Anda di halaman 1dari 5

Decompensatio Cordis ( Gagal Jantung )

Assalamu'alaikum
Gagal

Warahmatullahi
Jantung

(Decompensatio

Wabarakatuh,
Cordis)

Pendahuluan

Berdasarkan definisi patofisiologik, gagal jantung (decompensatio cordis)


atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidak mampuan jantung
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau
kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang
bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya
tanda
dan
gejala
yang
khas
(Fathoni,
2007).
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin
meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan
yang utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih
punya harapan hidup 5 tahun (Fathoni, 2007). Penelitian Framingham
menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita (
Sugeng
dan
Sitompul,
2003).
Berdasar perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal
jantung dan setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angkaangka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan
jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya (Sugeng
dan
Sitompul,
2003).

Definisi

Klinik

Gagal

Jantung

Merupakan sindroma klinik yang terdiri dari sesak napas dan rasa cepat
lelah yang disebabkan oleh kelainan jantung (Purwaningtyas, 2007).
Klasifikasi
Fungsional
(NYHA)
1. I bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas fisik yang berat.
2. II bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang sedang.
3. III bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang ringan.
4. IV bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang sangat
ringan
dan
pada
waktu
istirahat
(Purwaningtyas,
2007).

Etiologi
Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung
tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan.
Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif,
penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati,
amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis, anemia, fistula
arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru
kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung
kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif
(Chandrasoma,
2006).
Patofisiologi
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang
dapat dilihat : (1) meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2)
meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensinaldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini
mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal
perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung
kompensasi
menjadi
kurang
efektif
(Price
dan
Wilson,
2006).
Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain :
(1) norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut
jantung, dan toksisitas myocite, (2) angiotensin II menyebabkan
vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf simpatis, (3)
aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium, (4) endothelin
menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite, (5) vasopresin
menyebabkan vasokontrikso dan resorbsi air, (6) TNF merupakan
toksisitas langsung myosite, (7) ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi
sodium, dan efek antiproliferatif pada myocite, (8) IL 1 dan IL 6 toksisitas
myocite
(Nugroho,
2009).
Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada
saat pengisian diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi
sekuncup bertambah besar. Oleh karena itu pada gagal jantung, terjadi
penambahan volum aliran balik vena sebagai kompensasi sehingga dapat
meningkatkan
curah
jantung
(Masud,
1992).

Gambaran

Klinik

Efek gagal jantung digolongkan sebagai gagal jantung ke depan (curah


tinggi) dan gagal jantung ke belakang (curah rendah). Gagal jantung curah
rendah terjadi apabila jantung tidak mampu mempertahankan curah jantung
sistemik normal. Sedangkan gagal curah tinggi terjadi bila jantung tidak
mampu mempertahankan curah jantung yang tinggi karena kebutuhan yang
meningkat. Masing-masing terdiri dari dominan sisi kiri dan dominan sisi
kanan.
Gambaran klinik gagal curah rendah kanan : hepatomegali, peningkatan
vena jugularis, kongesti sistemik pasif, edema tungkai. Gagal curah rendah
kiri : edema paru, hipoksemia, dispnea, hemoptisis, kongesti vena paru,
dispnea waktu bekerja, PND, hipertensi pulmonal, hipertrofi dan gagal
ventrikel
kanan.
Gagal curah tinggi kanan : kematian mendadak, penurunan aliran arteri
pulmonalis (efek klinis minimal). Curah tinggi kiri : kematian mendadak,
syok kardiogenik, sinkop, hipotensi, penurunan perfusi jaringan,
vasokontriksi ginjal, retensi cairan, edema (Chandrasoma, 2006; Sugeng
dan
Sitompul,
2003).

Pemeriksaan
Diagnosis klinik berdasar pada riwayat klinik, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan EKG, foto rontgen thorax,
ekokardiografi, pemeriksaan radionuklir, dan pemeriksaan invasif (Jota,
2002;
Kertohoesodo,
1987)

Kriteria

Diagnosis

Kriteria diagnosis gagal jantung dibagi 2 menjadi kriteria utama dan kriteria
tambahan. Kriteria utama : dispnea paroxismal nokturnal (PND),
kardiomegali, gallop S-3, peningkatan tekanan vena, reflex hepatojugular,
ronkhi. Kriteria tambahan : edem pergelangan kaki, batuk malam hari,
dispnea waktu aktivitas, hepatomegali, efusi pleura, takikardi. Diagnosis
ditetapkan atas adanya 2 kriteria utama atau 1 kriteria utama ditambah 2
kriteria
tambahan
(Fathoni,
2007).

Penatalaksanaan

Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditujukan pada 5 aspek :


mengurangi beban kerja, memperkuat kontraktilitas miokard, mengurangi
kelebihan cairan dan garam, melakukan tindakan terhadap penyebab, faktor
pencetus
dan
penyakit
yang
mendasari.
Pada umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk membatasi
aktivitas sesuai beratnya keluhan. Terapi nonfarmakologi antara lain: diet
rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi
stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur (Nugroho, 2009). Beban
awal dapat dikurangi dengan pembatasan cairan, pemberian diuretika,
nitrat, atau vasodilator lainnya. Beban akhir dikurangi dengan obat-obat
vasodilator,
seperti
ACE-inhibitor,
hidralazin.
Kontraktilitas
dapat
ditingkatkan dengan obat ionotropik seperti digitalis, dopamin, dan
dobutamin
(Sugeng
dan
Sitompul,
2003).

Daftar
Pustaka
1. Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2.
Jakarta
:
EGC.
2. Fathoni, Mochammad. 2007. Heart Failure Pathophysiologi and
Management. Dalam : CatKul IPD Jantung. Surakarta : Forrinsik 04 FKUNS.
3. Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9 .
Jakarta:
EGC.
4. Jota, Santa. 2002. Diagnosis Penyakit Jantung. Jakarta : Penerbit Widya
Medika.
5. Kertohoesodo, Soeharto. 1987. Pengantar Kardiologi. Jakarta : Penerbit
UI.
6. Masud, Ibnu. 1992. Dasar-Dsar Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta : EGC.
7. Nugroho, HS. 2009. Heart Failure Pathophysiologi and Management.
Surakarta : Slide Kuliah Blok Kardiovaskuler Angkatan 2007 FKUNS.
8. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.
Ed:
Ke-6.
Jakarta:
EGC.
9. Purwaningtyas, Niniek. 2007. Gagal Jantung (Decompensatio Cordis).
Dalam : Cardiology After Mid. Surakarta : Filamen 05 FKUNS.
10. Rakhman, Otte. 2003. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik pada Penyakit
Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
11. Sugeng dan Sitompul. 2003. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar
Kardiologi. Jakarta : balai penerbit FKUI

Ok. Semoga bermanfaat. Jangan lupa share ke teman - teman Anda


juga ya. Terima kasih. Keep " berbagi itu Indah "

Read more: http://dokunimus.blogspot.com/2011/05/decompensatio-cordis-gagaljantung.html#ixzz3JjX8W0Hb

Anda mungkin juga menyukai