Anda di halaman 1dari 12

MIOMA UTERI

Definisi
Secara umum, uterus mempunyai 3 lapisan jaringan yaitu lapisan terluar perimetrium, lapisan
tengah miometrium dan yang paling dalam adalah endometrium. Miometrium memiliki lapisan
yang paling tebal dan merupakan otot polos yang tersusun tiga lapis; lapisan terluar longitudinal,
lapisan terdalam sirkuler, dan diantaranya adalah kombinasi yang saling beranyaman (Tortora
dan Derrickson, 2006).
Tumor jinak yang berasal dari sel otot polos miometrium disebut dengan leiomioma. Neoplasma
jinak ini mempunyai banyak nama sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma,
leiomioma, fibroid atau pun mioma uteri (Prawirohardjo, 2011).Neoplasma ini berbatas tegas,
memiliki kapsul, terbentuk dari otot polos dan elemen jaringan penyambung fibrosa (Tabez,
2005).
Sebanyak 95% mioma uteri berasal dari corpus uteri dan lagi 5% berasal dari serviks. Mioma
uteri juga adalah tumor pelvis yang sering terjadi dan diperkirakan sebanyak 10% kasus
ginekologi secara umum. Ukuran tumor dapat bervariasi dari sebesar kacang polong sampai
sebesar bola kaki (Rayburn, 2001).

Epidemiologi
Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi pada wanita sebelum menarche. Setelah menopause
hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh. Penelitian di Amerika Serikat yang pernah
dilakukan Scwartz menunjukkan angka kejadian mioma uteri adalah 2-12,8 orang per 1000
wanita tiap tahunnya. Angka kejadian mioma uteri 2-3 kali lebih tinggi pada wanita kulit hitam
dibanding kulit putih (Victory, 2006). Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita
berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita berkulit hitam ditemukan paling
banyak. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,4%-11,7% dari semua kasus ginekologi
yang dirawat (Wikanjosastro, 2005).
Mioma terjadi pada kira-kira 20 - 25% perempuan di usia reproduksi (Prawirohardjo, 2011).
Tumor ini tumbuh dengan lambat dan mungkin baru dideteksi secara klinis pada kehidupan
dekade keempat. Mioma lebih sering terjadi pada pasien nullipara atau wanita yang hanya
mempunyai satu anak (Muzakir, 2008).
Faktor keturunan memegang peran dalam angka kejadian mioma uteri. Wanita dari garis
keturunan tingkat pertama seorang penderita mioma uteri mempunyai risiko 2,5 kali lebih besar
menderita mioma uteri (Parker, 2007).

Dari penelitian dilakukan oleh Ran Ok et-al di Pusan St. Benedict Hospital Korea yang
dilakukan terhadap 815 kasus mioma uteri diketahui bahwa kasus mioma uteri tebanyak terjadi
pada kelompok usia 40-49 tahun dengan usia rata-rata 42,97 tahun. Keluhan utama terbanyak
pada penderita mioma uteri adalah perdarahan pervaginam abnormal (44,1%). Mioma uteri tipe
intramural adalah yang terbanyak dari tipe mioma uteri secara patologi anatomi (51,3%). Kadar
haemoglobin (Hb) rata-rata penderita mioma uteri adalah 10,92 gr% dan 37,6% diantaranya
dilakukan transfusi darah. Histerektomi total ditemukan sebagai tindakan penatalaksanaan
terbanyak pada kasus-kasus mioma uteri (91,5%) (Ran Ok et-al, 2007 yang dikutip Muzakir,
2008).
Etiologi dan Patogenesis
Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini, tetapi penyelidikan
telah dijalankan untuk memahami keterlibatan faktor hormonal, faktor genetik, growth factor,
dan biologi molekular untuk tumor jinak ini (Parker, 2007). Faktor yang diduga berperan untuk
inisiasi pada perubahan genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada
miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada miometrium, perubahan
hormonal, atau respon kepada kecederaan iskemik ketika haid. Setelah terjadinya mioma uteri,
perubahan-perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh promoter (hormon) dan efektor (growth
factors) (Parker, 2007).
Bagi Meyer dan De Snoo, mereka mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast. Percobaan
Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor
fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa
ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron.Puukka dan kawankawan pula menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada
miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang
matur (Prawirohardjo, 2011).
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka
patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang
menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum diketahui pasti. Dari penelitian menggunakan
glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler.
Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari
miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal.
Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor (Hadibroto,
2005).
Tidak dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma, namun
diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen
dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya namun

konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan


aktivitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang
terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara
down-regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan
meningkatkan produksi matriks ekstraseluler (Hadibroto, 2005).

Faktor Risiko
Usia
Wanita kebanyakan didiagnosa mioma uteri pada usia 40-an; tetapi masih belum diketahui secara
pasti apakah hal ini berhubungan dengan perubahan hormonalwanita pada usia tersebut sehingga
mengakibatkan peningkatan pembentukan / pembesaran ukuran mioma (Parker, 2007).
Hormon endogen
Usia menarke yang lebih awal (< 10 tahun) meningkatkan resiko relatif terjadinya mioma uteri
(RR 1,24) dan menarke pada usia > 16 tahun) menurunkan resiko relatif terjadinya mioma uteri
(RR 0,68).
Spesimen mioma yang diambil dari operasi histerektomi wanita post-menopause (yang memiliki
kadar esterogen endogen yang rendah) berjumlah lebih sedikit dan memiliki ukuran yang lebih
kecil (Parker, 2007).
Riwayat Keluarga
Wanita yang memiliki garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko untuk menderita mioma uteri dibanding
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri (Parker, 2007).
Etnik
Dari studi yang dijalankan oleh Parker mengenai mioma uteri, menunjukkan golongan etnik
Afrika-Amerika mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri setinggi 2,9 kali
berbanding wanita etnik kaucasia, dan risiko ini tidak mempunyai kaitan dengan faktor risiko
yang lain. Didapati juga wanita golongan Afrika-Amerika menderita mioma uteri dalam usia
yang lebih muda dan mempunyai mioma yang banyak dan lebih besar serta menunjukkan gejala
klinis. Namun ianya masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah karena masalah
genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi estrogen, metabolisme estrogen, diet, atau peran
faktor lingkungan. Pada penelitian terbaru menunjukkan yang Val/Val genotype untuk enzim
essensial kepada metabolisme estrogen,catechol-O-methyltransferase (COMT) ditemui sebanyak
47% pada wanita Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita
dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan mengapa

prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih
tinggi (Parker, 2007).
Berat Badan
Sebuah penelitian prospektif menemukan bahwa terjadi peningkatan risiko menderita mioma
uteri meningkat setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10kg berat badan dan dengan peningkatan
indeks massa tubuh. Obesitas menyebabkan peningkatan konversi androgen adrenal
menjadiestrone dan menurunkan sexhormon-binding globulin. Hal tersebutmenyebabkan
peningkatan kadar estrogen yang dapat menerangkan mengapa terjadi peningkatan prevalensi
mioma uteri dan pertumbuhannya (Parker, 2007). Suatu studi di Harvard yang dilakukan oleh Dr.
Lynn Marshall menemukan bahwa wanita yang mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas
normal, berkemungkinan 30,23% lebih besar menderita mioma uteri.
Diet
Terdapat studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri dengan pemakanan
seperti daging sapi atau daging merah atau ham bisa meningkatkan insidensi mioma uteri dan
sayuran hijau bisa menurunkannya. Studi ini sangat sukar untuk diintepretasikan karena studi
tersebut tidak menghitung nilai intake kalori dan lemak, dan juga tidak diketahui dengan pasti
apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungandenganhasil yang didapatkan tersebut
(Parker, 2007).
Kehamilan dan paritas
Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma uteri memiliki
kemiripan karakteristik dengan miometrium pada masa kehamilan (termasuk peningkatan
produksi extracellular matrix dan peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida dan hormon
steroid).Pada masa postpartum, miometrium kembali kepada berat dan ukuran awal melalui
proses apoptosis dan diferensiasi. Aliran darah juga kembali seperti awal. Proses remodeling
inilahyang disangka bertanggungjawab dalam penurunan ukuran mioma uteri. Teori yang lain
mengatakan bahwa pembuluh darah yang mensuplai mioma mengalami regresi saat terjadinya
involusi uterus, sehingga mioma uteri kekurangan suplai darah dan nutrisi untuk terus membesar
(Parker, 2007).

Klasifikasi
Menurut letaknya, mioma uteri dapat di klasifikasikan sebagai :
a. Mioma submukosum: mioma berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam
rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai, kemudian dilahirkan
melalui saluran servik yang disebut mioma geburt (Llewellyn, 2001).
b. Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium
(Llewellyn, 2001).

c. Mioma subserosum: mioma yang tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat tumbuh di antara kedua
lapisan ligamentum latum menjadi mioma intra ligamenter, selain itu mioma subserosum
dapat 4 pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau
omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut
wandering/parasitic fibroid (Llewellyn, 2001).
d. Mioma pedunkulata : mioma yang melekat ke dinding uterus dengan tangkai yang bisa
masuk ke peritoneal atau cavum uteri (Llewellyn, 2001).

Jika terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhannya, maka mioma dapat mengalami
perubahan sekunder atau degeneratif sebagai berikut.
Degenerasi jinak
i. Atrofi: sesudah kehamilan atau sesudah menopause mioma uteri menjadi kecil.
ii. Degenerasi Hialin: Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut.
Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau
sebagian kecil daripadanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari
kelompok lainnya.
iii. Degenerasi Kistik: dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari
mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar,
dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai
limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dengan kista
ovarium atau suatu kehamilan.
iv.
Degenerasi membatu (Calcireous Degeneration):Terutama terjadi pada wanita berusia
lanjut oleh kerana adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam
kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada
foto rontgen.
v. Degenerasi merah (Carneous Degeneration): Perubahan ini biasanya terjadi pada
kehamilan dan nifas. Patogenesis terjadinya diperkirakan kerana suatu nekrosis subakut
sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti
daging mentah bewarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin.
Degenerasi merah tampak khas apabila pada kehamilan muda disertai emesis, haus,
sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan
vi.
Degenerasi lemak : Jarang terjadi dan merupakan lanjutan degenerasi hialin dan kistik
(Prawirohardjo, 2011)
Degenerasi ganas :

Perubahan ke arah keganasan (menjadi miosarkoma), terjadi pada 0,1 0,5 % kasus penderita
mioma uteri (Prawirohardjo, 2011).

Gambaran Klinis
Kebanyakan kasus ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin ginekologis karena
sebagian besar tumor ini tidak mengganggu. Kebanyakan penderita tidak mengetahui bahwa
terdapat kelainan di dalam rahimnya. Keluhan dan gejala yang timbul sangat tergantung pada
tempat sarang mioma ini berada, ukuran tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.Gejala
yang terjadi dapat berupa :
i. Perdarahan abnormal
Perdarahan abnormal ini terjadi pada 30% pasien mioma uteri dan perdarahan abnormal ini dapat
menyebabkan anemia defisiensi besi.Pada suatu penelitian yang mengevaluasi wanita dengan
mioma uteri dengan atau tanpa perdarahan abnormal, didapat data bahwa wanita dengan
perdarahan abnormal secara bermakna menderita mioma intramural (58% banding 13%) dan
mioma submukosum (21% banding 1%) dibanding dengan wanita penderita mioma uteri yang
asimtomatik (Hadibroto, 2005).
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia dan dapat juga
terjadi metroragia. Antara penyebab perdarahan ini adalah:
permukaan endometrium yang lebih luas dari biasa
atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
miometrium tidak dapat berkontraksi optimal kerana adanya sarang mioma di antara
serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya
dengan baik (Prawirohardjo, 2011).
ii. Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas, tetapi dapat timbul kerana gangguan sirkulasi darah pada
sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan (Prawirohardjo, 2011). Nyeri
panggul yang disebabkan mioma uteri bisa juga disebabkan degenerasi akibat oklusi
vaskuler,infeksi,torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium yang
disebabkan mioma subserosum.Tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvik dan menekan
bagian tulang pelvik yang dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang menyebar
ke bagian punggung dan ekstremitas posterior (Hadibroto, 2005). Meskipun jarang mioma uteri
bertangkai tetapi dapat juga mengalami torsi dengan gejala dan tanda sindrom abdomen akut
(Prawirohardjo, 2011).
iii.

Gejala tanda penekanan

Gangguan ini tergantung pada tempat dan ukuran mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih
akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urin, pada ureter dapat
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan
tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema
tungkai dan nyeri panggul (Prawirohardjo, 2011).
Diagnosis
Anamnesis
Dari proses tanya jawab dokter dan pasien dapat ditemukan penderita seringkali mengeluh rasa
berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah, kadang mempunyai gangguan haid dan ada
nyeri. Juga bisa didapatkan adanya gangguan pola BAK dan BAB (Prawirohardjo, 2011). Perlu
juga dicari faktor resiko terjadinya mioma uteri seperti : umur, menarke dini, ras, riwayat
keluarga, riwayat kehamilan (paritas), serta diet(Parker, 2007).

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan abdomen, uterus yang membesar dapat teraba dengan palpasi pada regio
abdomen. Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan memberi kesan adanya
perubahan-perubahan degeneratif. Mioma lebih terpalpasi pada abdomen selama kehamilan.
Perlunakan pada abdomen yang disertai nyeri lepas dapat disebabkan oleh perdarahan
intraperitoneal dari ruptur vena pada permukaan tumor (Muzakir, 2008).
Pada pemeriksaan pelvis serviks biasanya normal. Namun pada keadaan tertentu, mioma
submukosa yang bertangkai dapat mengawali dilatasi serviks dan terlihat pada osteum servikalis.
Kalau serviks digerakkan, seluruh massa yang padat bergerak. Mioma uteri mudah ditemukan
melalui pemriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai
gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk
memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus. Pada kasus yang lain pembesaran
yang licin mungkin disebabkan oleh kehamilan atau massa ovarium (Llewellyn, 2001). Mioma
subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubungan dengan uterus. Mioma intramural akan
menyebabkan kavum uteri menjadi luas, yang ditegakkan dengan pemeriksaan menggunakan
sonde uterus. Mioma submukosum kadang- kala dapat teraba dengan jari yang masuk kedalam
kanalis servikalis, dan terasanya benjolan pada pada permukaan kavum uteri (Wikanjosastro,
2005).

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang
banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang beberapa kasus menyebabkan polisitemia.

Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma
terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi
pembentukan eritropoietin ginjal (Goodwin, 2009).

USG ( Ultrasonografi )
Untuk menghindari kesalahan sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG pada wanita dengan
gangguan perdarahan atau dengan nyeri perut bawah yang hebat. Pemeriksaan transvaginal
sonography dapat dilakukan untuk lebih memastikan gambaran mioma uteri. Untuk lebih
memperjelas pemeriksaan terhadap dinding dalam uterus, dapat dilakukan dengan
sonohisterography yaitu dengan mengisi cavum uteri dengan larutan saline selama pemeriksaan.
Diagnosa banding mioma uterus ini adalah adenomiosis. Pada USG, adenomiosis akan tampak
sebagai penebalan dinding uterus yang difus dan homogen, sementara mioma uteri akan nampak
sebagai penebalan dilihat sebagai area bulat dengan batas yang tegas (Prawirohardjo, 2011).

Magnetic Resonance Imaging(MRI)


MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran dan lokasi mioma, tetapi jarang
diperlukan, dan biayanya mahal.MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi
dengan jelas. Pada MRI, mioma tampak sebagai massagelap berbatas tegas dan dapat dibedakan
dari miometrium normal. MRI bisa mengevaluasi jarak penembusan mioma submukosa di dalam
dinding miometrium (Parker, 2007).

Histeroskopi
Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika mioma kecil serta
bertangkai mioma tersebut sekaligus dapat diangkat (Goodwin, 2009)

Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu kita pikirkan antara lain : tumor abdomen di bagian bawah atau panggul
ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma submukosum yang dilahirkan harus dibedakan
dengan inversio uteri; mioma intramural harus dibedakan dengan adenomiosis, khoriokarsinoma,
karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma uteri (Prawirohardjo, 2011).

Tatalaksana
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak
membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih kecil
dan tidak menimbulkan gangguan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan
setiap 3-6 bulan. Manajemen mioma uteri dibagi sebagai berikut.

Konservatif
Cara penanganan konservatif dapat dilakukan sebagai berikut (Cunningham, 2007)
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan
Monitor keadaan Hb
Pemberian zat besi
Penggunaan agonis GnRH
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan hasil
yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH agonis
adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari
ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan
mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan.
Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan
mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri (Hadibroto,
2005).
Operatif
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of obstetricians and
Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM) adalah :
Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
Sangkaan adanya keganasan
Pertumbuhan mioma pada masa menopause
Infertilitas karena gangguan pada kavum uteri maupun karena oklusi tuba
Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
Anemia akibat perdarahan (Hadibroto,2005)

Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus.Miomektomi ini
dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin
dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum
dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan
memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50% (Prawirohardjo,
2011).
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan
laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma
dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih
luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan
miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko
terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien,
disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu.

Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma submukosum yang terletak
pada kavum uteri.Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari.
Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus,
ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.
Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang bertangkai
diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Mioma subserosum yang
terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan
laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada
pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus,
ovarium,rektum serta perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan
prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya (Hadibroto, 2005).

Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan terpilih yang
dilakukan bila kesuburan tidak lagi perlu dipertahankan (Prawirohardjo, 2011).
Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) untuk histerektomi
adalah sebagai berikut :
Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan
dikeluhkan oleh pasien.
Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan bergumpal-gumpal
atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan anemia akibat kehilangan darah akut
atau kronis.
Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan akut, rasa
tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis dan penekanan pada
vesika urinaria mengakibatkan frekuensi miksi yang sering
Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus.Tindakan histerektomi
dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan
laparoskopi (Hadibroto, 2005).
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy
(TAH) dan subtotal abdominal histerectomy (STAH). Masing-masing prosedur ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar
seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun
dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya
karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina
dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan paska operasi di mana keadaan
ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi
pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur

operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang
mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat
parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan
terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat
dibanding histerektomi abdominal.

Daftar Pustaka
Cunningham, Mc Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark. 2003. Williams
Obstetrics. Prentice-Hall International.Inc
Goodwin SC, Spies TB. 2009. Uterin fibroid embolization. 361: 690-697.
Hadibroto, Budi R. Mioma uteri. Majalah Kedokteran Nusantara vol.38, edisi Septermber 2005.
Llewellyn, J, D. 2001. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Hipokrates, Jakarta. Hal 263-265.
Muzakir. 2008. Profil Penderita Mioma Uteri di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau periode 1
Januari-31 Desember 2006
Parker WH. Etiology, symptomatology, and diagnosis of uterine miomas.Fertility and
Sterility.Vol. 87, No. 4, April 2007. p725-3
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu
Kandungan edisi ketiga. PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. 2011
Rayburn, F,W., Carey, C, J. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Widya Medika.Jakarta. Hal 268,
270.
Taber BZ. Kapita selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Alih Bahasa: Supriyadi T,
Gunawan J Edisi 2. Jakarta : EGC, 1994. 268-272.
Tortora, G.J, Derrickson, B.J. 2009. Principles of Anatomy and Physiology 13th ed. John Wiley
and Sons.
Victory R, Romano W, Bennett J, Diamond M. Clinical Gynecology. Churchill Livingstone, an
imprint of Elsevier Inc. 2006. 179-205.
Wikanjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi II. Jakarta : Bina Pustaka, 2005. 337-345.

Anda mungkin juga menyukai