PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kelahiran merupakan hal yang sangat membahagiakan bagi seorang ibu. Anak yang lahir
dengan kondisi sehat adalah harapan semua wanita. Tetapi tidak semua wanita melahirkan secara
normal serta mendapatkan bayi yang sehat. Terdapat berbagai komplikasi yang terjadi pada saat
persalinan. Dalam hal ini yang paling sering ditemukan adalah kasus asfiksia neonatorum atau
asfiksia pada bayi baru lahir.
Menurut WHO, setiap tahunnya , sekitar 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami
asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian balita,
sebanyak 38% meninggal pada masa BBL (IACMEG, 2005). Kematian BBL di Indonesia
terutama disebabkan oleh prematuritas (32%), asfiksia (30%), infeksi (22%), kelainan kongenital
(7%), lain-lain (9%) (WHO, 2007)
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran
gas serta transpor oksigen dari ibu ke janin, sehingga terdapat gangguan dalam persediaan
oksigen dan dalam menghilangkan karbondioksida. Faktor-faktor predisposisi pada asfiksia bayi
baru lahir antara lain karena persalinan tindakan (ekstraksi forceps, vacuum ekstraksi, dan seksio
sesarea) dengan berbagai komplikainya yang bersifat depresi terhadap pernafasan bayi baru lahir,
hipertensi dan preeklamsia pada ibu, solusio plasenta, maupun kompresi tali pusat
bayi,sementara itu proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian akan berlanjut
dengan pernafasan teratur (Hasan .Ed.,dkk, 2007). Dampak asfiksia yang tidak tertangani
dengan cepat dan baik dapat menyebabkan kematian bayi baru lahir (Hasan Ed.,dkk, 2007).
Upaya-upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama
kematian BBL adalah pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal/dasar dan
pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga profesional. Untuk menurunkan kematian BBL karena
asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan
ketrampilan manajemen asfiksia pada BBL. Kemampuan dan ketrampilan ini digunakan setiap
kali menolong persalinan. (JNPK-KR, 2008), sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan taraf
hidup ibu dan bayi yang pada akhirnya dapat menurunkan AKI dan AKB. Oleh karena itu dalam
makalah ini akan kami bahas mengenai asfiksia neonatorum serta penatalaksanaan pada kasus
asfiksia neonatorum.
Mahasiswa mampu melakukan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kasus asfiksia
neonatorum.
1.3 Manfaat
Setelah mempelajari, memahami dan menggunakan manajemen kebidanan ini Mahasiswa
diharapkan dapat mengaplikasikan teori yang telah didapat dengan kasus yang ada di lapangan
untuk memberikan pelayanan yang bermutu sehingga dapat mendukung peran, tugas dan
tanggung jawab bidan.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Asfiksia Neonatorum
2.1.1 Definisi Asfiksia Neonatorum
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir dilahirkan tidak segera
Bernafas spontan dan teratur setelah dilahirkan (JNPK-KR. 2008).
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 1998 : 319).
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal
nafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan
oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2010 : 102).
2.1.2
1.
a.
b.
2.
a.
b.
c.
d.
1.
2.
3.
4.
Etiologi
Pada janin kegagalan pernafasan disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
Gangguan sirkulasi dari ibu ke janin, diantaranya disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut
:
Gangguan aliran pada tali pusat, hal ini biasanya berhubungan dengan adanya lilitan tali pusat,
simpul pada tali pusat, tekanan yang kuat pada tali pusat, ketuban telah pecah yang menyebabkan
tali pusat menumbung, dan kehamilan lebih bulan (post term).
Adanya pengaruh obat, misalnya pada tindakan SC yang menggunakan narkosa.
Faktor dari ibu selama kehamilan meliputi :
Gangguan his, misalnya karena atonia uteri yang dapat menyebabkan hipertoni
Adanya perdarahan pada plasenta previa dan solution plasenta yang dapat menyebabkan
turunnya tekanan darah secara mendadak.
Vasokonstriksi arterial pada kasus hipertensi kehamilan dan pre eklampsia dan eklampsia.
Kasus solution plasenta yang dapat menyebabkan gangguan pertukaran gas (oksigen dan zat
asam arang). (Dewi, 2010 : 103).
Towell (1996) mengajukan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi baru lahir yaitu :
Faktor ibu
a. Hipoksia ibu, dapat terjadi karena hipoventilisasi akibat pemberian obat analgetika atau
anastesia dalam sehingga akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya
b. Gangguan aliran darah uterus. Menguranginya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
kekurangan pengaliran O2 ke plasenta dan janin. Misalnya : gangguan kontraksi uterus
(hiportemi, hipotoni, tetani uterus akibat penyakit / obat), hipotensi mendadak pada ibu akibat
perdarahan, hipertensi akibat penyakit eklamsia.
Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin
atas terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusi plasenta, perdarahan
plsenta dan plasenta previa.
Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah
umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ii dapat
ditemukan pada keadaan tali pusat menumbug, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara
janin dan jalan lahir
Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir yang dapat terjadi beberapa hal yaitu :
a. Pemakaian alat anastesi (analgetika yang berlebihan pada ibu)
b. Trauma yang terjadio pada persalinan (perdarahan intracranial)
c. Kelainan congenital pada bayi (hernia diafragmatika, atesi/stnosis saluran pernafasan,
hipoplasia). (Dewi, 2010 : 103)
2.1.3
a.
b.
c.
d.
e.
f.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
3.
Asfiksia ringan (nilai APGAR Score 7 10)
Pada asfiksia ringan tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut :
Takipnea dengan nafas lebih dari 60 kali per menit
Bayi tampak sianosis
Adanya retraksi dada
Bayi merintih
Ada penafasan cuping hidung
Bayi kurang aktivitas
Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, dan wheezing positif
1.
2.
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardivaskuler yang disebabkan oleh
beberapa keadaan diantaraya :
Patofisiologi
Dapat disebabkan oleh semua keadaan yang menyebabkan gangguan pertukaran O2 dan
CO2sehingga berakibat :
a. O2 tidak cukup dalam darah, disebut hipoksia
b. CO2 tertimbun dalam darah, disebut hiperkaphea
Akibat dapat menyebabkan asidosis tipe respiratorik atau campurandengan asidosis
metabolic karena mengalami metabolisme yang anaerob, juga dapat terjadi hipaglikemia.
2.1.6
1.
2.
3.
Prognosis
Asfiksia ringan / normal : baik
Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat,prognosa baik
Asfiksia berat dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau kelainan saraf
permanent. Asfiksia dengan Ph 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma, dan kelainan
neurologist yang permanent misalnya cerebal palsy, mental retar dation
(Lab/ Upf Ilmu kesehatan anak, 1994).
2.1.7
Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh asfiksia neonatorum adalah :
Sembab otak
Perdarahan otak
Anoria atau oliguria
Hiperbilirubinemia
2.1.8
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2.
2.1.9 Penanganan
1.
Prinsip dasar resusitasi ialah:
a. Memberi lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas
serta merangsang timbulnya pernafasan
b. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha nafas lemah
c. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
d. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
2.
Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
Tidak membiarkan bayi kedinginan agar tidak memperoleh kondisi asifiksia. Dapat dilakukan
dengan pemakaian lampu yang cukup kuat untuk pemanasan luar dan pengeringan tubuh bayi
perlu dikerjakan untuk mengurangi evaporasi.
b. Pembersihan jalan nafas
Pada saat pemberishna saluran nafas bagian atas dari lender dan cairan amnion letak kepala harus
lebih rendah untuk memudahkan dan melancarkan keluarnya lender. Bila terdapat lender kental
yang melekat ditrakea dan sulit dikeluarkan dengan penghisapan biasa, dapat digunakan
laringoskop neonatal.
3.
Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
a. Sebagian besar dapat dilakukan dengan penghisapan lender dan cairan amnion melalui
nasofaring
b. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung
c. Rangsangan nyeri dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki bayi menekan tendom
achilles
4.
Tindakan khusus
a. Asfiksia berat (skor apgar 0-3);
1) Memperbaiki ventilasi paru dengan memberikan O2 dengan tekanan dari intermiten / melakukan
intubasi endotrakeal
2) Meletakkan Katter dalam trakea, O2 diberikan dengan tekanan tidak lebih dari 30 cm H2O untuk
mencegah kemungkinan terjadinya inflasi paru berlebihan yang dapat menimbulkan rupture
alvedi
3) Memberikan antibiotika profilaksi pada bayi yang mendapat tindakan pemasangan kateter
4) Asfiksia yang disertai asidosis paru perlu diberikan bikar bonas natrikus dengan dosis 2-4
mEg/kgbb atau larutan bikarbonas natrikus 7,5 % ditambah dengan glukosa 15-20 % dengan
dosis 2-4 ,l/kgbb (kedua obat ini disuntikan secara intravena dengan perlahan-lahan melalui
umbilikalis)
5) Jika setelah 3x inflasi tidak ada perbaikan pernafasan maka harus segera masase jantung
eksternal dengan frekuensi 80-100 x / menit. Dilakukan dengan cara 1 kali ventilisasi tekanan
diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks
b. Asfikisa sedang (skor apgar 4-6)
1). Melakukan stimulasi dalam waktu 30-60 detik bila tidak timbul pernafasan spontan maka
ventilisasi aktif harus segar dilakukan
2) Cara ventilisasi aktif yaitu dengan meletakkan kateter O2 intranasal dan O2 dialirkan dengan
aliran 1-2 1/menit
3) Memberikan posisi dorsoflkeis kepala pada bayi
4) Lakukan gerakan membuika dan menutup nares dan mulut secara teratur disertai gerakan dagu
keatas da ke bawah dalam frekuensi 20x/menit sambil memperhatikan gerakan dinding toraks
dan abdomen
5) Jika tidak ada hasil yang diperlihatkan oleh bayi maka lakukan ventilisasi mulut ke mulut atau
ventilisasi kantong masker. Ventilisasi dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20 30 x/menit
sambil memperhatikan gerakan pernafasan spontan yang timbul. (Hasan, 1985 : 1077)
1.
2.
Menurut APN (2008), setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa BBL perlu
resusitasi, maka tindakan harus segera dilakukan. Pemotongan tali pusat dapat dilakukan diatas
perut ibu atau di dekat perineum.
Pemotongan tali pusat diatas perut ibu
Bayi baru lahir segera diletakkan di atas kain yang ada di perut ibu dengan posisi kepala sedikit
ekstensi, kemudian diberikan selimut tetapi bagian dada tetap terbuka. Kemudian klem dan
potong tali pusat. Tali pusat tidak usah diikat dulu, dan tidak dibungkus.
Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, tidak pada waktu memasukkan
Jangan melakukan pengisapan terlalu dalam yaitu > 5 cm kedalam mulut karena dapat
menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau bayi tiba tiba berhenti bernafas. Untuk
hidung jangan sampai melewati cuping hidung
d. Keringkan dan berikan rangsangan taktil
e. Atur kembali posisi kepala bayi
2.
TAHAP II : VENTILASI
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke
dalam paru dengan tekanan positif, untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan
dan teratur.
Langkah langkah :
a. Pasang sungkup
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung.
b. Ventilasi 2 kali
Lakukan tiupan atau remasan dengan tekanan 30 cm air.
Tiupan awal tabung dan sungkup atau remasan awal balon dan sungkup penting untuk menguji
apakah jalan napas bayi terbuka dan membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernapas.
Lihat apakah dada bayi mengembang
Saat melakukan tiupan atau remasan perhatikan apakah dada bayi mengembang.Jika tidak
mengembang :
o
o
o
o
Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor.
Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu.
Periksa cairan atau lendir di mulut. Jika ada lendir atau cairan lakukan penghisapan.
Lakukan tiupan atau remasan 2 kali dengan tekanan 30 cm , jika dada mengembang lakukan tahap
berikutnya.
c. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
- Tiup tabung atau remas balon resusitasi sebanyak 20 kali dalam 30 detik, dengan tekanan 20 cm
air sampai bayi mulai bernapas spontan atau menangis.
- Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau peremasan, setelah 30 detik lakukan
penilaian ulang napas.
Jika bayi mulai bernapas normal/tidak megap megap dan atau
menangis, hentikan ventilasi bertahap.
o Lihat dada bawah apakah ada retraksi.
o Hitung frekuensi napas per menit.
Jika bernapas > 40 per menit dan tidak ada retraksi berat :
Prenatal
2.2.3 Planning
1. Memberikan KIE pada ibu dan keluarga tentang kondisi bayi
E/ Ibu dan keluarga mengerti kondisi bayi dan tampak kooperatif dengan bidan.
2. Menjaga kehangatan bayi dengan cara menyelimuti dengan kain dan memotong tali pusat.
E/ Bayi belum menangis spontan, tali pusat sudah terpotong.
3. Memindahkan bayi ke tempat resusitasi.
E/ Bayi masih lemah.
4. Mengatur posisi bayi menghidu/kepala sedikit ekstensi.
E/ Jalan nafas tidak tersumbat.
5. Menghisap lendir mulai dari mulut kemudian hidung dengan DeLee.
E/ Bayi ada usaha nafas spontan, bayi merintih.
6. Mengeringkan bayi mulai muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya serta memberi rangsang
taktil.
E/ Bayi sudah bisa menangis spontan, kulit kemerahan, tonus otot baik.
7. Mengatur kembali posisi kepala bayi.
E/ Jalan nafas bebas dan tidak tersumbat lendir.
8. Melakukan penilaian pada bayi
E/ Bayi bisa bernapas spontan.
9. Melakukan asuhan pasca resusitasi pada bayi, meliputi:
Pemantauan tanda bahaya
Perawatan tali pusat
Inisiasi menyusui bayi
Pencegahan hipotermi
Pemberian neo K
Pencegahan infeksi
Pemeriksaan fisik
E/ Kondisi bayi dalam batas normal, tidak ada kelainan kongenital.
10. Melakukan pemeriksaan TTV pada bayi.
E/ BB : 3000 gr ; PB : 40 cm ; Nadi:60 x/menit ; S: 36,7o C
11. Melakukan rawat gabung antara bayi dan ibu.
E/ ibu dan bayi tampak lebih nyaman.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 PENGKAJIAN DATA
Tanggal
: 28 November 2013
Jam
: 21.48 WIB
Tempat
: di Rumah Bersalin Mutiara
Oleh
: Bidan Ais, Amd. Keb.
No. Reg : 3.1.1 Data Subyektif
1. Biodata
Nama bayi
: Y
Nama ibu/ayah
Tanggal lahir : 28-11-13
Umur
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan
Umur
: 3 menit
Pekerjaan
Alamat
: Jojoran, Sby
Agama
Alamat
: Ny. R &Tn H
: 19 th& 26 th
: SMP & SMP
: IRT & swasta
: Islam
: Jojoran,Sby
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Prenatal
Ibu mengatakan hamil pertama, ibu tidak pernah menderita penyakit yang dapat mempengaruhi
seperti DM, hepatitis, jantung, asma, hipertensi, dan TBC.Ibu periksa hamil 6x selama hamil. Ibu
suntik TT selama hamil 2x, ibu makan 2-3 x. hari
4. Riwayat Natal
Ibu mengatakan usia kehamilannya 9 bulan, bayi lahir 21.45 WIB lahir normal, Bayi lahir tidak
langsung menangis.BB bayi 3000 gr PB.40 cm ketuban banyak dan keruh, lilitan tali pusat dan
ditolong oleh bidan.
5. Kebutuhan dasar
a. Pola nutrisi
Bayi belum diberi ASI dan belum diberi makanan tambahan (PASI)
b. Pola eliminasi
Bayi belum bisa BAB, BAK sedikit
c. Pola istirahat / tidur
b. PB : 40 cm
c. LK : 34 cm
3.2 ASSESMENT
Diagnosa
: Bayi baru lahir dengan asfiksi sedang
Diagnosa Potensial
: Asfikisa berat, Gangguan SSP, kejang, kematian.
Masalah
:Masalah potensial
:3.3 PLANNING
1. Memberikan KIE pada ibu dan keluarga tentang kondisi bayi.
E/ Ibu dan keluarga mengerti kondisi bayi dan tampak kooperatif dengan bidan.
2. Menjaga kehangatan bayi dengan cara menyelimuti dengan kain dan memotong tali pusat.
E/ Bayi belum menangis spontan, tali pusat sudah dipotong.
3. Memindahkan bayi ke tempat resusitasi.
E/ Bayi masih lemah.
4. Mengatur posisi bayi menghidu/kepala sedikit ekstensi.
E/ Jalan nafas tidak tersumbat.
5. Menghisap lendir mulai dari mulut kemudian hidung dengan DeLee.
E/ Bayi ada usaha nafas spontan, bayi merintih.
6. Mengeringkan bayi mulai muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya serta memberi rangsang taktil.
E/ Bayi sudah bisa menangis spontan, kulit kemerahan, tonus otot baik.
7. Mengatur kembali posisi kepala bayi.
E/ Jalan nafas bebas dan tidak tersumbat lendir.
8. Melakukan penilaian pada bayi
E/ Bayi bisa bernapas spontan.
9. Melakukan asuhan pasca resusitasi pada bayi, meliputi:
Pemantauan tanda bahaya
Perawatan tali pusat
Inisiasi menyusui bayi
Pencegahan hipotermi
Pemberian neo K
Pencegahan infeksi
Pemeriksaan fisik
E/ Kondisi bayi dalam batas normal, tidak ada kelainan congenital.
10. Melakukan pemeriksaan TTV pada bayi:
E/ BB : 3000 gr ; PB : 40 cm ; Nadi:60 x/menit ; S: 36,7o C
11. Melakukan rawat gabung antara bayi dan ibu
E/ ibu dan bayi tampak lebih tenang dan nyaman.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Asfiksia neonatorum merupakan kasus yang banyak dijumpai dilapangan yang disebabkan
karena keadaan ibu, keadaan tali pusat, serta keadaaan bayi pada pertolongan persalinan. Sebagai
bidan tentunya harus memiliki kemampuan atau berkompeten untuk melakukan resusitasi pada
bayi baru lahir saat terjadi kasus asfiksia. Karena tindakan yang cepat dan tepat dalam
penanganan kasus asfiksia sangat berpengaruh terhadap penurunan Angka Kematian Bayi
(AKB). Selain itu konseling dan pemberian inform consent sangat penting dilakukan dalam
penanganan kasus asfiksia ini.
4.2
Saran
Hendaknya dalam asuhan kebidanan dikumpulkan data yang lengkap dan valid, agar kita sebagai
tenaga kesehatan memberikan asuhan yang optimal baik pada intervensi maupun implementasi
terlebih dalam menentukan atau mengidentifkasi atau diagnosa dan masalah sehingga kita dapat
memahami dan melakukan kebutuhan segera melakukan penanganan yang sesuai atau kompeten.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Soetomo. RSU.1994. PedomanDiagnosadanTerapi Lab/UPF IlmuKesehatananak. Surabaya: FK
UNAIR
Hassan, Rusepno, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3. Jakarta: Infomedika
JNPK-KR. 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta
Manuaba,
Ida
Bagus,
1998. IlmuKebidananPenyakitKandungan
Dan