Materi Pancasila
Materi Pancasila
DEFINISI
SISTEM
EKONOMI
PANCASILA
Sistem Ekonomi Pancasila (SEP) merupakan sistem ekonomi yang digali dan dibangun
dari nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat Indonesia. Beberapa prinsip dasar yang ada
dalam SEP tersebut antara lain berkaitan dengan prinsip kemanusiaan, nasionalisme ekonomi,
demokrasi ekonomi yang diwujudkan dalam ekonomi kerakyatan, dan keadilan.
Sebagaimana teori ekonomi Neoklasik yang dibangun atas dasar faham liberal
dengan mengedepankan nilai individualisme dan kebebasan pasar (Mubyarto, 2002: 68),
SEP juga dibangun atas dasar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, yang bisa
berasal dari nlai-nilai agama, kebudayaan, adat-istiadat, atau norma-norma, yang membentuk
perilaku ekonomi masyarakat Indonesia. Suatu perumusan lain mengatakan bahwa : Dalam
Demokrasi Ekonomi yang berdasarkan Pancasila harus dihindarkan hal-hal sebagai berikut:
Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan
bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan
mempertahankan kelemahan structural ekonomi nasional dan posisi Indonesia dalam
perekonomian dunia.
Sistem etatisme dalam arti bahwa negara berserta aparatus ekonomi negara bersifat
dominan, mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi diluar
sektor negara.
Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam
berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan cita-cita
keadilan sosial. (GBHN 1993).
Seorang pakar senior lain mengatakan bahwa terdapat 5 ciri pokok dari sistem ekonomi
Pancasila
yaitu
:
(Mubyarto,
1981).
1.
Pengembangan
koperasi
penggunaan
insentif
sosial
dan
moral.
2.
Komitmen
pada
upaya
pemerataan.
3.
Kebijakan
ekonomi
nasionalis
4.
Keseimbangan
antara
perencanaan
terpusat
5.
Pelaksanaan
secara
terdesentralisasi
2.
CIRI
CIRI
EKONOMI
PANCASILA
1. Yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad
hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan /
hasil bumi, dan lain sebagainya.
2. Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu juga dengan peranan
pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Sehingga tidak
terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Kedua
pihak yakni pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan
saling mendukung.
3. Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh
semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.
4. Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas
kekeluargaan antar sesama manusia.
tahun 1947 Bung Hatta secara resmi dikukuhkan oleh Sentral Organisasi Koperasi Rakyat
Indonesia (SOKRI) sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Sebagai seorang muslim yang
religius, beliau memandang bahwa ekonomi islam cocok untuk diimplementasikan dalam
kegiatan ekonomi, tetapi masyarakat Indonesia bukanlah masyarakat yang memeluk Islam
seluruhnya. Sehingga timbullah keinginannya untuk tidak hanya menjadikan Islam sebagai
hanya agama ritual, melainkan agama yang juga berkorelasi dengan nilai-nilai keadilan sosial
ekonomi. Dalam pandangan Hatta, setiap Muslim berkewajiban membawa semangat
perdamaian dan kemakmuran untuk dunia. Hatta kemudian mencetuskan istilah 'ekonomi
rakyat' dan demokrasi ekonomi. Dalam demokrasi ekonomi, rakyat harus mempunyai akses
ke cabang-cabang produksi yang penting. Perjuangan untuk memperbaiki kondisi ekonomi
rakyat harus terus dilanjutkan dengan mengubah struktur ekonomi Indoncsia dari sebuah
perekonomian yang berwatak kolonial menjadi sebuah perekonomian nasional. Bung Hatta
menyatakan ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi sebagai konsep dasar sistem
perekonomian Indonesia. Tujuan jangka pendek kebijakan itu adalah untuk menghapuskan
penggolong-golongan status sosial-ekonomi masyarakat, baikberdasarkan ras maupun
berdasarkan tingkat penguasaan faktor-faktor produksi. Sedangkan tujuan jangka panjangnya
adalah untuk mengoreksi struktur ekonomi kolonial yang diwariskan oleh pemerintah Hindia
Belanda, serta untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya
roda perekonomian Indonesia.Sebagaimana dikemukakan Bung Karno, yang dimaksud
dengan ekonomi nasional adalah sebuah perekonomian yang ditandai oleh meningkatnya
peran serta rakyat banyak dalam penguasaan modal atau faktor-faktor produksi di tanah air.
Ekonomi Pancasila disebut juga sebagai ekonomi yang berasaskan kekekeluargaan,
kegotong-royongan dan kerjasama. Ini adalah nilai-nilai tradisional yang bersumber pada
budaya Indonesia. Tapi asas kekeluargaan ini, yang berdasarkan kepada solidaritas mekanis,
telah ditransformasikan menjadi solidaritas fungsional, dengan nilai-nilai individualita dalam
lembaga koperasi. Secara epistemologis Ekonomi Pancasila perlu digambarkan dalam sebuah
deskripsi dan analisis mengenai Sistem Ekonomi Pancasila, yaitu sistem ekonomi yang
disusun berdasarkan UUD 1945, termasuk Pancasila, khususnya berpedoman pada pasal 33.
Wujud nyata dari sistem ekonomi ini adalah koperasi. Tapi koperasi Indonesia adalah
koperasi yang dibentuk di atas perekonomian rakyat yang terdiri dari usaha keluarga (usaha
mikro), usaha kecil dan menengah, sebagaimana pernah digambarkan oleh Bung Hatta.
Terakhir, Bung Hatta yakin, koperasi akan menjadi motor perekonomian yang membebaskan
masyarakat dari ketergantungan kapital. Koperasi adalah persekutuan orang, bukan kumpulan
gabungan modal seperti perusahaan. Di dalam koperasi, keputusan bisnis, bahkan pembagian
keuntungan dihitung berdasarkan suara anggota, bukan dari besar kecilnya saham. Organisasi
koperasi dapat berperan dalam reformasi sosial dengan menghimpun para pelaku ekonomi
dalam dua aspek. Pertama, secara kolektif menghimpun para pelaku ekonomi rakyat dalam
menjual produk-produk yang mereka hasilkan ke konsumen dengan bargaining power yang
kokoh. Kedua, organisasi koperasi dapat menjadi wadah yang bertanggung jawab dalam
membeli barang-barang yang diperlukan oleh para pelaku ekonomi rakyat langsung dari para
pemasok di sektor modern dengan bargaining power yang kokoh pula. Sehingga dengan
adanya koperasi, para pelaku penindas dalam ekonomi dapat disapu bersih.
7.
Konsepsi Bung Hatta mengenai Disain Kesejahteraan Sosial: Pasal 33 dan 34
UUD 1945
Sebagaimana kita ketahui bersama, Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945 yang konseptornya
adalah Bung Hatta, berada dalam Bab XIV: Kesejahteraan Sosial (kemudian
secara absurd dirubah melalui amandemen. Dari sini kita dapat melihat disain kesejahteraan
sosial yang beliau pikirkan untuk rakyat Indonesia, bahwa isi Pasal 33 UUD 1945 yang asli
tersebut pada hakekatnya menyatakan bahwa sistem perekonomian negara ditujukan untuk
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, sementara melalui Pasal 34 rakyat yang miskin dan
terlantar menjadi tanggungjawab Negara utuk melindunginya. Kedua pasal ini untuk
mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi rakyat seluruhnya.
Konsepsi dari Negara Pengurus yang ditekankan oleh Bung Hatta ini ditegaskan oleh salah
satu Bapak Administrasi Negara, Prof. Bintoro Tjokroamidjojo sebagai konsepsi good
governance6. Kiranya atas dasar itulah maka pada peringatan Satu Abad Bung Hatta, Prof.
Bintoro menyatakan bahwa Bung Hatta adalah Bapak Kedaulatan Rakyat atau Bapak Demokrasi Indonesia.
Apa yang dikatakan oleh Prof. Bintoro adalah benar. Akan saya kutipkan pidato Bung Hatta
di depan Sidang BPUPKI pada tanggal 15 Juli 1945:
kita mendirikan negara baru di atas dasar gotong-royong dan hasil usaha bersama. Tetapi
satu hal yang saya kuatirkan, kalau tidak ada satu keyakinan atau satupertanggungan kepada
rakyat dalam Undang-Undang Dasar yang mengenai hak untuk mengeluarkan suara
mungkin terjadi suatu bentukan negara yang tidak kita setujui Hendaklah kita
memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita bikin jangan menjadi negara
kekuasaan. Kita menghendaki negara pengurus, kita membangunkan masyarakat baru yang
berdasar gotong-royong, usaha bersama; tujuan kita ialah memperbarui masyarakat. Tetapi di
sebelah itu janganlah kita memberi kekuasaan kepada negara untuk menjadikan di atas negara
baru itu suatu negara kekuasaan sebab kita mendasarkan negara kita atas kedaulatan
rakyat 7.
Kata-kata pertanggungan kepada rakyat, negara pengurus, dan kedaulatan rakyat telah
mengingatkan kita kepada pemikiran-pemikiran baru dewasa ini, yaitu prinsip-prinsip dari
pengelolaan (pengurusan) yang amanah, yang saat ini lebih dikenal dengan istilah good
governance 8.
Oleh karena itu bagi Indonesia good governance mempunyai arti dan rujukan tunggal sebagai
dapat dilaksanakannya amanah nasional oleh pemerintahan negara Indonesia sebagai negara
pengurus untuk:
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Ini merupakan komitmen nasional pemerintahan negara dan sekaligus merupakan cita-cita
nasional yang harus menjadi rujukan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. (Jangan
sampai pengertian good governance dikacaukan dengan good corporate governance yang
rujukan dan prinsip-prinsip pengelolaannya berbeda, yang hanya menyangkut masalah
korporasi seperti akuntabilitas transparansi, efisiensi efektivitas, inovasi, dst.
Maka tidaklah mengherankan jika Bung Hatta mendukung sila kedua Pancasila, yaitu
kemanusiaan yang adil beradab, sebagai kewajiban warganegara untuk menghormati hak
asasi sesama manusia Indonesia, bukan sebaliknya menjadi manusia warganegara sekedar
penuntut hak asasi bagi dirinya sendiri.