Anda di halaman 1dari 5

Bab i

Latar belakang
Penyakit cacingan merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi di masyarakat namun
kurang mendapatkan perhatian (neglected diesease). Penyakit yang termasuk kelompok neglected
diesease memang tidak menyebabkan wabah yang muncul dengan tiba-tiba ataupun menyebabkan
banyak korban, tetapi merupakan penyakit yang secara perlahan menggerogoti kesehatan manusia,
menyebabkan kecacatan tetap, penurunan intelegensia pada akhirnya dapat pula menyebabkan
kematian. Salah satu jenis penyakit dari kelompok ini adalah penyakit cacingan.
Infeksi cacingan ini daat menyebabkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan
produktifitas penderita karena adalanya kehilangan karbohirat dan protein serta kehilangan darah.
Spesies cacing yang masih sering menjadi masalah kesehatan diantaranya ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura, dan Ancylostoma duodenale dan nechator americanus.

Rumusan masalah
1.
2.
3.
4.
5.

Apa yang dimaksud dengan cacingan?


Apa Ethiologi dan pathofisiologi dari cacingan?
Apa tanda dan gejala dari cacingan?
Apa saja parameter laboratorium?
Bagaimana tatalaksana terapi dan monitoring?

Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.

Mengerti tentang definisi cacingan


Memahami ethiologi dan pathofisiologi cacingan
Mengetahui tanda dan gejala dari acingan
Mengetahui parameter laboratorium untuk penyakit cacingan
Mengerti dan memahami tatalaksana dan monitoring cacingan

Bab ii
Penyakit cacingan

Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan
dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk Nematoda usus.
Sebagian besar dari Nematoda ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Diantara Nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang penularannya melalui tanah (Soil
Transmitted Helminths) diantaranya yang tersering adalah Ascaris lumbricoides, Necator
americanus, Ancylostoma duodenale dan Trichuris trichiura (Gandahusada, 2000).

Ascaris lumbricoides
Patofisiologi
Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Dapat berupa gangguan
usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat,
terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan penyerapan makanan (malabsorbtion).
Keadaan yang serius, bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan pada
usus (Ileus obstructive).
Selain itu menurut Effendy yang dikutip Surat Keputusan Menteri Kesehatan (2006) gangguan
juga dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru sehingga dapat menyebabkan
perdarahan pada dinding alveolus yang disebut Sindroma Loeffler.
Ethiologi

Ascariasis disebabkan oleh Ascaris Lumbricoides. Stadium infektif Ascaris Lumbricoides


adalah telur yang berisi larva matang. Sesudah tertelan oleh hospes manusia, larva dilepaskan
dari telur dan menembus diding usus sebelum migrasi ke paru-paru melalui sirkulasi vena.
Mereka kemudian memecah jaringan paru-paru masuk ke dalam ruang alveolus, naik ke
cabang bronkus dan trakea, dan tertelan kembali. Setelah sampai ke usus kecil larva
berkembang menjadi cacing dewasa (jantan berukuran 15-25cm x 3mm dan betina 25-35cm x
4mm).
Cacing betina mempunyai masa hidup 1-2 tahun dan dapat menghasilkan 200.000 telur setiap
hari. Telur fertil berbentuk oval dengan panjang 45-60 m dan lebar 35-50 m. Setelah
keluar bersama tinja, embrio dalam telur akan berkembang menjadi infektif dalam 5-10 hari
pada kondisi lingkungan yang mendukung.

Tanda dan gejala


Gejala cacingan sering dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Pada permulaan mungkin ada
batuk-batuk dan eosinofilia. Anak yang menderita cacingan biasanya lesu, tidak bergairah dan
kurang konsentrasi belajar.
Pada anak-anak yang menderita Ascariasis lumbricoides perutnya tampak buncit, perut sering
sakit, diare, dan nafsu makan kurang. Biasanya anak masih dapat beraktivitas walau sudah
mengalami penuruanan kemampuan belajar dan produktivitas. Pemeriksaan tinja sangat
diperlukan untuk ketepatan diagnosis yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di dalam tinja
tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan beratnya infeksi
(Menteri Kesehatan, 2006)
Gejala cacingan sering dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Pada permulaan mungkin ada
batuk-batuk dan eosinofilia. Anak yang menderita cacingan biasanya lesu, tidak bergairah dan
kurang konsentrasi belajar.
Pada anak-anak yang menderita Ascariasis lumbricoides perutnya tampak buncit, perut sering
sakit, diare, dan nafsu makan kurang. Biasanya anak masih dapat beraktivitas walau sudah
mengalami penuruanan kemampuan belajar dan produktivitas. Pemeriksaan tinja sangat
diperlukan untuk ketepatan diagnosis yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di dalam tinja
tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan beratnya infeksi
(Menteri Kesehatan, 2006)

Ancylostoma (cacing tambang)


pathofiologi
Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus. Selain mengisap darah, cacing tambang juga
menyebabkan perdarahan pada luka tempat bekas tempat isapan.
Infeksi oleh cacing tambang menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga
penderita mengalami kekurangan darah (anemia) akibatnya dapat menurunkan gairah kerja
serta menurunkan produktifitas. Kekurangan darah akibat cacingan sering terlupakan karena
adanya penyebab lain yang lebih terfokus (Menteri Kesehatan, 2006)
Etiologi:
Penyakit cacing tambang adalah penyakit infeksi yang disebabkan cacing Ancylostoma duodenale
dan Necator americanus. Cacing ini banyak terdapat di tanah di perkebunan kopi, teh dan karet.
Cara penularan penyakit cacing tambang adalah melalui larva cacing yang terdapat di tanah yang
menembus kulit (biasanya diantara jari-jari kaki), cacing ini akan berpindah ke paru kemudian ke
tenggorokan dan akan tertelan masuk saluran cerna. Seekor cacing tambang dapat menyebabkan
kehilangan darah sebanyak 0,2 ml setiap harinya. Cacing dewasa dapat hidup di usus selama satu
hingga lima tahun di mana cacing betina memproduksi telur. Pada infeksi ringan hanya sedikit sekali

kehilangan darahnya tetapi pada infeksi berat dapat menimbulkan pendarahan hebat, kekurangan
zat besi dan berat badan turun drastis.
Seekor cacing tambang dewasa dapat bertelur antara 10.000-30.000 telur per 24 jam. Telur ini akan
bertahan lama di tanah yang lembab, sejuk dan di sekitar pohon yang rindang yang biasanya
terdapat di daerah perkebunan. Untuk telur cacing tambang akan dikeluarkan bersama feses. Ketika
berada di dalam tanah akan menetas dalam waktu 1-2 hari dan kemudian akan menjadi larva
Rabeniti Forem. Pada hari ke-3 Rabeniti Forem akan menjadi Pilari Forem. Dalam bentuk ini
dapat hidup di tanah selama 8 minggu. Dalam waktu kisaran tersebut akan terinjak kaki dan akan
menembus kulit dan menuju kepiler darah.

Tanda dan gejala


Lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap penyakit, prestasi kerja
menurun, dan anemia merupakan manifestasi klinis yang sering terjadi. Di samping itu juga
terdapat eosinofilia (Menteri Kesehatan, 2006). Gjala yang sering ditungjukan adalah Gangguan
pencernaan berupa mual, muntah, diare dan nyeri di ulu hati, Pusing, nyeri kepala,Lemas dan lelah,
Anemia, Gatal didaerah masuknya cacing.
Trichuris trichiura (cacing cambuk)
Patofisiologi
Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di sekum dapat juga ditemukan di dalam kolon
asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak cacing ini tersebar diseluruh kolon dan rektum,
kadang-kadang terlihat pada mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya
penderita sewaktu defekasi.
Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus hingga terjadi trauma yang
menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat pelekatannya dapat
menimbulkan perdarahan. Di samping itu cacing ini juga mengisap darah hospesnya sehingga
dapat menyebabkan anemia (Menteri Kesehatan, 2006)
Ethiologi
Cacing Cambuk Manusia merupakan hospes cacing ini. Cacing betina panjangnya sekitar 5 cm dan
yang jantan sekitar 4 cm. Cacing dewasa hidup di kolon ascendens dengan bagian anteriornya masuk
ke dalam mukosa usus. Satu ekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur sehari sekitar 3.000
5.000 butir. Telur yang dibuahi dikelurkan dari hospes bersama tinja, telur menjadi matang (berisi
larva dan infektif) dalam waktu 3 6 minggu di dalam tanah yang lembab dan teduh. Cara infeksi
langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia (hospes), kemudian larva akan keluar
dari telur dan masuk ke dalam usus halus sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal
dan masuk ke kolon ascendens dan sekum. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi
cacing dewasa betina dan siap bertelur sekitar 30 90 hari. Untuk penyebaran infeksi ini yang paling
penting merupakan kontaminasi tanah dengan tinja. Telur cacing trichuris trichiura ini tumbuh
didaerah tanah liat, tempat yang lembab dan teduh dengan suhu rata-rata 30C. pada daerah yang
banyak menggunakan tinja sebagai pupuk merupakan jalur infeksi yang tepat. Frekuensi infeksi

cacing ini diindonesia sangat tinggi. Di berbagai daerah pedesaan di Indonesia frekuensi infeksinya
hingga mencapai 30-90%.

Tanda dan gejala

Infeksi Trichuris trichiura yang ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau
sama sekali tanpa gejala. Sedangkan infeksi berat dan menahun terutama pada anak
menimbulkan gejala seperti diare, disenteri, anemia, berat badan menurun dan kadang-kadang
terjadi prolapsus rektum. Infeksi Trichuris trichiura yang berat juga sering disertai dengan infeksi
cacing lainnya atau protozoa. Diagnosa dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja
(Gandahusada, 2000).

I.

PARAMETER UJI LABORATORIUM


1. Pemeriksaan makroskopis.
Feses.
Pemeriksaan fses ( tinja ) merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium yang
telah lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu penyakit.
Indikasi pemeriksaan :
Adankya diare dan konstipasi, adanya darah dalam tinja, adanya lendir dalam
tinja, adany ikterus, adanya gangguan pencernaan, kecurigaan penyakit
gastroointestinal.
Pemeriksaan makroskopis tinja meliputi: pemeriksaan jumlah, warna, bau, darah,
lendir, dan parasit. Feses untuk pemeriksaan sebaiknya berasal dari defekasi
spontan. Jika pemeriksaan sangat diperlukan, bisa juga mengambl sampel tinja
dengan cara memasukkan jari secara langsung ke dalam rectum. Untuk
pemeriksaan biasanya dipakai tinja sewaktu, jarang menggunakan tinja selama 24
jam untuk pemetiksaan tertentu.
2. Pemeriksaan mikroskopis.
Pemeriksaan mikroskopis meliputi : pemeriksaan protozoa, telur cacing, leukosit,
eritrosit, sel epitel, kristal, makrofag dan sel ragi. Dari pemeriksaan yang
dilalkukan, yang terpenting dalam pemeriksaan adalah pemeriksaan protozoa dan
telur cacing.
Protozoa: biasanya berbentuk kista,bila konsistensi tinja cair baru didapatkan
bentuk trofozoit.

Telur cacing yang mungkin didapatkan adalah ; ascaris lumbricoides, necator americanus, enterobius
vermicularis, trichuris trichiura, strongloides stercoralis, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai