Anda di halaman 1dari 2

Selasa, 16 Juli 2013 - 11:49:34 WIB

Perkembangan Lalat Bibit (Atherigona sp.) pada Tanaman Jagung


Diposting oleh : Administrator
Kategori: Artikel - Dibaca: 2300 kali

Salah satu tujuan pembangunan pertanian adalah swasembada pangan berkelanjutan. Swasembada pangan
dimaksud sebagai kecukupan akan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Upaya swasembada pangan
sekaligus dimaksudkan untuk tidak semata-mata bergantung dari sumber pangan utamanya karbohidrat dari beras,
namun lebih penting adalah pemanfaatan bahan pangan dari sumber karbohidrat lain.
Pemerintah telah mencanangkan swasembada tiga komoditas pangan yang diharapkan dapat terwujud hingga tahun
2015. Peluang peningkatan produksi jagung dalam negeri masih terbuka lebar, baik melalui peningkatan
produktivitas maupun perluasan areal tanam utamanya pada lahan kering di luar Jawa. Meskipun produktivitas
jagung nasional meningkat, namun secara umum tingkat produktivitas biji jagung nasional masih rendah yaitu baru
mencapai 3,11 t/ha pada tahun 2002 (Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2003).
Target produksi yang diharapkan adakalanya tidak dapat dicapai karena adanya berbagai kendala.
Swastika et al. (2004) melaporkan bahwa kendala yang sering dihadapi dalam peningkatan produksi jagung adalah
sosial ekonomi yang mencakup mahalnya input (benih dan pupuk), rendahnya harga ouptut (hasil), infrastruktur yang
sedikit dan rendahnya daya beli, rendahnya adopsi teknologi dan lemahnya sistem pemasaran yang terindikasi dari
sulitnya mendapatkan kredit dan pasar, rendahnya kesuburan tanah sekitar 89% tanaman jagung di Indonesia
diusahakan di lahan kering dengan tingkat kesuburan yang rendah, dan kendala abiotik dan biotik.
Hama jagung diketahui menyerang pada seluruh fase pertumbuhan tanaman, baik vegetatif maupun
generatif. Hama yang biasa ditemukan pada tanaman jagung adalah lalat bibit (Atherigona sp.), penggerek batang
(Ostrinia furnacalis), penggerek tongkol (Helicoverpa armigera), pemakan daun (Spodoptera litura),Aphis sp.,
belalang, dan tikus (Kalshoven 1981, Subandi et al. 1988 dan Swastika et al. 2004).
Lalat bibit (Atherigona sp.) hanya ditemukan di Jawa dan Sumatera dan dapat merusak pertanaman hingg
80% atau bahkan 100%. Tanaman yang terserang ringan dapat pulih kembali, tetapi pertumbuhan pada fase
generatif terhambat dan hasil berkurang. Serangga ini menyerang titil tumbuh jagung muda yang berumur 2 - 5 hari,
sehingga mengakibatkan kematian tanaman (Kalshoven 1981, CPC 2001). Gejala serangan lalat bibit ini adalah
larva yang menetas melubangi batang, kemudian membuat terowongan hingga ke dasar batang sehingga tanaman
menjadi kuning dan akhirnya mati. Jika tanaman mengalami recovery, maka pertumbuhannya akan kerdil.
Perkembangan serangan lalat bibit pada tanaman jagung pada tahun 2011, tahun 2010 dan rerata 5 tahun
(2005-2009) dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Luas serangan lalat bibit pada tanaman jagung selama tahun 2011 mencapai 4.058 ha dengan puncak
serangan terjadi pada bulan November 2011. Luas serangan lalat bibit pada tanaman jagung mengalami
peningkatan apabila dibandingkan dengan Tahun 2010 dan rerata 5 tahun masing-masing seluas 2.574 ha (63,43%)
dan 2.549 ha (62,81%). Serangan lalat bibit terluas terjadi di Sulawesi Selatan (1.256 ha) dan Jawa Timur (985 ha).
Pada tahun 2011 luas serangan meningkat pada bulan Oktober sampai Desember, ini dikarenakan musim hujan
yang umumnya mempunyai kelembaban yang tinggi yang sangat mendukung untuk perkembangan lalat bibit ini
(Sumber : CPC 2001).
Untuk mengendalikan lalat bibit terutama di musim hujan perlu diterapkan pengendalian hama terpadu dan
komponen-komponennya yang meliputi pemanfaatan musuh alami seperti Opius sp. dan Tetrastichus sp.,
penggunaan varietas tahan, dan kultur teknis serta penggunaan pestisida apabila sangat diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai