Daerah Kumuh
Daerah Kumuh
Sejarah berdirinya
Menara kudus merupakan satu kesatuan dari masjid Al-Aqsha dan komplek makam Sunan
Kudus. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat untuk menyebut komplek masjid Al-Aqsha,
menara dan makam Sunan Kudus dengan sebutan Menara Kudus atau bahkan hanya Menara. Ini
juga dapat menjadi bukti bahwa di Kudus, masyarakat sudah familiyar dengan maksud kata
Menara.
Seperti diuraian awal mengenai sejarah Kota Kudus, Kompleks Masjid Menara Kudus
didirikan oleh ulama yang bernama Jafar Shodiq atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Kudus.
Maksud didirikanya bangunan ini adalah sebagai pusat penyebaran/syiar agama Islam. Maka sejarah
membuktikan dahulunya di Indonesia agama Hindu masuk terlebih dahulu dibanding agama Islam.
Sehingga masyarakat di Indonesia sudah menganut agama Hindu sebelum masuknya Islam. Ini juga
berlaku pada kota Kudus pada masa itu.
Penyebaran agama Islam dilakukan secara damai dengan memasuki kehidupan sehari-hari
masyarakat. Tanpa paksaan, tanpa ancaman, sehingga itu menarik masyarakat. Hal ini muncul dalam
konsep berdirinya menara Kudus. Dengan tanpa mengabaikan kebudayaan yang sudah ada
sebelumnya pada tahun 1549 Sunsn Kudus mendirikan Masjid Al-Aqsha (juga disebut Masjid AlManaar) beserta menara dibangun dengan sentuhan kebudayaan Hindu. Masjid diifungsikan sebagai
tempat beribadah dan menara merupakan suatu sarana untuk mengumandangkan Adzan.
Bentuk Bangunan
Bentuk dasar bangunan masjid berbentuk tradisional dengan dilengkapi serambi pada
bagian depanya. Bentuk depanya limasan bersusun tiga dan pada bagian puncaknya diberi mustaka.
Dalam perkembanganya pada bagian depan serambi tambahan berbentuk kubus beratapkan kubah.
Sedangkan untuk menaranya dari awal berdirinya hingga sekarang tetap dicoba untuk dipertahankan
bentuk aslinya.
Konsep bentuk atap bersusun tiga pada masjid banyak dipengaruhi perkembangan sejarah
menurut studi Infentarisasi perkembangan masjid di Jawa Tengah dan Pedoman Teknik
Pembangunan Masjid di Jawa Tengah, beberapa bagian sejarah yang bisa disebutkan antara lain:
1. `kebudayan Jawa Pra Islam, Memberikan Konsep bahwa pembagian bangunan kearah
vertikal menyesuaikan tubuh manusia, yaitu kepala, badan, dan kaki.
2. Kebudayan Jawa, menyebutkan bahwa bagi orang jawa, biangan gasal adalah bilangan yang
baik. Perhitungan Salaqi/Rabi, pakaryan, penentuan letak pintu kejarangan menurut
pembagian 3,5,7,9, dan seterusnya. Tingkatan bagian bangunan yang tiga bagian
mempunyai makna sebagai cipta, karsa, karya.
3. Kebudayaan Islam, menempatkan kiasan tingkatan bangunan atau atap bangunan yang
bersusun tiga iman, Islam, Ikhsan.
Komplek menara ini sendiri dibatasi dengan tembok keliling yang juga merupakan suatu
kesatuan peninggalan sejarah menara Kudus. Terbuat dari susunan batu bata. Di dalam kompleks
masjid selain terdapat bangunan induk masjid dan menara, terdapat pula bangunan-bangunan
lainnya seperti:
1. Makam Sunan Kudus, merupakan tempat dimakamkannya ulama besar yakni Sunan Kudus
juga berfungsi sebagai tempat menyimpan pustaka. Bersama dengan tajug sebagai tempat
bagi para pengunjung yang berziarah untuk berdoa.
2. Tajug Pengelola, digunakan sebagai tempat untuk mengelola dan mengurusi administrasi
pada makam dan masjid. Di sini juga terdapat dua buah pendopo kecil yang berfungsi
sebagai tempat beristirahat maupun antri bagi para pengunjung sebelum masuk ke
kompleks makam.
3. Tempat Parkir, merupakan tempat penitipin kendraan khusus roda dua bagi para
pengunjung.
4. Gudang, sebagai tempat untuk menyimpan perkakas untuk merawat masjid
5. Tempat Wudhu, terletak di samping kiri dan kanan masjid sebagai tempat bagi pengunjung
untuk mensucikan diri sebelum masuk ke masjid.
Denah ruang sholat utama Masjid Menara Kudus berbentuk bujur sangkar dengan ukuran
15x15 m, ruang sholat transisi yang terlletak antara serambi dengan ruang sholat utama berbentuk
persegi panjang dengan ukuran 15x7m dan dikelilingi selasar / emperan masjid. Di dalam ruang
sholat terdaat 4 buah saka guru dengan 4 tiang penanggap, sedang di ruang sholat transisi terdapat
12 tiang penyangga. Terdapat juga pintu gerbang kono yang merupakan peninggalan dari masjid
yang didirikan oleh Sunan Kudus. Pintu gerbang kuno juga ditemukan di serambi depa majid
keduanya membentuk satu sumbu simetris.
Di dalam ruang sholat terdapat mihrab yang terletak dibagian depan ruang sholat dan
berada di tengah-tengah dinding sebelah depan. Selain itu juga terdapat dua buah cerukan
menyerupai mihrab yang mengapit mihrab. Sebelah kanan difungsikan sebagai tempat mimbar
dimana terdapat sebuah kursi besar untuk tempat berkhotbah. Sebelah kiri dufungsikan sebagai
tempat untuk melaksanakan sholat jika ruang sholat yang berada di dalam sudah tidak dapat
menampung jumlah pengunjung lagi. Serambi masjid ini memiliki 8 buah tiang utama dan didukung
oleh 20 tiang penyangga untuk mendukung konstruksi atap. Serambi ini merupakan perluasan dari
ruang sholat.
Pencahayaan Alami, yang ditunjukkan dengan terdapatnya banyak bukaan baik berupa pintu
dan jendela kaca atau bahkan tanpa pembatas seperti pada serambi dengan tujuan untuk
mendapatkan cahaya matahari secara optimal masuk ke dalam ruangan.
Pencahayaan Buatan, dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan akan penerangan di malam
hari. Seperti kita ketahui kegiatan ibadah shlat juga masuk ke dalam waktu subuh, magrib dan
isya dimana suasana berbeda dalam keadaan gelap dikarenakan matahari belum terbit dan
sudah tenggelam. Penggunaan lampu florancence atau lebih dikenal dengan neon banyak
diterapkan disini, baik untuk penerangan didalam bangunan maupun luar bangunan.
Masjid Menara Kudus memiliki sistem pengaturan udara secara alami yang berupa pintu dan
jendela. Bukaan-bukaan lain seperti boven juga dapat ditemui terutama pada tempat wudhu. Pada
ruang sholat utama masing-masing memiliki empat buah pintu di dinding sebelah kiri dan kanan.
Pada ruang sholat transisi memiliki 2 buah pintu ganda di masing-masing dinding sebelah kiri dan
kanan juga. Ini memungkinkan pertukaran udara di dalam ruangan dengan luar ruangan terjadi
secara croos ventilation. Adanya lubang-lubang ventilasi berupa jendela kecil pada bagian bawah
tritisan atap memperkuat penggunaan sistem ini.
Untuk menciptakan kesan visual yang baik, maka keberadaan jarinagn listrik dan telepon
ini perlu di tata kembali. Salah satu alternatif yang dapat diterapkan adalah dengan membuat
jaringan yang ditanam di bawah permukaan tanah (under ground).
Keberadaan lampu penerangan untuk jalan berasal dari penerangan rumah-rumah. Sebagian
sudah memenuhi kebutuhan, namun tidak mengindari kemungkinan untuk ditata kembali,
dengan dilengkai dengan lampu pedestrian. Lampu parkir maupun lampu yang lain yang mampu
meimbulkan efek pencahayaan terhadap bangunan-bangunan tertentu agar memiliki tampilan
menarik.
Fasilitas telepon umum yang ada berjumlah 4 buah yang terletak 1 tempat di ujung taman
Medureksan. Kondisinya sekarang sudah tidak aktiv bahkan telah menjadi pangkalan bagi
pedagang kaki lima. Hal ini dirasakan wjar jika memperhatikan perkembangan kepemilikan
telepon seluler. Namun kebutuhan fasilitas telepon umum sebagai penunjang kegiatan dirasa
sangat perlu.