapai_Penerbangan, diakses
pada tanggal 4 Februari 2007.
[11]Ibid, kategori: Penerbangan_Domestik.
[12]Indonesia 1, Undang-undang No. 15 Tahun 1992, Undang-undang
Tentang Penerbangan, Ketentuan Umum, LN. Tahun 1992 No.53, TLN.
No.3481.

[13]Ibid.
[14]E. Suherman 2, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Udara
Indonesia, (Bandung: NV. Eresco, 1961) , hal.311.
[15]R.Subekti, Aneka
Bakti,1995), hal.69.

Perjanjian,

Cet.10,(Bandung:

PT.

Citra

Aditya

[16]Indonesia 2, PP No.3 Tahun 2001, Peraturan Pemerintah tentang


keamanan dan keselamatan penerbangan,ps.1 angka 1.
[17]A.abas Salim, Konsep resiko, http://www.asuransi-mobil.com/asuransikonsep-resiko.htm, diakses tanggal 7 Februari 2007.
[18]Sri Mamudji, dkk, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum., cet.
1.,(jakarta: Badan penerbit Universitas Indonesia, 2005), hal.1.
[19]Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.3, (Jakarta:UIPress, 1986), hal.12.

Anda mungkin juga menyukai