A. DEFINISI
Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal
oleh gangguan aliran darah serebral yang awal timbulnya mendadak, progresif,
cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam atau
lebih atau langsung menimbulkan kematian.
B. ETIOLOGI
Penyebab perdarahan otak, antara lain :
1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah
arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan
perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
Obesitas
Hipercolesterolemia
Stres emosional
Diabetes militus
Hipertensi
Polisitemia
Atrial fibrillation
Jenis kelamin
Umur
Ras
Keturunan
C. ANATOMI FISIOLOGI
1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon.
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan
voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan
mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis
yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis
yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan
dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya
dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks
yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks
yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus
dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi
subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang
ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi
tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang.
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf
otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi (Price, 2006).
2. Sirkulasi darah otak
D. PATOFISIOLOGI
1. Perdarahan intra cerebral
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Hemiparesis dan hemiplagia
Hemiparesis (kelemahan) dari hemiplagia (paralisis) dari satu sisi tubuh
dapat terjadi setelah stroke. Defisit ini biasanya disebabkan oleh stroke pada arteri
serebral anterior atau arteri serebral medial, yang menyebabkan infark pada
korteks frontal. Hemipegia lengkap melibatkan setengah dari wajah dan lidah
serta lengan dan kaki dari sisi lateral tubuh. Infark di sisi kanan otak
menyebabkan hemiplegia sisi kiri dan sebaliknya, karena serabut saraf
menyeberang di saluran piramida ketika rangsangan saraf berjalan dari otak ke
korda spinalis. Stroke menyebabkan hemiparesis atau hemiplegia yang biasanya
mempengaruhi area kortikal lain selain area motorik. Akibatnya, hemiparesis dan
hemiplegia sering disertai dengan manifestasi lain dari stroke, termasuk
kehilangan hemisensory, hemianopia, apraxia, agnosia, dan aphasia. Otot-otot
dada dan perut biasanya tidak terpengaruh karena mereka diinervasi dari kedua
belahan otak.
Ketika otot kelebihan kontrol volunternya kekuatan otot fleksi tidak
seimbang. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan kontraktur serius. Sebagai
contoh, lengan terkena klien hemiplegic yang cenderung untuk rotasi internal dan
adduksi karena otot adduktor lebih kuat dari otot abductor. Siku, pergelangan
tangan, dan jari juga cenderung fleksi. Kaki cenderung dipengaruhi oleh rotasi
eksternal pada sendi panggul, fleksi di lutut dan plantar fleksi , dan supine di kaki
(Muttaqin, 2008)
2. Afasia
Afasia adalah defisit kemampuan berkomunikasi. Afasia mungkin
melibatkan salah satu atau semua aspek komunikasi, termasuk berbicara,
membaca, menulis, dan pemahaman bahasa lisan. Pusat pengaturan bahasa
terletak di belahan otak kiri dan diperdarahi oleh arteri serebri medial kiri
(Brunner&Suddarth, 2002)
a. Afasia Wernicke atau afasia sensorik merupakan gangguan pemahaman
komunikasi dimana kemampuan komunikasi hanya lancar mengeluarkan isi
pikiran, berbicara dengan memakai kalimat yang panjang namun yang
dibicarakan tidak mempunyai arti. Tetapi pada pasien afasia Wernicke tidak
mengerti pembicaraan orang lain. Akibatnya pada pasien tersebut terlihat tidak
nyambung kalau diajak bicara karena otak tidak mampu menginterpretasikan
pembicaraan
orang
lain
walaupun
pendengarannya
baik.
Afasia
disebabkan
oleh
distidakfungsi
nervus
cranial
dari
rasa sakit yang dangkal, sentuhan, tekanan, dan temperatur yang mempengaruhi
variasi tingkatan. Paresthesia digambarkan sebagai persisten, rasa sakit terbakar
berupa mati rasa, kesemutan, atau menusuk-nusuk, atau kepekaan yang meningkat.
Resiko jatuh sangat tinggi cenderung pada posisi kaki yang salah saat berjalan.
10. Perubahan Perilaku
Berbagai bagian dari otak membantu kontrol perilaku dan emosi. Korteks
serebral interpretasikan stimulus yang masuk. Daerah temporal dan limbik
memodulasi tanggapan emosional terhadap stimulus. Hipotalamus dan kelenjar
pituitary berkerja sama dengan dengan korteks motorik dan area bahasa. Otak
dapat dilihat sebagai modulator emosi, dan ketika otak tidak berfungsi sepenuhnya,
reaksi
emosional
dan
tanggapan
kekurangan
modulasi
ini.
Orang dengan stroke di otak kiri, atau dominan, hemisfer sering lambat, dan tidak
terorganisir. Orang dengan stroke di otak kanan, atau tidak dominan,
hemisfer sering impulsif, melebih-lebihkan kemampuan, dan memiliki rentang
perhatian menurun, yang meningkatkan risiko cedera. Infark pada lobus frontal
dari stroke di arteri serebral anterior atau medial dapat menyebabkan gangguan
pada memori, penilaian, berpikir abstrak, wawasan, hambatan, dan emosi. Klien
mungkin menunjukkan pengaruh yang datar, kurangnya spontanitas, dan pelupa.
11.
Inkontinensia
Stroke dapat menyebabkan disfungsi usus dan kandung kemih. Salah satu
jenis neurologis kandung kemih, kadang-kadang terjadi setelah stroke. Saraf
mengirim pesan untuk pengisian kandung kemih ke otak, tapi otak tidak
menafsirkan pesan tersebut dan tidak mengirimkan pesan untuk tidak buang air
kecil ke kandung kemih. Hal ini menyebabkan frekuensi, urgensi, dan
inkontinensia. Penyebab lain dari inkontinensia mungkin penyimpangan memori,
kurang perhatian, faktor emosional, ketidakmampuan untuk berkomunikasi,
gangguan mobilitas fisik, dan infeksi. Durasi dan keparahan disfungsi tergantung
pada tingkat dan lokasi infark tersebut.
F. KOMPLIKASI
Stroke hemoragik dapat menyebabkan (Mansjoer, 2002)
1. Hipoxia serebral, diminimalkan dengan memberikan oksigen ke darah yang
adekuat ke otak, pemberian oksigen, suplemen dan mempertahankan hemoglobin
dan hematokrit pada tingkat dapat di terima akan membantu dalam
mempertahankan oksigen jaringan.
2. Aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah stroke, maka dapat terjadi
peradangan di dalam rongga dada dan kadang-kadang pnemonia.
3. Dekubitus,
karena
penderita
mengalami
kelumpuhan
dan
kehilangan
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain (Muttaqin, 2008):
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak, sekitar
daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal
difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan
memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol /
memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada
fase akut.
B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronki pada klien dengan peningkatan
produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
klien strok dengan penurunan tingkat kesadaran (koma). Pada klien dengan tingkat
kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.
Palpasi torak didapatkan taktil vremitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak
didapatkan bunyi napas tambahan.
2. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien strok dimana refleks sirkulasi sudah
tidak baik lagi. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi massif (tekanan darah >200mmHg)
3. B3 (Brain)
Disebabkan oleh
paralisis
otot
yang
bertanggung
jawab
untuk
konfusi,
ketidakmampuan
mengkomunikasikan
kebutuhan,
dan
6. B6 (Bone)
Stroke merupakan penyakit yang mengakibatkan kehilangan control
volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor volunteer pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada
sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis
pada
salah
satu
sisi)
karena
lesi
pada
sisi
otak
yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang
lain. Pada kulit, jika kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami
masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG STROKE HEMORAGIK
a. Pemeriksaan laboratorium
Peningkatan Hb & Ht terkait dengan stroke berat
Peningkatan WBC indikasi adanya infeksi endokarditis bakterialis.
perdarahan subarakhnoid.
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.
Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralisis.
Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
Perubahan tingkat kesadaran
Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) ,
kelemahan umum.
Gangguan penglihatan
2.
Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
Hipertensi arterial
Disritmia, perubahan EKG
Pulsasi : kemungkinan bervariasi
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3.
Integritas ego
Data Subyektif
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan , kegembiraan
Kesulitan berekspresi diri
4.
Eliminasi
Data Subyektif
Inkontinensia, anuria
Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara
usus ( ileus paralitik )
Makan/ minum
Data Subyektif:
Nafsu makan hilang
Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
Obesitas ( faktor resiko )
6.
Sensori neural
Data Subyektif:
Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
5.
arachnoid.
Kelemahan,
lumpuh/mati
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
kesemutan/kebas,
sisi
yang
terkena
terlihat
seperti
kognitif
Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflek tendon
dalam ( kontralateral )
Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata
7.
taktil
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi
ipsi lateral
Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data Obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8.
Respirasi
Data Subyektif:
Perokok ( faktor resiko )
Tanda:
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
9.
Keamanan
Data Obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
-
dikenali
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
Tujuan
serebral
dilakukan
tindakan
Intervensi
keperawatan Monitorang neurologis
Nyeri
kepala
vertigo
berkurang
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Terapi oksigen
Kerusakan
verbal
b.d
komunikasi Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
1.
2.
3.
4.
5.
humidifier
Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya
6.
7.
8.
pemberian oksigen\
Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama
sirkulasi ke otak
3.
hasil:
- dapat menjawab pertanyaan yang diajukan
perawat
- dapat mengerti dan memahami pesan-pesan
melalui gambar
- dapat mengekspresikan perasaannya secara
3
keperawatan
mandi,berpakaian,
makan,
Kerusakan
fisik
b.d
neurovas-kuler
4.
5.
6.
7.
8.
1
2
dengan klien
Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam
bisa mandiri
Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan
kebutuhan
mangurangi bengkak
Ajarkan ambulasi sesuai
dengan
tahapan
dan
tidak
hilangnya
5
Resiko
integritas
sakit
fungsi
untuk
kompensasi
pada
sisi
yang
parese/plegi
kerusakan Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1
kemampuan klien
Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti
yang disarankan
Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi
Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka
kulit
immobilisasi fisik
kriteria hasil :
- Klien mampu menge-nali tanda dan gejala
adanya resiko luka tekan
- Klien
mampu
berpartisipasi
dalam
Resiko
pecah
Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering
Monitor aktivitas dan mobilitas klien
Beri bedak atau kamper spritus pada area yang
tertekan
Injuri Setelah dilakukan tindakan perawatan selama Risk Control Injury
berhubungan
penurunan
kesadaran
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan perawatan selama Respiratori Status Management
berhubungan
penurunan kesadaran
D. DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Mansjoer, A, 2002, Ilmu Penyakit Saraf. Jakarta : EGC
Harrizon, 2000, Prinsip Ilmu Keperawatan Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Price, S. A. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Johnson, M., et all. 2012. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 2012. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Sumarwati, M & Subekti, N. B. 2013. Diagnosa Keperawatan NANDA 2012-2014.
Jakarta: EGC