PENDAHULUAN
Stroke (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab
lain selain vaskuler.
Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di otak pecah atau
mengalami kebocoran, sehingga terjadi perdarahan ke dalam otak. Bagian otak
yang dipengaruhi oleh pendarahan dapat menjadi rusak, dan darah dapat
terakumulasi sehingga memberikan tekanan pada otak. Jumlah perdarahan
menentukan keparahan stroke.
Perdarahan intraserebral menyebabkan 10-15% kasus serangan stroke
pertama kalinya, dengan angka kematian selama 30 hari dari 35% menjadi 52%
dimana setengah dari angka kematian tersebut terjadi dalam 2 hari pertama.
Dalam suatu penelitian pada 1041 kasus ICH, didapatkan 50% pada lokasi yang
dalam, 35% lobar, 10% cerebelar, dan 6% pada otak.
Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan
kanker. Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan sisanya menderita
kelumpuhan sebagian atau total. Hanya15% saja yang dapat sembuh total dari
serangan stroke dan kecacatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan
karena pecahnya pembuluh darah otak yang menyebabkan gangguan
peredaran darah otak sehingga menimbulkan gangguan fungsi saraf akut
dimana secara mendadak dan cepat timbul gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah fokal otak yang terganggu.
2.2 Insidensi
Stroke paling banyak menyebabkan orang cacat pada kelompok usia
diatas 45 tahun. Banyak penderitanya yang cacat, tidak mampu lagi mencari
nafkah seperti sediakala, menjadi tergantung kepada orang lain, dan tidak
jarang menjadi beban bagi keluarganya. Stroke dapat terjadi pada setiap usia,
dari bayi baru lahir sampai usia sangat lanjut. Clifford Rose dari Inggris
memperkirakan insidens stroke dikebanyakan negara adalah sebesar 200 per
100.000 populasi per tahun. Insidens infark otak dan perdarahan intraserebral
meningkat
sesuai
dengan
pertambahan
umur,
sedang
perdarahan
2.3 Klasifikasi
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of
Diseases and Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik terdiri
atas:
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal
dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh
trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor
penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit
darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan
angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis
serebrovaskular.
b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/
masuknya darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi
karena pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau
MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.
c. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya
vena jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan
otak dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya
araknoidea.
a.
b.
c.
d.
3. Sudah ada manifestasi a.
arteriosklerosis
secara
klinis
b.
4.
Infark miokard
Elektrokardiogram
abnormal disritmia, hipertrofi bilik kiri
Penyakit katup jantung
Gagal jantung kongestif
Gangguan
pembuluh
darah koroner (angina pektoris )
Gangguan
pembuluh
darah karotis
Diabetes
melitus
5.
6.
Polisitemia
Pernah
mendapat stroke
7.
Merokok
4
biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah
jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).
b. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di
leher dan punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat
dilakukan dengan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk
mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi
gangguan pada fungsi saraf. Liquor yang berdarah berasal dari perdarahan
5. Daerah vertebrobasiler
a. Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegi alternans atau tetraplegi
c. Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil).
2.7 Diagnosis Stroke
a.
Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah
badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi
dengan baik. Keadaan ini timbul dengan sangat mendadak, sedang bekerja
atau sewaktu istirahat. Selain itu perlu ditanyakan faktor-faktor resiko yang
menyertai stroke. Ditanyakan pula riwayat keluarga dan adanya penyakit lain.
b. Pemeriksaan Fisik
Langkah pertama lakukan pemeriksaan fungsi vital, seperti tekanan
darah, nadi, pernapasan, suhu. Juga tentukan kesadaran yang ditentukan
menurut skor dengan Skala Glasgow Coma Scale. Manifestasi klinik stroke
sangat tergantung pada daerah otak yang terganggu aliran darahnya dan
fungsi daerah otak tang menderita iskemia. Pemeriksaan neurologis, pada
stroke hemisferik saraf otak yang sering terkena adalah N. VII dan N.XII,
pasien akan bicara pelo dan adanya deviasi lidah. Pada stroke vetebrobasiler
10
akan ditemukan kombinasi berbagai sara otak yang terganggu diserati vertigo,
diplopia,dan gangguan bulbar.
Pemeriksaan motorik, hampir selalu terjadi hemiperesis. Selain itu
juga dilakukan pemeriksaan sensorik, refleks fisiologis dan patologis, dan
kelainan fungsi luhur. Mengenal manifestasi stroke yang sangat ringan adalah
lebih penting daripada mengenal hemiparesis yang sudah jelas. Manifestasi
stroke yang paling ringan sering berupa gangguan ketangkasan gerak maka
dari itu urutan pemeriksaan susunan motorik sebagai berikut :
1. Pemeriksaan ketangkasan gerak
2. Penilaian tenaga otot-otot
3. Penilaian refleks tendon
4. Penilaian refleks patologis, seperti:
Refleks babinski
Refleks opppenheim
Refleks gordon
Refleks schaefer
c. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium
Hemoglobin,
hematokrit,
eritrosit,
lekosit,
hitung
jenis,
11
setelah makan, kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid, asam urat. Bila
perlu, elektrolit (natrium, kalium) dan gas darah.
- Elektrokardiografi
- Pemeriksaan radiologi
CT-Scan otak, segera memperlihatkan perdarahan intra serebral.
Merupakan pemeriksaan baku emas untuk menentukan jenis patologi
stroke, lokasi dan ekstensi lesi.
MRI dilakukan untuk menentukan lesi patologik stroke secara lebih
tajam.
Rontgen toraks.
Stroke non hemoragik
Stroke hemoragik
1. Onset mendadak
1. Onset mendadak
6. Lumbal punksi :
- Warna : Jernih
- Tekanan : Normal
- Eritrosit : < 300/mm3
6. Lumbal punksi :
- Warna : Merah
- Tekanan : Meningkat
- Eritrosit : >1000/mm3
7. CT Scan : hipodens
7. CT Scan : hiperdens
0
1
2
12
0
1
0
1
Perdarahan serebral
<-1
Infark serebral
-1 sampai 1
Penurunan kesadaran
Nyeri kepala
Refleks babinski
Ya
Stroke perdarahan
intraserebral
Tidak
Ya
Stroke perdarahan
intraserebral
Ya
13
Stroke iskemik akut atau
stroke infark
Tidak
Tia sebelum
serangan
2. Permulaan serangan
1
- Sangat mendadak (1-2 menit)
- Mendadak ( menit 1 jam)
- Pelan-pelan (beberapa jam)
6,5
6,5
1
3. Waktu serangan
- Bekerja (aktivitas)
- Istirahat/duduk/tidur
- Bangun tidur
6,5
1
1
- Sangat hebat
- Hebat
- Ringan
- Tidak ada
10
7,5
1
0
5. Muntah
10
7,5
1
0
6. Kesadaran
10
10
1
1
0
7,5
8. Tanda serangan
selaput otak
10
5
0
9. Pupil
- Isokor
- Anisor
- Pinpoint kanan/kiri
- Midriasis kanan/kiri
- Midriasis dan reaksi lambat
- Kecil dan reaktif
5
10
10
10
10
10
7,5
1
1
14
10. Pupil
- Perdarahan subhialoid
- Perdarahan retina (flame shped)
- Normal
: 87,5%
Stroke hemoragik
: 91,3%
: 82,4%
Total score
: 20 stroke hemoragik
10
7,5
0
15
b. Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada
pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum
berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau
serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan
tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada
perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau
tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika
penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM).
STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan,
terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat
perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif
pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti,
memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder.
- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
- Penatalaksanaan komplikasi,
16
17
18
BAB III
KESIMPULAN
Stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena
pecahnya pembuluh darah otak yang menyebabkan gangguan peredaran darah
otak sehingga menimbulkan gangguan fungsi saraf akut dimana secara mendadak
dan cepat timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang
terganggu. Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan
kanker. Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan sisanya menderita
kelumpuhan sebagian atau total. Hanya15% saja yang dapat sembuh total dari
serangan stroke dan kecacatan. Tujuan penatalaksanaan komprehensif pada kasus
stroke akut adalah meminimalkan jumlah sel yang rusak melalui perbaikan
jaringan penumbra dan mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan
intraserebral; mencegah secara dini komplikasi neurologik maupun medik, dan;
mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara keseluruhan. Jika secara
keseluruhan dapat berhasil baik, prognosis pasien diharapkan akan lebih baik.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient: hours 6 to 72
after stroke onset. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. McGrawHill. 2000. pp. 53-87.
2. Cohen SN. The subacute stroke patient: Preventing recurrent stroke. In Cohen
SN. Management of Ischemic Stroke. Mc Graw Hill. 2000. pp. 89-109.
3. Currie CJ, Morgan CL, Gill L, Stott NCH, Peters A. Epidemiology and costs of
acute hospital care for cerebrovascular disease in diabetic and non diabetic
populations. Stroke 1997;28: 1142-6.
4. De Freitas GR, Christoph DDH, Bogousslavsky J. Topographic classification
of ischemic stroke, in Fisher M. (ed). Handbook of Clinical Neurology, Vol. 93
(3rd series). Elsevier BV, 2009.
5. Hacke W, Kaste M, Bogousslavsky J, Brainin M, Chamorro A, Lees K et al..
Ischemic Stroke Prophylaxis and Treatment - European Stroke Initiative
Recommendations 2003.
6. Lamsudin R. Stroke profile in Yogyakarta: morbidity, mortality, and risk factor
of stroke. In: Lamsudin R, Wibowo S, Nuradyo D, Sutarni S. (eds). Recent
Management of Stroke. BKM 1998; Suppl XIV: 53-69.
7. Misbach J. Clinical pattern of hospitalized strokes in 28 hospitals in Indonesia.
Med J Indonesia 2000; 9: 29-34.
8. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (PERDOSSI), 2007
9. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2007.
10. Toole JF. Cerebrovascular Disorder. 4 ed. Raven Press. New York. 1990.
11. WHO. MONICA. Manual Version 1: 1. 1986.
20