Nikah Wisata
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Fatwanya Tentang Nikah Wisata Nomor 02/MunasVIII/MUI/2010 Tertanggal 27 Juli 2010, Memutuskan/Menetapkan:
Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan Nikah Wisata adalah bentuk pernikahan yang
dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat pernikahan, namun pernikahan tersebut
diniatkan dan/atau disepakati untuk sementara, semata-mata hanya untuk memenuhi
kebutuhan selama dalam wisata/perjalanan.
Ketentuan Hukum
Nikah Wisata sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum hukumnya haram, karena
merupakan nikah muaqqat (nikah sementara) yang merupakan salah satu bentuk nikah
mutah.
3. Kiblat
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Fatwanya Tentang Kiblat Nomor 03 Tahun 2010
Tertanggal 01 Februari 2010, Memutuskan/Menetapkan:
Ketentuan Hukum
1. Kiblat bagi orang yang shalat dan dapat melihat Kabah adalah menghadap ke bangunan
Kabah ('ainul Kabah).
2. Kiblat bagi orang yang shalat dan tidak dapat melihat Kabah adalah arah Kabah (jihat
al-Kabah)
3. Letak geografis Indonesia yang berada di bagian timur Kabah/Mekkah maka kiblat
umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah barat.
Rekomendasi
Bangunan Masjid/musholla di Indonesia sepanjang kiblatnya menghadap ke arah barat, tidak
perlu diubah, dibongkar dan sebagainya.
5. Mengambil keuntungan dari berita yang berisi tentang aib, kejelekan orang lain, gosip,
dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak hukumnya
haram.
6. Menayangkan dan menyiarkan, serta menonton, membaca, dan/atau mendengarkan
berita yang berisi tentang aib, kejelekan orang lain, dan hal-hal lain sejenis terkait
pribadi dibolehkan jika ada pertimbangan yang dibenarkan secara syari, seperti untuk
kepentingan penegakan hukum, memberantas kemunkaran, memberi peringatan,
menyampaikan pengaduan/laporan, meminta pertolongan dan/atau meminta fatwa
hukum.
Rekomendasi
1. Pemerintah dan DPR-RI diminta segera merumuskan peraturan perundang-undangan
untuk mencegah konten tayangan yang bertentangan dengan norma agama, keadaban,
kesusilaan, dan nilai luhur kemanusiaan.
2. Komisi Penyiaran Indonesia diminta untuk meregulasi tayangan infotainment untuk
menjamin hak masyarakat memperoleh tayangan bermutu dan melindunginya dari halhal negatif.
3. Lembaga Sensor Film diminta mengambil langkah proaktif untuk menyensor tayangan
infotainment guna menjamin terpenuhinya hak-hak publik dalam menikmati tayangan
bermutu.
6. Penggunaan Vaksin Meningitis Bagi Jemaah Haji Atau Umrah
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Fatwanya Tentang Penggunaan Vaksin Meningitis
Bagi Jemaah Haji Atau Umrah Nomor 06 Tahun 2010 Tertanggal 16 Juli 2010,
Memutuskan/Menetapkan:
Ketentuan Umum :
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan :
1. Vaksin MencevaxTM ACW135Y adalah vaksin meningitis yang diproduksi oleh Glaxo
Smith Kline Beecham Pharmaceutical-Belgium.
2. Vaksin Menveo Meningococcal adalah vaksin yang mempunyai nama produksi Menveo
Meningococcal Group A, C, W135 and Y Conyugate Vaccine yang diproduksi oleh
Novartis Vaccine and Diagnostics S.r.i.
3. Vaksin Meningococcal adalah vaksin yang mempunyai nama produksi Meningococcal
Vaccine yang diproduksi oleh Zheijiang Tianyuan Bio Pharmaceutical Co. Ltd.
Ketentuan Hukum :
1.
2.
3.
4.
Risywah adalah pemberian yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain (pejabat)
dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syariah)
atau membatilkan perbuatan yang hak. Pemberi disebut rasyi; penerima disebut
murtasyi; dan penghubung antara rasyi dan murtasyi disebut ra'isy (Ibn al-Atsir, alNihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar, II, h. 226).
2. Suap, uang pelicin, money politic dan lain sebagainya dapat dikategorikan sebagai
risywah apabila tujuannya untuk meluluskan sesuatu yang batil atau membatilkan
perbuatan yang hak.
3. Hadiah kepada pejabat adalah suatu pemberian dari seseorang dan/atau masyarakat yang
diberikan kepada pejabat, karena kedudukannya, baik pejabat di lingkungan
pemerintahan maupun lainnya.
4. Korupsi adalah tindakan pengambilan sesua-tu yang ada di bawah kekuasaannya dengan
cara yang tidak benar menurut syariat Islam.
Kedua : Hukum
1. Memberikan risywah dan menerimanya hu-kumnya adalah haram.
2. Melakukan korupsi hukumnya adalah haram.
3. Memberikan hadiah kepada pejabat:
1. Jika pemberian hadiah itu pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang
jabatan, maka pemberian seperti itu hukumnya halal (tidak haram), demikian juga
menerimanya;
2. Jika pemberian hadiah itu tidak pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang jabatan, maka dalam hal ini ada tiga kemungkinan:
1. Jika antara pemberi hadiah dan pejabat tidak ada atau tidak akan ada urusan
apa-apa, maka memberikan dan menerima hadiah tersebut tidak haram;
2. Jika antara pemberi hadiah dan pejabat terdapat urusan (perkara), ma-ka bagi
pejabat haram menerima hadiah tersebut; sedangkan bagi pemberi, haram
memberikannya apabila perberian dimaksud bertujuan untuk meluluskan
sesuatu yang batil (bukan haknya);
3. Jika antara pemberi hadiah dan pejabat ada sesuatu urusan, baik sebe-lum
maupun sesudah pemberian hadiah dan pemberiannya itu tidak bertujuan untuk
sesuatu yang batil, maka halal (tidak haram) bagi pem-beri memberikan hadiah
itu, tetapi bagi pejabat haram menerimanya.
Ketiga : Seruan
Semua lapisan masyarakat berkewajiban untuk memberantas dan tidak terlibat dalam praktek
hal-hal tersebut.
Keempat : Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan
fatwa ini.
8. Aborsi (1)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Fatwanya Tentang Aborsi (1) Nomor 1/MUNAS
VI/MUI/2000 Tertanggal 29 Juli 2000, Memutuskan/Menetapkan:
Mengukuhkan keputusan Munas Ulama Indonesia, tanggal 28 Oktober 1983 tentang
kependudukan, kesehatan, dan pembangunan.
1. Melakukan aborsi (pengguguran janin) sesudah nafkh al-ruh hukumnya adalah haram,
kecuali jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu.
2. Melakukan aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh al-ruh,
hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan oleh
syariah Islam.
3. Mengharamkan semua pihak untuk melakukan, membantu, atau mengizinkan aborsi.
4. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
5. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk
menyebarluaskan fatwa ini.
9. Shalat Disertai Terjemahan Bacaannya
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Fatwanya Tentang Shalat Disertai Terjemahan
Bacaannya Nomor 3 Tahun 2005 Tertanggal 7 Mei 2000, Memutuskan/Menetapkan:
1. Shalat adalah suatu ibadah murni (ibadah mahdhah); oleh karena itu, pelaksanaannya
wajib mengikuti petunjuk Allah s.w.t. yang telah disampaikan dan dicontohkan oleh
Rasulullah s.a.w.; baik dalam bacaan maupun gerakannya (aqwal wa afal).
2. Shalat yang disertai terjemah bacaannya adalah tidak sah karena tidak sesuai dengan
tuntunan Rasulullah saw.
3. Shalat yang dilakukan oleh pengasuh Pondok Itikaf Jamaah Ngaji Lelaku Yayasan
Taqwallah tergolong bidah dhalalah, yaitu bidah yang sesat serta tertolak; dan shalat
yang dilakukannya adalah tidak sah.
Agar setiap muslim yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk
menyebarluaskan fatwa ini.
4. Kegiatan pertambangan yang tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana angka 2 dan
angka 3 serta tidak mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar, hukumnya
haram.
5. Dalam hal pertambangan yang menimbulkan dampak buruk sebagaimana angka 3,
penambang wajib melakukan perbaikan dalam rangka menjamin kesejahteraan
masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup.
6. Mentaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan
pertambangan ramah lingkungan hukumnya wajib.
Rekomendasi
Pemerintah
1. Dalam memberikan izin pemanfaatan lahan untuk pertambangan harus dibatasi, selektif
dan berkeadilan serta semata-mata untuk kesejahteraan masyarakat umum (maslahah
ammah).
2. Harus melakukan pengawasan yang efektif terhadap pelaksanaan izin, baik yang
diterbitkan oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah dengan melibatkan peran serta
masyarakat (broad-based monitoring system).
3. Harus melakukan penindakan terhadap praktek penyimpangan atas perizinan serta
pelaksanaan pertambangan yang tidak memenuhi persyaratan dan/atau menimbulkan
kerusakan sebagaimana dalam ketentuan fatwa ini, baik dengan tawidl (ganti rugi)
maupun tazir (hukuman).
4. Meninjau kembali izin yang diberikan kepada perusahaan yang secara nyata tidak
memberikan manfaat langsung kepada masyarakat.
5. Khusus kepada penegak hukum agar dapat bekerja lebih teliti dan cermat serta
bertanggung-jawab untuk menindak tegas dan memberi hukuman terhadap oknum dan
perusahaan yang melanggar dan menyimpang dari undang-undang dan peraturan yang
berlaku serta fatwa ini.
6. Terus mengupayakan kesadaran pendidikan lingkungan hidup bagi masyarakat.
Legislatif
1. Agar membuat Undang-Undang yang memberikan sanksi tegas kepada perusak
lingkungan dalam pertambangan;
2. Agar mengkaji ulang dan mengganti ketentuan peraturan perundang-undangan yang
hanya menguntungkan sekelompok orang dan tidak menjamin pemanfaatan
pertambangan untuk kesejahteraan masyarakat dan kedaulatan nasional.
Pemerintah Daerah
1. Agar pemberian izin pertambangan yang menjadi kewenangannya harus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, baik terkait dengan tata ruang wilayah maupun
tata guna lahan serta harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
2. Agar meningkatkan monitoring dan pengawasan pelaksanaan reklamasi lahan pasca
pertambangan dengan melibatkan masyarakat.
3. Agar meningkatkan pengawasan secara efektif terhadap konsistensi kegiatan
pertambangan agar tidak menimbulkan dampak bagi kelangsungan lingkungan hidup.
4. Agar tidak memberikan izin monopoli pertambangan kepada pihak tertentu.
Pengusaha
1. Agar mentaati seluruh ketentuan perizinan secara benar, termasuk ketentuan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
2. Agar melakukan reklamasi dan restorasi terhadap lahan yang rusak akibat pertambangan
tersebut sebelum meninggalkan lokasi pertambangan.