Anda di halaman 1dari 16

REFLEKSI KASUS

KERATOSIS SEBOROIK

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepanitraan Klinik Muda


SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSD. dr Soebandi Jember

Oleh :
Freddy C Manuputty, S.Ked
032010101073

Pembimbing :
Prof. dr Bambang Suhariyanto, Sp.KK (K)
dr Gunawan Hostiadi, Sp.KK

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSD dr SOEBANDI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2011

BAB I PENDAHULUAN

Keratosis merupakan suatu istilah klinis yang sering dipakai untuk semua lesi yang
disebabkan oleh peningkatan pembentukan keratin yang tidak disebabkan oleh proses
peradangan.
Secara histopatologis, istilah keratosis tidak dapat diterima sebagai diagnosis klinis,
karena keratosis seboroik adalah suatu papiloma dan lebih tepat disebut sebagai veruka
seboroik. Walaupun demikian istilah keratosis masih terus digunakan.
Keratosis seboroik merupakan tumor jinak kulit yang paling banyak muncul pada
orang yang sudah tua, sekitar 20% dari populasi dan biasanya tidak ada atau jarang pada
orang dengan usia pertengahan. Keratosis seboroik memiliki banyak manifestasi klinik yang
bisa dilihat, dan keratosis seboroik ini terbentuk dari proliferasi sel-sel epidermis kulit.
Keratosis seboroik dapat muncul dalam berbagai bentuk lesi, bisa satu lesi ataupun tipe lesi
yang banyak atau multipel.
Walaupun tidak ada faktor etiologi khusus yang dapat diketahui, keratosis seboroik
lebih sering muncul pada daerah yang terpapar sinar matahari, terutama pada daerah leher
dan wajah, juga daerah ekstremitas.
Secara global atau internasional, keratosis seboroik merupakan tumor jinak pada kulit
yang paling banyak diantara populasi di Amerika Serikat. Angka frekuensi untuk munculnya
keratosis seboroik terlihat meningkat seiring dengan peningkatan usia seseorang.
Tidak ada tendensi bahwa lesi ini dapat berubah menjadi ganas. Biasanya
pengangkatan keratosis seboroik adalah atas indikasi kosmetik, namun pasien juga harus
diingatkan bahwa lesi baru akan terus tumbuh.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sinonim
Senile wart, Senile keratosis, Senilis seborrhoic verruca, basal cell papiloma dan
seborrheic wart.
2.2 Definisi
Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang sering dijumpai pada orang tua berupa
tumor kecil atau makula hitam yang menonjol diatas permukaan kulit. (Siregar, 2005).
Keratosis seboroik merupakan suatu lesi jinak pada permukaan kulit yang mempunyai bentuk
seperti tahi lalat dan disebabkan oleh proliferasi keratinosit epidermal.
2.3 Etiologi
Sampai sekarang etiologi dari lesi keratosis seboroik belum diketahui dengan pasti.
Disebutkan bahwa penyakit ini berhubungan dengan factor genetic dengan pola penurunan
secara dominan autosomal. Faktor pertumbuhan epidermis dianggap berperan dalam
pembentukan keratosis seboroik. Meningkatnya jumlah sel yang bereplikasi menunjukkan
adanya hubungan dengan terjadinya keratosis seboroik ini.
Ada pula yang mengatakan diduga infeksi virus berdasarkan gambaran klinis
kutilnya. DNA dari human papiloma virus didapat pada 40 kasus keratosis seboroik genital
dan 42 dari 55 kasus keratosis seboroik non genital (76%).
Ada pula yang mengatakan bahwa terpapar sinar matahari (sinar ultraviolet) secara
kronis yang menjadi penyebabnya, karena keratosis seboroik biasanya terdapat pada bagian
kulit yang paling sering terpajan sinar matahari, dan sebagian tipe keratosis seboroik dapat
terbentuk akibat radiasi sinar matahari pada kulit manusia.

2.4 Epidemiologi
Pada tahun 1963, Tindall dan Smith meneliti populasi dari individu yang sudah
berusia lebih dari 64 tahun di Carolina Utara dan mendapatkan hasil bahwa 88 % dari
populasi tersebut setidaknya memiliki paling kurang satu lesi keratosis seboroik. Dalam
penelitian ini, keratosis seboroik ditemukan pada 38 % wanita kulit putih dan 54 % pada pria
kulit putih, dan sekitar 61 % pada pria kulit hitam dan sekitar 10 % lebih pada wanita kulit
hitam.
Pada tahun 1965 Young memeriksa 222 orang yang tinggal di anti jompo Orthodox
Jewish di New York dan menemukan bahwa 29,3 % pria dan 37,9 % pada wanita memiliki
lesi keratosis seboroik.
Ballin pada tahun 2009, menggolongkan epidemiologi keratosis seboroik menurut hal
dibawah ini:
A) Ras
Keratosis seboroik kurang umum di populasi dengan kulit gelap dibandingkan
dengan mereka yang memiliki kulit putih, namun orang-orang kulit hitam
mengembangkan varian keratosis seboroik yang disebut dermatosis papulosa nigra.
Lesi ini mempengaruhi wajah, terutama pipi atas dan lateral daerah orbita. Lesi ini
kecil, pedunkulasi, dan sangat berpigmen dengan elemen keratotic minimal. Awal
lesi ini umumnya berawal dari keratosis seboroik biasa.
B) Gender
Tidak ada perbedaan gender dalam frekuensi terjadinya seborrheic keratoses
C) Umur
Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang umum pada individu yang lebih
tua.Mereka tampak meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Keratosis seboroik
juga telah ditemukan terjadi pada individu muda.

2.5 Patogenesis

Epidermal Growth Faktor (EGF) atau

reseptornya, telah terbukti terlibat dalam

pembentukan keratosis seboroik. Tidak ada perbedaan yang nyata dari ekspresi
immunoreactive growth hormone receptor di keratinosit pada epidermis normal dan keratosis
seboroik.
Ekspresi dari gen bcl-2, suatu
keratosis seboroik

dibandingkan

gen onkogen penekan apoptosis, rendah pada

dengan

basal

sel

karsinoma

atau

skuamos

sel

karsinoma, yang memiliki nilai yang tinggi untuk jenis gen ini (Nakagawa et al, 1994). Tidak
ada peningkatan yang dapat dilihat dalam sonic hedgehog signal transducers patched (ptc)
dan smoothened (smo) mRNA pada keratosis seboroik dibanding kulit yang normal.
Frekuensi yang tinggi dari mutasi gene dalam mengencode reseptor tyrosine kinase
FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) telah ditemukan pada beberapa tipe keratosis
seboroik. Hal ini menjadi alasan bahwa faktor gen menjadi basis dalam patogenesis keratosis
seboroik. FGFR3 terdapat dalam reseptor transmembrane tyrosine kinase yang ikut serta
dalam memberikan sinyal transduksi guna regulasi pertumbuhan, deferensiasi, migrasi dan
penyembuhan sel. Mutasi FGFR3 terdapat pada 40% keratosis seboroik hiperkeratosis, 40%
keratosis seboroik akantosis, dan 85% keratosis seboroik adenoid.
Keratosis

Seboroik

keratosis seboroik,

memiliki

proliferasi

dari

banyak
keratinosit

derajat

pigmentasi. Pada

memacu

aktivasi

pigmentasi

dari melanosit di

sekitarnya dengan mensekresi melanocyte-stimulating cytokines. Endotelin-1 memiliki


efek simulasi ganda pada sintesis DNA dan melanisasi pada melanosit manusia dan telah
terbukti terlibat sebagai salah satu peran penting dalam pembentukan hiperpigmentasi pada
keratosis seboroik. Secara Immunohistokimia, keratinosit pada keratosis seboroik
memperlihatkan

keratin dengan berat molekul yang rendah, tetapi ada sebagian kecil

pembentukan keratin dengan berat molekul yang tinggi.

2.6 Varian Klinikopatologi


Ada beberapa bentuk histologi dan terkadang berbeda secara klinis untuk keratosis
seboroik :
a). Common Seborrheic Keratosis

Sinonim:

basal

cell

papilloma,

solid

seborrheic keratosis. Jenis ini dianggap

sebagai lesi klasik. Bentuknya seperti jamur, dengan epidermis hiperplastik dan berbatas
tegas yang menggantung di sekitar kulit. Tumor ini terdiri dari sel-sel basaloid yang seragam.
Kista-kista keratin kadang lebih banyak, dan bias tampak didalam folikel dan diluar folikel.
Melanosit terkadang muncul dalam jumlah
menghasilkan

warna

luka

banyak,

dan

produksi pigmennya

hitam. Perpindahan pigmen ke keratinosit kelihatan cukup

normal.
b). Reticulated Seborrheic Keratosis
Sinonim: adenoid seborrheic keratosis. Kumpulan sel-sel basaloid turun dari dasar
epidermis. Kista-kista keratin dikelilingi oleh sel-sel ini. Stroma kolagen eosinopilik yang
halus membungkus di sekeliling kumpulan sel basaloid dan dapat membentuk lesi yang
banyak.
c). Stucco Keratosis
Sinonim: hyperkeratotic seborrheic keratosis, digitate seborrheic keratosis, serrated
seborrheic keratosis, verrucous seborrheic keratosis.Stucco keratosis muncul berukuran 34 mm, berwarna seperti warna kulit atau benjolan berwarna putih abu-abu yang muncul
di

tungkai

bagian bawah. Penampakan sel epidermal seperti puncak menara gereja

mengelilingi inti kolagen membentuk hiperkeratosis seperti jalinan keranjang. Keratinosit


yang bervakuola yang ada pada veruka vulgaris tidak ditemukan pada lesi ini, meskipun
secara klinis lesi ini bisa menyerupai kutil virus yang kecil.
d). Clonal Seborrheic Keratosis.
Jenis keratosis seboroik ini berbentuk sarang-sarang sel basaloid yang tidak
selamanya berbatas tegas berbentuk bulat dan terbungkus longgar di dalam jaringan
epidermis. Walaupun sel yang paling banyak adalah keratinosit, sarang-sarang tersebut
mengandung melanosit dalam jumlah besar. Keratinosit ini ukurannya bisa bermacammacam.
e). Irritated Seborrheic Keratosis
Sinonim: inflamed seborrheic keratosis, basosquamous cell acanthoma. Kelainan
kuliteksematous

berubah

menjadi

keratosis

seboroik

yang

khas.

Penyebab

dari

reaksieksematous ini tidak diketahui. Bisa jadi disebabkan trauma, tapi belum dapat

dibuktikan. Secara histologi, suatu keratosis seboroik memperlihatkan bagian-bagiandari


perubahan inflamasi, banyak lingkaran atau pusaran dari sel-seleosinofilik skuamous yang
merata dan tertata seperti bawang. Ini menyerupai mutiarakeratin

dalam sel karsinoma

bersisik, tapi bisa dibedakan oleh besarnya jumlahmereka,kecilnya ukuran, dan bentuknya
yang terbatas. Keratinosit dalam suatu keratosis seboroik yang iritasi menunjukan tingginya
tingkat

keratinisasi

ataukeratosis seboroik yang sudah dewasa dibandingkan dengan

common seborrheic keratosis.


f). Seborrheic Keratosis with Squamous Atypia
Sel atipik dan diskeratosis bisa terlihat pada beberapa keratosis seborrheic. Lesi
tersebut bisa sangat mirip dengan penyakit Bowens atau karsinoma sel squamous yang
invasive. Tidak diketahui sebab-sebab perubahan tersebut, baik itu akibat dari iritasi

atau

aktivasi, atau tanda karsinoma sel squamous. Sebaiknya untuk menghilangkan lesi ini
seluruhnya.
g). Melanoacanthoma.
Sinonim : pigmented seborrheic keratosis. Melanoacanthoma lebih gelap dari
pigmented seborrheic keratosis. Di dalam lesi ini, ada proliferasi melanosit dendritik yang
jelas. Melanosit tersebut kaya dengan melanin, sebaliknya di sekitar keratinosit sangat sedikit
mengandung melanin. Melanosit dapat berkembang menjadi sarang,yang melebar dari
lapisan basal ke lapisan superfisial epidermis. Lesi ini tidak berpotensi menjadi ganas.
h). Dermatosis Papulosa Nigra.
Dermatosis papulosa nigra merupakan papul kecil pada wajah yang tampak Pada
orang Afrika Amerika, namun terlihat pada orang yang berkulit lebih gelap dari raslain,
nampak merupakan varian dari keratosis seboroik. Lesi ini merupakan erupsi papul yang
berpigmen pada wajah dan leher. Mereka menyerupai melanoacanthoma kecil-kecil.
Gambaran histologis seperti common seborrheic keratosis tapi berukuran lebih kecil.
i). The Sign of Leser-Trelat
Erupsi multipel keratosis seboroik, juga dikenal sebagai the sign of Leser-Trelat, disebutkan
berkaitan dengan multipel internal malignancies yang tersembunyi dan sering diikuti
dengan rasa gatal . Keganasan yang paling sering dihubungkan adalah adenokarsinoma
lambung, colon, dan payudara. Tanda ini juga telah dilaporkan dengan berbagai macam

tumor, termasuk limfoma, leukemia, dan melanoma. Tanda ini juga disebutkan bahwa
berhubungan dengan hyperkeratosis telapak tangan dan telapak kaki terkait dengan penyakit
keganasan dan dengan acanthosis nigricans. Fenomena

keratosis

pecah,

yang berpusat di sekitar papiloma

mungkin menunjukkan peradangan dermatosis

seboroik

yang

bisa

kulit dan keratosis seboroik membuat fenomena itu lebih kelihatan. Tentu saja, dibutuhkan
keahlian klinis melihat peninggian lesi keratosis seboroik pada pasien dengan dermatitis
generalisata yang disebabkan banyak hal. Kemoterapi, khususnya citarabine, bisa
menyebabkan peradangan keratosis seboroik, khususnya ketika dikaitkan dengan

tanda

Leser-Trelat. Maligna acanthosis nigricans muncul sebanyak 35% pasien dengan tanda
Leser-Trelat,

yang menunjukkan kesamaan

mekanisme. Namun, hubungan sebenarnya

antara erupsi keratosis seboroik multipel dengan keganasan organ dalam masih harus
dijelaskan

2.7 Gejala Klinik


Awitan keratosis seboroika biasanya di mulai dengan lesi datar, berwarna coklat
muda, berbatas tegas, dengan permukaan seperti beludru sampai verukosa halus, diameter lesi
bervariasi antara beberapa mm sampai 3 cm. Lama kelamaan lesi akan menebal, dan member
gambaran yang khas yaitu menempel (stuck on) pada permukaan kulit. Lesi yang telah
berkembang akan mengalami pigmentasi yang gelap dan tertutup oleh skuama berminyak.
Predileksi tumor terutama pada daerah seboroika yaitu : dada, punggung, perut, wajah dan
leher.

2.8 Diagnosis
a) Anamnesis

Biasanya asimptomatik, pasien hanya mengeluh terdapat bejolan hitam


terasa tidak nyaman.

Lesi kadang dapat terasa gatal, ingin digaruk atau dijepit.

Pasien kadang merasa benjolan semakin membesar secara lambat.

Lesi tidak dapat sembuh sendiri secara tiba-tiba.

Sebagian kasus terdapat riwayat keluarga yang diturunkan.

Lesi dapat timbul di seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan kaki serta

membrane mukosa
b) Pemeriksaan fisik
Keratosis seboroik dapat terjadi pada seluruh permukaan kulit.
Walaupun demikian, paling sering ditemukan pada wajah, punggung, daerah
sternal, ekstremitas, dan daerah yang meradang. Bila terdapat lesi multipel,
biasanya penyebarannya adalah bilateral dan simetris. Keratosis seboroik
tampak sebagai lesi multipel berupa papul atau plak yang agak menonjol,
namun dapat juga terlihat menempel pada permukaan kulit. Lesi ini biasanya
diliputi oleh kulit kering yang agak berminyak dan biasanya mudah lepas.
Lesi biasanya memiliki pigmen warna yang sama yaitu coklat, namun
kadang kadang juga dapat ditemukan yang bewarna hitam atau hitam
kebiruan. Permukaan lesi biasanya berbenjol benjol. Pada lesi yang memiliki
permukaan halus biasanya terkandung jaringan keratotik yang menyerupai
butiran gandum. Pada perabaan terasa lunak dan berminyak.

Lesi soliter keratosis seboroik

Multipel keratosis seboroik pada warisan secara


autosomal dominan

Lesi biasanya timbul pada usia lebih dari 40 tahun dan terus bertambah seiring dengan
bertambahnya usia. Pada beberapa individu lesi dapat bertambah besar dan tebal, namun
jarang lepas dengan sendirinya.
Trauma atau penggosokan dengan keras dapat menyebabkan bagian puncak lesi lepas,
namun akan tumbuh kembali dengan sendirinya. Tidak ada tendensi untuk berubah ke arah
keganasan. Akan tetapi melanoma, karsinoma sel basal, dan terkadang tumbuh di lesi
keratosis seboroik
c) Pemeriksaan Penunjang (Histopatologi)
Pemeriksaan penunjang

yang dapat

dilakukan

antara lain pemeriksaan

histopatologi. Komposisi keratosis seboroik adalah sel basaloid dengan campuran sel
skuamosa. Invaginasi keratin dan horn cyst merupakan karakteristiknya. Sarang-sarang sel
skuamosa kadang dijumpai, terutama pada tipe irritated. Satu dari tiga keratosis seboroik
terlihat hiperpigmentasi pada pewarnaan hematoksilin-eosin. Setidaknya ada 5 gambaran
histologi yang dikenal : acanthotic (solid), reticulated

(adenoid), hyperkeratotic

(papilomatous), clonal dan irritated. Gambaran yang bertumpang tindih biasa dijumpai.
a) Tipe acanthotic dibentuk oleh kolumna-kolumna sel basal dengan campuran horn

cyst.

b) Tipe

reticulated

mempunyai

gambaran jalinan

untaian

seringkali berpigmen, dan disertai horn cyst yang kecil.

tipis

dari sel basal,

c) Tipe hiperkeratotik terlihat eksofilik dengan berbagai tingkat hiperkeratotis,


papilomatosis dan akantosis. Terdapat sel basaloid dan sel skuamosa.

d) Tipe clonal mempunyai sarang sel basaloid intraepidermal


e) Pada tipe irritated, terdapat infiltrat sel yang mengalami inflamasi berat, dengan

gambaran likenoid pada dermis bagian atas. Sel apoptotik terdapat pada dasar lesi
yang menggambarkan adanya regresi imunologi pada keratosis seboroik. Kadang
kala terdapat infiltrat sel yang mengalami inflamasi berat tanpa likenoid, Jarang
terdapat netrofil yang berlebihan dalam infiltrat. Pada pemeriksaan dengan
menggunakan mikroskop elektron menunjukkan bahwa sel basaloid yang kecil
berhubungan dengan sel pada lapisan sel basal epidermis. Kelompok - kelompok
melanososm yang sering membatasi membran dapat ditemukan di antara sel

2.9 Diagnosis Banding.


Berikut beberapa diagnosis banding keratosis seboroik:
a) Melanoma maligna
Awalnya berupa tahi lalat yang berubah dalam warna, ukuran, mulai timbul gejala
(terbakar, gatal, sakit), terjadi peninggian lesi, berkembangnya lesi satelit. Akademi
dermatologi Amerika menekankan pentingnya evaluasi lesi berpigmen,yaitu: A =
asimetri, B = border irregularity, C = color variegation, D = Diameter lebih dari 0,6
mm.

b) Nevus pigmentosus
Nevus pigmentosus dapat terjadi disemua tempat termasuk membrana mukosa dekat
permukaan tubuh. Lesi dapat datar, papuler, atau papulomatosa biasanya berukuran 24mm. papul berbatas tegas dan mengkilat dengan permukaan agak licin, umumnya
berambut.

c) Keratosis aktinik
Terjadi akibat paparan dengan sinar matahari kronis. Gambaran klinis berupa makula
atau plak kecoklatan, bentuk irregular, dapat soliter atau multiple, berbatas tegas,
permukaan yang kasar, kering, dan squama yang melekat. Lebih baik diidentifikasi
dengan palpasi karena teksturnya seperti kertas amplas.

2.10 Penatalaksanaan
Tidak ada penanganan spesifik pada keratosis seboroik karena tidak adanya tendensi
untuk berubah menjadi keganasan. Jika lesi tidak memberikan gejala, pengangkatan tidak
penting, namun jika memberikan gejala atau tidak dapat diterima dari segi kosmetik, dapat
diangkat. Sebelum dilakukan pengangkatan, pasien harus diberi informasi bahwa lesi baru
akan terus muncul.
Penanganan dapat berupa medikamentosa dan pembedahan, yang akan dibicarakan
lebih lanjut dibawah ini :
a) Medikamentosa

Keratolytic agent

Dapat menyebabkan epitelium yang menanduk menjadi mengembang, lunak,


maserasi kemudian deskuamasi.
1. Amonium lactat lotion
Mengandung asam laktat dan asam alfa hidroxi yang mempunyai daya
keratolitik dan memfasilitasi pelepasan sel-sel keratin. Sedian 15% dan 5%
strenght; 12% strenght dapat menyebabkan iritasi muka karena menjadikan sel-sel
keratin tidak beradesi.
2. trichloroacetic acid
Membakar kulit, keratin dan jaringan lainya. Dapat menyebabkan iritasi
lokal. Pengobatan keratosis seboroik dengan 100% trichloroacetic acid dapat
menghilangkan lesi, tepi penggunaanya harus ditangan profesional yang ahli.
Terapi topikal dapat digunakan tazarotene krim 0,1% dioles 2 kali sehari dalam 16
minggu menunjukkan perbaikan keratosis seborik pada 7 dari 15 pasien.

b) Terapi Bedah
1.

Krioterapi
Merupakan bedah beku dengan menggunakan cryogen bisa berupa nitrogen

cair atau karbondioksid padat. Mekanismenya adalah dengan membekukan sel-sel


kanker, pembuluh darah dan respon inflamasi lokal. Pada keratosis seboroik bila
pembekuan terlalu dingin maka dapat menimbulkan skar atau hiperpigmentasi, tetapi
apabila pembekuan dilakukan secara minal diteruskan dengan kuretase akan
memberikan hasil yang baik secara kosmetik.

2. Terapi Bedah listrik

Bedah listrik (electrosurgery) adalah suatu cara pembedahan atau tindakan


dengan perantaraan panas yang ditimbulkan arus listrik boiak-balik berfrekwensi
tinggi yang terkontrol untuk menghasilkan destruksi jaringan secara selektif agar
jaringan parut yang terbentuk cukup estetis den aman baik bagi dokter maupun
penderita. Tehnik yang dapat dilakukan dalam bedah listrik adalah :
elektrofulgurasi, elektrodesikasi, elektrokoagulasi, elektroseksi atau elektrotomi,
elektrolisis den elektrokauter.
Elektrodesikasi
Merupakan salah satu teknik bedah listrik. Elektrodesikasi dan kuret dilakukan
di bawah prosedur anestesia lokal, awalnya tumor dikuret, kemudian tepi dan
dasar lesi dibersihkan dengan elektrodesikasi, diulang-ulang selama dua kali.
Prosedur ini relatif ringkas, praktis, dan cepat serta berbuah kesembuhan. Namun

kerugiannya, prosedur ini sangat tergantung pada operator dan sering


meninggalkan bekas berupa jaringan parut.

3. Laser CO2
Sinar Laser adalah suatu gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang
tertentu, tidak memiliki efek radiasi dan memiliki afinitas tertentu terhadap suatu
bahan/target. Oleh karena memiliki sel target dan tidak memiliki efek radiasi
sebagaimana sinar lainnya, ia dapat digunakan untuk tujuan memotong jaringan,
membakar jaringan pada kedalaman tertentu, tanpa menimbulkan kerusakan pada
jaringan sekitarnya. Sebagai pengganti pisau bedah konvensional, memotong
jaringan sekaligus membakar pembuluh darah sehingga luka praktis tidak
berdarah saat memotong.
4. Bedah scalpel
Satu cara konservatif namun tetap dipakai sampai sekarang ialah bedah
skalpel. Umumnya karena invasi tumor sering tidak terlihat sama dengan tepi lesi
dari permukaan, sebaiknya bedah ini dilebihkan 3-4 mm dari tepi lesi agar yakin
bahwa seluruh isi tumor bisa terbuang. Keuntungan prosedur ini ialah tingkat
kesembuhan yang tinggi serta perbaikan kosmetis yang sangat baik.

Anda mungkin juga menyukai