Anda di halaman 1dari 2

NEO SUFISME

Dalam perkembangannya sufismae lebih menitik beratkan penghayatan


keagamaan dari segi batiniyah nya saaja sehingga kurangnya penghayatan pada
aspek lahiriyah formalnya sehingga wajar apabila sufi terlihat tidak tertarik pada
masalah masalah sosial kemasyarakatan sehingga kaum sufi klasik mengamalkan
agama secara individualis sementara itu terdapat pula kelompok kebanyakan
kaum muslimin kebanyakan yang menghayati islam dari segi lahiriahnya saja dan
menitik beratkan perhatian pada segi segi syariah.
Menurut al Ghazali, sebelum memasuki dunia tasauf harus lebih dulu memahami
syariat secara benar dan mendalam, yang kemudian di kemas dalam proses
pendekatan esoteris yang di sebut thariqat, sehingga melahirkan pemahaman yang
lebih mendalam yang disebut hakikat.
Terminologi neo-sufisme pertama kali di munculkan oleh pemikir islam
kontemporer, yakni Fazlur rahman dalam bukunya islam. Sebelum fazlur di
indonesia sebetulnya hamka telah menampilkan istilah tasuf modern dalam
bukunya tasauf modernkeseluruhan isi buku ini terlihat adanya kesejajaran
dengan prinsip al Ghazali kecuali dalam hal uzlah dalam penjelajahan menuju
pemahaman, hamka justru menghendaki seseorang sufi harus aktif dalam
kehidupan masyarakat, untuk mencapai pemahaman yang hakiki.
Neo-sufisme adalah tipe tasauf yang terintegrasi dengan pemahaman dan
pengamalan nilai nilai syariah, maka muatan dari neo sufisme ini sebetulnya telah
ada pada abad kedelapan, hal ini menunjukan bahwa neo sufisme lahir sebagai
pembahuruan kebenaran islam yang telah bergeser dari keoriginilannya
dikarenakan terkontaminasi dengan perkembangan dan pemahaman yang salah
dari para sufi, neo sufisme menawarkan satiap orang dengan profesi berbeda
dapat mencapai Allah tak peduli pada penampilan fisik, tidak mensyaratkan
melakukan uzlah (semacam bertapa) untuk mencapai pemahaman terhadap isla,
dan tidak pula menutup peluang bagi setiap orang untuk melakukan interaksi
sosial dengan siapapun dan mendapatkan kekayaan sebanyak apapun, namun

tetap sesuai dengan nilai nilai dasar agama islam dan tidak terlepas dari syariat
islam, hal ini menepis anggapan bahwa neo-sufisme tidak sesuai dengan ajaran
islam, barangkali hanya tidak sesuai dengan sudut pandang sufisme ortodok.
Sikap puritanis pendukung neo-sufisme menyebabkan berseberangan dengan
paradigma sufisme terdahulu yang mengarahkan pengikutnya untuk membenci
dunia sehingga mereka lebih bersifat pasif, berbeda dengan neo-sufisne yang lebih
mendorong dan memotifasi pengikutnya untuk berperan aktif dan kreatif dalam
kehidupan ini, baik dari segi sosial kemasyarakatan maupun dari segi intelektual.
Serta aktif dalam melakukan amar maruf nahi mungkar.
Singkatnya neo sufisme tidak menutup diri dari perkembangan zaman maupun
perkembangan pemahaman manusia yang beragam terhadap permasalahan
agama, seperti fiqh, teologis, maupun sufisme, bahkan neo-sufisme lebih
menyarankan agar terlibat aktif dalam perkembangan zaman, gaya pemikiran
seperti ini dituangkan dalam semacam dokterin yang disebut ruhaniyah al-

ijtimaiyah atau spiritualisme sosial.


Bahkan lebih jauh lagi Dr. said ramadlan, mengecam bahwa cara hidup seperti
yang di lakukan oleh para sufi klasik yang menutup diri dari masyarakan adalah
tindakan egois dan pengecut, dan mementingkan diri sendiri, sikap hidup yang
benar adalah tawazun yaitu keseimbangan antara kehidupan dunia dan
kepentingan untuk mendapatkan kehidupan akhirat.

Oleh : febriyandi putra


1314050479

Anda mungkin juga menyukai