Anda di halaman 1dari 11

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nilai Tukar

Nilai tukar atau kurs merupakan harga dari satu mata uang dalam mata uang lain (Miskhin,2008).
Nilai tukar atau kurs satu mata uang terhadap lainnya merupakan bagian dari proses valuta asing.
Menurut Dornbusch,S and R.Startz Fisher Perubahan nilai tukar mata uang bisa terjadi karena
empat hal, yaitu :
a.

b.

c.
d.

Depresiasi (depreciation), adalah penurunan harga mata uang nasional terhadap berbagai
mata uang asing lainnya, yang terjadi karena tarik menariknya kekuatan-kekuatan supply
and demand di dalam pasar (market mechanism).
Apresiasi (appreciation), adalah peningkatan harga mata uang nasional terhadap berbagai
mata uang asing lainnya, yang terjadi karena tarik menariknya kekuatan-kekuatan supply
and demand di dalam pasar (market mechanism).
Devaluasi (devaluation), adalah penurunan harga mata uang nasional terhadap berbagai
mata uang asing lainnya yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara.
Revaluasi (revaluation), adalah peningkatan harga mata uang nasional terhadap berbagai
mata uang asing lainnya yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara.

Menurut Triyono (2008) terdapat lima jenis sistem kurs utama yang berlaku, yaitu: sistem kurs
mengambang (floating exchang rate), kurs tertambat (pegged exchange rate), kurs tertambat
merangkak (crawling pegs),sekeranjang mata uang (basket of currencies), kurs tetap (fixed
exchange rate).
Di setiap negara memiliki suatu sistem kurs yang biasanya ditentukan oleh kebijakan yang dianut
oleh pemerintah di masing-masing negara. Terdapat tiga sistem kurs valuta asing yang dipakai
suatu negara, yaitu:
a.

b.

Sistem kurs bebas (floating), dalam sistem ini tidak ada campur tangan pemerintah untuk
menstabilkan nilai kurs. Nilai tukar kurs ditentukan oleh permintaan dan penawaran
terhadap valuta asing.
Sistem kurs tetap (fixed), dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang
bersangkutan turut campur secara aktif dalam pasar valuta asing dengan membeli atau
menjual valuta asing jika nilainya menyimpang dari standar yang telah ditentukan.

c.

Sistem kurs terkontrol atau terkendali (controlled), dalam sistem ini pemerintah atau bank
sentral negara yang bersangkutan mempunyai kekuasaan eksklusif dalam menentukan
alokasi dari penggunaan valuta asing yang tersedia. Warga negara tidak bebas untuk campur
tangan dalam transaksi valuta asing. Capital inflows dan ekspor barang-barang
menyebabkan tersedianya valuta asing.

Apabila terjadi Kenaikan harga valuta asing (kurs)/depresiasi atas mata uang dalam negeri. Mata
uang asing menjadi lebih mahal, ini berarti nilai relatif mata uang dalam negeri merosot.
Sedangkan kurs menurun atau apresiasi mata uang dalam negeri, maka mata uang asing menjadi
lebih murah, ini berarti nilai relatif mata uang dalam negeri meningkat. Nilai tukar merupakan
salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena
investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs rupiah
terhadap mata uang asing khususnya Dollar AS memiliki pengaruh negatif tehadap ekonomi dan
pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).
2.2 Net Expor
Menurut William A. McEachern (2000;148) ekspor neto adalah sama demgan nilai ekspor
barang dan jasa di kurangi impor barang dan jasa. Sebelumnya dibahas mengenai definisi ekspor
dan impornya. Sedangkan, dalam N. Gregory mankiw (2006:27) ekspor neto (net export) adalah
nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurang nilai barang dan jasa yang di impor
dari negara lain. Ekspor neto bernilai positif ketika nilai ekspor lebih besar dari nilai impor dan
negatif ketika nilai impor lebih besar daripada nilai ekspor. Ekspor neto menunjukkan
pengeluaran neto dari luar negeri atas barang dan jasa , yang memberikan pendapatan bagi
produsen domestik.
Secara terpisah dapat dijelaskan bahwa impor diartikan sebagai pembelian barang dan jasa dari
luar negeri ke dalam negeri dengan perjanjian kerjasama antara 2 negara atau lebih. Impor juga
bisa dikatakan sebagai perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke wilayah
Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku (Hutabarat, 1996 : 403)
Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke
dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai
di negara pengirim maupun penerima.

Perubahan nilai impor di Indonesia sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sosial politik,
pertahanan dan keamanan, inflasi, kurs valuta asing serta tingkat pendapatan dalam negeri yang
diperoleh dari sektor-sektor yang mampu memberikan pemasukan selain perdagangan
internasional. Besarnya nilai impor Indonesia antara lain ditentukan oleh kemampuan Indonesia
dalam mengolah dan memanfaatkan sumber yang ada dan juga tingginya permintaan impor
dalam negeri.
Sedangkan Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara
lain. Biasanya proses ekspor dimulai dari adanya penawaran dari suatu pihak yang disertai
dengan persetujuan dari pihak lain melalui sales contract process, dalam hal ini adalah pihak
Eksportir dan Importir. Proses pembayaran untuk pengiriman ini dapat melalui metode Letter of
Credit (L/C) atau non-L/C, masing-masing metode memiliki risiko dan keuntungan tersendiri.
Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan internasional. Penjualan barang oleh eksportir
keluar negeri dikenai berbagai ketentuan dan pembatasan serta syarat-syarat khusus pada jenis
komoditas tertentu termasuk cara penangan dan pengamanannya. Setiap negara memiliki
peraturan dan ketentuan perdagangan yang berbeda-beda. Khusus ekspor komoditas pertanian
dan perikanan di indonesia sebagaian besar tidak memiliki ketentuan dan syarat yang terlalu
rumit bahkan pemerintah saat ini mempermudah setiap perusahaan untuk mengekspor hasil
pertanian dan perikanannya ke luar negeri. Hal ini merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan ekspor di Indonesia.
Menurut Anatasia Widhia K.W Debat mengenai peranan ekspor dalam pembangunan ekonomi
sudah tampak sejak tahun 1950an. Dalam teori ekonomi makro (macro-economic theory),
hubungan antara ekspor dengan pertumbuhan ekonomi dan atau pendapatan nasional merupakan
suatu persamaan identitas karena ekspor merupakan bagian dari tingkat pendapatan nasional.
Tetapi, dalam teori ekonomi pembangunan, keterkaitan kedua variabel tersebut merupakan kasus
khusus yang menarik untuk dibahas terutama dalam dataran empiris.
Hasil penelitian Salamo dan Hutabarat (2007), menunjukkan dalam jangka panjang ekspor,
impor, nilai tukar riil, jumlah pekerja dan krisis berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Berdasarkan temuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ekspor adalah
mesin pertumbuhan ekonomi atau Export Led Growth, nilai tukar riil adalah salah satu faktor
daya saing.
Pada dasarnya beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional suatu

negara dengan negara lainnya bersumber dari keinginan untuk memperluas pemasaran komoditas
ekspor, memperbesar devisa bagi kegiatan pembangunan, perbedaan penawaran dan permintaan
antar negara, serta akibat perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditas tertentu
(Gonarsyah, 1987).
2.3 Pertumbuhan Ekonomi

Masyarakat sering mengartikan pertumbuhan ekonomi itu sebagai pembangunan. Namun


nyatanya paham pertumbuhan dan pembangunan itu memiliki perbedaan yang jelas.
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang
menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran
masyarakat meningkat (Sukirno, 2000). Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur apa yang telah
didapat atau dicapai dari perkembangan suatu perekonomian.
Menurut Arsyad (1999) pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik
Bruto/ Pendapatan Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau
lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi
atau tidak.
Sedangkan, pembangunan ekonomi memiliki arti yang lebih luas. Pembangunan ekonomi
memang pada dasarnya ditunjukkan dengan peningkatan produksi. Namun, selain peningkatan
produksi dari segi kualitatif, pembangunan ekonomi juga dilihat dari peningkatan produksinya
dari segi kualitatif.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu Negara antara lain :
1. Sumber daya manusia.
Kualitas input tenaga kerja, atau sumber daya manusia merupakan faktor terpenting bagi
keberhasilan ekonomi. Hampir semua faktor produksi yang lainnya, yakni barang modal,
bahan mentah serta teknologi, bisa dibeli atau dipinjam dari negara lain. Tetapi penerapan
teknik-teknik produktivitas tinggi atas kondisi-kondisi lokal hampir selalu menuntut
tersedianya manajemen, ketrampilan produksi, dan keahlian yang hanya bisa diperoleh
melalui angkatan kerja terampil yang terdidik.
2. Sumber daya alam.

Faktor produksi kedua adalah tanah.Tanah yang dapat ditanami merupakan faktor yang
paling berharga. Selain tanah, sumber daya alam yang penting antara lain minyak-minyak
gas, hutan air dan bahan-bahan mineral lainnya.
3. Kapital (Modal).
Untuk pembentukan modal, diperlukan pengorbanan berupa pengurangan konsumsi, yang
mungkin berlangsung selama beberapa puluh tahun. Pembentukan modal modal dan investasi
ini sebenarnya sangat dibutuhklan untuk kemajuan cepat di bidang ekonomi.
4. Teknologi.
Teknologi merupakan suatu cara mengolah atau menghasilkan suatu barang atau jasa
tertentu. Teknologi erat kaitannya dengan inovasi yaitu penemuan baru yang telah diterapkan
dalam proses produksi. Dengan faktor teknologi ini dapat meningkatkan dan memperbaiki
pertumbuhan disamping faktor capital, tenaga kerja, dan sumber daya alam.
Teori-teori Mengenai Pertumbuhan Menurut Pandangan Ahli-ahli Ekonomi yaitu:
1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Menurut ekonom Klasik, Smith, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni
pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuhan ekonomi sangat
dipengaruhi oleh produktivitas sektorsektor dalam menggunakan faktor-faktor produksinya.
Produktivitas dapat ditingkatkan melalui berbagai sarana pendidikan, pelatihan dan manajemen
yang lebih baik.
Menurut Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik, pertumbuhan ekonomi bergantung pada faktorfaktor produksi
Persamaannya adalah :
Y = f (K, L, T)
Y = tingkat pertumbuhan ekonomi
K = tingkat pertambahan barang modal
L = tingkat pertambahan tenaga kerja
T = tingkat pertambahan teknologi
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

Dalam model pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow (Solow Neo Classical Growth Model)
maka fungsi produksi agregat standar adalah sama seperti yang digunakan dalam persamaan
sektor modern Lewis yakni:
Y = Aet . K . L1- ....................................................................(1)
Y

= Produk Domestik Bruto

= stok modal fisik dan modal manusia

= tenaga kerja non terampil

= konstanta yang merefleksikan tingkat teknologi dasar

Et

= melambangkan tingkat kemajuan teknologi

= melambangkan elastisitas output terhadap model, yakni


persentase kenaikan PDB yang bersumber dari 1% penambahan modal fisik dan modal
manusia.

3. Teori Pertumbuhan Baru (New Growth Theory)


Teori ini memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan yang bersifat endogen,
Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari dalam sistem ekonomi. Teori ini menganggap
bahwa pertumbuhan ekonomi lebih ditentukan oleh sistem produksi, bukan berasal dari luar
sistem . Akumulasi modal merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi.
Definisi modal/kapital diperluas dengan memesukkan model ilmu pengetahuan dan modal
sumber daya manusia. Perubahan teknologi bukan sesuatu yang berasal dari luar model atau
eksogen tapi teknologi merupakan bagian dari proses pertumbuhan ekonomi.
4. Teori Harrod-Domar
Teori pertumbuhan Harrod-Domar dikembangkan oleh dua orang ekonom sesudah Keynes yaitu
Evsey Domar dan R.F.Harrod atau teori ini merupakan perluasan dari analisis Keynes mengenai
kegiatan ekonomi secara nasional dan masalah tenaga kerja. Analisis Keynes dianggap kurang
lengkap karena tidak membicarakan masalah ekonomi jangka panjang, sedangkan teori HarrodDomar ini menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar perkonomian bisa berkembang dalam
jangka panjang. Teori ini menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar perekonomian bisa tumbuh
dan berkembang dengan mantap (steady growth). Harrod dan Domar memberikan peranan kunci
kepada investasi di dalam proses pertumbuhan ekonomi, khususnya mengenai watak ganda yang

dimiliki investasi. Pertama, investasi menciptakan pendapatan, dan kedua, investasi


memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Watak
yang pertama dapat disebut sebagai dampak permintaan dan yang kedua sebagai dampak
penawaran investasi, oleh karena itu selama investasi netto tetap berlangsung, pendapatan nyata
dan output akan senantiasa meningkat.
5. Teori Joseph Schumpeter
Teori Schumpeter ini pertama kali dikemukakan dalam bukunya yang berbahasa Jerman pada
tahun 1911 yang dikemukakan pada tahun 1934 diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul
The Theory of Econimic Development. Kemudian Shumpeter menggambarkan teorinya lebih
lanjut tentang proses pembangunan dan faktor utama yang menentukan pembangunan dalam
bukunya yang diterbitkan pada tahun 1939 dengan judul Busines Cyle.
Salah satu pendapat Shumpeter yang penting, yang merupakan landasan teori pembangunannya,
adalah keyakinannya bahwa sistem kapitalisme merupakan sistem yang paling baik untuk
menciptakan pembangunan ekonomi yang pesat. Namun demikian schumpeter meramalkan
secara pesimis bahwa dalam jangka panjang sistem kapitalisme akan mengalami kemandegan
(stagnasi). Pendapat ini sama dengan pendapat kaum Klasik.
Menurutnya pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmoni atau gradual, tetapi
merupakan perubahan yang spontan dan terputus-putus (discontinuous). Pembangunan ekonomi
disebabkan oleh adanya perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Menurut
teori pertumbuhan neo klasik ini kuncinya berada pada enterpreuner atau wirausaha, yaitu orangorang yang memiliki inisiatif untuk perkembangan produk nasional. Schumpeter berkeyakinan
bahwa pembangunan ekonomi diciptakan oleh inisiatif golongan pengusaha yang inovatif, yaitu
golongan masyarakat yang mengorganisasi barang-barang yang diperlukan masyarakat secara
keseluruhan. Merekalah yang menciptakan inovasi pembaharuan dalam perekonomian.
Pembaharuan yang diciptakan dalam bentuk: memperluas barang baru, menggunakan cara-cara
baru dalam berproduksi, memperluas pasar barang ke daerah-daerah baru, mengembangkan
sumber-sumber bahan mentah yang baru, mengadakan reorganisasi dalam perusahaan atau
industri.

2.4 Studi Empiris

Sebelum melakukan penelitian ini, penulis mencoba mempelajari hasil-hasil penelitian yang
berkaitan dengan topik yang sedang ditulis yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Tabel 2.1 Ringkasan Jurnal Penelitian, Kerjasama Ekonomi ASEAN: Sebuah Studi
Bibliografi Beranotasi
Judul

Kerjasama Ekonomi Asean: Sebuah Studi Bibliografi Beranotasi

Penulis/Tanggal

Astuti Widyaningsih

Tujuan

Kegiatan kerjasama ASEAN terutama ditujukan untuk meningkatkan


perekonomian melalui perdagangan dan investasi disamping meningkatkan
kerjasama sosial budaya antar anggotanya. Kerjasama kawasan ASEAN ini
telah memberikan bargaining power bagi negara-negara anggotanya dalam

Jenis Data

melakukan perdagangan dengan negara-negara lain di dunia.


Penelitian ini menggunakan data-data sekunder yang diperoleh dari Bank
Indonesia, Biro Pusat Statistik, CSIS, CPIS, dan skripsi serta tesis yang
tidak dipublikasikan.

Metode Analisis

Analisa menggunakan pendekatan diskriptif atau analisa kualitatif


berdasarkan fakta berupa data-data yang diolah dengan MS Exel untuk
menjelaskan perkembangan perdagangan intra ASEAN yang tergabung
dalam AFTA maupun perdagangan ASEAN dengan negara-negara di luar
ASEAN.

Hasil dan

Hasil penelitian ini berupa bibliografi beranotasi tentang kerjasama

Kesimpulan

ekonomi ASEAN. Tujuannya diharapkan dapat membuka wawasan dan


pemikiran tentang kondisi perekonomian ASEAN dan Indonesia pada
khususnya serta perekonomian global pada umumnya yang turut
berpengaruh pada perekonomian ASEAN.

Tabel 2.2 Ringkasan Jurnal Penelitian, Kendala Akspor Industri Pengolahan Di Eks
Karesidenan Surakarta
Judul

Kendala Ekspor Industri Pengolahan Di Eks Karesidenan Surakarta

Penulis/Tanggal

Dr. Sri Adiningsih, M.Sc.


Ratih Pratiwi Anwar, S.E., M.Si.,
Crisna Epi Setiyani, S.Si.
Babang Agung Jatmiko, S.E.
Tri Lindawati, S.pi., S.S.
Rahayu Wulandjani, S.H.
Puspito Kusumo, S.S.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kendala-kendala yang


dirasakan eksportir hasil industri pengolahan di Propinsi Jawa Tengah
dalam kegiatan produksi dan ekspor menghadapi AFTA dan Perdagangan
Bebas di Asia Pasifik. Melalui survei lapangan, penelitian ini juga bertujuan
mengumpulkan opini pelaku usaha berupa harapan mereka kepada

Jenis Data

pemerintah daerah/pusat untuk menghapuskan kendala-kendala tersebut.


Runtun waktu (time series), data bulanan dari tahun 2003:01- 2009:12

Ringkasan

Program penurunan tarif dalam kerangka Perjanjian Perdagangan Bebas di


Kawasan ASEAN (AFTA) telah dimulai tahun 2002 yang lalu. Tahun 2006
ini, para pemimpin negara-negara ASEAN bersepakat mempercepat target
perdagangan bebas di ASEAN dari tahun 2020 menjadi tahun 2015.
Sementara itu di Bogor tahun 1994, pemimpin perekonomian APEC
menyepakati Bogor Goals, yaitu komitmen sukarela 21 perekonomian
anggota APEC untuk mewujudkan perdagangan bebas di Asia Pasifik tahun
2010 untuk negara maju dan 2020 untuk negara sedang berkembang.
Perdagangan bebas dalam kerangka AFTA dan APEC tersebut menjadi
lingkungan strategis bagi Indonesia untuk mendapatkan peluang ekspor,
investasi, teknologi, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun,
tanpa mempunyai daya saing pelaku usaha Indonesia tidak akan mampu
bersaing dengan pelaku usaha dari negara lain untuk memanfaatkan
peluang tersebut. Padahal saat ini kondisi daya saing Indonesia masih

belum menggembirakan. Menurut World Competitiveness Yearbook 2006,


tingkat daya saing Indonesia berada pada posisi ke 60 dari 61 negara. Oleh
karena itu, di tingkat nasional maupun di tingkat daerah perlu dilakukan
upaya-upaya meningkatkan daya saing.
Hasil dan

Penelitian ini menemukan bahwasannya kendala-kendala yang dihadapi

Kesimpulan

oleh pelaku usaha yang dapat menghambat kegiatan produksi dan ekspor
produksi industri adalah faktor kinerja ekonomi daerah, faktor infrastruktur,
faktor efisiensi bisnis, dan faktor efesiensi pemerintah. Selain itu,
ditemukan rendahnya peringkat daya saing kabupaten/kota di eks
Karisidenan Surakarta ditinjau dari faktor daya saing secara umum. Sektor
finansial, secara alamiah memiliki andil dalam memicu inflasi dan
menghambat pertumbuhan ekonomi. Terdapat pengecualian untuk SBI
(konvensional) yang terlihat mempunyai andil menahan inflasi sebesar 1,52
persen. Andil SBI dalam menahan inflasi ketika kontraksi moneter sesuai
dengan praktek kebijakan moneter konvensional selama ini, namun memicu
inflasi melalui peningkatan suku bunga kredit dan menghambat
pertumbuhan ekonomi. Pada sisi lain, variabel-variabel Syariah yang
utamanya adalah variabel sektor riil, secara alamiah memiliki andil dalam
menahan inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
- kesimpulan empiris bahwa kebijakan moneter untuk(pengurangan

inflasi) dengan pola Syariah lebih efektif dari pada dengan pola
Konvensional. Kesimpulan ini memberikan beberapa implikasi logis, (i)
bahwa dalam sistem moneter ganda, alternatif pendekatan kebijakan
moneter dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif
yang tidak bertentangan untuk konvensional maupun Syariah. Hal ini
sejalan dengan usulan strategi dari Choudhury (1997), Ascarya, et al.
(2007) dan Ascarya dan Sakti (2008); (ii) pendekatan harga masih dapat
digunakan, namun dengan menggunakan Real Rateof Return sebagai
Policy Rate, sehingga dapat applicable untuk Konvensional maupun
Syariah. Hal ini juga sejalan dengan Ryandono (2006), Ascarya, et al.
(2007), Ascarya, et al. (2008), Ascarya (2009), dan Ascarya dan

Yumanita (2009), sehingga kebijakan moneter tidak hanya (to control


inflation), tetapi juga (to eradicate infation); (iii) sejalan dengan poin (i)
dan (ii) ini, maka SBIS sebaiknya menggunakan akad bagi hasil
(mudharabah atau musharakah), bukan fee based (jualah), untuk lebih
memberikan efek stabilitas makro ekonomi dan mengurangi tingkat
inflasi.

Tabel 2.3 Ringkasan Jurnal,

Anda mungkin juga menyukai