Anda di halaman 1dari 7

MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA PADA POKOK BAHASAN

SUDUT DI DIMENSI TIGA MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA


REALISTIK

Rosyida Ayu Aprilia


Jurusan Tadris Matematika
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung
e-mail : rosyidadanayu@gmail.com

ABSTRAK
Filosofi yang mendasari pendekatan realistik adalah bahwa matematika bukanlah satu
kumpulan aturan atau sifat-sifat yang sudah lengkap yang harus dipelajari siswa. Ini berarti,
matematika bukan merupakan suatu subjek yang siap-siap untuk siswa, melainkan suatu
pelajaran yang dinamis yang dapat dipelajari dengan cara mengerjakannya. Penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa pada pokok bahasan sudut di dimensi tiga
melalui pendekatan matematika realistik. Langkah-langkah dalam pembelajaran Matematika
Realistik adalah 1) memotivasi siswa (memfokuskan perhatian siswa), 2)
mengkomunikasikan tujuan pembelajaran, 3) memulai pelajaran dengan mengajukan masalah
(soal) yang riil bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga
siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna, 4) permasalahan yang diberikan tentu
harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut, 5) siswa
mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap
persoalan/masalah yang diajukan, 6) pengajaran berlangsung secara interaktif, siswa
menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami
jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan
ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain; dan melakukan refleksi terhadap
setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kemampuan siswa yang menggunakan pendekatan matematika realistik dalam
mempelajari sudut dimensi tiga lebih baik daripada sebelum menggunakan pendekatan ini.
Kata kunci: Pendekatan Matematika Realistik, Sudut di Dimensi Tiga

ABSTRACT
The philosophy underlying the realistic approach is that mathematics is not a set of rules or
properties that are complete students need to learn. This means, mathematics is not a subject
that is ready for the students, but rather a dynamic lessons that can be learned by doing it.
This study aims to improve the ability of students on the subject of angles in three dimensions
through realistic mathematical approach. Steps in Realistic Mathematics learning is 1) to
motivate students (focusing students), 2) communicate learning goals, 3) start the lesson by
asking the question (about) the "real" for students in accordance with the level of experience
and knowledge, so that students immediately significantly involved in the lesson, 4) issues a
given course must be directed in accordance with the objectives to be achieved in these
subjects, 5) students develop or create symbolic models informally to the problems / issues

raised, 6) takes place in an interactive teaching, students to explain and give reasons for his
answer, understand his answer (other students), agreed to answer her, expressed his
disapproval, look for other alternatives; and to reflect on each step taken, or the results of the
lesson. The results showed that the ability of students to use mathematics realistic approach in
studying the three-dimensional corner better than before using this approach.
Keywords: Realistic Mathematics Approach, Angle in Three Dimensions

PENDAHULUAN
Menurut Arifin (2010) matematika
merupakan cabang mata pelajaran yang
luas cakupannya dan bukan hanya sekedar
bisa berhitung atau mensubstitusikan
angka-angka ke dalam rumus saja tetapi
mencakup beberapa kompetensi yang
menjadikan siswa dapat memahami dan
mengerti tentang konsep dasar matematika.
Belajar matematika juga membutuhkan
kemampuan bahasa untuk memahami dan
mengerti tentang soal-soal atau memahami
logika, juga imajinasi dan kreativitas,
sehingga yang dipergunakan dalam
lingkungan sekolah, yaitu antara guru dan
siswa maka kuncinya adalah mengambil
contoh dalam kehidupan sehari-hari dan
dibuat semenarik mungkin.
Di pembelajaran matematika selama
ini, dunia nyata hanya dijadikan tempat
mengaplikasikan konsep atau menerapkan
rumus-rumus yang telah diperolehnya di
dalam kelas. Akibatnya siswa mengalami
kesulitan dalam proses pembelajaran
matematika di kelas, antara lain siswa
kurang menghayati atau memahami
konsep-konsep matematika, dan siswa
mengalami
kesulitan
untuk
mengaplikasikan
matematika
dalam
kehidupan sehari-hari. Apabila ditanyakan
kepada siswa, Matematika itu apa?.
Pertanyaan ini akan memperoleh jawaban
yang hampir serupa yaitu: Matematika
adalah ilmu hitung yang jawabannya pasti
(tunggal) dan senantiasa berkaitan dengan
rumus dan angka. Pada kenyataanya tidak
sedikit siswa yang memandang matematika
sebagai suatu mata pelajaran yang sangat
membosankan, menyeramkan, bahkan
menakutkan. Banyak siswa yang berusaha

menghindari mata pelajaran tersebut. Hal


ini jelas sangat berakibat buruk bagi
perkembangan pendidikan matematika ke
depan.
Cara untuk mengatasi permasalahan di
atas, diperlukan suatu pendekatan yang
dapat mendukung proses pembelajaran
matematika yang menyenangkan dan
bukan menyeramkan sehingga dapat
meningkatkan
motivasi
sekaligus
mempermudah pemahaman siswa dalam
belajar matematika. Salah satu pendekatan
pembelajaran matematika yang saat ini
sedang berkembang adalah Pendekatan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI).
Pendekatan matematika realistik ini sesuai
dengan
perubahan
paradigma
pembelajaran, yaitu dari paradigma
mengajar ke paradigma belajar atau
perubahan paradigma pembelajaran yang
berpusat pada guru ke paradigma
pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Hal ini adalah salah satu upaya dalam
rangka memperbaiki mutu pendidikan
matematika.
TEORI DASAR
1.

Pengantar Pembelajaran
Matematika dengan Pendekatan
Realistik
Pendidikan matematika realistik
atau Realistic Mathematics Education
(RME) diketahui sebagai pendekatan yang
telah berhasil di Nederlands. Menurut
Becker & Selter (1996) dalam (Suherman,
2007:143) Ada suatu hasil yang
menjanjikan dari penelitian kuantitatif dan
kualitatif yang telah ditunjukkan bahwa
siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan pendekatan RME mempunyai skor
yang lebih tinggi dibandingkan dengan

siswa yang memperoleh pembelajaran


tradisional dalam hal keterampilan
berhitung, lebih khusus lagi dalam hal
aplikasi.
Gagasan
pendekatan
pembelajaran metematika dengan realistik
ini tidak hanya popular di negeri Belanda
saja, melainkan banyak mempengaruhi
kerja para pendidik matematika di banyak
bagian di dunia.
Salah satu filosofi yang mendasari
pendekatan realistik adalah bahwa
matematika bukanlah satu kumpulan
aturan atau sifat-sifat yang sudah lengkap
yang harus dipelajari siswa. Menurut
Freudenthal (1991) dalam (Suherman,
2007:144) matematika bukan merupakan
suatu subjek yang siap-siap untuk siswa,
melainkan suatu pelajaran yang dinamis
yang dapat dipelajari dengan cara
mengerjakannya.
Suatu studi matematika di sebuah
sekolah di Puerto Rico, dengan jumlah
murid 570 siswa. Sekolah ini dijadikan
sebagai tempat uji coba penelitian realistik.
Tempat ini terpilih sebagai sampel
penelitian
berdasarkan
pertimbangan
bahwa meskipun menurut standar Amerika
daerah ini tergolong miskin, namun guruguru, personel sekolah dan orang tua siswa
menaruh perhatian yang sungguh-sungguh
terhadap sekolah. Secara dramatis dan
mengagumkan
siswa
yang
belajar
menggunakan pendekatan realistik tercacat
oleh dapertemen pendidikan hasil skornya
meningkat secara tajam.
Memperhatikan keadaan di atas,
memungkinkan kita untuk mencoba
menggunakan
pembelajaran
dengan
pendekatan realistik ini dalam konteks
Indonesia.
2.

Pendekatan Realistik di antara


Pendekatan Lainnya dalam
Pendidikan Matematika
Secara umum terdapat empat
pendekatan pembelajaran matematika yang
dikenal, Treffres (1991) dalam (Suherman,
2007:145)
membaginya
dalam
mechanistic, structuralistic, empiristic, dan
realistic. Berikutnya akan dijelaskan secara

singkat mengenai pendekatan menurut


filosofi lain di luar realistik, agar kita
mengetahui posisi dari filsafat realistik.
Menurut
filosofi
mechanistic
bahwa manusia ibarat komputer, sehingga
dapat deprogram dengan cara drill untuk
mengerjakan hitungan atau algoritma
tertentu dan menampilkan aljabar pada
level yang paling sederhana atau bahkan
mungkin dalam penyelesaian geometri
serta berbagai masalah, membedakan
dengan mengenali pola-pola dan proses
yang berulang-ulang.
Selanjutnya
menurut
filosofi
structuralistic, yang secara historis berakar
pada pengajaran geometri tradisional,
bahwa
matematika
dan
sistemnya
terstruktur secara baik. Manusia dengan
kemuliaannya, belajar dengan pandangan
dan pengertian dalam berbagai rational, ia
dianggap sanggup menampilkan deduksideduksi yang lebih efisien dengan cara
menggunakan subjek materi sistematik dan
terstruktur secara baik. Menurut filosofi
ini, yang pada mulanya dijalankan oleh
Sokrates, para siswa diharapkan patuh
untuk mengulang-ulang deduksi pokok.
Untuk menguji hasil pengulangan ini,
apakah hanya membeo saja atau benarbenar
menguasai
suatu
kumpulan
permasalahan selanjutnya siswa dilatih
secara drill.
Menurut filosofi empiristik, bahwa
dunia
adalah
kenyataan.
Menurut
pandangan ini, kepada siswa disediakan
berbagai material yang sesuai dengan
dunia kehidupan para siswa. Para siswa
memperoleh
kesempatan
untuk
mendapatkan pengalaman yang berguna,
namun sayangnya para siswa tidak dengan
segera mensistemasikan dan merasionalan
pengalaman.
Terakhir menurut filosofi realistic,
kepada siswa diberikan tugas-tugas yang
mendekati kenyataan, yaitu yang dari
dalam siswa akan memperluas dunia
kehidupannya. Kemajuan individu maupun
kelompok dalam proses belajar seberapa
jauh dan seberapa cepat akan

menentukan spectrum perbedaan dari hasil


belajar dan posisi individu tersebut.
Menurut
kerangka
Realistic
Mathematics
Education,
Freudenthal
(1991) dalam (Suherman, 2007:145)
menyatakan bahwa Mathematics is
human activity, karenanya pembelajaran
matematika disarankan berangkat dari
aktivitas manusia.
3.

Prinsip-prinsip Pembelajaran
Realistik
Menurut Suherman (2007:147)
terdapat lima prinsip utama dalam
kurikulum matematika realistik, yaitu:
a. didominasi oleh masalah-masalah
dalam konteks, melayani dua hal
yaitu sebagai sumber dan sebagai
terapan konsep matematika,
b. perhatian
diberikan
pada
pengembangan
model-model,
situasi, skema, dan simbol-simbol,
c. sumbangan dari para siswa,
sehingga siswa dapat membuat
pembelajaran menjadi konstruktif
dan produktif, artinya siswa
memproduksi
sendiri
dan
mengkonstruksikan sindiri (yang
mungkin berupa algoritma, rule,
atau aturan), sehingga dapat
membimbing para siswa dari level
matematika
informal
menuju
matematika formal,
d. interaktif sebagai karakteristik dari
proses pembelajaran matematika,
dan
e. interwinning (membuat jalinan)
antar topik atau pokok bahasan atau
abtar strand.
4.

Langkah-Langkah
dalam
Pembelajaran Matematika Realistik
Menurut Yasin (2010) menyatakan
bahwa
langkah-langkah
dalam
pembelajaran Matematika Realistik adalah
sebagai berikut :
a. Memotivasi siswa (memfokuskan
perhatian siswa)
b. Mengkomunikasikan
tujuan
pembelajaran

c. Memulai
pelajaran
dengan
mengajukan masalah (soal) yang
riil bagi siswa sesuai dengan
pengalaman
dan
tingkat
pengetahuannya, sehingga siswa
segera terlibat dalam pelajaran
secara bermakna
d. Permasalahan yang diberikan tentu
harus diarahkan sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai dalam
pelajaran tersebut;
e. Siswa
mengembangkan
atau
menciptakan model-model simbolik
secara
informal
terhadap
persoalan/masalah yang diajukan
f. Pengajaran berlangsung secara
interaktif, siswa menjelaskan dan
memberikan
alasan
terhadap
jawaban
yang
diberikannya,
memahami jawaban temannya
(siswa lain), setuju terhadap
jawaban temannya, menyatakan
ketidaksetujuan, mencari alternatif
penyelesaian yang lain; dan
melakukan refleksi terhadap setiap
langkah yang ditempuh atau
terhadap hasil pelajaran.
PEMBAHASAN
1. Diagnosis Kesulitan Siswa dalam
Belajar Dimensi Tiga
Menurut
Candraningrum
(2010)
menyatakan bahwa cara mendiagnosis
kesulitan belajar siswa dalam mempelajari
dimensi tiga dapat dilakukan dengan
memberikan tes diagnostik mengenai
dimensi tiga untuk mengetahui hakikat
kesulitan belajar yang dialami siswa.
Untuk diagnosisnya dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Diagnosis Kesulitan Penggunaan
Konsep
Kesulitan
konsep
geometri
dimensi tiga dalam diri siswa dapat
ditinjau dari pengetahuan siswa
tentang konsep-konsep dimensi tiga.
Pengetahuan siswa tentang konsepkonsep dimensi tiga dapat ditinjau
kemampuannya antara lain bahwa
siswa :

1) Menandai,
mengungkapkan
dengan
kata-kata
dan
mengidentifikasikan konsep
2) Mengidentifikasi contoh dan
bukan contoh dari konsep-konsep
Mengungkapkan model
3) Menterjemahkan dari satu model
presentasi ke model yang lain
4) Mengidentifikasi
sifat-sifat
konsep yang diberikan dan
mengenali
kondisi
yang
ditentukan suatu konsep
5) Membandingkan dan menegaskan
konsep-konsep
b. Diagnosis Kesulitan Penggunaan
Prinsip
Kesulitan
dalam
memahami
prinsip dimensi tiga dalam diri siswa
dapat ditinjau dari pengetahuan
siswa tentang prinsip dimensi tiga,
antara lain siswa dapat :
1) Mengenali kapan suatu prinsip
diperlukan
2) Memberikan alasan pada langkahlangkah penggunaan prinsip
3) Menggunakan prinsip secara
benar
4) Mengenali prinsip yang benar dan
prinsip yang tidak benar
5) Menggeneralisasi prinsip baru dan
memodifikasi suatu prinsip
6) Mengapresiasi peran prinsipprinsip matematika
2. Permasalahan dalam Mempelajari
Sudut di Dimensi Tiga
Masalah utama yang muncul dalam
mempelajari sudut di dimensi tiga adalah
keterampilan siswa dalam menggambar
ruang dan pemahaman ruangnya. Tanpa
gambar yang jelas, dan benar menurut tata
cara menggambar ruang, menentukan
besar sudut dalam ruang tidaklah mudah.
Kemudian jika gambarnya sudah baik,
pemahaman ruang khususnya menyangkut
kedudukan antara dua garis merupakan
kunci dan sekaligus sumber kesulitan atau
masalah lainnya (Krismanto, 2008:38).

3. Kegiatan Pembelajaran Sudut di


Dimensi
Tiga
menggunakan
Pendekatan Matematika Realistik
Pelaksanaan pembelajaran dengan
pendekatan matematika realistik ini
dilakukan pada pokok bahasan dimensi
tiga. Pada pokok bahasan ini difokuskan
pada bagaimana menentukan sudut antara
garis-bidang, dan dua bidang dalam ruang
dimensi tiga.
Selanjutnnya
dalam
proses
pembelajaran, pertama-tama siswa diajak
mengingat kembali berbagai jenis bidang
datar dan bangun ruang yang pernah
mereka kenal atau dipelajari di SMP.
Siswa diajak mengamati konteks nyata
yang ada di sekitarnya, dalam hal ini
kondisi ruang kelas. Dengan berdiskusi
kelompok dengan temannya para siswa
dapat mengidentifikasi bangun ruang serta
dapat
mengidentifikasi
perbedaanya
dengan bangun datar.
Kemudian
siswa
mendiskusikan
tentang garis dan bidang menggunakan
konteks
ruang
kelas,
kemudian
menyampaikan pendapat kelompok dalam
bentuk diskusi kelas dan menyimpulkan
apa pengertian dari garis dan bidang.
Siswa diajak untuk mendiskusikan
bagaimana cara mengukur sudut antara
garis dengan bidang. Contoh yang diambil
berada di luar ruang kelas, yaitu bayangan
pohon seperti gambar berikut.

Gambar 1. Bayangan pohon miring


Pada permasalahan ini masing-masing
kelompok memiliki pendapat yang
berbeda-beda. Ada yang menggunakan
busur dan ada yang menggunakan rumus.
Selanjutnya siswa diajak untuk
mendiskusikan
suatu
permasalahan

bagaimana cara menentukan sudut antara


dan dua bidang dalam ruang tiga dimensi
dengan menggunakan konteks benda yang
ada di ruangan kelas. Sebagai contoh yang
digunakan disini adalah buku yang ada di
ruangan kelas. Sebuah buku terdiri dari
beberapa halaman terbuka seperti gambar
berikut.

Gambar 2. Buku
Kumpulan tersebut sering disebut
dengan berkas. Halaman per halaman
merupakan bentuk dari sebuah bidang.
Misalkan saja, kita ambil sampul buku
depan dengan sampul belakang. Tentu saja
anda sudah mengerti bahwa buku memiliki
tulang buku. Selanjutnya guru mengajukan
pertanyaan kepada siswa: Bagaimana cara
Anda menentukan sudut antara sampul
depan dengan sampul belakang buku?.
Siswa ditugaskan untuk menjawab
pertanyaan secara individu, kemudian
siswa mendiskusikan hasil jawaban mereka
masing-masing dalam kelompok dan
melaporkan hasil diskusi kelompok
mereka. Kesimpulan yang diperoleh dari
masing-masing kelompok ini semua
hampir sama, yaitu dengan menggunakan
busur.
Kemudian dengan melakukan analisis
pada masing-masing jawab siswa dan
membandingkannya dengan kesimpulan
pada sudut antara garis-bidang, dan
bidang-bidang telah diperoleh oleh siswa,
maka siswa menyimpulkan mana jawaban
yang paling tepat. Selanjutnya dengan
bimbingan dari guru siswa membuat
kesimpulan tentang bagaimana cara sudut

antara garis-bidang, dan bidang-bidang


(Arifin, 2010).
PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan pembahasan maka dapat
disimpulkan bahwa :
a. Diagnosis kesulitan siswa belajar
dalam
dimensi
tiga
meliputi
diagnosis kesulitan penggunaan
konsep, yaitu kesulitan konsep
geometri dimensi tiga dalam diri
siswa
dapat
ditinjau
dari
pengetahuan siswa tentang konsepkonsep dimensi tiga, dan diagnosis
kesulitan penggunaan prinsip yang
berarti kesulitan dalam memahami
prinsip dimensi tiga dalam diri siswa
dapat ditinjau dari pengetahuan
siswa tentang prinsip dimensi tiga.
b. Masalah utama yang muncul dalam
mempelajari sudut di dimensi tiga
adalah keterampilan siswa dalam
menggambar ruang dan pemahaman
ruangnya. Tanpa gambar yang jelas,
dan benar menurut tata cara
menggambar ruang, menentukan
besar sudut dalam ruang tidaklah
mudah. Kemudian jika gambarnya
sudah baik, pemahaman ruang
khususnya menyangkut kedudukan
antara dua garis merupakan kunci
dan sekaligus sumber kesulitan atau
masalah lainnya.
c. Materi pokok bahasan sudut di
dimensi tiga meliputi menemukan
konsep sudut di dimensi tiga, sudut
antara garis dan bidang, dan sudut
antara dua bidang.
d. Implementasi pembelajaran PMRI
pada pokok bahasan sudut di dimensi
tiga yaitu siswa diajak menjadikan
matematika sebagai aktifitas seharihari atau mencari contoh yang ada di
kehidupan nyata.
2. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka
yang dapat disimpulkan adalah Pendekatan
matematika realistik ini diharapkan dapat

diterapkan dalam pembelajaran dimensi


tiga
agar
nantinya
siswa
dapat
meningkatkan kemampuannya. Seperti
yang telah kita ketahui bahwa pendekatan
ini erat dengan kehidupan nyata, jadi siswa
menjadi lebih mudah dalam menemukan
konsep
sudut
maupun
memvisualisasikannya.
REFERENSI
[1] Arifin, Sujinal. 2010. Pendekatan
PMRI:
Implementasinnya
pada
Pembelajaran Matematika Pokok
Bahasan Dimensi Tiga di Kelas I SMA
YPI TUNAS BANGSA, (Online),
(http://inal9979.blogspot.com/2010/05
/pembelajaran-matematika-padapokok.html), diakses 8 Oktober 2014.
[2] Candraningrum, Erlina Sari. 2011.
Kajian Kesulitan Siswa dalam
Mempelajari Geometri Dimensi Tiga
Kelas X MAN Yogyakarta I (Skripsi
S1 Tidak Diterbitkan). Program Studi
Pendidikan
Matematika
FMIPA
Universitas Negeri Yogyakarta.

[3] Kementrian
Pendidikan
dan
Kebudayaan.
2014.
Matematika
SMA/MA/SMK/MAK
Kelas
X
Semeter 2 Edisi Revisi, Jakarta :
Kementrian
Pendidikan
dan
Kebudayaan.
[4] Krismanto, Al. 2008. Pembelajaran
Sudut dan Jarak dalam Ruang Dimensi
Tiga di SMA, Yogyakarta : Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Matematika.
[5] Suherman, Erman dkk. 2007. Strategi
Pembelajaran
Matematika
Kontemporer, Jakarta : Kencana
Prenata Media Group.
[6] Yasin, Sanjaya. 2010. Pendekatan
Matematika
Realistik
(PMR),
(Online),
http://www.sarjanaku.com/2010/12/pe
ndekatan-matematika-realistikpmr.html), diakses
15 Desember
2014.

Anda mungkin juga menyukai