Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Benigna Prostat Hiperplasia


1. Definisi
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH ) adalah pemebesaran kelenjar
prostat non kanker (Corwin, 2000)
BPH adalah suatu keadaan dimana keadaan kelanjar prostat
mengalami pembesaran menompang ke atas ke akntong kemih dan
menyumbat urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan
kondisi yang paling umum pada pria ( Smelter dan Bare, 2002).
BPH adalah keadaan patologi yang umum ditemukan pada pria
yaitu berupa pembesaran progresif dari kelanjar prostat yang dapat
menyebabkan pbstruksi uretra dan pembesaran urin.
2. Etologi
Kelenjar prostat sangat tergantung pada jormon androgen selain
itu juga faktor lain yang erat dengan BPH aalah proses penuaan. Ada
beberapa kemungkinanan penyebab yaitu :
1.

Dihiydrostetestosteron
Terjadi peningkatan sebanyak 5 pada reduktase dan reseptor
androgen menyebabkan epitel dan stoma serta kelenjar prostat
mengalami hioperplasia

2.

Perubahan keseimbangan hormone estrogen- testoateron


Peningkatan hormone estrogen dan penurunan hormone
testosterone mengakibatkan hyperplasia stoma

3.

Interaksi stoma efitel


Peningkatan efidermal growth factor atau fibroblar growth factor
dan penurunn transforming growth factor besar menyebabkan
hyperplasia stoma dan efitel

4.

Teori sel imun


Sel sitem yang meningkat menyebabkan poliferasi sel transit

5.

Berkurangnya sel yang mati


Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama
hidup stoma dan epitel dari kelenjar prostat.

3. Manifestasi Klinis
a) Gejala iritatif
1)

Peningkatan prekuensi berkemih

2)

Urgencinyaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit


dikeluarkan

3)

Dysuria yaitu nyeri pola waktu kencing

4)

Nokturia, yaitu keadaan terbangun di malam hari karena ingin


buang air kecil

b) Gejala obstruktif
1)

Pancaran urin melemah

2)

Rasa tidak puas sehabis buang air kecil

3)

Terminal dribbling, yaitu urin pada aliran kencing

4)

Hesitansi, yaitu keadaan saat memulai air kencing lama dan


sering kali disertai

5)

Intermitency

yaitu

terputusnya

aliran

kencing

yang

disebabkan oleh ketidakmampuan otot distrusor dalam

mempertahankan tekanan intravascular sampai berakhirnya


miksi
6)

Intermiten ey, yaitu terputus putusnya air kencing yang dia


kibatkan karena ketidak mampuan tekanan intravaskuler
sampai berakhirnya buang air kecil.

4. Patofisiologi

5. PATHWAY

6. Penatalaksanaan Medis

a.

Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan
kadar gula diperlukan untuk memproleh data dasr kedaan
umum klien.
2) Pemeriksaan urin lengkap dan kultur urin
3) PSA ( prostastik spesifik anggen) yaitu untuk mencara
adanya keganasan.

b.

Pemeriksaan Uroplometri
1) Flowrate maksimal > 15 ml/ detik yaitu non obstruktif
2) Flowrate maksimal 10- 5 ml/ detik yaitu border line
3) Flowrate maksimal < 10 ml/ detik yaitu obstruktif

c.

Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik


1) BOF
BOF yaitu untuk meliohat adanya batu dan netastase pada
tulang.
2) USG (Ultrasonografi)

Digunakan untuk mmeriksa konsistensi, volume dan besar


prostat juga keadaan buli buli termasuk rsudual urin.
Pemeriksan dapat dilakukan transrektal, trtanuretal dan
supra pubik.
3) IVP (Pyelografi Intravena)
Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat fungsi ginjal
(eksresi) dan adanya hidronefrosis.
7. Penatalaksanaan BPH
1.

Watchful (observasi)
Yaitu pengawasaan berkala pada klien setiap 3- 6 bulan
kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien.

2.

Medika Mentosa
Terapi ini di indikasi pada BPH dengan keluhan ringan, sedang
dan

berat

tanpa

disertai

penyulit

serta

indikasi

terapi

pembedahan, terapi masih terdapt kontraindikasi obat yang


digunakan berasal dari phisioterapi (seperti : hipoxis rosperi,
serenoa repens dan lain lain), gelombang alfa blocker dan
golongan superior androgen
3.

Pembedahan
a)

Indikasi
1) Klien dengan retensi urin akut atau pernah mengalami
retensi urin akut
2) Klien dengan residual urin > 100 ml
3) Klien dengan penyulit
4) Terapi medika mentosa tidak berhasil
5) Flowmetri menunjukan padaobstruktif

b)

Macam macam pembedahan

1)

Pembedahan Biasa ( open prostatectomy)

2)

TURP ( transuethal Resection of the pristat)


Pengangkatan jaringan obstruktif prostat dari lobur
medial

sekitar

uretra

diangkat

dengan

sistoskof

resektoskop yang dimasukan melalui uretra


3)

Retropubic prostatectomy
Masa jaringan prostat hipertropii (lokasi tinggi dibagian
pelvis) diangkat melalui sisi abdomen bawah tanpa
pem,bukaan kandung kemih

4)

Perineal prostatectemi
Masa prostat besar di bawah area pelvis diangkat
melalui insisi diantara skrotum dan rectum. Proses ini
lebih

diperuntukan

untuk

kanker

dan

dapat

mengakinbatkan impotensi.
B. Konsep keperawatan pada pasien pasca TRUP
1. Pengkajian
A) Data Subjektif
1) Biodata/Identitas
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses
keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat
memberi

arah

kepada

tindakan

keperawatan.

Tahap

pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,


pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan
(Marilynn E. Doenges et al, 1998).

Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin,


pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.

2) Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa muncul pada klien BPH pos
TRUP adalah nyeri yang berhubungan dengan dengan
spasme buli buli.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Gejala yang ditimbulkan oleh BPH dikenal dengan lower
urinary track symptoms (LUTS) antara lain : rentensi urin,
pencernaan urin lemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa
ada sisa setelah miksi, urgensi, frekwensi dan dysuria.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyaakn tentang diabetes, hipertensi, PDOM, penyakit
jantung coroner dan gangguan faaldaerah dapat memperbesar
resiko terjadinya penyakit pasca bedah, . Pula penyakit
saluran kencing dan pembedahan terdahulu.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang sifatnya menurun seperti hipertensi,
diabetemelitus dan asma
6) Pola- pola fungsi Kesehatan
Kaji

adanya

emosi

kecemasan,

terhadap..

Pola persepsi

pandangan

klien

Timbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan karena


tirah baring

Pola nutrisi dan metabolism


Tidak diperkenankan makan sebelum klien platus setelah
tindakan operasi.

7) Pemeriksaan Fisik
2. Masalah Keperawatan
3. Diagnosa Keperawatan
a.

Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli : refleksi


spasme otot sehubungan dengan procedure bedah dan atau
tekanan dari traksi.

b.

Resaiko tinggi kelebihan cairan berhubungan dengan

c.

Resiko tinggi kelebihan cairan berhubungan dengan absorpsi


cairan irigasi

d.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kateter di


buli buli

e.

Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan


anastesi

f.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


tentang rutinitas bpasca operasi, gejala untuk dilaporkan perawat
di rumah dan instruksi evaluasi

g.

Retensi urin berhubungan dengan obstruksi selinder dari turp

h.

Inkontensia urin berhubungan denbgan pengangkatan kateter


pasca TURP

i.

Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan TURP.

10

4. Analisa Data
No
1.

Data

Etiologi

Masalah

Terpapar Clostrydium
tetani

Bersihan
jalan
nafas
tidak efektif

Ds:

Klien mengeluh sesak

Peningkatan toksin melalui


saraf motorik

nafas.

Klien mengeluh susah


Susunan limfik > sirkulasi
darah

untuk batuk

SSP

Do:

RR: > 24x/menit

Terdapat banyak sekret

Memblok pelepasan
neurotransmiter

dijalan nafas

Adanya retraksi ICS

Terdengar

2.

Kemampuan batuk
menurun
Akumulasi sekret

adanya

Bersihan jalan nafas tidak


efektif

ronchi

Spasme /kejang

AGD abnormal

Ds:

Pasien

Hipertermi
mengeluh

Tetanospasmin
meghancurkan sel darah
merah dan leukosit

panas/demam
Plasma mengeluarkan
antigen GP1

Do:

Suhu > 37,5C

Leukosit > 10.000/m3

Merangsang makrofag
mengeluarkan pirogen
Dikirim ke hipotlamus
pengeluaran asam

11

Arakidont
Sistesis prostagladin PGE2
Set pin suhu meningkat
Hipertermi
3.

Ds:

Klien mengatakan nyeri

Penekanan area fokal


kortikal

menelan (Dispagia)
Kesulitan membukamulut
(Trismus) Epistotonus

Do:

Nutrisi
kurang dari
kebutuhan

Tampak kesulitan saat


Dispagia

menelan

Intake nutrisi tidak adekuat


4.

Ds:

Mengalami

penurunan

kesadaran (GCS < 15)

Tetanospasmen
Merusak sel darah merah,
leukosit

Gangguan
perfusi
jaringan

Perubahan fisiologis intra


kranial
Suplai O2 menurun ke otak
Peningkatan permeabilitas
darah/otak
Penurunan perfusi jaringan
cerebral
5.

Ds:Toxin C.Tetani diabsorpsi


di syarat

Do:

Tampak kaku kudukle


her

atau

tulang

Perubahan fisiologis intra


kranial

belaknag

Riwayat kejang

Penekanan area fokal


kortikal
Meningkatkan sensitifitas
terhadap terjadinya
rangsangn
Kejang

12

Resti kejang
berulang

6.

Ds:

Sensitifitas terhadap
rangsangan

Do:

Adanya riwayat Kejang

Resti trauma/
Cedera

Kelemahan/ kekakuan otot

rangsang.

Tonus otot 3

7.

Resiko Cidera

Toxin C.Tetani diabsorpsi


di syaraf

Gangguan
mobilitas fisik

Sensitifitas terhadap
rangsangan
Kelemahan/ kekakuan otot
Mobilitas fisik terganggu.
8.

Do:

Kejang otot umum

Klien bedrest total

Kebutuhan

Gangguan
ADL

Perubahan mobilitas fisik

dibantu
Gangguan ADL

keluarga
Ds:9.

Ds:

Klien

Kejang otot umum


mengatakan

Aktifitas fisik terganggu

susah BAB/ BAK


Gangguan pemenuhan
eliminasi

Do:

10.

Gangguan
pemmenuhan
eliminasi uri
dan alvi

Output cairan < 500 ml

Do:

Klien tampak berputus

Resiko kejang berulang

asa
Koping mal adaftif

Ds:

Koping tidak
efektif

Mengungkapkan putus
asa

11.

Do:

Ds:

Klien tampak cemas

Resiko kejang berulang


Koping mal adaftif

13

Kecemasan

Klien

mengatakan
Cemas

cemas dan kawatir akan


kondisinya

5. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

6. Rencana tindakan Keperawatan


A) Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa pada buli buli dan
reflek spasme otot berhubungan dengan procedure bedah dan
atau tekanan dan traksi
Tujuan

dalam

waktu 3x24 jam

setelah diberikan

tindakan, nyeri terkontrol atau hilang


Kriteria hasil

secara subjektif klien melaporkan nyeri hilang/


terkontrol
menunujukan

keterampilan

relaksan

dan

aktifitas teurapeutik non farmakologi untuk


menghilangkan nyeri
tampak rileks, tidur/ istirahat dengan tepat.

Intervensi

Rasional

1. Kaji nyeri,lokasi, dan intensitas 1. Nyeri


nyeri (skala nyeri 0-10)

sistem

dengan

cateter menunjukan adanya spasme

drainase,

buli yang cenderung berat pasca

pertahankan selang bebas dari


keluhan dan .

TURP.
2. Mempertahankan fungsi kateter dan

3. Tingkatkan pemasukan sampai

drainase sistem, menurunkan resiko

3000 ml/hari sesuai toleransi

distensi atu spasme buli buli.

4. Berikan tindakan kenyamanan 3. Menurunkan


(sentuhan

intermitten

dorongan berkemih/ masase seputar

2. Pertahankann potensi kateter


dan

tajam,

teurapeutik,

mempertahankan

14

iritasi
aliran

dengan
cairan

perubahan

posisi,

rileksasi,

teknik

visualisasi

konstan mukosa buli buli.

dan 4. Menurunkan

pedoman imajinasi).

tegangan

otot,

mempokuskan kembaliu perhatian dan

5. Berikan kolaborasi pemberian

dapat

antispasmodik

meningkatkan

kemampuan

koping.
5. Relaksasi otot, untuk menurunkan dan
spasme.

B) Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan kehilangan


darah berlebih.
Tujuan

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama


3 X 24 jam keseimbangan cairan tubuh tetap
terpelihara

Kriteria hasil

mempertahankan

hidrasi

adekuat

ditandai

dengan : tanda tanda vital stabil, nadi perifer


teraba,

pengisian

perifer

baik,

membrane

mukosa lembab dan keluaran urin tepat.

Intervensi
1. 1.

Rasional

Benamkan kateter, hindari

1. Gerakan penarikan kateter dapat

memanipulasi berlebih

menyebabkan perdarahan atau


pembentukan bekeuan darah dan
pembenaman kateter pada distansi
buli.

2.

Pantau masukan dan haluaran

2. Indicator keseimbangan cairandan

cairan
3.

Observasi

kebutuhan pengganti
drainase

cateter, 3. Pendarahan tidak umum terjadi

hindari manipulasi berlebihan atau

24jam

pertama

terapi

perlu

berlanjut

pendekatan perineal. Pendarahan


kontinu atau beraty berulkangnya
pendarahan

aktif

memerlukan

intervensi atau evaluasi medik.

15

4.

5.

Evaluasi warna, konsistensi urin, 4. Mengindikasi adanya perdarahan


misalkan : merah terang dengan

arterial

bekuan darah.

cepat.

Awasi

tanda

tanda

vital, 5. Untuk

dan

memerlukan

memantau

terapi

tanda

tanda

perhatikan meningkatnya nadi dan

umum dan terjadinya shok akibat

pernafasan, menurunnya tekanan

kehilangan cairan

darah, diaforsis, pucat, pelebaran


pengisian kafiler dan membrane
mukosa kering.
6.

Observasi

kegelisahan,

kacau 6. Menunjukan

mental dan perubahan perilaku

7.

Dorongan

pemasukan

indikasi,

awasi

penurunan

perfusi serebral

cairan 7. Membilas

kurang lebih 3000 ml/ hari kecuali


kontra

adanya

ginjal

atau

buli

buli

bakteri dan debris.

dengan

tepat.
8.

Hindari pengukuran suhu rektal 8. Dapat mengakibatkan penyebaran


dan .

iritasi terhadap dasar prostat dan


peningkatan kapsul prostat dengan
resiko perdarahan.

C) Resiko

klebihan

volume

cairan

berhubungan

dengan

absorsicairan irigasi (TURP).


Tujuan

Dalam waktu 3 x 24 jam keseimbangan cairan


tetap terjaga

Kriteria hasil

Masukan dan haluaran seimbang, irigan keluar


secara total, sadar penuh dan orientasi baik,
tidak menunjukan . Fungsi motorik

16

Intervensi

Rasionalisasi

1 Pantau dan laporkan tanda gejala 1 Hiponatremia adalah tanda kelebihan


difusi hiponatremia

cairan

2 Pantau masukan dan hakuaran 2 Indicator keseimbangan cairan dan


urin tiap 4- 8 jam

kebutuhan penggantian

3 Hentikan irigasi saat kelebihan 3 Mencegah absorbs yang berlebihan.


cairan terjadi dan laporkan tim
medis
4 Gunakan spluit untuk mengirigasi 4 Mencegah terjadinya retensi
kateter oleh bekuan darah jika
instruksikan.

D) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan terpasangnya


kateter di buli buli
Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam


3 X 24 jam infeksi dapat di cegah

Kriteria Hasil

Mencapai

waktu

penyembuhan,

tidak

mengalami tanda infeksi

Intervensi
1

Pertahankan sistem kateter steril

Rasional
1. Mencegah pemasukan bakteri dan

berikan perawatan kateter

infeksi atau sepsis yang berlanjut

dengan sabun dan air,berikan


salep anti biotik di sekitar sisi
kateter.
2

Ambulasi dengan kantung

2. Menghindari reflek balik urin yang

drainase dependen

dapat memasukan bakteri ke dalam


buli buli

3. Awasi tanda dan gejala infeksi

3. Mendeteksi infeksi sejak dini

saluran kemih

17

4. Berikan antibiotic sesuai indikasi

4. Kemungkinan diberikan secara


profilaktik berhubungan dengan
peningkatan resiko pada
prostaktomi

E) Resiko tinngi ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan


efek anastesi
Tujuan

Setelah

dilakukan

intervensi

keperawatan

selama polan nafas tetap efektif


Kriteria Hasil

Paru paru bersih pada auskultasi, frekuensi dan


irama nafas dalam batas normal, melakukan
batuk dan nafas dalam tanpa kesulitan.

Intervensi

Rasional

1 Bantu klien dengan spirometer 1 Memaksimalkan ekspansi paru


intensif jika dianjurkan
2 Ajarkan dan bantu klien untuk 2 Upaya
membalik bantu nafas dalam tiap 2

untuk

membantu

mengeluarkan sekret

jam
3 Kaji bunyi nafas tiap 4 ja, laporkan 3 Untuk
penurunan

atau

tidak

adanya

medeteksi

dini

ketidakefektifan pola nafas.

bunyi nafas pada timmedis, pantau


dan laporkan gejala pertukaran
gas
4 Berikan

obatpenghilang

nyeri 4 Berkurangnya atau hilangnya nyeri

dengan interval yang cepat

dapat membantu klien melakukan


latihan batuk dan nafas dalam
secara efektif

18

F) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


tentang rutinitas pasca operasi, gejala untuk dilaporkan perawatan
di rumah dan instruksi evaluasi.
Tujuan

Setelah

tindakan

keparawatan

pengetahuan meningkat
Kriteria hasil

Klien dan atau keluarga mengungkapkannya


mengerti tentang rutinitas pasca operasi,
gejala yang harus di laporkan perawatan di
rumah, intruksi evaluasi serta demontrasi
ulang perawatan kateter dan latihan perineal.

Intervensi
1

Rasionalisasi

Jelaskan dan pertegas kepada klien 1 Hindari yang adekuat atau optimal
dan keluarga tentang asupan cairan

membantu menegakan kembali

adekuat kurang lebih 3000/ hari

tonus

kecuali kontra indikasi

percobaan

otot

buli

buli

kateter

setelah
dengan

merangsang miksi, pengenceran


urin dan menurunkan kerentanan
infeksi

saluran

kemih

dan

pembentukan bekuan darah


2

Anjurkan perawatan kateter yaitu 2 Membantu


cuci dengan sabun dan air 2

mengurangi

resiko

infeksi saluran kencing

X / hari
3

Pertegas pembatasan aktifitas yaitu 3 Untuk


:

mengurangi

pendarahan

a. Hindari mengedan saat BAB


b. Tingkatkan asupan diit

tinggi

serat atau gunakan pencahar jika


ada indikassi
c. Hindari

duduk

dengan

kaki

19

resiko

tergantung
d. Hindari mengangkat benda berat
dan aktifitas yang berat
e. Hindari hubungan seksual hingga
diperbolehka,

biaanya

6-

8minggu pasca operasi


4

Anjurkan klien melakukan:

4 Aktifitas

tersebut

a.

Berjalan lama

menghalangi

b.

Menggunakan tangga

tempat pembedahan

Jelaskan harapan untuk mengontrol 5 Kesukaran


urin ketika dicabut :
a.

b.

p[ola

tidak

penyembuhan

untuk

melanjutkan

nutrisinormal

dapat

urgensi

berhubungan dengan trauma ..

mungkin terjadi pada awal

buli buli, insfeksi saluran kemih

terapi secara bertahap

atau iritasi kateter. Drainase akan

Latih perineal (bokong tegang,

menurunkan control otot. Kafein

tahan dan lepaskan selama

sebagai dieuretik membuat sukar

10- 20 menit tiap jam. Dapat

mengontrolurin.

membantu

meningkatkan sensai terbakar.

Tetesan,

frekuensi

mempercepat

Alkohol

memulihkan control urin


c.

Lakukan

latihan

sesuai

toleransi, hindari latihan yang


membutuhkan kekuatan otot
d.

Berkemih

sesegera

mungkin,mencegah

retensi

urin
e.

Menghindari

kafein

dan

alcohol

6. Diskusikan nama obat,dosis, jadwal 6 Klien mengetahui nama, jenis,


penggunaan efek samping

jadwal, tujuan dan efeksamping


obat yang diresepkan

7. Tinjau tanda dan gejala komplikasi:


a.

Ketidakmampuan lebih dari 6

20

7 Deteksi
intervensi

awal

meningkatkan
cepat

untuk

jam

meminimalkan

b.

Mengiggil, nyeri dan demam

komplikasi :

c.

Peningkatan hematuri

a.

keparahan

Ketidakmampuan

berkemih

menunjukan insfeksi saluran


kemih
b.

Merupakan gejala insfeksi


saluran kemih

c.

Adanya prdarahan

G) Retensi urin berhubungan dengan obstruksi skunder dari TUR-P


Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam


3x 24 jam retensi urin teratasi

Kriteria Hasil

Eliminasi urin kembali normal, menunjukan


perilaku peningkatan control buli buli

Intervensi

Rasionalisasi

1 Awasi masukan dan haluaran 1 Deteksi dini terjadinya retensi urin


serta karakteristiknya
2 Control

dalammmepertahankan 2 Mencuci buli buliu dari .. darah

irigasi secara konstan selama 24

dan debris untuk mempertahankan

jam pertama

kateter atau aliran urin.

3 Dorong pemasukan 3000 ml/ hari 3 Mempertahankan


atau sesuai toleran

hidrasi

adekuat

dan perfusi ginjal untuk aliran urin

4 Setelah kateter diangkat, pantau 4 Diteksi dini terjadinya retensi urin


terus gejala retensi

H) Inkontensia urin berhubungan dengan pengangkatan kateter


pasca TURP
Tujuan

Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3X 24 jam intoleransi urin dapat

21

teratasi
Kriteria Hasil

Eliminassi urin kembali normal, menunjukan


perilaku meningkatkan control berkemih

Intervensi

Rasional

1 Lakukan bleder training sebelum

1 Untuk mengambalikan control bleder

kateter di angkat

yang kurang berfungsi selam


panasnya kateter.

2 Kaji terjadinya tetesan urin

2 Mendeteksi adanya inkontinensia

setelah kateter dia ngkat


3 Bila terjadi tetesan, katakana

3 Klien harus dibesarkan harapannya

bahwa hal tersebut biassa dan

bahwa itu kondisi yang normal

secara continue akan pulih


4 Lakukan penyuluhan latihan

4 Bantuan akan pengendalian kandung

perineal

I)

kemih

Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan TUR-P


Tujuan

setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3 x 24 jam fungsi seksual dapat


dipertahankan
Kriteria Hasil

Klien

tampak

rilek,

melaporkan

ansietas

menurun

Intervensi
1 Berikan

keterbukaan

Rasional
kepada 1 Klien

dapat

karena

membicarakan tentang masalah

mempengaruhi kemampuan untuk

fungsi seksual

menerima informassi

informasi

bedah

yang

cemas

klien atau orang dekat untuk

2 Berikan

efek

mengalami

dapat

tentang 2 Impotensi fisiologi terjadi bila saraf

22

harapan

kembalinya

fungsi

perineal dipotong selama procedure

seksual

radikal: pada pendekatan, aktifitas


seksual dapat dilakukan seperti biaa
selam 6- 8 minggu

3 Diskusikan

tentang

ejakulasi 3 Ejakulasi

retrogard

retrogard

tidak

mempengaruhi fungsi seksual, terapi


kan

menurunkan

..

dan

menyebabkan urin keluar.


4 Intruksikan latihanperineal dan 4 Meningkatkan
interupsi atau aliran urin
5 Rujuk

ke

panesahat

control

otot

kontinensia urin dan fungsi seksual


seksual 5 Masalah menetap atau tidak teratasi

sesuai indikasi

memerlukan intervensi

23

DAFTAR PUSTAKA
Smelter dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan. Medikal Bedah. Jakarta
: EGC
Corwin. 200. Buku Saku Parafisiologi: Jakarta : EGC
Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.Jakarta :
Medica.Aescal pals. FK. UI
Wilkison. 2011. Diagnosa Keperawatan Buku Saku Edisi 9.Jakarta : EGC
Tambayong. 2002. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC

24

Anda mungkin juga menyukai