Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

DI RUANG STROKE CENTER RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA


CEMPAKA PUTIH

Oleh : SINTA MINARSIH

STIKES KHARISMA KARAWANG


PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN
TAHUN 2014

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

A. DEFINISI
Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal

otak yang terkena (WHO [1989] dalam, Price [2006]).


Kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplay darah kebagian

otak (Brunner & Suddarth, 2002).


Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
kemudian merusaknya (Harrizon, 2000).
Jadi dapat disimpulkan, stroke adalah penyakit serebrovaskuler yang disebabkan

oleh gangguan aliran darah serebral yang awal timbulnya mendadak, progresif,
cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam atau
lebih atau langsung menimbulkan kematian.
B. ETIOLOGI
Penyebab perdarahan otak, antara lain :
1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah
arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan
perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.

Faktor resiko pada stroke adalah:


1. Revesrible (yang dapat diubah)

Obesitas

Hipercolesterolemia

Merokok, terutama pada pasien yang menggunakan kontrasepsi oral

Stres emosional

Prior transient ischemic attacks (TIAs)

Embolic heart disease

Diabetes militus

Atherosklerotik pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial

Hipertensi

Polisitemia

Atrial fibrillation

Hipertropi ventrikel kiri

Gangguan arteri coronaria, CHF

Pengguna cocain, alcoho

2. Irreversible (yang tidak dapat diubah)

Jenis kelamin

Umur

Ras

Keturunan

C. ANATOMI FISIOLOGI

1. Otak

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon.
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan
voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan
mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis
yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis
yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan
dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya
dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks
yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks
yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus
dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi
subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang
ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi
tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang.
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf
otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi (Price, 2006).
2. Sirkulasi darah otak

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 %


konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak
diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri
vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan
dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis
komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke
dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi
arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah
pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia,
kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus
frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,
parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi
yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak
tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri
posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula
oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri
serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon,
sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular.
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena
interna, yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan
kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan
mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis
lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke
jantung (Harrison, 2000)

D. PATOFISIOLOGI
1. Perdarahan intra cerebral

Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan


darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan
TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak
karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah
putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah
berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid (Mansjoer, 2002).
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel
otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan
keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan
TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri
kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan
selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya
vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah
dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan,
kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak,
tidak boleh kurang dari 20% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang
dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak (Brunner&Suddarth, 2002)

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Hemiparesis dan hemiplagia
Hemiparesis (kelemahan) dari hemiplagia (paralisis) dari satu sisi tubuh
dapat terjadi setelah stroke. Defisit ini biasanya disebabkan oleh stroke pada arteri
serebral anterior atau arteri serebral medial, yang menyebabkan infark pada
korteks frontal. Hemipegia lengkap melibatkan setengah dari wajah dan lidah
serta lengan dan kaki dari sisi lateral tubuh. Infark di sisi kanan otak
menyebabkan hemiplegia sisi kiri dan sebaliknya, karena serabut saraf
menyeberang di saluran piramida ketika rangsangan saraf berjalan dari otak ke
korda spinalis. Stroke menyebabkan hemiparesis atau hemiplegia yang biasanya
mempengaruhi area kortikal lain selain area motorik. Akibatnya, hemiparesis dan
hemiplegia sering disertai dengan manifestasi lain dari stroke, termasuk
kehilangan hemisensory, hemianopia, apraxia, agnosia, dan aphasia. Otot-otot
dada dan perut biasanya tidak terpengaruh karena mereka diinervasi dari kedua
belahan otak.
Ketika otot kelebihan kontrol volunternya kekuatan otot fleksi tidak
seimbang. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan kontraktur serius. Sebagai
contoh, lengan terkena klien hemiplegic yang cenderung untuk rotasi internal dan
adduksi karena otot adduktor lebih kuat dari otot abductor. Siku, pergelangan
tangan, dan jari juga cenderung fleksi. Kaki cenderung dipengaruhi oleh rotasi
eksternal pada sendi panggul, fleksi di lutut dan plantar fleksi , dan supine di kaki
(Muttaqin, 2008)
2. Afasia
Afasia adalah defisit kemampuan berkomunikasi. Afasia mungkin
melibatkan salah satu atau semua aspek komunikasi, termasuk berbicara,
membaca, menulis, dan pemahaman bahasa lisan. Pusat pengaturan bahasa
terletak di belahan otak kiri dan diperdarahi oleh arteri serebri medial kiri
(Brunner&Suddarth, 2002)
a. Afasia Wernicke atau afasia sensorik merupakan gangguan pemahaman
komunikasi dimana kemampuan komunikasi hanya lancar mengeluarkan isi
pikiran, berbicara dengan memakai kalimat yang panjang namun yang
dibicarakan tidak mempunyai arti. Tetapi pada pasien afasia Wernicke tidak
mengerti pembicaraan orang lain. Akibatnya pada pasien tersebut terlihat tidak
nyambung kalau diajak bicara karena otak tidak mampu menginterpretasikan
pembicaraan

orang

lain

walaupun

pendengarannya

baik.

Afasia

Wernicke berhubungan dengan kerusakan pada Area Wernicke dan diakibatkan


infark pada lobus temporal otak. Pada tingkat sangat berat, perintah satu kata,
seperti duduk! atau makan!, juga tidak dipahaminya. Pasien tersebut
hanya mengerti bila dilakukan dengan gerakan, karena pengertian ini diterima
otak melalui penglihatan.
b. Afasia Broca atau afasia motorik merupakan ketidakmampuan berbicara.
Namun, penderita afasia Broca mengerti bila diperintah dan menjawab dengan
gerakan tubuh sesuai perintah itu. Afasia Broca berhubungan dengan
kerusakan di area Broca. Area Broca adalah bagian dari otak manusia yang
terletak di gyrus frontalis superior pada lobus korteks otak besar. Area Broca
letaknya berdampingan dengan area Wernicke. Karena kerusakan terjadi
berdampingan dengan pusat otak untuk pergerakan otot-otot tubuh, penderita
juga lumpuh di otot-otot tubuh sebelah kanan.
3. Disfagia
Menelan merupakan proses yang kompleks yang membutuhkan beberapa
fungsi saraf kranial. Mulut membuka (CN V: N. Irigeminus), menutup bibir (CN
VII: N. Pachialis), dan lidah yang bergerak (CN XII: N. Hipoglosus).Mulut
merasakan rasa dan banyaknya bolus makanan yang masuk (CN V dan VII) dan
mengirim pesan ke pusat menelan (CN V dan IX). Selama menelan, lidah
mengerakkan bolus makanan ke arah orofaring tersebut. Faring diangkat dan
glotis menutup. Kontraksi otot-otot faring mengangkut makanan dari faring ke
esofagus. Peristaltik menggerakkan makanan ke perut. Sebuah stroke di wilayah
sistem vertebrobasilar menyebabkan disfagia.
4. Dysarthria
Dysarthria adalah artikulasi tidak sempurna yang menyebabkan kesulitan
dalam berbicara. Penting untuk membedakan antara dysarthria dan aphasia.
Dengan dysarthria klien mengerti bahasa tetapi memiliki kesulitan mengucapkan
kata-kata. Tidak ada gangguan jelas dalam tata bahasa atau dalam konstruksi
kalimat. Seorang klien dysarthric dapat memahami komunikasi verbal dan dapat
membaca dan menulis (kecuali tangan dominan adalah lumpuh, tidak ada, atau
terluka).
Dysarthria

disebabkan

oleh

distidakfungsi

nervus

cranial

dari

penyumbatan pembuluh darah di arteri vetebrobasilar atau percabangannya. Hal


ini akan menyebabkan kelemahan atau paralisis dari otot-otot bibir, lidah dan
laring atau kehilangan sensasi. Tambahan, klien dengan dysarthria akan

mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menelan karena kehilangan control


otak.
5. Apraxia
Apraxia adalah suatu kondisi yang mempengaruhi integrasi motorik secara
kompleks. Oleh karena itu apraxia dapat menyebabkan stroke di beberapa area
otak. Klien apraxia tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari, seperti memakai
baju. Klien dengan apraxia mampu mengkonseptualisasikan isi dari pesan yang
akan disampaikan ke otot tetapi impuls tersebut tidak dapat direkonstruksikan
oleh otot.
6. Perubahan Visual
Penglihatan adalah proses komplek yang dikontrol oleh beberapa area di
otak. Penyumbatan di lobus parietal dan temporal dapat memotong serat saraf
visual di traktus optikus dalam perjalanan ke korteks oksipital dan
memnyebabkan gangguan ketajaman penglihatan. Persepsi tentang penglihatan
mungkin terganggu. Gangguan penglihatan dapat mempengaruhi terhadap
ketidakmampuan klien untuk mempelajari keterampilan motorik. Infark dapat
menyebabkan fungsi dari CN III, IV, dan VI lumpuh dan diplopia.
7. Sindrom Horners
Sindrom Horners adalah paralisis saraf simpatis mata yang dapat
menyebabkan tenggelamnya bola mata, kontriksi pupil dan penurunan produksi
air mata.
8. Agnosia
Agnosia adalah ketidakmampuan untuk mempersepsikan sensasi yang ada.
Biasanya lebih banyak terjadi tipe visual dan auditori. Agnosia mungkin dapat
disebabkan dari oklusi di arteri serebral medial dan posterior yang mensuplai
aliran darah ke lobus temporal atau oksipital. Klien dengan visual agnosia dapat
melihat objek tetapi tidak dapat mempersepsikan objek tersebut. Disorientasi
dapat terjadi karena ketidakmampuan untuk mengenal lingkungan, suatu yang
familiar atau simbol-simbol tertentu. Visual agnosia dapat menigkatkan resiko
injuri karena tidak dapat mengenal tanda-tanda atau symbol-simbol bahaya. Klien
dengan agnosia auditori tidak dapat mengartikan suara yang klien dengar karena
penurunan fungsi pendengaran atau kesadaran.
9. Defisit
Sensorik
Beberapa jenis perubahan sensori dapat diakibatkan oleh stroke dalam
perubahan sensorik dapat hasil dari stroke di area sensori dari lobus parietalis yang
disuplai oleh arteri serebral anterior atau medial. Defisit tersebut pada sisi
kontralateral tubuh dan sering disertai dengan hemiplegia atau hemiparesis. Sensasi

rasa sakit yang dangkal, sentuhan, tekanan, dan temperatur yang mempengaruhi
variasi tingkatan. Paresthesia digambarkan sebagai persisten, rasa sakit terbakar
berupa mati rasa, kesemutan, atau menusuk-nusuk, atau kepekaan yang meningkat.
Resiko jatuh sangat tinggi cenderung pada posisi kaki yang salah saat berjalan.
10. Perubahan Perilaku
Berbagai bagian dari otak membantu kontrol perilaku dan emosi. Korteks
serebral interpretasikan stimulus yang masuk. Daerah temporal dan limbik
memodulasi tanggapan emosional terhadap stimulus. Hipotalamus dan kelenjar
pituitary berkerja sama dengan dengan korteks motorik dan area bahasa. Otak
dapat dilihat sebagai modulator emosi, dan ketika otak tidak berfungsi sepenuhnya,
reaksi

emosional

dan

tanggapan

kekurangan

modulasi

ini.

Orang dengan stroke di otak kiri, atau dominan, hemisfer sering lambat, dan tidak
terorganisir. Orang dengan stroke di otak kanan, atau tidak dominan,
hemisfer sering impulsif, melebih-lebihkan kemampuan, dan memiliki rentang
perhatian menurun, yang meningkatkan risiko cedera. Infark pada lobus frontal
dari stroke di arteri serebral anterior atau medial dapat menyebabkan gangguan
pada memori, penilaian, berpikir abstrak, wawasan, hambatan, dan emosi. Klien
mungkin menunjukkan pengaruh yang datar, kurangnya spontanitas, dan pelupa.
11.
Inkontinensia
Stroke dapat menyebabkan disfungsi usus dan kandung kemih. Salah satu
jenis neurologis kandung kemih, kadang-kadang terjadi setelah stroke. Saraf
mengirim pesan untuk pengisian kandung kemih ke otak, tapi otak tidak
menafsirkan pesan tersebut dan tidak mengirimkan pesan untuk tidak buang air
kecil ke kandung kemih. Hal ini menyebabkan frekuensi, urgensi, dan
inkontinensia. Penyebab lain dari inkontinensia mungkin penyimpangan memori,
kurang perhatian, faktor emosional, ketidakmampuan untuk berkomunikasi,
gangguan mobilitas fisik, dan infeksi. Durasi dan keparahan disfungsi tergantung
pada tingkat dan lokasi infark tersebut.
F. KOMPLIKASI
Stroke hemoragik dapat menyebabkan (Mansjoer, 2002)
1. Hipoxia serebral, diminimalkan dengan memberikan oksigen ke darah yang
adekuat ke otak, pemberian oksigen, suplemen dan mempertahankan hemoglobin
dan hematokrit pada tingkat dapat di terima akan membantu dalam
mempertahankan oksigen jaringan.
2. Aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah stroke, maka dapat terjadi
peradangan di dalam rongga dada dan kadang-kadang pnemonia.

3. Dekubitus,

karena

penderita

mengalami

kelumpuhan

dan

kehilangan

perasaannya. Dekubitus selalu menjadi ancaman khususnya di daerah bokong,


panggul, pergelangan kaki, tumit bahkan telinga.
4. Kejang atau konvulsi, serangan ini lebih besar kemungkinannya terjadi bila
korteks serebri sendiri telah terkena dari pada serangan stroke yang mengenai
struktur otak yang lebih dalam.
5. Aneurisme biasanya terjadi dari 3-12 hari setelah hemoragi subaraknoid.
6. Hidrosefalus, menandakan adanya ketidakseimbangan antara pembentukan dan
reabsorbsi dari CSS. Hidrosefalus terjadi pada 15-20 % pasien dengan hemoragi
subaraknoid.
7. Disritmia, karena darah dalam CSS yang membasahi batang otak mengiritasi area
tersebut. Batang otak mempengaruhi frekuensi jantung sehingga adanya iritasi
kimia, dapat mengakibatkan ketidakteraturan ritme jantung.
8. Curah jantung dan integritas pembuluh darah serebral. Hipertensi atau hipotensi
eksterm perlu di hindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral
dan potensi meluasnya area cedera.
9. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan
aliran darah serebral.
10. Pneumonia terjadi akibat gangguan pada gerakan menelan. Mobilitas dan
pengembangan paru serta batuk yang parah setelah serangan.
11. Infark Serebri
12. Epistaksis
13. Peningkatan TIK

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain (Muttaqin, 2008):
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak, sekitar
daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal
difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan
memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol /
memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada
fase akut.

b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa


trombolitik/emobolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
4. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit
seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini
dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi
yang baik dapat dipertahankan.
Hal yang harus di perhatikan saat pelaksanaan :
1.

B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronki pada klien dengan peningkatan
produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
klien strok dengan penurunan tingkat kesadaran (koma). Pada klien dengan tingkat
kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.
Palpasi torak didapatkan taktil vremitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak
didapatkan bunyi napas tambahan.

2. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien strok dimana refleks sirkulasi sudah
tidak baik lagi. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi massif (tekanan darah >200mmHg)
3. B3 (Brain)
Disebabkan oleh

paralisis

otot

yang

bertanggung

jawab

untuk

menghasilkan bicara. Atraksia (ketidakmampuan dalam melakukan tindakan yang


dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha
untuk menyisir rambutnya Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek
psikologis didapatkan Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder dan aksesori). Lesi
otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Peningkatan B3 (Brain)

merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada


system lainnya
4. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena

konfusi,

ketidakmampuan

mengkomunikasikan

kebutuhan,

dan

ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol


motorik dan postural. Kadang control sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini dilakukan katerisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

6. B6 (Bone)
Stroke merupakan penyakit yang mengakibatkan kehilangan control
volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor volunteer pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada
sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis

pada

salah

satu

sisi)

karena

lesi

pada

sisi

otak

yang

berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang
lain. Pada kulit, jika kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami
masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG STROKE HEMORAGIK
a. Pemeriksaan laboratorium
Peningkatan Hb & Ht terkait dengan stroke berat
Peningkatan WBC indikasi adanya infeksi endokarditis bakterialis.

Analisa CSF (merah) perdarahan sub arachnoid


Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukan hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra
kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan
adanya proses inflamasi.
b. Pemeriksaan Radiologi
CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri
MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik ( masalah

sistem arteri karotis ( aliran darah / muncul plak ) arteriosklerotik ).


EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari massa yang meluas; klasifikasi karotis interna
terdapat pada trombosis serebral ; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada

perdarahan subarakhnoid.
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.
Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralisis.
Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
Perubahan tingkat kesadaran
Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) ,
kelemahan umum.
Gangguan penglihatan
2.
Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
Hipertensi arterial
Disritmia, perubahan EKG
Pulsasi : kemungkinan bervariasi
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3.
Integritas ego
Data Subyektif
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:

Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan , kegembiraan
Kesulitan berekspresi diri
4.
Eliminasi
Data Subyektif
Inkontinensia, anuria
Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara
usus ( ileus paralitik )
Makan/ minum
Data Subyektif:
Nafsu makan hilang
Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
Obesitas ( faktor resiko )
6.
Sensori neural
Data Subyektif:
Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
5.

arachnoid.
Kelemahan,

lumpuh/mati
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan

kesemutan/kebas,

sisi

yang

terkena

terlihat

seperti

pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )


Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan
tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi
-

kognitif
Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflek tendon

dalam ( kontralateral )
Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata

7.

komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.


Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli

taktil
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi

ipsi lateral
Nyeri / kenyamanan

Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data Obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8.
Respirasi
Data Subyektif:
Perokok ( faktor resiko )
Tanda:
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
9.
Keamanan
Data Obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
-

kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit


Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah

dikenali
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu

tubuh
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,

berkurang kesadaran diri


10. Interaksi sosial
Data Obyektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
11. Pengajaran / pembelajaran
Data Subjektif :
Riwayat hipertensi keluarga, stroke
Penggunaan kontrasepsi oral
12. Pertimbangan rencana pulang
Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan
diri dan pekerjaan rumah
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK
a. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
e. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
f. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
g. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik

C. RENCANA KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK


No Diagnosa Keperawatan
1.

Tujuan

Ketidakefektifan Perfusi Setelah


jaringan

serebral

dilakukan

tindakan

Intervensi
keperawatan Monitorang neurologis

b.d selama 3 x 24 jam, diharapkan suplai aliran

aliran darah ke otak darah keotak lancar dengan kriteria hasil:


terhambat.

Nyeri

kepala

vertigo

berkurang

sampai de-ngan hilang


Berfungsinya saraf dengan baik
Tanda-tanda vital stabil

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil


Monitor tingkat kesadaran klien
Monitir tanda-tanda vital
Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah
Monitor respon klien terhadap pengobatan
Hindari aktivitas jika TIK meningkat
Observasi kondisi fisik klien

Terapi oksigen

Kerusakan
verbal

b.d

komunikasi Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

1.
2.
3.
4.

Bersihkan jalan nafas dari sekret


Pertahankan jalan nafas tetap efektif
Berikan oksigen sesuai intruksi
Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem

5.

humidifier
Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya

6.
7.
8.

pemberian oksigen\
Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama

aktifitas dan tidur


2. Libatkan keluarga untuk membantu memahami /

penurunan selama 3 x 24 jam, diharapkan klien mampu

sirkulasi ke otak

untuk berkomunikasi lagi dengan kriteria

3.

memahamkan informasi dari / ke klien


Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian

hasil:
- dapat menjawab pertanyaan yang diajukan
perawat
- dapat mengerti dan memahami pesan-pesan
melalui gambar
- dapat mengekspresikan perasaannya secara
3

verbal maupun nonverbal


Defisit perawatan diri; Setelah dilakukan tindakan

keperawatan

mandi,berpakaian,

selama 3x 24 jam, diharapkan kebutuhan

makan,

mandiri klien terpenuhi, dengan kriteria hasil:


- Klien dapat makan dengan bantuan orang
lain / mandiri
- Klien dapat mandi dengan bantuan orang
lain
- Klien dapat memakai pakaian dengan

Kerusakan
fisik

b.d

neurovas-kuler

4.

Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam

5.
6.

komunikasi dengan klien


Dorong klien untuk mengulang kata-kata
Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap

7.
8.

interaksi dengan klien


Programkan speech-language teraphy
Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi

1
2

dengan klien
Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam

makan, mandi, berpakaian dan toileting


Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya

bisa mandiri
Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan

aktivitas normal sesuai kemampuannya


Libatkan keluarga dalam pemenuhan
perawatan diri klien

bantuan orang lain / mandiri


- Klien dapat toileting dengan bantuan alat
mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1
kerusakan selama 3x24 jam, diharapkan klien dapat
melakukan pergerakan fisik dengan kriteria
hasil :

kebutuhan

Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi

ekstrimitas yang sehat


Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang

parese / plegi dalam toleransi nyeri


Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah atau

- Tidak terjadi kontraktur otot dan footdrop


- Pasien berpartisipasi dalam program latihan 4

mangurangi bengkak
Ajarkan ambulasi sesuai

dengan

tahapan

dan

- Pasien mencapai keseimbangan saat duduk


- Pasien mampu menggunakan sisi tubuh 5
yang

tidak

hilangnya
5

Resiko
integritas

sakit
fungsi

untuk

kompensasi

pada

sisi

yang

parese/plegi
kerusakan Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1

kemampuan klien
Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti
yang disarankan
Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi
Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka

kulit

b.d 3 x 24 jam, diharapkan pasien mampu

tekan, tanda dan gejala luka tekan, tindakan pencegahan

immobilisasi fisik

mengetahui dan mengontrol resiko dengan

agar tidak terjadi luka tekan)


Berikan masase sederhana
- Ciptakan lingkungan yang nyaman
- Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin
- Lakukan masase secara teratur
- Anjurkan klien untuk rileks selama masase
- Jangan masase pada area kemerahan utk

kriteria hasil :
- Klien mampu menge-nali tanda dan gejala
adanya resiko luka tekan
- Klien
mampu
berpartisipasi

dalam

pencegahan resiko luka tekan (masase


sederhana, alih baring, manajemen nutrisi, 3
manajemen tekanan).

menghindari kerusakan kapiler


- Evaluasi respon klien terhadap masase
Lakukan alih baring
- Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2 jam
- Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin untuk
-

mengurangi kekuatan geseran


Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit
Observasi area yang tertekan (telinga, mata kaki,

sakrum, skrotum, siku, ischium, skapula)


Berikan manajemen nutrisi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
- Monitor intake nutrisi
- Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk
memelihara ke-seimbangan nitrogen positif

Berikan manajemen tekanan


- Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah-pecah
- Beri pelembab pada kulit yang kering dan pecah-

Resiko

pecah
Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering
Monitor aktivitas dan mobilitas klien
Beri bedak atau kamper spritus pada area yang

tertekan
Injuri Setelah dilakukan tindakan perawatan selama Risk Control Injury

berhubungan

dengan 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi trauma

penurunan

tingkat pada pasien dengan kriteria hasil:

kesadaran

- bebas dari cedera


- mampu menjelaskan factor resiko dari

menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien


memberikan informasi mengenai cara mencegah cedera
memberikan penerangan yang cukup
menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien

lingkungan dan cara untuk mencegah


cedera
- menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
8

Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan perawatan selama Respiratori Status Management
berhubungan

dengan 3 x 24 jam, diharapkan pola nafas pasien

penurunan kesadaran

efektif dengan kriteria hasil :


- Menujukkan jalan nafas paten ( tidak
merasa tercekik, irama nafas normal,
frekuensi nafas normal,tidak ada suara
nafas tambahan

Pertahankan jalan nafas yang paten


Observasi tanda-tanda hipoventilasi
Berikan terapi O2
Dengarkan adanya kelainan suara tambahan
Monitor vital sign

- Tanda-tanda vital dalam batas normal

D. DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Mansjoer, A, 2002, Ilmu Penyakit Saraf. Jakarta : EGC
Harrizon, 2000, Prinsip Ilmu Keperawatan Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Price, S. A. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Johnson, M., et all. 2012. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 2012. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Sumarwati, M & Subekti, N. B. 2013. Diagnosa Keperawatan NANDA 2012-2014.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai