Anda di halaman 1dari 17

MATERI DIRJEN OTONOMI DAERAH PADA RAPAT KERJA BUBERNUR PAD

TANGGAL 9 DESEMBER 2013 DI JAKARTA


DATA UMUM
1. Pada tahun 2009 Pemerintah menetapkan kebijakan moratorium
pemekaran daerah. Pada saat itu jumlah daerah otonom sebanyak 524
daerah terdiri dari 33 provinsi dan 398 kabupaten dan 93 kota.
Selanjutnya

Pemerintah

pada

tahun

2010

melakukan

evaluasi

menyeluruh terhadap 205 daerah otonom hasil pemekaran mulai tahun


1999 sampai dengan 2009. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap 205 DOB
tersebut, diperoleh gambaran sebagai berikut:
a. Kinerja tata pemerintahan yang baik DOHP pada umumnya
rendah;
b. Kinerja DOHP dalam meberikan layanan publik masih jauh dari
harapan;
c. Kinerja daya saing DOHP pada umumnya rendah; dan
d. Tingkat kesejahteraan rakyat perlu ditingkatkan.
Berdasarkan inisiatif DPR-RI pada tahun 2012/2013 telah dibentuk 15
daerah yang terdiri dari 1 provinsi dan 14 kabupaten, sehingga Jumlah
daerah otonom sampai dengan tahun 2013 sebanyak 539 daerah
terdiri dari 34 provinsi, 412 kabupaten dan 93 kota.
2. Hasil Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD)
tahun 2012 terhadap Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(LPPD) tahun 2011 dari 488 daerah terdapat 36 daerah dengan kinerja
sangat

tinggi

(1 provinsi, 23

daerah dengan kinerja tinggi

kabupaten

dan 12 kota); 396

(25 provinsi, 294 kabupaten, dan 77

kota); 56 daerah berkinerja sedang (7 provinsi, 48 kabupaten, dan 1


kota); dan tidak ada daerah yang berkinerja rendah.
3. Sejak pertamakalinya dilaksanakannya pada tanggal 1 Juni 2005
Pilkada

secara

langsung

sampai

dengan

tahun

2013

telah

dilaksanakan 1.026 Pilkada (termasuk Pilkada putaran kedua).


Khusus pada tahun 2013 dilaksanakan 152 pemilihan kepala daerah
secara langsung (15 Gubernur/Wakil Gubemur, 104 Bupati/Wakil Bupati
dan 33 Walikota/Wakil Walikota. Perkembangan sampai dengan 27
November 2013, sudah dilaksanakan 150 Pilkadasung yang terdiri dari
14

Gubernur/Wakii

Gubemur,

Walikota/Wakil Walikota.

103

Bupati/Wakil

Bupati,

dan

33

B. RUU TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH (RUU PEMDA)

1. Dalam implementasinya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004


tentang Pemerintahan Daerah sering menimbulkan permasalahan
baru yang dapat
menjadi
sumber
konflik
antar
susunan
pemerintahan dan aparaturnya yang pada akhirnya menyebabkan
penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah tidak dapat berjalan
secara efektif dan efisien.
Untuk itu RUU Pemda yang saat ini sedang disusun sebagai pengganti
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, bermaksud untuk memperjelas
konsep desentralisasi dalam NKRI dan memperjelas pengaturan dalam
berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selain itu
dinamika pelaksanaan desentralisasi menuntut adanya pengaturan
baru untuk mempercepat tujuan desentralisasi antara lain pengaturan
tentang hak warga untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah, adanya jaminan terselenggaranya pelayanan
publik dan inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2. Isu yang sangat strategis dalam RUU Pemda
sebagai berikut:

dapat dijabarkan

a. Pembentukan Daerah Otonom Baru


Isu sentral terkait dengan fenomena pembentukan DOB yang
masif tersebut adalah masalah pendanaannya. Komposisi APBD
khususnya kabupaten/kota menunjukkan hampir 90% tergantung
dari dana perimbangan dan hanya sekitar 8 % yang berasal dari
pendapatan asli daerah. Fakta lainnya dari dana perimbangan
adalah sekitar 70% berbentuk DAU. Ini berarti setiap pembentukan
DOB akan memposisikan DOB tersebut sebagai pembagi dalam
formula DAU yang berlaku sekarang ini. Kecepatan pertambahan
DOB melampaui kecepatan tambahan penerimaan DAU.
Akibatnya kalau tidak dicermati secara hati-hati, maka
pertambahan DOB akan mengurangi jumlah DAU yang selama ini
diterima oleh daerah-daerah yang sudah ada.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan Kemendagri tahun 2012
terhadap 57 DOB yang dibentuk dari tahun 2007 s.d 2009, dapat
diperoleh gambaran antara lain Tidak ada DOB yang berkriteria
baik (0%), berkriteria sedang 46 DOB (75,4%), berkriteria kurang baik
4 DOB (7,0%), tidak dapat dinilai 10 DOB (17,5%).
Oleh karena itu, dalam RUU Pemda diatur bahwa setiap
pembentukan DOB selain harus memenuhi persyaratan
3

administratif dan teknis juga harus melalui tahap Daerah Persiapan


selama 5 (lima)) tahun, apabila dari hasil evaluasi dinyatakan layak
maka statusnya ditingkatkan menjadi Daerah Otonom namun
apabila diyatakan tidak layak maka dicabut statusnya sebagai
Daerah Persiapan dan dikembalikan ke daerah induknya.
Dapat di informasikan saat ini pemerintah telah menerima usulan 65 RUU
Daerah Otonom Baru yang terdiri dari 8 Provinsi 51 Kabupaten 6 Kota
yang perlu dikaji dan didalami pemerintah. Pemerintah berharap usulanusulan

daerah

otonom

baru

dapat

mengacu

pada

semangat

pembentukan daerah sesuai dengan RUU Pemda yang baru yaitu


melalui pembentukan daerah persiapan
b. Urusan Pemerintahan Umum
Disamping

urusan

pemerintahan

yang

sepenuhnya

menjadi

kewenangan Pemerintah Pusat (absolut) dan urusan pemerintahan yang


dibagi

antara

Pemerintah

Pusat

dengan

pemerintahan

daerah

(konkuren), dalam realitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah,


kepala daerah sebagai pimpinan pemerintahan daerah dihadapkan
juga dengan urusan-urusan pemerintahan yang berkaitan dengan
empat pilar bernegara yaitu kepentingan menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa di tingkat daerah, memelihara ideologi Pancasila,
menjaga NKRI, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika.
RUU Pemda mengatur bahwa gubernur, bupati/walikota mendapatkan
pelimpahan dari Presiden untuk melaksanakan urusan pemerintahan
umum tersebut di wilayahnya masing-masing. Dalam melaksanakan
urusan pemerintahan umum tersebut dan untuk kelancaran koordinasi
dengan seluruh pimpinan instansi pemerintahan di daerah, kepala
daerah dibantu oleh perangkat Pemerintah Pusat dan Forum Koordinasi
Pimpinan Daerah yang diketuai oleh kepala daerah. Adapun dananya
berasal dari APBN.
c. Daerah yang berciri kepulauan
Isu daerah yang berciri kepulauan berkaitan erat dengan tingginya
biaya penyelenggaraan pemerintahan di daerah tersebut. Ciri utama
dari daerah yang berciri kepulauan adalah ketika luas laut jauh
melampaui luas daratan yang menjadi wilayah daerah tersebut. Untuk

mempercepat pembangunan daerah yang berciri kepulauan tersebut


maka oleh RUU Pemda, selain di beri kewenangan untuk mengelola
sumber daya di wilayah laut sama dengan provinsi lain, daeah provinsi
yang berciri kepulauan diberikan penugasan untuk pelaksanaan urusan

e. Wakil Kepala Daerah


Disamping

urusan

pemerintahan

yang

sepenuhnya

menjadi

kewenangan Pemerintah Pusat (absolut) dan urusan pemerintahan


yang dibagi antara Pemerintah Pusat dengan pemerintahan daerah
(konkuren), dalam realitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah,
kepala daerah sebagai pimpinan pemerintahan daerah dihadapkan
juga dengan urusan-urusan pemerintahan yang berkaitan dengan
empat pilar bernegara yaitu kepentingan menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa di tingkat daerah, memelihara ideologi Pancasila,
menjaga NKRI, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika.
Untuk itu RUU Pemda mengatur bahwa gubernur, bupati/walikota
mendapatkan pelimpahan dari Presiden untuk melaksanakan urusan
pemerintahan umum tersebut di wilayahnya masing-masing. Dalam
melaksanakan urusan pemerintahan umum tersebut dan untuk
kelancaran koordinasi dengan seluruh pimpinan instansi pemerintahan
di daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat Pemerintah Pusat
dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah yang diketuai oleh kepala
daerah. Adapun dananya berasal dari APBN.
c. Daerah yang berciri kepulauan
Isu daerah yang berciri kepulauan berkaitan erat dengan tingginya
biaya penyelenggaraan pemerintahan di daerah tersebut. Ciri utama
dari daerah yang berciri kepulauan adalah ketika luas laut jauh
melampaui luas daratan yang menjadi wilayah daerah tersebut. Untuk
mempercepat pembangunan daerah yang berciri kepulauan tersebut
maka oleh RUU Pemda, selain di beri kewenangan untuk mengelola
sumber daya di wilayah laut sama dengan provinsi lain, daeah provinsi
yang berciri kepulauan diberikan penugasan untuk pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat di
bidang kelautan melalui mekanisme tugas pembantuan.
Disamping itu dalam menetapkan kebijakan DAU, Pemerintah Pusat
juga mempertimbangkan daerah yang berciri kepulauan.

d. Wakil Kepala Daerah


Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah,
fenomena yang mengemuka adalah kepala daerah dan
wakil kepala daerah sering tidak harmonis tidak lama setelah
keduanya terpilih karena masing-masing merasa mempunyai
peran yang sama dalam pemenangan Pilkada perseteruan
antara kepala daerah dan wakil kepala daerah terus
berlangsung. Salah satu akibatnya terjadinya pengkotakkotakan birokrasi daerah yang memihak kepala daerah
maupun yang memihak wakil kepala daerah.
Berdasarkan data Sejak tahun 2010 hingga saat ini kurang
lebih hanya 7 % kepala daerah dan wakil kepala daerah
mampu menjaga hubungan harmonis sampai dengan
Pilkada berikutnya. Untuk itu RUU Pemda mengatur bahwa
dalam kondisi transisi demokrasi seperti sekarang ini memang
lebih tepat dan efektif apabila wakil kepala daerah tidak
dipilih satu paket dengan pemilihan kepala daerah namun
wakil kepala daerah diangkat dari kalangan PNS/profesional
sehingga kepala daerah yang politis diimbangi oleh wakil
kepala daerah yang profesional.
e. Peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat
Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan
urusan
pemerintahan
daerah
kabupaten/kota
dan
tugas
pembantuan
oleh
kabupaten/kota, Presiden dibantu oleh gubernur sebagai
wakil Pemerintah Pusat. Untuk memperkuat peran gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat tersebut, juga diberikan
kewenangan oleh RUU Pemda untuk menjatuhkan sanksi
kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan gubernur juga
dibantu oleh perangkat gubernur yang dibiayai dari APBN.
f.

Perangkat Daerah
Isu penting dalam penataan perangkat daerah adalah
kecenderangan daerah untuk membentuk organisasi
perangkat daerah yang banyak jumlahnya dan kurang
didasarkan
pada
kebutuhan
nyata
dari
daerah.
7

Pembengkakan perangkat daerah telah menimbulkan beban


yang sangat besar bagi APBD sehingga sekitar 70%-80%
tersedot untuk pembiayaan birokrasi dan aparatur.
Prinsip dasar pengaturan perangkat daerah dalam RUU
Pemda adalah bahwa dalam pembentukan perangkat
daerah harus didasarkan pada urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah dengan memperhatikan
kebutuhan dan kemampuan daerah, oleh karena itu
pembentukan perangkat daerah (badan dan dinas)
d.Was.f,kfls.kan dalam beberapa tipe tergantung dari besar
kecilnya beban kerja yang dilaksanakan daerah.
Besar kecilnya beban kerja daerah tersebut didasarkan kepada
jumlah penduduk, luas wilayah, dan kemampuan keuangan daerah
untuk urusan wajib. Sedangkan untuk urusan pilihan, beban kerja
daerah ditentukan berdasarkan potensi, proyeksi penyerapan
tenaga kerja dan pemanfaatan lahan.
Untuk memenuhi target nasional, kementerian/LPNK terkait
melakukan pemetaan atau mapping untuk menentukan daerah
mana yang diprioritaskan dalam pelayanan dasar (untuk urusan
wajib) dan daerah mana yang mempunyai potensi unggulan (untuk
urusan pilihan), sehingga setiap kementerian/LPNK akan mempunyai
stakeholders yang jelas yang akan dilibatkan dalam pencapaian
target nasional dari kementerian/LPNK tersebut.
g. Pegawai Negeri Sipil
Materi

muatan

dalam

RUU

tentang

Pemerintahan Daerah

mengarahkan pengembangan sistem kepegawaian daerah yang


menghargai profesionalisme dan menjauhkan birokrasi pemerintah
dari intervensi politik yang berorientasi pada kepentingan politik
sempit.
Penentuan jumlah PNS di daerah didasarkan atas beban tugas
daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan, hal ini untuk
menghindari situasi kekurangan dan kelebihan PNS dalam waktu
yang

bersamaan

pemerintah daerah.

dan

pembengkakan

overhead

cost

bagi

Terkait dengan peningkatan protesionalisme PNS, diatur standar


kompetensi

dalam

jabatan-jabatan

pemerintah

daerah, terutama untuk jabatan

Setidaknya

ada

tiga

kompetensi

pada

yang

jajaran

birokrasi

yang

strategis.

perlu

diatur

dalam

penentuan promosi untuk suatu jabatan.


Pertama, kompetensi administratif atau manajerial yang terkait
dengan

pemenuhan

persyaratan

pangkat/golongan dari

jabatan dan pendidikan penjenjangan yang harus dimiliki.


Kedua, kompetensi teknis yang terkait dengan persyaratan teknis
yang

terkait

dengan

jabatan

tersebut.

Ketiga,

kompetensi

pemerintahan termasuk kebijakan desentralisasi, hubungan pusat


dan daerah, dan hal-hal lain terkait dengan pemerintahan daerah.
Selain memenuhi kompetensi tersebut, RUU Pemda juga mengatur
mekanisme

pengangkatan,

pemindahan

dan

pemberhentian

jabatan strategis yaitu sekda dan pimpinan perangkat daerah


secara khusus. Sekda provinsi diangkat oleh Presiden dan sekda
kabupaten/kota diangkat oleh gubernur melalui mekanisme seleksi
yang dilaksanakan secara terbuka.
Pimpinan perangkat daerah provinsi diangkat oleh gubernur
sedangkan pimpinan perangkat daerah kabupaten/kota diangkat
oleh bupati/walikota melalui mekanisme seleksi yang dilakukan Tim.
Namun demikian, pengaturan tentang jabatan strategis di daerah
ini masih perlu disesuaikan dengan draft RUU tentang Aparatur Sipil
Negara yang sekarang juga sedang dibahas bersama dengan DPR.
h.

Pembangunan Daerah
Isu penting dalam pembangunan daerah adalah belum adanya
sinergi antara perencanaan pembangunan antara Pemerintah
Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Untuk itu dalam RUU Pemda mengatur sinergi pembangunan antara
pusat dan daerah dan antara provinsi dengan kabupaten/kota
dalam wilayah provinsi tersebut melalui mekanisme pemetaan
urusan, kelembagaan dan pendanaannya serta adanya evaluasi

Rancangan Perda tentang RPJMD oleh Menteri Dalam Negeri untuk


Rancangan Perda Provinsi dan oleh gubernur sebagai wakil
Pemerintah

Pusat

untuk

Rancangan

Perda

Kabupaten/Kota.

Dengan sinergi tersebut diharapkan akan tercapai target-target


nasional yang selama ini sulit untuk terealisir karena kepentingan
yang berbeda antar tingkatan dan susunan pemerintahan.
i.

Peraturan Daerah
RUU tentang Pemerintahan Daerah menegaskan hak-hak warga
untuk terlibat dalam proses penyusunan Perda. Pemerintah Daerah
wajib membuat Program Legislasi Daerah (Prolegda) dan
mensosialisasikan kepada warga di daerahnya. Sebelum
diundangkan, Perda Provinsi harus medapat nomor register dari
Mendagri dan perda kabupaten/kota harus mendapat nomor
register kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
Untuk efektivitas dan efisiensi, pembatalan Perda Provinsi dilakukan
oleh Menteri Dalam Negeri dan untuk pembatalan Perda
Kabupaten/Kota dilakukan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat.

j. Keuangan Daerah
Terbatasnya anggaran yang tersedia untuk pelayanan publik
menjadi salah satu isu yang penting dan perlu memperoleh
pengaturan yang jelas. Manfaat desentralisasi hanya dapat
dirasakan oleh masyarakat ketika desentralisasi membuat daerah
mampu mengalokasikan anggaran lebih banyak untuk pelayanan
publik. Namun, data menunjukkan bahwa 70-80% anggaran daerah
dihabiskan untuk belanja pegawai dan operasional birokrasi
pemerintah daerah.
Besarnya pengeluaran untuk belanja pegawai yang menjadi salah
satu variabel penting untuk menentukan alokasi dasar dari DAU
menjadi salah satu faktor yang mendorong pembengkakan
pegawai di daerah. Pengeluaran belanja pegawai yang sangat
besar membuat masyarakat di daerah tidak dapat menikmati
manfaat dari pelaksanaan otonomi daerah.

Isu lainnya adalah perlunya penguatan peran gubernur sebagai


budget

optimizer

dalam

Pemerintahan Daerah

alokasi

mengatur

DAK.

Dalam

RUU tentang

peran gubernur sebagai wakil

Pemerintah Pusat untuk menjadi budget optimizer dalam alokasi


DAK.
k. Pelayanan Publik
Pelayanan publik menjadi isu penting dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah karena salah satu tujuan otonomi daerah
adalah peningkatan pelayanan publik. Untuk itu dalam RUU Pemda
mengatur

tentang

terselenggaranya

kewajiban
pelayanan

daerah
publik

untuk

menjamin

berdasarkan

urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangannya.


Dalam

menyelenggarakan

pelayanan

publik,

daerah

wajib

membangun manajemen pelayanan publik dengan mengacu


pada asas-asas (yaitu asas kepentingan umum, kepastian hukum,
kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesinalan,
partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan,
akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan,
ketepatan

waktu

kecepatan

dan

kemudahan

serta

keterjangkauan).
RUU Pemerintahan Daerah menekankan pelayanan publik pada
pelayanan yang bersifat mendasar. Untuk menjamin akses dan
kualitas penyelenggaraan pelayanan dasar yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah, diterapkan standar pelayanan yang disebut
Standar Pelayanan Minimal (SPM). Dalam RUU Pemerintahan
Daerah diusulkan sebanyak 13 urusan wajib yang berkaitan dengan
pelayanan dasar yang selanjutnya menerapkan SPM.
Pemerintah

daerah

wajib

mengumumkan

seluruh

informasi

pelayanan publik yang dituangkan dalam maklumat pelayanan

11

publik. Maklumat pelayanan publik dapat digunakan sebagai alat


yang mudah dan sederhana bagi warga untuk mengawasi praktik
penyelenggaraan

pelayanan

publik.

Bagi

penyelenggara,

keberadaan maklumat pelayanan penting karena dapat menjadi


pedoman bagi mereka mewujudkan pelayanan sesuai yang
dijanjikannya.
Apabila masyarakat menganggap pelayanan publik yang diberikan
pemerintah daerah tidak sesuai dengan peraturan perundnagundangan

maka

masyarakat

berhak

mengadukan

penyelenggaraan pelayanan publik kepada pemerintah daerah,


ombudsman dan DPRD.

I. Inovasi Daerah
Tidak adanya pengaturan yang jelas tentang diskresi dan inovasi yang
dilakukan oleh pejabat publik di daerah sering membuat mereka tidak
berani melakukan tindakan yang inovatif yang diperlukan untuk
memenuhi

kepentingan

umum

dan

mempercepat

pencapaian

kesejahteraan rakyat.
Untuk itu, dalam rangka meningkatkan kinerja pemerintahan
daerah, dalam RUU ini terdapat pengaturan bahwa pemerintah
daerah

dapat

melakukan

inovasi

yaitu

semua

bentuk

pembaharuan yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan


urusan Pemerintahan Daerah apabila inovasi tersebut dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip yang tertuang dalam RUU tentang
Pemerintahan Daerah dan ditetapkan dalam Peraturan Kepala
Daerah serta dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri.

C. RUU PEMILIHAN KEPALA DAERAH


1. Pelaksanaan Pilkada secara langsung dalam kenyataannya disertai
berbagai permasalahan seperti konflik yang disertai kekerasan, maraknya
praktek money politik, fragmentasi birokrasi sehingga berakibat pada
stabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
RUU Pilkada ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang muncul
selama ini sekaligus menjadi upaya untuk meletakkan kembali haluan
konstitusi, dimana "demokrasi" tidak selalu identik dengan mekanisme
pemilihan langsung.
Demokrasi

dapat pula

diartikan dalam konteks

pemilihan secara

perwakilan yang tentunya disesuaikan dengan format ketatanegaraan


yang dianut serta menjadi instrumen penguatan bagi terselenggaranya
pemerintahan daerah yang stabil, efektif dan efisien.

13

2. Permasalahan Utama
a.

Penyelenggaraan Pemilihan Bupati/Walikota selama ini relatif


menimbulkan banyak permasalahan di lapangan selain itu
memerlukan biaya yang jauh lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan

penyelenggaraan

pemilihan

Gubernur

secara

langsung, selain itu Bupati dan Walikota merasa memiliki


legitimasi langsung oleh rakyat sehingga ada kesan Bupati dan
Walikota

yang

Bupati/Walikota

memiliki
tidak

rakyat

merasa

di

daerahnya,

sebagai

sub

akiPatnya

ordinasi

dari

Gubernur, implikasi lebih lanjutnya akan menimbulkan kesulitan


koordinasi Gubernur dengan Bupati dan Walikota di satu
provinsi.
b. Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota secara berpasangan
dengan wakilnya berimplikasi pada hubungan yang kurang baik
antara kepala daerah dan wakil kepala daerah, karena
keduanya merasa memiliki tingkat legitimasi rakyat yang sama,
akibatnya wakil kepala daerah menuntut kewenangan yang
sama

dengan

Kepala

Daerah

dalam

penyelenggaraan

pemerintahan. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 telah diatur


secara tegas tugas kepala daerah dan wakil kepala daerah,
meskipun demikian perseteruan antara kepala daerah dan wakil
kepala daerah terus berlangsung yang sejak tahun 2010 hanya
kurang lebih 7% kepala daerah dan wakil kepala daerah
mampu menjaga hubungan harmonis sampai dengan Pilkada
berikutnya.

c.

Adanya realita politik berbiaya tinggi dalam Pilkada yang menjadi


beban kandidat, mulai dari biaya pencalonan melalui partai politik
dan atau penggalangan pencalonan perseorangan, pembiyaan
kampanye sampai pembiayaan operasional perselisihan/sengketa
Pilkada. Hal ini pada gilirannya menjadi salah satu faktor utama

maraknya perilaki

kepala daerah sebagai konsekuensi atas biaya

politik tinggi y dikeluarkan.

3. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut dalam RUU Pilkada diatur


hal-hal sebagai berikut:
a.

Mekanisme pemilihan kepala daerah. Gubernur dipilih oleh DPRD dan


Bupati/Walikota dipilih secara langsung.
Dalam perkembangannya terdapat dinamika yang cukup tinggi
selama berlangsungnya pembahasan RUU tentang Pilkada, dimana
terdapat usulan perubahan mekanisme pemilihan Gubernur yang
semula dipilih melalui DPRD dalam draft RUU menjadi dipilih secara
langsung oleh rakyat dan sebaliknya pemilihan Bupati/Walikota secara
langsung pada draft awal RUU diubah menjadi dipilih DPRD.
Perubahan tersebut tidak terlepas dari berkembangnya gagasan
untuk memperkuat kedudukan provinsi dan peran Gubernur sebagai
Wakil Pemerintah dalam sistem pemerintahan daerah kedepan.
Disamping itu, konsepsi ini juga mendukung terwujudnya efisiensi dan
efektivitas biaya penyelenggaraan Pilkada.

b.

Paket kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pemilihan kepala


daerah tidak secara paket (berpasangan), wakil kepala daerah ditunjuk
oleh kepala daerah dari kalangan PNS dan jumlahnya disesuaikan
dengan karakter kewilayahan suatu daerah.

c.

Persyaratan kepala daerah (pembatasan politik dinasti).


Politik Dinasti tidak

dilarang namun dibatasi dalam selang waktu

minimal 1 (satu) kali periode masa jabatan kepala daerah petahana.


Ketentuan ini tidak melanggar HAM dan telah sesuai dengan ketentuan
Pasal 28J UUD 1945.
d.

Penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa dialihkan dari MK


dengan sifat putusan final mengikat ke MA yang didelegasikan kepada
pengadilan Tinggi dan sifat putusan dapat dikoreksi melalui upaya

hukum luar biasa.


e. Pilkada serentak; dengan opsi pemunduran/pemajuan jadwal
Pilkada yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2014.
f.

Standarisasi dana penyelenggaraan Pilkada. Memperketat sanksi


bagi Kepala Daerah dan atau DPRD yang tidak menganggarkan
biaya penyelenggaraan Pilkada dalam APBD. Selain itu diatur
terkait pembatasan dana kampanye.
15

D. RUU DESA
1. Dalam Rancangan Undang-Undang tentang Desa diatur mengenai
keberadaan desa dan desa adat di wilayah Kabupaten/Kota.
Pengaturan Desa Adat lebih ditekankan pada pelaksanaan
kewenangan

yang

berdasarkan

asal-usul

serta

dalam

penyelenggaraan pemerintahan desa, seperti dalam pemilihan


kepala desa dan pengaturan masa jabatan kepala desa yang
sepenuhnya

diserahkan

pengaturannya

kepada

daerah

berdasarkan adat istiadat yang berkembang di daerah yang


bersangkutan.
2. Dibanding Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang
Desa, asas Pengaturan Desa ke depan mengalami perubahan dan
penambahan, yaitu menjadi rekognisi, subsdiaritas, keberagaman,
kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan, musyawarah,
demokrasi, partisipasi, kesetaraan dan pemberdayaan.
3. Dalam

Penataan

penghapusan,

Desa

diatur

penggabungan,

mengenai

perubahan

pembentukan,

status

desa serta

penetapan desa adat. Untuk pembentukan Desa disamping


ditingkatkan persyaratannya prosedurnya pun diperpanjang melalui
desa persiapan, rekomendasi Gubernur serta adanya kodifikasi dari
Pusat.

Selanjutnya

dalam

rangka

mengakomodir

berbagai

permasalahan mengenai perubahan status kelurahan menjadi desa


yang selama ini belum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
72 Tahun 2005 tentang Desa maka dalam Rancangan UndangUndang tentang desa diatur mengenai ketentuan ini.
4. Terkait keuangan desa, RUU ini mengatur mengenai sumber-sumber

pendapatan desa, yaitu Pendapatan Asli Desa, bagi hasil pajak


dan retribusi daerah, alokasi anggaran dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara, Dana Perimbangan dikurangi Dana Alokasi

Khusus minimal 10% untuk Desa, yang selanjutnya disebut ADD,


hibah serta sumbangan pihak ketiga. Draft RUU Desa mengenai
Alokasi Dana Desa yang diterima desa akan lebih besar jumlahnya
dibandingkan

yang

saat

ini

diterima

desa.

Hal

ini

karena

perhitungan ADD bagian dari dana perimbangan minimal 10 %


hanya dikurangi DAK, sedangkan ADD saat ini (sesuai PP No.
72/2005) adalah bagian dana perimbangan setelah dikurangi belanja
pegawai dan DAK. Dari hasil simulasi rata-rata desa akan menerima ADD
antara 560 jt s.d 1 Milyar.
Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa isu krusialnya mengenai
masa jabatan Kepala Desa, yaitu 6 tahun kali 3 periode. Hal ini penting
untuk mengakomodir berbagai saran dan masukan daerah sebagai
upaya untuk memberikan kesempatan kembali bagi Kades-kades yang
berprestasi.
==== OOOO =====

17

Anda mungkin juga menyukai