Anda di halaman 1dari 14

PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)

DI SEKOLAH DASAR (SD) PINGGIRAN

Artikel ini Disusun untuk Memenuhi Tugas


Pengembangan Pembelajaran IPS SD

Dosen Pengampu:
Tri Astuti, S.Pd., M.Pd.
Disusun oleh :
1.
2.
3.
4.

Okti Nurdiyani
Sarah Hesti Afiyanti
Widy Prasetyo
Ema Rahayu

1401412500
1401412502
1401412510
1401412515

Rombel 4A

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014

PEMBELAJARAN IPS DI SD

Pengertian pembelajaran IPS di SD

Metode dan strategi pembelajaran IPS di SD

SEKOLAH PINGGIRAN

Pengertian sekolah pinggiran

Kondisi sekolah pinggiran

Pembelajaran

IPS

di

sekolah

pinggiran

Hambatan pembelajaran IPS di SD


pinggiran

ii

PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) DI SEKOLAH


DASAR (SD) PINGGIRAN
A. Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
1. Pengertian Pembelajaran IPS di SD
Istilah ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan nama mata pelajaran
di tingkat sekolah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik
dengan istilah social studies dalam kurikulum persekolahan di negara
lain, khususnya di negara-negara barat seperti Australia dan Amerika
Serikat. Pengertian IPS di tingkat persekolahan itu sendiri mempunyai
perbedaan makna khususnya antara IPS di sekolah Dasar (SD) dengan IPS
untuk sekolah menengah pertama (SMP) dan IPS untuk Sekolah Menengah
Atas (SMA). Pengertian IPS di sekolah tersebut ada yang berarti program
pengajaran, ada yang berarti mata pelajaran yang berdiri sendiri, ada yang
berarti gabungan (paduan) dari sejumlah mata pelajaran atau disiplin ilmu.
Perbedaan ini dapat pula diidentifikasi dari pendekatan yang diterapkan
pada masing-masing jenjang persekolahan tersebut.
Pengertian IPS merujuk pada kajian yang memusatkan perhatiannya
pada aktivitas kehidupan manusia. Berbagai dimensi manusia dalam
kehidupan sosialnya merupakan fokus kajian dari IPS. Aktivitas manusia
dilihat dari dimensi waktu yang meliputi masa lalu, sekarang dan masa
depan. Aktivitas manusia yang berkaitan dalam hubungan dan interaksinya
dengan aspek keruangan atau geografis. Aktivitas manusia dalam memenuhi
segala kebutuhan hidupnya dalam dimensi arus produksi, distribusi dan
konsumsi. Selain itu dikaji pula bagaimana manusia membentuk
seperangkat peraturan sosial dalam menjaga pola interaksi sosial antar
manusia dan bagaimana cara manusia memperoleh dan mempertahankan
suatu kekuasaan. Pada intinya, fokus kajian IPS adalah berbagai aktivitas
manusia dalam berbagai dimensi kehidupan sosial sesuai dengan
karakteristik manusia sebagai makhluk sosial. (Sapriya, 2006)

Terdapat perbedaan yang esensial antara IPS sebagai ilmu-ilmu sosial


(social sciences) dengan pendidikan IPS sebagai social studies. Jika IPS
lebih dipusatkan pada pengkajian ilmu murni dari berbagai bidang yang
termasuk dalam ilmu-ilmu sosial (social sciences) atau dalam kata lain IPS
adalah sebagai wujudnya. Setiap disiplin ilmu yang tergabung dalam ilmuilmu sosial berusaha untuk mengembangkan kajiannya sesuai dengan alur
keilmuannya dan menumbuhkan body of knowledge.
Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses sebab akibat. Guru
sebagai

pengajar

merupakan

penyebab

utama

terjadinya

proses

pembelajaran siswa, meskipun tidak semua perbuatan belajar siswa


merupakan akibat guru yang mengajar. Oleh sebab itu guru sebagai figur
sentral, harus mampu menetapkan strategi pembelajaran yang tepat sehingga
dapat mendorong terjadinya perbuatan belajar siswa yang aktif, produktif,
dan efisien.
Siswa sebagai peserta didik merupakan subjek utama dalam proses
pembelajaran. Keberhasilan pencapaian tujuan banyak tergantung kepada
kesiapan dan cara belajar yang dilakukan siswa. Cara belajar ini dapat
dilakukan

dalam

bentuk

kelompok

(klasikal)

ataupun

perorangan

(individual). Oleh karena itu, guru dalam mengajar harus memperhatikan


kesiapan, tingkat kematangan, dan cara belajar siswa.
Tujuan pembelajaran merupakan rumusan perilaku yang telah
ditetapkan sebelumnya agar tampak pada diri siswa sebagai akibat dari
perbuatan belajar yang telah dilakukan. Menurut Bloom, dkk; tujuan
pembelajaran dapat dipilah menjadi tujuan yang bersifat kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan). Derajat
pencapaian

tujuan

pembelajaran

ini

merupakan

indikator

kualitas

pencapaian tujuan dan hasil perbuatan belajar siswa. (Hernawan, 2008)


Secara mendasar, pembelajaran IPS berkaitan dengan kehidupan
manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS
berkaitan dengan cara manusia memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan

untuk memenuhi materi, budaya, dan kejiwaannya, memanfaatkan


sumberdaya yang ada dipermukaan bumi, mengatur kesejahteraan dan
pemerintahannya

maupun

kebutuhan

lainnya

dalam

rangka

mempertahankan kehidupan masyarakat manusia. Singkatnya, IPS


mempelajari, menelaah, dan mengkaji sistem kehidupan manusia di
permukaan bumi ini dalam konteks sosialnya atau manusia sebagai
anggota masyarakat.
IPS yang juga dikenal dengan nama social studies adalah kajian
mengenai manusia dengan segala aspeknya dalam sistem kehidupan
bermasyarakat. IPS mengkaji bagaimana hubungan manusia dengan
sesamanya di lingkungan sendiri, dengan tetangga yang dekat sampai jauh.
IPS juga mengkaji bagaimana manusia bergerak dan memenuhi kebutuhan
hidupnya. Dengan demikian, IPS mengkaji tentang keseluruhan kegiatan
manusia. Kompleksitas kehidupan yang akan dihadapi siswa nantinya
bukan hanya akibat tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi saja,
melainkan juga kompleksitas kemajemukan masyarakat Indonesia. Oleh
karena itu, IPS mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang
berhubungan dengan manusia dan juga tindakan-tindakan empatik yang
melahirkan pengetahuan tersebut.
Sebutan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata pelajaran dalam
dunia pendidikan dasar dan menengah di negara kita IPS memiliki
kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan
disiplin

ilmu,

interdisipliner,

yakni

kajian

yang

multidimensional.

bersifat

terpadu

Karakteristik

ini

(integrated),
terlihat

dari

perkembangan IPS sebagai mata pelajaran di sekolah yang cakupan


materinya semakin meluas. Dinamika cakupan semacam itu dapat
dipahami mengingat semakin kompleks dan rumitnya permasalahan sosial
yang memerlukan kajian secara terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu
sosial, ilmu pengetahuan alam, teknologi, humaniora, lingkungan, bahkan
sistem kepercayaan. Dengan cara demikian pula diharapkan pendidikan
IPS terhindar dari sifat ketinggalan zaman, di samping keberadaannya
yang diharapkan tetap koheren dengan perkembangan sosial yang terjadi.

Pusat Kurikulum mendefinisikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai


integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah,
geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial
dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan
suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu
sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan
budaya (Pusat Kurikulum, 2006: 5).
IPS merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan
generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk
membangun dirinya, masyarakat, bangsa, dan lingkungannya berdasarkan
pengalaman masa lalu yang bisa dimaknai untuk masa kini, dan antisipasi
masa akan datang. Peristiwa fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan
dengan isu sosial merupakan beberapa hal yang menjadi kajian IPS.
Urutan kajian itu menunjukan urutan dari bentuk yang paling konkret,
yaitu dari peristiwa menuju ketingkatan yang abstrak, yaitu konsep
peranan peristiwa dan fakta dalam membangun konsep dan generalisasi.
Senada dengan hal itu menurut Sapriya pengetahuan IPS hendaknya
mencakup fakta, konsep, dan generalisasi. Fakta yang digunakan terjadi
dalam kehidupan siswa, sesuai usia siswa, dan tahapan berfikir siswa.
Untuk konsep dasar IPS terutama diambil dari disiplin ilmu-ilmu sosial,
yang terkait dengan isu-isu sosial dan tema-tema yang diambil secara
multidisiplin. Contoh konsep, multikultural, lingkungan, urbanisasi,
perdamaian, dan globalisasi. Sedangkan generalisasi yang merupakan
ungkapan pernyataan dari dua atau lebih konsep yang saling terkait
digunakan proses pengorganisir dan memaknai fakta dan cara hidup
bermasyarakat.

2. Metode dan Strategi Pembelajaran IPS di SD

Metode pembelajaran IPS adalah suatu cara yang digunakan oleh guru
agar siswa dapat belajar seluas-luasnya dalam rangka mencapai tujuan
pengajaran secara efektif. Di dalam proses belajar mengajar diperlukan
suatu metode yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Metode
pembelajaran seharusnya tepat guna yaitu mampu memfungsikan anak didik
untuk belajar sendiri sesuai dengan Student Active Learning (SAL).
Metode-metode untuk mata pelajaran IPS cukup beraneka ragam.
Keanekaragaman meliputi klasifikasi maupun penamaan suatu metode
bahkan juga tingkat daya guna dan hasil guna suatu metode. Secara garis
besar, metode pembelajaran IPS antara lain:
a. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah suatu bentuk

pengajaran dimana guru

mengalihkan informasi kepada sekelompok besar atau siswa dengan cara


yang terutama bersifat verbal. Metode ini adalah metode yang umum
dipakai guru dengan memberikan ceramah (expository), sedangkan siswa
duduk mendengar, mencatat, dan menghafal.
b. Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab adalah sebagai format interaksi antara guru
dan siswa melalui kegiatan bertanya yang dilakukan oleh guru untuk
mendapatkan respon lisan, sehingga dapat menumbuhkan pengetahuan
baru pada diri siswa.
c. Metode Diskusi atau metode Musyawarah
Metode diskusi dalam pengajaran IPS yaitu suatu cara penyajian
materi pelajaran dimana siswa dibedakan kepada suatu masalah, baik
berupa pertanyaan maupun berupa pernyataan yang bersifat problemik
untuk dibahas atau dipecahkan oleh siswa secara bersama-sama.

d. Metode Penugasan ( pemberian tugas )

Metode pemberian tugas dapat disamakan dengan metode resitasi


(recitation method). Metode resitasi dengan metode ceramah merupakan
dua metode yang paling tua, yang digunakan oleh guru yang bekerja
dengan kelompok-kelompok siswa (Hyman, 1974: 189). Metode
penugasan dalam pengajaran IPS adalah suatu penyajian bahan
pembelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa
melakukan kegiatan belajar dan memberikan laporan sebagai hasil tugas
yang dikerjakan. Metode ini mengacu kepada penerapan unsur-unsur
Learning by doing.
e. Metode Kerja Kelompok
Kerja kelompok merupakan salah satu metode belajar mengajar
yang memiliki kadar CBSA yang tinggi. Metode kerja kelompok dapat
diartikan sebagai format belajar mengajar yang menitikberatkan kepada
interaksi antara anggota yang satu dengan anggota yang lain dalam satu
kelompok guna menyelesaikan tugas secara bersama-sama.
f. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan format belajar mengajar yang
secara sengaja, menunjukkan atau memperagakan tindakan, proses atau
prosedur yang dilakukan oleh guru atau orang lain kepada seluruh atau
sebagian siswa.
g. Metode Karyawisata
Metode Karyawisata merupakan suatu kegiatan belajar mengajar
dimana siswa dibawa ke suatu objek di luar kelas untuk mempelajari
suatu masalah yang berhubungan dengan materi pelajaran.

h. Metode Simulasi

Metode simulasi merupakan metode interaksi belajar mengajar


dalam pengajaran IPS yang di dalamnya menampakkan adanya perilaku
pura-pura dari orang yang terlibat dalam proses pembelajaran.
i. Metode Inquiri dan Discovery (mencari dan menemukan)
Metode penemuan (discovery methode) sebagai prosedur yang
menekankan belajar secara individual, manipulasi objek atau pengaturan
atau pengondisian objek, dan eksperimentasi lain oleh siswa sebelum
generalisasi atau penarikan kesimpulan dibuat.
Sementara strategi pembelajaran IPS secara umum, antara lain:
1. Strategi pembelajaran deduktif
Dalam strategi pembelajaran deduktif, pesan atau materi pelajaran diolah
mulai dari yang umum, generalisasi atau rumusan konsep atau rumusan
aturan, dilanjutkan ke hal yang khusus, yaitu penjelasan bagianbagiannya atau atribut atributnya (ciri- cirinya) dengan menggunakan
berbagai ilustrasi atau contoh.
2. Strategi pembelajaran induktif
Dalam strategi pembelajaran induktif, pesan atau materi pelajaran diolah
mulai dari yang khusus, bagian atau atribut, menuju ke yang umum, yaitu
generalisasi aturan-aturan.
3. Strategi pembelajaran ekspositori
Jika yang mengolah pesan atau materi pelajaran itu guru. Maka strategi
pembelajaran yang digunakan adalah ekspositori. Dengan strategi
pembelajaran ekspositori, guru yang mencari materi pelajaran yang akan
diajarkan dari berbagai sumber, kemudian guru mengolahnya serta
membuat rangkuman dan/ atau mungkin membuat bagan. Di depan
siswa, guru menjelaskannya dan siswa tinggal menerimanya kemudian
mencatatnya. Jadi guru lebih aktif daripada siswa. Sementara itu, siswa
tinggal terima jadi dari guru.
4. Strategi pembelajaran heuristik
Dengan menggunakan strategi pembelajaran ini, yang mencari dan
mengolah pesan (materi pelajaran) ialah siswa. Guru berperan sebagai
fasilitator dan membimbing siswa pada kegiatan belajar siswa. Jadi di

sini yang lebih aktif ialah siswa itu sendiri. Dengan strategi pembelajaran
heuristik guru tidak berada di depan dan menarik siswa untuk
mengikutinya, tetapi guru mengarahkan, memberi dorongan, membantu
siswa bila mengalami kesulitan.
B. Pembelajaran IPS dI SD Pinggiran
1. Pengertian Sekolah Pinggiran
Sekolah atau school dapat dilacak dari kata Latin seperti scola,
scolae, yang dipergunakan sekitar awal abad ke XII. Arti luangnya adalah
waktu luang atau waktu senggang. Sekolah pinggiran merupakan
sekolah yang jauh dari ibukota, baik ibukota negara, ibukota provinsi,
ibukota kotamadya maupun ibukota kabupaten. Sekolah pinggiran juga
identik dengan sekolah yang tidak favorit dan tidak bermutu. Sekolah ini
selalu dipandang sebelah mata. Sekolah pinggiran identik dengan sekolah
yang tidak bermutu. Hanya karena letaknya dipinggir, sekolah pinggiran
terkadang sering luput dari perhatian. Perhatian yang dimaksud adalah
perhatian dari wali murid, masyarakat maupun pemerintah. Padahal,
tanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa juga dibebankan
pada sekolah pinggiran.
2. Kondisi Sekolah Pinggiran
Sekolah pinggiran umumnya kurang diperhatikan oleh masyarakat
dan pemerintah. Banyak yang menganggap sebelah mata sekolah pinggiran.
Umumnya kondisi sekolah pinggiran belum mempunyai sarana dan
prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana yang selayaknya digunakan
demi proses keberhasilan belajar siswa belum memenuhi standar minimal.
Akibatnya, keberhasilan hasil belajar siswa belum bisa optimal.
Kurangnya informasi dari luar dan perhatian masyarakat membuat
sekolah pinggiran sulit untuk mengembangkan eksistensinya. Sering kita
jumpai sekolah-sekolah pinggiran tidak mengetahui informasi-informasi
seputar pendidikan yang dapat membantu mengembangkan sekolah
tersebut. Hal ini juga bisa disebabkan karena akses menuju sekolah
pinggiran yang sulit. Meskipun di era yang sudah modern ini jarak sudah
bukan menjadi masalah, namun di daerah pinggiran bisa jadi belum ada

akses internet. Kondisi ini tentunya akan semakin menambah ketertinggalan


sekolah pinggiran dari sekolah-sekolah yang ada di daerah perkotaan.
Sekolah pinggiran sering mendapat stigma negatif dari masyarakat.
Pelabelan semacam itu sungguh merugikan bagi siswa. Banyak orang tua
yang enggan menyekolahkan anaknya di sekolah pinggiran. Tentunya para
orang tua beranggapan negatif terhadap mutu sekolah pinggiran. Pelabelan
negatif terhadap sekolah pinggiran juga berdampak negatif terhadap
semangat belajar peserta didik. Peserta didik yang bersekolah di sekolah
pinggiran merasa minder.
Sekolah pinggiran juga dapat berupa sekolah yang berada di
lingkungan yang kumuh dan miskin. Di lingkungan semacam ini,
kebanyakan dari masyarakatnya masih berpendidikan rendah sehingga
kesadaran akan pentingnya pendidikan pun masih rendah.
3. Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar Pinggiran
Tujuan IPS di sekolah pinggiran pada dasarnya sama dengan tujuan
pembelajaran IPS di daerah perkotaan. Akan tetapi, kegiatan pembelajaran
yang ada di sekolah pinggiran sedikit berbeda dengan kegiatn belajar
mengajar di daerah perkotaan. Jika dilihat dari strategi belajar yang
digunakan, sekolah pinggiran menggunakan strategi belajar mengajar yang
hampir sama dengan sekolah-sekolah di perkotaan. Namun, metode
pembelajaran yang digunakan sedikit berbeda. Metode pembelajaran yang
umunya digunakan di sekolah pinggiran yaitu metode pembelajaran secara
konvensional berupa ceramah. Metode pembelajaran ini sering digunakan di
sekolah pinggiran karena keterbatasan sarana dan prasarana serta
kompetensi yang dimiliki guru.
4. Hambatan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar Pinggiran
a. Kurangnya sarana dan prasarana
Fasilitas di sebuah institusi pendidikan merupakan salah satu
bagian penting yang perlu diperhatikan. Pasalnya, keberadaan sarana dan
prasarana ini akan menunjang kegiatan akademik dan non-akademik
peserta didik sehingga proses belajar dan mengajar dapat berlangsung
kondusif. Karena keterbatasan dana, umumnya sarana dan prasarana di
sekolah pinggiran masih sangat minim. Padahal, sarana dan prasara

10

merupakan hal yang sangat menunjang bagi keberhasilan pendidikan di


sebuah sekolah.
Sumber belajar dalam pembelajaran di IPS di sekolah pinggiran
masih terbatas. Kebanyakan siswa hanya bergantung pada LKS dengan
porsi materi pelajaran yang sedikit. Selain itu, dalam pembelajaran
mengenai kawasan Indonesia misalnya, siswa juga masih kesulitan untuk
mempelajarinya. Hal ini karena hanya sedikit siswa yang mempunyai
atlas.
b. Kurangnya informasi
Informasi merupakan suatu hal yang sangat penting. Keterjangkauan
yang sulit membuat sekolah pinggiran sering mengalami kekurangan
informasi. Dengan demikian sekolah pinggiran kurang mengetahui
perkembangan dunia pendidikan sehingga tertinggal dan sulit mengejar
sekolah-sekolah unggulan.
c. Label negatif pada sekolah pinggiran
Label negatif terhadap sekolah pinggiran sangat merugikan bagi sekolah
juga peserta didik. Sekolah yang mendapat stempel sebagai sekolah
pinggiran umumnya tidak akan mendapatkan kepercayaan dari orang tua
peserta didik serta masyarakat. Hal ini berakibat pada enggannya para
orang tua untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut. Dengan
jumlah peserta didik yang sedikit berakibat pada sedikitnya Bantuan
Operasional Sekolah yang masuk ke sekolah tersebut sehingga upaya
pengembangan sarana dan prasarana sekolah dapat terhambat.
d. Keterjangkauan wilayah yang sulit
Sekolah pinggiran umumnya jauh dari dari ibukota, baik ibukota negara,
ibukota propinsi maupun ibukota kabupaten atau kotamadya. Tidak
semua sekolah mempunyai medan yang baik untuk dijangkau. Banyak
sekolah yang memiliki keterjangjauan yang sulit. Akibat dari keadaan ini
adalah sulitnya akses informasi yang masuk ke sekolah.
e. Keterbatasan jumlah tenaga pendidik dan kependidikan
Tenaga pendidik dan kependidikan merupakan salah satu sumber daya
manusia dan komponen penting dalam sebuah unit pendidikan.
Keterbatasan jumlah tenaga pendidik dan kependidikan berpengaruh

11

terhadap keberhasilan pendidikan pada sebuah unit pendidikan. Di


sekolah-sekolah pinggiran, jumlah tenaga pendidik dan kependidikan
masih sangat terbatas. Hal tersebut tentunya menjadi sebuah masalah
besar yang harus diperhatikan oleh semua kalangan. Jumlah tenaga
pendidik dan kependidikan yang terbatas akan berpengaruh terhadap
keefektifan kegiatan pembelajaran di sekolah.
f. Keterbatasan jumlah peserta didik
Pelabelan negatif terhadap sekolah pinggiran akan berdampak pada
sedikitnya jumlah murid yang bersekolah di sekolah pinggiran. Hal lain
yang menyebabkan sedikitnya jumlah peserta didik di sekolah pinggiran
yakni kesadaran masyarakat di daerah pinggiran akan pentingnya
pendidikan yang masih rendah. Dengan begitu, minat masyarakat untuk
bersekolah cenderung rendah.

DAFTAR PUSTAKA
Andrias Harefa. 2001. Pembelajaran di Era Serba Otonomi. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas
Anonim. 2013. Hakikat Pembelajaran IPS.
gudangartikels.blogspot.com/2013/01/hakikat-pembelajaran-ips.html
diakses pada tanggal 10 September 2014
Anonim. 2008. Macam-macam Model Pembelajaran.
http://meilanikasim.wordpress.com/2008/11/29/model-pembelajaran-ips/.
Diakses pada tanggal 8 sept 2014
Anonim. Mutu Sekolah Pinggiran Perlu Ditingkatkan.
http://www.waspada.co.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=326306:mutu-sekolah-pinggiranperlu-ditingkatkan&catid=13:aceh&Itemid=26 . Diakses pada tanggal 8
sept 2014
Anonim. 2014. Stigma "Sekolah Pinggiran".
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2014/07/12/26716
8/16/Stigma-Sekolah-Pinggiran. Diakses pada tanggal 8 sept 2014
Damanik, C. 2013. Pentingnya Fasilitas Pendidikan yang Memadai.
http://edukasi.kompas.com/read/2013/05/20/15222987/Pentingnya.Fasilita
s.Pendidikan.yang.Memadai . diakses pada tanggal 10 September 2014
Anonim. Pendidikan IPS di SD.
http: file.upi.edu/Direktori/.../PENDIDIKAN_IPS_DI_SD/BBM_1.pdf
diakses pada 10 September 2014

Anda mungkin juga menyukai