Anda di halaman 1dari 2

NAMA

NRP

: FAIFTA NANDIKA MAYA


: 1511100045

JAWABAN UAS PSDA


Pendapat saya mengenai sengketa lahan antara masyarakat lokal dengan
pemerintah dan pihak swasta bisa diselesaikan jika pihak pemerintah dan swasta bisa
melakukan pendekatan dengan baik kepada masyarakat. Misalnya dengan memberikan
kompensasi yang sesuai atau dengan memperkerjakan masyarakat lokal sekitar di
perkebunan kelapa sawit yang akan didirikan. Selain itu, dengan membuat adanya batasan
lahan yang jelas antara milik pemerintah dengan masyarakat lokal. Karena jika batasan yang
ada ini saling tumpang tindih, maka kedua belah pihak akan selalu merasa dirugikan.
Perkebunan kelapa sawit memang menjadi sub sektor perkebunan andalan
Indonesia. Lebih dari 7 miliar USD disumbangkan sub sektor ini ke dalam pundi-pundi devisa
negara. Indonesia pun menjadi pemimpin di antara negara produsen minyak kelapa sawit.
Perkebunan kelapa sawit saat ini merupakan perkebunan yang dikelola oleh swasta dan
masyarakat belum memiliki kemampuan yang cukup untu mengelola sendiri (Supriadi,
2013). Apabila pihak swasta bisa melibatkan masyarakat okal untuk pengelolaan
perkebunan ini, mungkin konflik yang ada dapat mereda, selain itu taraf hidup masyarakat
sekitar juga dapat meningkat. Komoditas tanaman kelapa sawit merupakan suatu bagian
integral dari pembangunan nasional, yang bertujuan mewujudkan peningkatan pendapatan
petani serta meningkatkan devisa negara, selanjutnya usaha pembangunan perkebunan
diarahkan pada pemerataan pembangunan. Pembangunan sektor perkebunan terkait
dengan upaya membuka kesempatan kerja, peningkatan ekspor, pemenuhan industri dalam
negeri, pertumbuhan pembangunan, dan penciptaan pusat pertumbuhan wilayah ekonomi
baru (Devung (1992) dalam Bhaskara, 2011).
Tabel 1. Pendapatan umum responden (Kalimantan Timur) sebelum dan sesudah transformasi
lahan pertanian tahun 2006 2011 (Bhaskara, 2011)

Walaupun perkebunan kelapa sawit ini sangat menguntungkan, namun pihak


pemerintah atauun swasta tidak boleh serta merta mengklaim seluruh lahan masyarakat
untuk dijadikan kebun kelapa sawit. Jenis kebijakan yang dapat dibuat misalnya pihak
swasta dan masyarakat memberlakukan sistem sewa dengan kurun waktu tertentu dan
dilegalkan oleh adanya ijin dari pemerintah. Sistem sewa ini didalamnya juga berisi tentang
ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilanggar oleh kedua belah pihak, jika nanti terjadi
pelanggaran, maka dapat dikenakan sanksi berupa denda atau pembatalak kontrak

perjanjian ayng telah dibuat. Dengan begitu, baik masyarakat lokal dan pihak swasta tidak
ada yang saling dirugikan serta usaha yang dijalankan oleh pihak swasta dilindungi oleh
hukum den bersifat legal.
Untuk masalah batasan lahan yang tidak jelas, menurut Fathullah (2006),
munculnya persoalan ini dimulai dari diterapkannya kebijakan Tata Guna Hutan
Kesepakatan (TGHK) dimana pemerintah dalam hal ini Departemen Kehutanan menetapkan
batas kawasan hutan melalui Panitia Tata Batas Kabupaten, namun karena masyarakat
sekitar hutan tidak dilibatkan dan tidak dilakukannya peninjauan di lapangan maka
keputusan yang dihasilkan tidak diakui oleh masyarakat. Penyebab lain adalah karena tidak
dilaksanakannya penunjukkan kawasan hutan serta penataan batas secara partisipatif
hingga selesai t, sebagai konsekuensinya adalah kawasan kelola masyarakat tidak mendapat
kepastian tanah sesuai dengan Hukum Tanah yang berlaku.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pertemuan khusus antara pemilik lahan
(masyarakat lokal) dengan pemerintah, disini yaitu Departemen Kehutanan untuk
membahasa masalah batas wilayah. Masyarakat berharap status pemilikan tanah menjadi
hak milik dengan biaya pensertifikatan yang terjangkau dapat menyelesaikan tumpang
tindih klaim atas tanah yang selama ini diakui sebagai kawasan hutan oleh Dephut
(Fathullah, 2006). Oleh karena itu, pemerintah juga harus memfasilitasi adanya pembuatan
sertifikat tanah, sehingga tidak terjadi klaim yang saling tumpang tindih. Kebijakan lain yang
bisa dibuat pemerintah, misalnya jika msayarakat lokal tidak puas dengan batasan ayng
sudah dibuat, maka tanah milik pemerintah dapat digunakan untuk bertani oleh masyarakat
lokal dan hasil dari pertanian tersebut dapat dibagi antara masyarakat dengan pemerintah.
Tapi sistem bagi hasil ini tentu saja tidak bleh memberatkan masyarakat lokal. Misal 5-10%
hasil pertanian harus dibayarkan ke pemerintah dan sisanya untuk masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA :
Bhaskara, D. M. 2011. Pengaruh Transformasi Lahan Pertanian Menjadi Perkebunan Kelapa
Sawit Terhadap Tingkat Kesejahteraan Petani Di Kecamatan Babulu Kabupaten
Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur. Malang: Universitas Negeri Malang.
Fathullah, dkk. 2006. Perubahan Status Kawasan Hutan Guna Menjawab Permasalahan
Kemiskinan dan Ketahanan Pangan: Studi Kasus dari Marga Bengkuna dan Pekon
Sukapura, Kabupaten Lampung Barat. Lampung.
Supriadi, Wiwin. 2013. Perkebunan Kelapa Sawit Dan Kesejahteraan Masyarakt Di
Kabupaten Sambas. Pontianak: Universitas Tanjungpura Pontianak.

Anda mungkin juga menyukai