Anda di halaman 1dari 12

PT Indomas Mulia

Laporan Kegiatan Lapangan di Pasuruan

LAPORAN KEGIATAN LAPANGAN DI PASURUAN

TIM KAJIAN PERENCANAAN PARTISIPATIF (PJM PRONANGKIS)

A.

RINGKASAN HASIL SANGAT SEMENTARA


(1)

Gambaran Umum Wilayah Studi

(1.1)

Kondisi Geografis
PASURUAN termasuk kategori kota kecil dengan luas sekitar 36,58 km2, yang
secara geografis terletak diantara 735 sampai 745 Lintang Selatan dan 11245
sampai 11255 Bujur Timur. Batas administrasi kewilayahan Kota Pasuruan, di
sebelah Utara dengan Selat Madura, sebelah Timur dengan Kec Rejoso Kabupaten
Pasuruan, sebelah Selatan dengan Kec Gondangwetan Kabupaten Pasuruan, dan
sebelah Barat dengan Kec Kraton Kabupaten Pasuruan.
Topografis kota Pasuruan berada pada ketinggian antara 0,0 10,0 meter dpl
dengan rata-rata ketinggian pada 4,0 meter dpl dan kemiringan 0% - 1% melandai
dari Selatan ke Utara, dan pada sebagian wilayah Utara terdapat cekungan yang
sering menjadi penyebab terhambatnya aliran buangan air.
Secara geologis, sebagian besar jenis batuan yang ada terdiri dari jenis alluvium
dari campuran bahan endapan yang berasal dari daerah vulkanis intermedier
pegunungan Tengger di sebelah Bukit Lipatan, dan batuan endapan berkapur raci
di sebelah Barat dan Timur. Jenis tanah didominasi tanah batuan yang bersifat
intermedier sampai dengan agak basis. Kondisi tanah bertekstur liat yang dalam
keadaan basah cenderung mengembang dan melekat, sedangkan dalam keadaan
kering akan cenderung mengkerut serta membentuk celak dan bersifat agak
keras. Kadar Natrium dan Chlor yang tinggi sesuai untuk pengembangan budidaya
tambak dan produksi garam, terutama sepanjang garis pantai di bagian timur
yang memang lebih luas dari bagian barat.
Sebagaimana daerah tropis lainnya, Pasuruan mengenal 2 musim yaitu musim
hujan dan kemarau, namun tergolong agak kering (tipe-D2). Curah hujan rata-rata
1.337 mm per-tahun, dengan kecenderungan selama musim kemarau rata-rata
100 mm per-bulan (Mei Nopember) dan selama musim penghujan rata-rata 200
mm per-bulan (Januari Maret).
Kota Pasuruan secara administratif pemerintahan terdiri dari 3 Kecamatan (Kec
Gadingrejo, Kec Purworejo, Kec Bugul Kidul) yang terbagi menjadi 34 Kelurahan,
yang membawahkan sejumlah 210 RW yang terbagi atas 916 RT.
Populasi penduduk Kota Pasuruan sampai tahun 2008 tercatat mencapai 172.892
jiwa, yang terdiri dari penduduk lakilaki sejumlah 84.999 jiwa dan perempuan
sejumlah 87.893 jiwa, serta tingkat kepadatan rata-rata 4.726 jiwa / km2.

Kajian Perencanaan Partisipatif (PJM Pronangkis) PNPM P2KP

PT Indomas Mulia

Laporan Kegiatan Lapangan di Pasuruan

(1.2)

Perekonomian Daerah
Kondisi ekonomi daerah secara umum dapat ditunjukkan oleh angka Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB), Investasi, Inflasi, pajak dan retribusi, pinjaman
dan pelayanan bidang ekonomi. Besaran nilai Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) ini secara nyata mampu memberikan gambaran mengenai nilai tambah
bruto yang dihasilkan unit-unit produksi pada suatu daerah dalam periode
tertentu. Lebih jauh, perkembangan besaran nilai PDRB merupakan salah satu
indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan pembangunan
suatu daerah, atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat
tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB.
Pada Tabel-1 disajikan trend perkembangan perekonomian kota Pasuruan selama
periode 2003-2008, yang menunjukkan pertumbuhan moderat sampai periode
2004 dan mengalami lonjakan pertumbuhan signifikan pada dua tahun berikutnya
(2005 dan 2006 pada perhitungan atas dasar harga konstan) untuk kemudian
kembali stabil pada 2007 dan 2008.
Tabel 1
Trend Pertumbuhan Ekonomi Kota Pasuruan Tahun 2003 s/d 2008
2003
PDRB (Rp. 000)
- ADHB
Trend Pertumbuhan (%)

- ADHK
Trend Pertumbuhan (%)

Income per-Capita (Rp. 000)


- ADHB
Trend Pertumbuhan (%)

- ADHK
Trend Pertumbuhan (%)

Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)

2004

2005

2006

2007

2008

997,519

1,124,352

1,196,525

1,592,083

1,826,051

2,130,919

11.98%

12.71%

6.42%

33.06%

14.70%

16.70%

309,989

326,102

542,348

905,174

954,629

1,004,399

4.13%

5.20%

66.31%

66.90%

5.46%

5.21%

5,119

5,706

6,011

7,918

8,993

10,392

10.73%

11.47%

5.35%

31.74%

13.57%

15.56%

1,590

1,652

2,725

4,494

4,693

4,890

3.11%

3.92%

64.93%

64.96%

4.43%

4.19%

4.13%

5.20%

66.31%

66.90%

5.46%

5.21%

Sumber : Diolah kembali dari RPJMD Kota Pasuruan Tahun 2006-2010, PJM Pronangkis
Kota Pasuruan 2007-2009, dan Kota Pasuruan Dalam Angka 2009

Pertumbuhan ekonomi yang mengalami lonjakan signifikan pada 2005 dan 2006,
masing-masing sebesar 66,31% dan 66,90% dari tahun sebelumnya. Meski pada
tahun berikutnya angka pertumbuhan mengalami penurunan drastis (lebih dari
50%), namun pada prinsipnya tetap menunjukkan adanya pertumbuhan. Pada
tahun 2007 menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,46% dan pada tahun 2008
masih terjadi pertumbuhan sebesar 5,21%.
Fluktuasi pertumbuhan yang sedemikian besar pada dasarnya dipengaruhi oleh
trend kontribusi potensi ekonomi sektoral, yang pada periode 2005 dan 2006
mengalami kenaikan nilai secara signifikan. Potensi tersebut antara lain dari
sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor industri pengolahan, dan sektor
transportasi. Namun demikian, pertumbuhan yang sangat tinggi dalam dua tahun
menunjukkan percepatan capaian titik jenuh, sehingga meskipun pada tahun
Kajian Perencanaan Partisipatif (PJM Pronangkis) PNPM P2KP

PT Indomas Mulia

Laporan Kegiatan Lapangan di Pasuruan

berikutnya masih menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi namun angka


pertumbuhannya jauh dibawah angka pertumbuhan pada tahun sebelumnya.
Kelurahan yang menjadi fokus kajian dari Tim PJM Pronangkis dalam kegiatan
lapangan di Kota Pasuruan adalah Kelurahan Kepel dan Kelurahan Panggung
Rejo Kecamatan Bugul Kidul.

a.

Gambaran Umum Kelurahan Kepel Kecamatan Bugul Kidul

a.1.

Kondisi Umum Wilayah


Kelurahan Kepel merupakan bagian dari Kecamatan Bugul Kidul terdiri dari 6 RW
yang dibagi menjadi 20 RT. Kelurahan ini berbatasan langsung dengan Kelurahan
Tapaan disebelah Utara; Kelurahan Blandongan disebelah Timur; Kelurahan
Bakalan disebelah Selatan; dan Kelurahan Bugul Kidul disebelah Barat.
Sebagian besar kegiatan dan penggunaan lahan di Kelurahan Kepel adalah untuk
pertanian tanaman pangan (sawah, palawija) dengan prasarana dan sarana irigasi
teknis. Kehidupan sosial yang ada bercirikan sebagaimana umumnya masyarakat
pertanian, yang mengandalkan pencaharian pada hasil pertanian, ternak, dan
hasil kebun. Kondisi masyarakat yang masih relatif homogen cukup berpengaruh
terhadap perkembangan kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pada umumnya.

a.2.

Kependudukan
Jumlah penduduk Kelurahan Kepel pada tahun 2008 tercatat sebanyak 3.155 jiwa
yang terdiri dari 1.595 jiwa laki-laki dan 1.560 jiwa perempuan dengan 716 KK.
Dari perbandingan jumlah penduduk dengan KK ini menunjukkan jumlah anggota
keluarga per-KK rata-rata adalah 4 jiwa/KK.
Jumlah warga miskin di Kelurahan Kepel tidak dapat dicatat berdasarkan satu
pengertian atau definisi yang sama. Berdasarkan data BPS 2008 tidak tercatat
adanya warga masyarakat di Kelurahan kepel yang tergolong fakir miskin (dalam
definisi BPS). Namun demikian, dari hasil refleksi kemiskinan dan pemetaan sosial
pada proses penyusunan PJM Pronangkis, tercatat bahwa jumlah warga miskin
(berdasarkan indikator permasalahan tertentu) adalah sebagai berikut:
1 tidak mampu memenuhi gizi keluarga
257 KK
2 menempati rumah tidak layak huni
31 KK
3 berpenghasilan rendah (kurang 500-ribu per-bulan).
224 KK

a.3.

Permasalahan
Berdasarkan klasifikasi diatas, kemiskinan yang ada antara lain disebabkan oleh
faktor-faktor sebagai berikut:
Kegiatan pada sektor pertanian pangan maupun kegiatan berbasis pertanian
(tani padi, berkebun, tanam ikan, dll) mengalami stagnasi perkembangan pada
Kajian Perencanaan Partisipatif (PJM Pronangkis) PNPM P2KP

PT Indomas Mulia

Laporan Kegiatan Lapangan di Pasuruan

pasar lokal. Pengembangan yang difasilitasi pemerintah masih relatif terbatas


pada aspek normatif (pengadaan saprodi / saprotan, stabilisasi harga pasar,
pengendalian kelangkaan komoditas, dll), yang umumnya tidak fokus pada
upaya strategis penanggulangan kesulitan ekonomi dalam skala lokal.
Keterbatasan tingkat pendidikan, wawasan pengetahuan, akses ke sumber
daya ekonomi, dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk mau bekerja /
berusaha secara konsisten dan berkesinambungan.

b.

Gambaran Umum Kelurahan Panggung Rejo Kecamatan Bugul Kidul

b.1.

Kondisi Umum Wilayah


Kelurahan Panggung Rejo juga merupakan bagian dari Kecamatan Bugul Kidul
yang terdiri dari 4 RW yang dibagi menjadi 9 RT. Kelurahan ini berbatasan
langsung dengan Selat Madura disebelah Utara; Kelurahan Mandaranrejo
disebelah Timur dan Selatan; dan Sungai Gembong disebelah Barat.
Sebagian besar lahan di Kelurahan Panggung Rejo adalah lahan terbangun yang
digunakan kawasan perumahan dan permukiman, serta sebagian lainnya untuk
pertambakan serta kawasan pantai yang digunakan untuk pembuatan garam.
Kehidupan sosial yang ada bercirikan sebagaimana umumnya masyarakat pantai,
yang mengandalkan pencaharian pada hasil melaut sebagai nelayan, buruh /
awak kapal nelayan, atau buruh pekerjaan pembuatan / pemeliharaan kapal.
Kondisi masyarakat yang ada cukup heterogen namun masyarakat umumnya
tidak memiliki ketrampilan kerja pada bidang lainnya. Alternatif jenis kegiatan
yang menjadi sumber pandapatan antara lain pedagang kecil (peracangan) atau
pekerjaan formal pada lembaga pemerintah atau non-pemerintah lainnya.
Kondisi seperti tersebut diatas cenderung masih menjadi karakteristik kawasan
Panggung Rejo, sehingga masih mendapat sebutan sebagai salah satu lokasi
kantung kemiskinan di Kota Pasuruan.

b.2.

Kependudukan
Jumlah penduduk Kelurahan Panggung Rejo pada tahun 2008 (BPS) tercatat
sebanyak 2.916 jiwa, terdiri dari 1.446 jiwa laki-laki dan 1.470 jiwa perempuan
yang terbagi menjadi sekitar 1.104 KK. Dari perbandingan jumlah penduduk
dengan KK ini menunjukkan jumlah anggota keluarga per-KK rata-rata 3 jiwa/KK.
Kelurahan Panggung Rejo tergolong kawasan padat penghuni, dan merupakan
daerah yang penduduk pendatangnya relatif lebih banyak dibandingkan dengan
penduduk asli.
Jumlah warga miskin di Kelurahan Panggung Rejo dapat dicatat berdasarkan satu
pengertian atau definisi yang sama. Berdasarkan data BPS 2008 tidak tercatat
adanya warga masyarakat di Kelurahan Panggung Rejo yang tergolong fakir miskin
(dalam definisi BPS). Namun demikian, dari hasil pelaksanaan refleksi kemiskinan
Kajian Perencanaan Partisipatif (PJM Pronangkis) PNPM P2KP

PT Indomas Mulia

Laporan Kegiatan Lapangan di Pasuruan

dan pemetaan sosial pada proses penyusunan PJM Pronangkis, tercatat 214 KK /
565 jiwa yang tergolong miskin. Selanjutnya, dari indikator yang digunakan dalam
pemetaan swadaya (ps), diperoleh indikasi warga miskin (berdasarkan indikator
permasalahan tertentu) antara lain sebagai berikut:
1 tidak mampu memenuhi gizi keluarga
226 KK
2 berpenghasilan rendah (kurang 500-ribu per-bulan)
a. kurang / tidak memiliki ketrampilan
20 KK
b. tidak punya akses sumber daya keuangan
98 KK
c. memerlukan dukungan modal usaha
51 KK
b.3.

Permasalahan
Berdasarkan klasifikasi diatas, kemiskinan yang ada antara lain disebabkan oleh
faktor-faktor sebagai berikut:

Kegiatan sektor perikanan laut maupun kegiatan berbasis produktifitas


perairan laut (perkapalan, nelayan/awak kapal, petani garam, dll) mengalami
perkembangan relatif moderat dan lambat, bahkan cenderung mengalami
pergeseran ke sektor industri pengolahan hasil laut. Upaya pengembangan
yang difasilitasi pemerintah masih relatif terbatas pada aspek normatif
(pembangunan dermaga dengan TPI, pengembangan koperasi, bina daya
masyarakat nelayan, dll), yang umumnya tidak fokus pada upaya strategis
penanggulangan kesulitan ekonomi dalam skala lokal.

Keterbatasan tingkat pendidikan, wawasan pengetahuan, akses ke sumber


daya ekonomi, dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk mau bekerja /
berusaha secara konsisten dan berkesinambungan.

Gambar 1
Lingkungan Permukiman di Kelurahan Panggung Rejo Kecamatan Bugul kidul

Kajian Perencanaan Partisipatif (PJM Pronangkis) PNPM P2KP

PT Indomas Mulia

Laporan Kegiatan Lapangan di Pasuruan

(2)

Hasil Temuan Lapangan

Kesadaran Masyarakat
Sejauh mana masyarakat peduli pada tujuan PJM Pronangkis?
(1)

Pada umumnya masyarakat memperoleh informasi tentang PNPM/P2KP


dari pelaksanaan sosialisasi tahap awal di tingkat Kelurahan yang dilakukan
oleh Fasilitator Kelurahan;

(2)

Sosialisasi PNPM/P2KP di Kelurahan Kepel dilakukan bertahap, pertama


dilakukan di tingkat kelurahan yang dihadiri para Ketua RW, dan kedua
dilakukan di tingkat RW yang dihadiri para Ketua RT. Selanjutnya beberapa
Ketua RT menyampaikan informasi mengenai rencana pelaksanaan program
ini kepada warga, baik dalam pertemuan-pertemuan tingkat RT maupun
secara informal.

(3)

Di Kelurahan Panggungrejo, karena kelurahan ini hanya meliputi 9 RT,


penyampaian informasi tentang PNPM/P2KP kepada warga tahap pertama
langsung dilakukan oleh Faskel, Lurah dan Ketua LPM kepada para Ketua RT
yang selanjutnya menginformasikan kepada warga di tingkat;

(4)

Informasi tentang PNPM/P2KP yang dimiliki masyarakat (warga) masih


terbatas, terutama yang terkait dengan pengertian dasar tentang
pemberdayaan masyarakat. Masyarakat memahami PNPM/P2KP sebatas
program bantuan bantuan untuk memperbaiki kondisi lingkungan, ekonomi
dan sosial);

(5)

Warga biasa umumnya tidak peduli dengan mekanisme pengelolaan PNPM


Mandiri, termasuk penyusunan PJM Pronangkis. Yang menjadi perhatian
adalah usulan kegiatan mereka kepada BKM lewat Ketua RT/RW dan kapan
dana BLM PNPM Mandiri dicairkan untuk membiayai kegiatan itu?

(6)

Kemauan sebagian besar masyarakat untuk turut serta dalam proses


kegiatan PNPM/P2KP masih dilatarbelakangi oleh adanya bantuan (BLM),
baik untuk kegiatan perbaikan kondisi fisik lingkungan maupun peningkatan
kondisi sosial dan ekonomi;

(7)

Di Kelurahan Kepel, pemilihan anggota Badan Keswadayaan Masyarakat


(BKM) dilaksanakan berdasarkan seleksi terhadap perwakilan tiap RW. Pada
tahap pertama, masing-masing RT mengadakan pertemuan yang dihadiri
oleh pengurus RW dan ketua/pengurus RT untuk memilih dan menetapkan
3 orang yang akan menjadi Relawan dan/atau calon anggota BKM dari tiap
RW. Selanjutnya, di tingkat kelurahan dipilih 13 orang relawan yang dipilih
sebaga anggota BKM.

(8)

Seperti pada unit-unit kelembagaan lain (LPMK, PKK, Posyandu, Koperasi


Desa) di kelurahan Kepel ini, terdapat indikasi bahwa aktivitas BKM
dikendalikan oleh elite kelurahan, keluarga TNI/Polri. Sedangkan di

Kajian Perencanaan Partisipatif (PJM Pronangkis) PNPM P2KP

PT Indomas Mulia

Laporan Kegiatan Lapangan di Pasuruan

Kelurahan Panggungrejo, banyaj anggota BKM yang berasal dari kelompok


pemuda.
(9)

Di Kelurahan Panggungrejo, pemilihan anggota BKM dimulai di tingkat RT


dengan pemilihan 5 orang Relawan sekaligus calon anggota BKM dalam
pertemuan warga. Selanjutnya, dalam pertemuan di tingkat kelurahan
dipilih 11 orang anggota BKM.

(10) Di kedua kelurahan, tidak diperoleh informasi mengenai pelaksanaan


kegiatan refleksi kemiskinan (RK).
(11) Pemetaan Swadaya (PS) di kedua kelurahan dilaksanakan oleh Tim
Pelaksananya bentukan BKM yang terdiri atas 10 orang.
(12) Di Kelurahan Kepel, proses pengajuan usulan kegiatan yang akan
dimasukkan dalam PJM dimulai di tingkat RW berdasarkan hasil PS, dan
selanjutnya penyusunan kegiatan dilakukan oleh anggota BKM.
(13) Di Kelurahan Panggungrejo prosesnya dimulai di tingkat RT melalui
pertemuan warga. Tiap RT mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh
Ketua RT dan tokoh masyarakat untuk membuat usulan kegiatan
(14) Di kedua kelurahan, penentuan prioritas kegiatan dilakukan oleh Faskel
2

Pengaruh Elite
Sejauh mana rencana PJM Pronangkis dipengaruhi oleh elit lokal, berdasarkan
tingkat keterlibatannya?

(1)

Tokoh-tokoh yang tergolong elite, khususnya di Kelurahan Kepel adalah


Ketua RW, Tokoh Masyarakat, guru, PNS/TNI/Polri/pensiunan dan Lurah.

(2)

Pengaruh elite dalam proses penyusunan PJM Pronangkis pada tingkat


masyarakat, khususnya di Kelurahan Kepel, cukup kuat, karena proses
tersebut hanya melibatkan Ketua RT/RW, Tokoh masyarakat, Ketua LPMK,
Relawan dan Anggota BKM. Meskipun demikian, kegiatan-kegiatan yang
diusulkan dan dimasukkan dalam PJM Pronangkis umumnya mendapat
dukungan dari warga di tiap RT.

(3)

Lurah berperan dalam penentuan prioritas kegiatan, khususnya kegiatankegiatan yang pelaksanaannya dijadwalkan pada tahun pertama untuk
menghindari terjadinya tumpang tindih rencana kegiatan dalam PJM
Pronangkis P2KP dengan renccana kegiatan yang diusulkan kelurahan dalam
musrenbang.

Pengaruh Orientasi BLM dan IPM/MDG


Sejauh mana rencana PJM Pronangkis dipengaruhi oleh maksud proyek (daftar
harapan proyek) dan oleh batasan volume alokasi anggaran (orientasi BLM)?
(1)

Pengaruh maksud proyek dan batasan alokasi anggaran (orientasi) BLM


dapat dilihat secara jelas dalam susunan rencana kegiatan yang terbatas
Kajian Perencanaan Partisipatif (PJM Pronangkis) PNPM P2KP

PT Indomas Mulia

Laporan Kegiatan Lapangan di Pasuruan

pada 3 sektor Tridaya, dan jumlah anggaran yang disesuaikan dengan


jumlah BLM yang disalurkan. Dalam PJM Pronangkis, sama sekali tidak ada
rencana kegiatan yang pembiayaannya dari luar BLM;

(2)

Kuatnya pengaruh atau orientasi terhadap BLM terkait dengan pemahaman


yang dibangun sejak awal bahwa PNPM/P2KP adalah program pemberian
BLM untuk kegiatan pembangunan fisik, ekonomi dan sosial yang
perencanaan dan pengelolaan dilaksanakan oleh masyarakat. Penyusunan
PJM Pronangkis pun diarahkan ke pengelolaan BLM tersebut.

(3)

Pemahaman bahwa PJM Pronangkis merupakan perencanaan partisipatoris


masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan secara umum di tingkat
kelurahan, tidak terbangun. Akibatnya, hampir seluruh proses yang diallui
seperti RK, PS dan rembug-rembug warga untuk menyusun usulan kegiatan
diarahkan ke pencairan BLM;

(4)

Masyarakat umumnya belum mengerti tentang kegiatan-kegiatan dalam


konteks Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/MDG, namun demikian dalam
susunan usulan program substansinya telah memberikan indikasi
kebutuhan unsur-unsur IPM/MDG. Orientasi ke arah IPM/MDG`s ini terlihat
pada kegiatan-kegiatan direncanakan seperti peningkatan gizi balita,
peningkatan gizi keluarga miskin, peningkatan kesehatan ibu hamil dan
menyusui, pengadaan parasarana dan sarana posyandu, bantuan untuk
siswa SD/SLTP/SLTA dari keluarga miskin, sosialisasi peran perempuan
dalam rangka kesetaraan gender (di bidang sosial/kesehatan/pendidikan);
pemberian modal bergulir, pelatihan ketrampilan, informasi dan jaringan
usaha bagi keluarga miskin/pedagang kecil (di bidang ekonomi) dan;
pembangunan/perbaikan MCK umum bagi keluarga miskin yang tidak
memiliki MCK dan perbaikan rumah tidak layak huni (di bidang sosial);

Kebutuhan Advokasi dan atau Pelatihan


Apa sajakah kebutuhan peningkatan kapasitas dan advokasi tingkat masyarakat
untuk memastikan pemahaman dan orientasi ke arah pembangunan sosial dan
manusia yang berkelanjutan sebagai dasar perencanaan masyarakat yang bersifat
partisipatif?
(1)

Umumnya, usulan-usulan kegiatan yang berorietasi ke arah pembangunan


manusia merupakan usulan yang disuarakan oleh para ibu (khususnya yang
terkait dengan bidang kesehatan dasar seperti peningkatan gizi balita,
peningkatan gizi keluarga miskin, peningkatan kesehatan ibu hamil dan
menyusui, pengadaan parasarana dan sarana posyandu. Sayangnya,
partisipasi perempuan dalam penyusunan PJM Pronangkis di kedua
kelurahan terbatas.

(2)

Untuk medorong partisipasi perempuan agar orientasi ke arah


pembangunan manusia semakin kuat, kegiatan-kegiatan penyadaran
mengenai pentingnya partisipasi perempuan perlu diintensifkan dan tidak
hanya terbatas pada kelompok perempuan, tetapi juga pada tokoh-tokoh
Kajian Perencanaan Partisipatif (PJM Pronangkis) PNPM P2KP

PT Indomas Mulia

Laporan Kegiatan Lapangan di Pasuruan

masyarakat yang berperan penting dalam membangun kesadaran


masyarakat di lokasi kajian.
5

Hambatan terhadap potensi Partisipasi


Faktor-faktor apa yang menghambat partisipasi berbasis luas secara umum, dan
termasuk partisipasi perempuan (dicirikan oleh jelasnya rasa kepemilikan), dan
pembagian tanggung jawab dalam proses perencanaan di lokasi penelitian?

(1)

Hubungan kekerabatan yang bersifat patron-klien sangat kuat mewarnai


masyarakat di kedua kelurahan. Warga umumnya manut kepada orang
yang memimpin mereka, artinya mereka akan menuruti apa yang dikatakan
oleh orang yang mereka tokohkan (umumnya adalah kerabat yang
dituakan)

(2)

Selain itu, sebagian besar warga di Kelurahan Kepel adalah nelayan, buruh
tambak dan buruh tani yang juga sangat menokohkan guru, PNS dan
TNI/Polri yang mendominasi BKM. Di kelurahan ini, sebagian besar warga
tidak terlalu akrab dengan istilah PNPM Mandiri dan tidak peduli dengan
mekanisme program. Yang mereka kenal adalah anggota BKM, khususnya
koordinator BKM, yang identik dengan pemberi BLM untuk kegiatan fisik,
sosial dan ekonomi.

(3)

Faktor sosialisasi yang sangat terbatas juga berpengaruh terhadap


penanaman kesadaran masyarakat akan pentingnya partisipasi dalam
pelaksanaan PNPM/P2KP di kedua kelurahan. Karena kurangnya sosialisasi
masyarakat tidak terlalu peduli dengan mekanisme program serta tahapan
yang harus dilalui dalam perencanaan partisipatoris seperti refleksi
kemiskinan dan konsultasi publik dalam penetapan PJM Pronangkis.

(4)

Faktor penghambat lain adalah keterbatasan waktu warga khususnya yang


bekerja sebagai nelayan, buruh harian dan tukang becak.

(5)

Hambatan terhadap perluasan partisipasi perempuan dalam P2KP di kedua


kelurahan umumnya terkait dengan masih adanya persepsi bahwa
kedudukan dan peran perempuan adalah di sektor domestik (rumah
tangga). Persepsi ini masih kuat, khususnya di lingkungan warga yang mata
pencahariannya petani dan nelayan. Di lingkungan warga yang
PNS/TNI/Polri.

Strategi Advokasi
Apakah strategi advokasi yang tepat yang harus dijalankan P2KP untuk
mengurangi tantangan-tantangan tersebut?
(1)

Sosialisasi P2KP hendaknya tidak terfokus pada penyampaian informasi


mengenai penyaluran BLM untuk kegiatan pembangunan fisik, sosial dan
ekonomi, tetapi mencakup seluruh aspek (mulai dari penyadaran,
peningkatan partisipasi masyarakat sampai peningkatan kapasitas
masyarakat agar mampu mandiri)
Kajian Perencanaan Partisipatif (PJM Pronangkis) PNPM P2KP

PT Indomas Mulia

Laporan Kegiatan Lapangan di Pasuruan

(2)

Kesadaran merupakan kunci bagi partisipasi masyarakat dalam perencanaan


partisipatoris. Kesadaran di tingkat paling bawah sebenarnya dapat
dibangun melalui kegiatan refleksi kemiskinan (RK) yang nota bene sering
tidak dianggap penting. Karena itu, perlu dilaksanakan monitoring secara
khusus terhadap pelaksanaan kegiatan RK.

(3)

Untuk meningkatkan peran perempuan, kegiatan-kegiatan yang


menyangkut penyadaran tentang kesetaraan gender perlu mendapat
dukungan

Kebutuhan Perbaikan Proses Integrasi


Apakah persyaratan mendasar pada kedua belah pihak (dalam kemampuan,
pengetahuan dan dalam penjadwalan) untuk meningkatkan pengintegrasi yang
lebih baik ke dalam proses perencanaan pemerintah formal di berbagai tingkatan
dan mekanisme?
(1)

Kunci dari proses integrasi PJM Pronangkis dengan PJM Kota Pasuruan
terletak pada kesamaan pandang/persepsi dari semua stakeholder mulai
dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kelurahan. Oleh karenanya
langkah pertama yang harus dilakukan adalah sosialisasi secara
terstruktur;

(2)

Perlu dilakukan sosialisasi untuk meluruskan informasi dan pandangan pada


pengertian sebenarnya bahwa PJM Pronangkis adalah kegiatan
perencanaan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat yang perlu
diakomodir oleh Pemerintah Daerah, terutama untuk lingkungan SKPD
yang terkait erat dengan kegiatan penanggulangan kemiskinan khususnya
maupun kegiatan pembangunan pada umumnya;

(3)

Tahapan sosialisasi P2KP/PNPM seharusnya dimulai dari tingkat Pemprov,


Pemko (Bappeda, SKPD terkait dengan program penanggulangan
kemiskinan), aparat kecamatan, aparat kelurahan dan baru ke masyarakat.
Hal ini penting karena kenyataan pemahaman aparat pemerintah mengenai
PJM Pronangkis P2KP di berbagai tingkatan masih terbatas/rendah;

(4)

Menyesuaikan jadwal pelaksanaan penyusunan usulan program/kegiatan


masyarakat sesuai jadwal proses musyawarah perencanaan pembangunan
pada setiap tingkatan (Kelurahan/Kecamatan/Kota);

(5)

Meningkatkan peran serta BKM dan LPMK dalam melakukan perencanaan


di tingkat kelurahan;

(6)

Meningkatkan kerja sama/koordinasi antar lembaga kemasyarakatan pada


tingkat Kelurahan/Kecamatan/Kota, antara lain BKM dengan LPMK, BKM
dan LPMK dengan Kelurahan, BKM dengan Kelompok Peduli, dan lain-lain;

(7)

Meningkatkan peluang bagi BKM dan LPMK untuk secara bersama-sama


turut aktif dalam forum Musrenbang tingkat Kelurahan/Kecamatan/Kota;

(8)

Membuka peluang bagi BKM dan LPMK untuk secara bersama-sama


melakukan konsultasi dengan SKPD terkait maupun Legislatif;
Kajian Perencanaan Partisipatif (PJM Pronangkis) PNPM P2KP

10

PT Indomas Mulia

Laporan Kegiatan Lapangan di Pasuruan

(9)

Pelatihan aparat kelurahan, aparat kecamatan, pengurus LPMK, dan BKM


dalam menyusun usulan program/kegiatan berbasis masyarakat;

(10) Pendampingan masyarakat/aparat dalam pelaksanaan program/kegiatan


yang berbasis masyarakat (pemberdayaan masyarakat);
(11) Penetapan arah kebijakan pengalokasian anggaran pembangunan daerah
untuk kegiatan berbasis masyarakat (pemberdayaan masyarakat) dan
menyajikannya secara jelas dalam dokumen Rencana Kegiatan
Pembangunan Daerah (RKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan
penjabarannya dalam Penetapan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
8

Tinjauan atas Kebijakan terkait


Peraturan pemerintah apakah yang perlu direvisi untuk mendukung integrasi
yang lebih baik lagi di tingkat lokal dari aspirasi masyarakat ke dalam proses
perencanaan pembangunan formal?
(1)

Diperlukan adanya Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri (KEPMEN),


Peraturan Gubernur/Keputusan Gubernur (PERGUB/KEPGUB), Peraturan
Walikota/Keputusan Walikota (PERWAL/KEPWAL) yang mengatur proses
dan prosedur penyampaian usulan kegiatan yang direncanakan oleh
masyarakat agar dapat masuk kedalam daftar rencana kegiatan pada
dokumen Rencana Pembangunan Daerah di tingkat Kota;

(2)

Diperlukan tinjauan atas Kebijakan Penyelenggaraan PNPM/P2KP agar


dapat disesuaikan dengan Kebijakan Pemerintah Kota Pasuruan, terutama
terkait dengan upaya men-sinergi-kan dengan target capai IPM maupun
program kegiatan fasilitasi kelompok warga tidak mampu (sektor
pendidikan, sektor kesehatan, sekotr ekonomi/daya beli masyarakat);

(3)

Diperlukan adanya Peraturan/Keputusan Walikota (Perwal/Kepwal)


Pasuruan yang menjabarkan Mekanisme Teknis Penyusunan Rencana
Pembangunan Kelurahan/Kecamatan, yang mencakup mekanisme
pelaksanaan (i) identifikasi dan inventarisasi kegiatan yang dilakukan
Eksekutif maupun Legislatif; (ii) musyawarah rencana pembangunan pada
setiap jenjang struktural (Kelurahan/Kecamatan/Kota); dan (iii) sinkronisasi
usulan
program/kegiatan
pada
setiap
jenjang
struktural
(Kelurahan/Kecamatan/Kota);

(4)

Diperlukan Peraturan Walikota/Keputusan Walikota (Perwal/Kepwal)


Pasuruan tentang pembagian peran, tugas pokok dan fungsi antara LPMK
dan BKM secara definitif dalam rangka penyusunan Rencana Pembangunan
Kelurahan/Kecamatan;

(5)

Diperlukan Peraturan Walikota/Keputusan Walikota (Perwal/Kepwal)


Pasuruan
tentang
Penetapan
Jadwal
Musrenbang
Tingkat
Kelurahan/Kecamatan/Kota dalam kaitannya dengan penyusunan
Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Penetapan Plafon Anggaran Sementara
(PPAS), Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) setiap tahunnya, serta

Kajian Perencanaan Partisipatif (PJM Pronangkis) PNPM P2KP

11

PT Indomas Mulia

Laporan Kegiatan Lapangan di Pasuruan

Dokumen Penjabaran APBD Kota setiap tahunnya


mengakomodir usulan kegiatan yang berbasis masyarakat;
(6)

B.

agar

dapat

Diperlukan Peraturan/Keputusan Walikota (Perwal/Kepwal)/Peraturan


Daerah (Perda) yang menetapkan definisi kemiskinan di Kota Pasuruan,
terutama terkait dengan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Kota
Pasuruan;

KEJADIAN / HAMBATAN TAK TERDUGA


1. Tanggung jawab pengelolaan program dan kegiatan PNPM diselenggarakan
dibawah Bappemas, yang menerima pengalihan pengelolaan dari Bappeda pada
TA 2008. Meskipun demikian, secara kelembagaan tidak ada hambatan atau
kejadian tak terduga yang mengganggu kontinyuitas pelaksanaan kegiatan Tim
secara signifikan;

C.

KOMENTAR LAIN-LAIN
1.

Keterlambatan pencairan Dana BLM2 yang bersumber dari APBD Kota Pasuruan
disebabkan proses pembahasan / penetapan anggaran secara umum mengalami
keterlambatan. Anggaran pembiayaan (dana sharing) PNPM untuk TA 2009 dapat
dialokasikan, namun sampai saat ini belum dapat direalisasikan karena berkaitan
dengan proses pengalihan tanggung jawab pengelolaan PNPM dari BAPPEDA ke
BAPEMAS;

2.

Keseluruhan proses kegiatan PNPM / P2KP berada dalam kewenangan BAPEMAS


Kota Pasuruan, sebagai pelimpahan kewenangan secara kebijakan maupun
pengendalian teknis program dari BAPPEDA Kota Pasuruan;
Pasuruan, 31 Juli 2009

Kajian Perencanaan Partisipatif (PJM Pronangkis) PNPM P2KP

12

Anda mungkin juga menyukai