Anda di halaman 1dari 13

MANIFESTASI KLINIS, PENYEBAB DAN STRATEGI

PENATALAKSANAAN ULKUS PEPTIKUM

ABSTRACT
Ulkus peptikum mencakup ulkus gaster dan duodenum telah menjadi ancaman utama
bagi populasi dunia selama dua abad terakhir dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Ditemukannya infeksi mukosa lambung dengan Helicobacter pylori (H. pylori) dan hubungannya
dengan gastritis antral kronis dan ulkus peptikum merevolusi pengobatan penyakit maag. H.
pylori adalah penyebab yang berkaitan dengan mayoritas kasus ulkus duodenum dan gaster di
barat dan negara-negara berkembang. Meskipun dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang luas,
penyakit ini masih merupakan gangguan klinis yang penting, terutama karena infeksi H. pylori
dan meluasnya penggunaan obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID). Manajemen penyakit ulkus
peptikum umumnya melibatkan antagonis reseptor H2, penggunaan proton pump inhibitor (PPI),
antasida dan beberapa regimen pemberantasan H. pylori. Artikel ini menguraikan epidemiologi,
manifestasi klinis, diagnosis dan strategi pengobatan penyakit ulkus peptikum.
PENDAHULUAN
Ulkus peptikum adalah sekelompok gangguan yang ditandai oleh adanya ulkus di setiap
bagian dari saluran pencernaan / gastro intestinal track (GIT) akibat terpapar asam dalam durasi
dan konsentrasi yang mencukupi. Meskipun ulserasi ini paling sering terjadi pada lambung
(ulkus gaster), atau usus kecil (ulkus duodenum), penyakit ini juga dapat mencakup ulkus pada
kerokongan (Barrets esofagus atau Barrets metaplasia) maupun ulkus gastro intestinal (GI)
bagian atas lainnya.[1] Ulkus berbentuk kawah berupa lesi pada membran; ulkus yang
berkembang di daerah-daerah GIT yang terpapar oleh asam-asam lambung disebut ulkus
peptikum atau tukak lambung. [2] Kata 'lambung' berasal dari kata Yunani 'peptikos,' yang berarti
terkait dengan pencernaan. [3] Ulkus peptikum terjadi oleh karena paparan pepsin dan asam
lambung pada daerah gaster dan duodenum. Ketidakseimbangan yang terjadi antara faktor
agresif seperti asam klorida, pepsin, H. pylori dengan faktor defensif seperti mukus lambung, ion
bikarbonat, dan prostaglandin, bersama dengan ketahanan alami sel mukosa dapat menyebabkan
kejadian ini. [4] Mukosa saluran pencernaan menggunakan beberapa mekanisme pertahanan
terhadap faktor-faktor agresif seperti asam klorida dan pepsin. [5] Fisiolog Denmark Schierbeck
pada tahun 1892 melaporkan bahwa konsumsi makanan menyebabkan peningkatan CO2
lambung. Namun, beberapa tahun kemudian, Pavlov meneliti tentang peran protektif mukus basa
lambung. Hal ini menyimpulkan bahwa sel-sel epitel lambung dan duodenum pada mamalia aktif

mengeluarkan bikarbonat ke dalam lumen. [6-7] Sekresi ini berinteraksi dengan lapisan
permukaan mukus menjadi lini terdepan pertahanan mukosa.[5] Kapasitas sekresi bikarbonat
proksimal duodenum pada manusia mencapai lima kali sekresi bikarbonat lambung. [8] Mukus
disekresikan oleh sel sekresi mukus yang terdapat banyak pada kelenjar di daerah leher lambung.
Musin membentuk lapisan pelindung pada epitel lambung mempertahankannya agar tetap
memiliki pH basa, dengan demikian dapat melindungi lambung dari asam, karena merupakan
buffer asam klorida. Sekresi mukus juga dirangsang oleh peningkatan aliran darah ke perut. [9]
Aktivasi reseptor prostaglandin juga menghambat sekresi asam lambung. Mukosa prostaglandin
diketahui memiliki kemampuan sitoproteksi dengan berbagai mekanisme. [10] Faktor agresif
alami yang disekresi ke dalam lumen lambung adalah asam dan pepsin. Berbagai penelitian
mengungkapkan bahwa tidak menutup kemungkinan mukosa saluran cerna rusak oleh pepsin
dalam kondisi di mana ia tahan terhadap asam. Pepsin memiliki aktivitas mukolitik dan dapat
menghancurkan lapisan mucus yang melekat di permukaan luminal. [11] Studi yang dilakukan
oleh Taylor dan Roberts telah mengidentifikasi tujuh jenis pepsin yang berbeda, 1, 2, 3, 3a, 4, 5,
dan 6 yang terdapat pada manusia. [12-13] Penyebab paling umum dari ulkus adalah H. pylori,
bakteri yang berkolonisasi di perut hampir setengah populasi dunia. Infeksi yang disebabkan
oleh H.pylori terkait dengan banyak penyakit GI, termasuk 75% dari tukak lambung. [3] NSAID
bersama dengan H. pylori menjadi factor agresif tambahan selain asam lambung dan pepsin
yang dapat mengganggu mekanisme pertahanan mukosa GI. [14]
Berbagai faktor protektif dan agresif dapat dilihat dalam tabel berikut. [15]:
Faktor Pelindung
Bikarbonat
Mukus
Aliran darah mukosa
Prostaglandin

Faktor Agresif
Asam lambung
Pepsin
Helicobacter pylori
NSAID

SEJARAH DAN PREVALENSI


Gangguan pencernaan dan nyeri perut telah digambarkan sejak ribuan tahun, tapi barulah
pada abad ke-16 penyakit ulkus peptikum ditegakkan melalui otopsi. Salah satu otopsi pertama terbukti ulkus peptikum pilorus sudah diteliti pada 1586 oleh Donatus dari Mantua. Bauhin, pada
tahun 1679, menyimpulkan bahwa peradangan lambung menyebabkan ulkus lambung yang
kemudian pecah. Perdarahan lambung pertama dilaporkan pada 1704. [16] Klasifikasi pertama
mengenai penyakit pada lambung diungkapkan oleh Matius Baillie pada tahun 1793, dengan
deskripsi yang jelas dari peradangan akut (arsenik), trichobezoar, ulkus, perforasi, stenosis
pilorus, dan kanker. Pada 1817, penderita perforasi ulkus peptikum dilaporkan di Dublin oleh
Crampton dan penderita perforasi ulkus duodenum dilaporkan di London oleh Travers, yang juga
ditandai dengan perdarahan dan penetrasi ulkus peptikum. [17-19] Studi epidemiologi pertama
pada ulkus peptikum di India Utara dilakukan pada tahun 1963. [20]

Sekitar 500,000 kasus baru dan 4 juta rekurensi dari ulkus peptikum yang dilaporkan
setiap tahun, berkontribusi untuk sekitar 10% orang Amerika yang berkembang menjadi ulkus
peptikum selama masa hidup mereka. [21-22] Komplikasi penyakit ulkus peptikum termasuk
perforasi, perdarahan, dan obstruksi, terjadi sampai dengan 20% kasus secara keseluruhan,
obstruksi lambung dapat terjadi pada 5% - 12% dari pasien ulkus peptikum. [23] Johnson dkk
mencatat penyakit ulkus peptikum menjadi penyebab obstruksi pada 62% pasien 1962-1975, dan
45% pada pasien dari tahun 1975 sampai 1985. [24] Gibson dkk hanya menemukan 33% dari
pasien dalam penelitian mereka dengan penyakit ulkus peptikum dan obstruksi dimana H. Pylori
positif. [25] Kejadian tahunan ulkus gaster bervariasi dari sekitar 1 kasus per 1000 penduduk di
Jepang, 1,5 kasus per 1.000 penduduk di Norwegia, 2,7 kasus per 1.000 penduduk di Skotlandia.
[26]
Umumnya, rasio ulkus duodenum dan ulkus gaster bervariasi berdasarkan tempat dan waktu.
Di banyak negara, kejadian ulkus duodenum tiga kali lebih besar daripada ulkus gaster, tetapi
ulkus gaster lebih sering terjadi di beberapa lokasi: seperti Jepang, Sri Lanka, Andes dan
beberapa pulau-pulau di Norwegia utara. [27]
PENGATURAN SEKRESI ASAM LAMBUNG
Lambung mengeluarkan 2,5 liter gastric juice setiap hari. Sekresi eksokrin utama adalah
pepsinogens, dari sel chief atau peptic, dan asam klorida serta faktor intrinsik dari sel parietal
atau oxyntic. [28] Pria mensekresikan lebih banyak asam daripada perempuan. Hal ini sebagian
dapat dijelaskan oleh perbedaan ukuran tubuh. [29] Sekresi asam lambung diatur oleh mekanisme
sentral dan perifer. Sel parietal memiliki reseptor untuk beberapa stimulasi sekresi asam dan sel
ini memproses secara spesifik Hidrogen Kalium-ATPase (pompa proton), yang bertanggung
jawab untuk pertukaran ion H + dengan K + di seluruh permukaan apikal sel-sel parietal. Tiga
jalur yang berbeda tetapi saling berhubungan mengirim pesan kimiawi yang menstimulasi
sekresi asam seperti ditunjukkan pada Gambar. 1 dan dapat dilihat dalam uraian berikut.

The Neurocrine pathway, yang berperan sebagai transmitter seperti asetilkolin.


The Paracrine pathway, memberikan factor-faktor jaringan seperti histamin dari sel
seperti enterochromaffin
The Endocrine pathway, memberikan hormon seperti gastrin dari sel G di antrum [30]

Reseptor pada permukaan sel parietal termasuk reseptor H2 merespon pelepasan histamin
dari sel mast, reseptor yang sensitif terhadap efek muskarinik dari pelepasan asetilkolin nervus
vagus dan mungkin reseptor responsif terhadap sirkulasi endogen gastrin. Reseptor yang telah
menerima rangsang merubah aktivitas reseptor lain dan pada saat yang sama melepaskan pesan
intraseluler yang kedua. Ion kalsium dan AMP siklik merupakan inti pesan kedua, dan pada
gilirannya mengaktifkan pompa proton lambung terletak di dekat puncak sel parietal luminal. [31]
Data lebih banyak disajikan pada peran hormon GI dalam regulasi faktor agresif,
terutama asam lambung. Dalam Faktanya, hormon gastrin antral terdeteksi untuk merangsang
sekresi asam lambung. [32] Pada tahun 1971, McGuigan dan Trudeau melakukan pengamatan

pada dengan pasien ulkus duodenum yang memiliki pelepasan gastrin yang berlebihan dalam
mencerna makanan dan menyimpulkan bahwa efek trofik gastrin mungkin bertanggung jawab
atas kenaikan karakteristik massa sel parietal penyakit ulkus duodenum. [33] Pada akhir 1980-an,
beberapa peneliti juga melakukan tes stimulasi makanan dengan pelepasan gastrin dalam
kaitannya dengan infeksi H pylori. [34]

JENIS ULKUS PEPTIKUM


Ulserasi mukosa gastrointestinal yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan
normal dari efek korosif asam lambung dan efek perlindungan mukus pada sel epitel lambung.
Bedasarkan lokasi, ulkus peptikum dikategorikan sebagai, ulkus gaster: berarti terjadinya ulkus
di lambung. Ulkus ini umumnya terjadi lebih banyak pada kelompok usia yang lebih tua. Ulkus
duodenum: terjadinya ulkus dalam usus kecil, yang dimaksud adalah sebagai ulkus duodenum.
Ulkus ini lebih banyak daripada ulkus gaster. Mereka umumnya terjadi pada usia muda dan
merata di berbagai kelompok sosial-ekonomi. Pasien ulkus duodenum memiliki sekresi asam
lebih tinggi dari tingkat rata-rata. [35, 29, 30] Tergantung pada tingkat keparahan, ulkus peptikum
diklasifikasikan juga sebagai: ulkus peptikum akut: ulkus ini melibatkan jaringan sampai
kedalaman submukosa. Mereka mungkin timbul dalam bentuk lesi tunggal atau ganda. Mereka
ditemukan di banyak bagian lambung dan dalam beberapa centimeter pertama duodenum. Ulkus
peptikum kronis: ulkus ini menembus epitel dan otot melalui lapisan dinding lambung dan
mungkin melibatkan hepar yang berdekatan atau pankreas. Dalam sebagian besar kasus, mereka
terjadi sendiri-sendiri dalam antrum pilorus lambung dan dalam duodenum. [36]
INFEKSI H. PYLORI

Infeksi H. pylori memainkan peran penting dalam patogenesis penyakit ulkus peptikum.
Lebih dari 95% pasien ulkus duodenum dan 70% - 80% pasien dengan ulkus gaster adalah H.
pylori positif. [37] H. pylori adalah gram negatif, motil, mikroaerofilik, curved bacillus ditemukan
di lapisan mukus yang melapisi epitel lambung. [38] Pada tahun 1981, Marshall dan Warren
melakukan penelitian prospektif dari 100 pasien endoskopi berturut-turut menjalani biopsi
mukosa lambung untuk mengkorelasikan klinis dan endoskopi dengan temuan data. Dalam
penelitian ini, mereka mengisolasi bakteri mikroaerofilik katalase-positif. [39] Infeksi H. Pylori
telah diakui sebagai penyebab utama gastritis kronis dan penyakit ulkus peptikum. [38] Pada tahun
1994, Amerika Serikat (AS) National Institutes of Health Consensus Development Panel
menyimpulkan bahwa infeksi memainkan peran penting dalam patogenesis ulkus peptikum. [40]
Peran infeksi H. pylori dijelaskan baik dalam penyakit ulkus peptikum oleh O'connor. [41] Saat
ini, 70% dari semua ulkus lambung yang terjadi di AS dapat dikaitkan dengan infeksi H. pylori.
Di negara maju, infeksi H. pylori jarang ditemukan pada usia sebelum 10 tahun tetapi mengalami
peningkatan sampai 10% dalam usia 18-30 tahun, 50% dibandingkan dengan mereka yang lebih
tua dari 60 tahun. [42] Dalam Negara Berkembang, 60% - 70% dari anak-anak yang terinfeksi
oleh bakteri dengan usia 10 tahun mungkin karena kepadatan penduduk dan sanitasi yang buruk.
[43]
Hubungan infeksi H. pylori dengan gastritis kronis sering diamati pada anak dengan ulkus
duodenum primer. Kolonisasi mukosa lambung oleh H. pylori jarang di antara anak-anak yang
tinggal di negara-negara industri, dibandingkan dengan mereka yang hidup di negara
berkembang, dengan prevalensi meningkat pada tahun kesepuluh dari kehidupan dari 5% - 10%
sampai dengan 80%. [44]
Ada beberapa strain H. pylori dengan dua fenotipe bakteri. Keduanya membuat
vacuolating cytotoxin Vac Tipe A. Tipe 1 juga mempunyai cytotoxin-associated gen (cag A)
yang mungkin diperlukan untuk transkripsi, fungsi, atau ekskresi Vac A cytotoxin. Tipe I ini
fenotipe yang berhubungan dengan pembentukan ulkus. Tipe organisme II lack cag A tidak
menghasilkan banyak respon inflamasi. Bakteri ini juga membuat enzim mukolitik, faktor
pengaktif trombosit, dan lipopolisakarida. Masing-masing ini dapat menyebabkan cedera seluler.
[45]
Covacci dkk telah menyarankan bahwa hanya bakteri mengekspresikan cag A antigen yang
berhubungan dengan penyakit maag. Temuan ini menjelaskan hubungan antara ekspresi H
pylori, ekspresi cytotoxin dan ulkus. [46-47]
PENGGUNAAN NSAID YANG TIDAK TERKONTROL
Penggunaan NSAID termasuk aspirin adalah faktor penyebab paling banyak kedua untuk
penyakit ini dan merupakan faktor utama untuk komplikasi ulkus peptikum. [48] Fungsi
penggunaan NSAID jangka panjang dalam berbagai penyakit saluran pencernaan telah
didokumentasikan dengan baik dalam berbagai publikasi ilmiah. [49] Pasien Dengan osteoarthritis
dan rheumatoid arthritis yang memakai NSAID yang menderita ulkus peptikum mencapai 1520%. Lebih dari separuh pasien dengan ulkus peptikum perforasi atau laporan perdarahan
penggunaan berulang dari NSAID, termasuk aspirin. [50] Aspirin disangkal berkorelasi dengan
komplikasi ini. [51] NSAID menginduksi cedera mukosa GI dengan efek toksik langsung

mengurangi prostaglandin mukosa dan memainkan peran penting dalam mekanisme pertahanan
dan proses perbaikan. NSAID menghambat siklooksigenase (COX), yang diperlukan untuk
konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin. [52] infeksi H. pylori merupakan faktor risiko
untuk penyakit ulkus peptikum bersama dengan meluasnya penggunaan NSAID. Secara
keseluruhan, risiko peningkatan ulkus adalah 15 kali lebih tinggi dalam kasus mereka yang
terinfeksi H. pylori dibandingkan dengan mereka yang tidak terinfeksi dengan bakteri. [53]
PENYEBAB LAIN
Banyak faktor lain Menyebabkan penyakit ini termasuk kebiasaan merokok, konsumsi
alkohol, minum kopi dan riwayat keluarga dengan ulkus peptikum pada pasien dengan ulkus
gaster atau duodenum. [54] Studi epidemiologi menunjukkan bahwa perokok dua kali lebih
mungkin untuk mengalami penyakit ulkus peptikum daripada non-perokok. Merokok
meningkatkan sekresi asam lambung dan duodenogastric refluks dan mengurangi produksi
prostaglandin, produksi bikarbonat saluran cerna dan pankreas. [50] Lam dkk menyimpulkan
bahwa kondisi merokok tidak menguntungkan dalam penyembuhan ulkus duodenum disbanding
non-perokok yang sama-sama menerima H2-blocker. [55] Secara konvensional, penyakit ulkus
peptikum juga telah dianggap sebagai penyakit stres terkait psikosomatik. Pentingnya gangguan
emosional akibat stres telah lama terbukti menjadi pertimbangan dalam patogenesis penyakit ini.
[56].
Stres mungkin berfungsi sering sebagai kofaktor dengan H. pylori. Hal ini mungkin bekerja
dengan merangsang produksi asam lambung. [57] Bleich dkk pada tahun 1996 dan Sullivan dkk
pada tahun 1999 bersama dengan peneliti lain menunjukkan relevansi gangguan emosi karena
stres dalam patogenesis penyakit ulkus peptikum tidak dapat diabaikan. [58-59] Hal ini telah
dilaporkan juga bahwa orang yang bekerja saat shift malam memiliki angka kejadian lebih tinggi
menderita ulkus peptikum daripada pekerja yang bekerja pada shift pagi dan siang hari. [60]
ASPEK DIET
Berbagai jenis makanan merangsang faktor pertahanan mukosa dalam berbagai
percobaan. [61] Insiden penyakit ulkus peptikum telah menurun karena peningkatan penggunaan
asam lemak esensial sejak Awal abad 20. [60] Garam meningkatkan mortalitas dari ulkus gaster
tetapi tidak duodenum. [64] Serat makanan pelindung, seperti yang ditemukan dalam penelitian di
Swedia-Norwegia, ulkus duodenum di mana kambuh lebih cepat pada diet rendah serat. [65] Susu,
di sisi lain, tampaknya memiliki efek buruk pada tingkat penyembuhan ulkus duodenum. [66]
Ulserasi duodenum umumnya langka di daerah di mana asupan serat makanan dalam bentuk
gandum yang tidak dimurnikan adalah makanan pokok karbohidrat. [67] Pada tahun 1978,
Malhotra menemukan bahwa tingkat kekambuhan ulkus duodenum secara signifikan lebih
rendah pada pasien makan gandum mentah dibandingkan ketika mereka diet beras. [68]
TANDA DAN GEJALA
Moynihan, seorang ahli bedah Irlandia adalah orang pertama yang menghubungkan
temuan gejala klinis ulkus peptikum dengan temuan patologis. [69-70] Hal ini telah dilaporkan

bahwa ulkus kecil kemungkinan tidak menyebabkan beberapa gejala dan ulkus yang besar dapat
menyebabkan perdarahan yamg serius. [71] Gejala yang paling umum adalah nyeri terbakar,
terutama tepat di bagia ulu hati. [72] Nyeri ulkus gaster mungkin lebih ringan dibanding nyeri
pada ulkus duodenum. Pada saat makan mungkin lebih meningkatkan rasa nyeri daripada
menghilangkannya. Gejala lain bisa termasuk mual, muntah, dan penurunan berat badan. Muntah
mungkin berhubungan dengan sebagian atau keseluruhan akibat obstruksi gaster. Nyeri pada
ulkus duodenum dapat membangunkan pasien dari tidur dan juga merasakan rasa dada seperti
terbakar. nyeri di punggung, perut bagian bawah atau area dada akan terjadi ketika perut tidak
terisi makanan selama 2 jam atau selama tidur malam. Nyeri berkurang terjadi setelah makan.[73]
Nyeri tekan ulu hati, timbulnya melena dari akut atau sub akut perdarahan GI dan obstruksi
gaster komplete dapat terjadi pada penyakit ulkus. [74]
TES DIAGNOSTIK
Sampai awal abad ke-20, diagnosis ulkus peptikum atas dasar klinis. Pada tahun 1950-an
endoskopi merevolusi visualisasi langsung dari penyakit ulkus. [75] Berbagai tes diagnostik yang
sering digunakan diringkas dalam uraian berikut.
Esophagogastroduodenoscopy
Ini adalah tes khusus yang dilakukan oleh ahli penyakit pencernaan di mana tabung tipis
dengan kamera di ujungnya dimasukkan ke dalam mulut melalui saluran pencernaan untuk
melihat lambung dan usus kecil. Selama pemeriksaan ini dokter mungkin mengambil biopsi dari
dinding lambung untuk mendeteksi H. pylori. [71]
Sinar X
Dalam pemeriksaan ini, pasien diminta untuk menelan zat kapur yang disebut barium
putih agar terlihat pada X-ray dan kemudian pasien diminta berbaring di meja pemeriksaan
dengan posisi miring. Memiringkan untuk menyalurkan barium merata di seluruh saluran
pencernaan atas dan dapat menangkap gambar X-ray pada sudut yang berbeda. Ini
Memungkinkan dokter untuk mencari ulkus dan menentukan jenis dan tingkat keparahan. [75]
Computed Tomography
Ini adalah cara cepat untuk mengkonfirmasi diagnosis pasti perforasi dan penetrasi yang
berhubungan dengan penyakit ulkus peptikum. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif untuk
meninjau temuan computed tomography abdomen pada pasien dengan penyakit ulkus peptikum
dan korelasi mereka dengan riwayat klinis dan endoskopi. [76-77]
DIAGNOSIS Helicobacter pylori
Diagnosis H. pylori dalam ulkus peptikum perlu ditegakkan sebelum pengobatan
dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui pengujian noninvasif dan / atau invasif. Tes noninvasif meliputi uji urea breath test, tes antigen feses, dan pengujian serologi. [78] Urea breath test

Melibatkan radioisotop 13 C atau 14 C, yang membantu dalam mengidentifikasi produksi urease


oleh H. pylori. Pasien menelan 13 C atau 14 C berlabel urea dan kemudian menghembuskan
napas karbon dioksida. Jika terdapat H. Pylori, karena bakteri menghasilkan urease membagi
urea, mendeteksi kehadiran organisme. Tes negatif palsu dapat Terjadi jika H. pylori ditekan tapi
tidak dihilangkan setelah pengobatan Sepenuhnya. [79] Beberapa tes antigen feses komersial juga
tersedia. Tes ini memeriksa apakah zat yang memicu sistem kekebalan tubuh untuk melawan
infeksi H. pylori hadir dalam feses pasien yang terinfeksi dengan bakteri [80-81]
Pengujian serologi meliputi tes antibodi IgG manusia terhadap H. pylori. Tingkat
antibodi menurun setelah pengobatan untuk infeksi dan antibodi positif oleh karena itu bias
menunjukkan infeksi saat ini atau masa lalu. Antibodi untuk H. pylori dapat diukur dalam serum,
plasma atau darah utuh. [82-83]
Pemeriksaan invasif meliputi endoskopi dengan histologi, pengujian produksi urease dan
kultur biakan untuk mengidentifikasi identitas organisme. Hematoxylin eosin, Giemsa atau
Warthin-Starry dapat digunakan dalam deteksi dan visualisasi bakteri.
Tes diagnostik untuk H. pylori yang diringkas dalam tabel 1 bersama Dengan keunggulannya. [86]

KOMPLIKASI
Epidemiologi ulkus peptikum telah mengalami penurunan insiden penyakit, tetapi tetap
menjadi masalah bagi bedah karena beratnya komplikasi yang dapat ditimbulkannya.
Perdarahan gastrointestinal.
Ulkus peptikum merupakan penyebab penting dari perdarahan gastro intestinal bagian
atas pada 50% kasus. [87] perdarahan GI bagian atas adalah masalah klinis yang umum,
mengakibatkan 250,000 dirawat inap di AS setiap tahunnya. Penyakit ini paling umum
mengakibatkan perdarahan GI bagian atas, mencapai 45% -78% mengalami perdarahan. [88]
Komplikasi yang paling sering dan parah dari ulkus peptikum adalah pendarahan, Yang
Dilaporkan 50-170 per 1 00000 dengan risiko tertinggi pada orang berusia lebih tua dari 60
tahun. [89] Pendarahan merupakan komplikasi paling mematikan dari ulkus gaster dan duodenum.

[90]

Pasien yang menderita ulkus yang jarang kambuh dan permukaan yang bersih (Forrest kelas
3) jarang mengalami perdarahan berulang atau perlu rawat inap. Namun, perdarahan ulkus secara
aktif atau orang dengan bukti terbaru dari perdarahan (Forrest kelas 1 dan 2) cenderung
mengalami perdarahan berulang mungkin perlu perawatan intensif. [91]
Obstruksi lambung
Komplikasi lain termasuk obstruksi lambung termasuk yaitu obstruksi pada pilorus dari
penyakit ulkus duodenum yang parah. Hal ini dapat terjadi karena penyakit mempunyai daerah
jaringan parut yang luas, halini menyebabkan penyumbatan mekanis. Unsur pendorong
pergerakan lambung, antrum menjadi tidak efektif dalam upaya untuk mengsosongkan lambung
karena terjadi peradangan kronis yang mengganggu proses pengosongan yang normal. [90] Di sisi
lain, beberapa penulis juga menyimpulkan bahwa obstruksi lambung yang berhubungan dengan
tingkat infeksi H. pylori yang tinggi. Taskin dkk yang mengamati 10 pasien berturut-turut
menyajikan klinis dan endoskopi menunjukkan obstruksi lambung signifikan. Selama
endoskopi, tujuh spesimen biopsi lambung diperoleh (dari antrum, korpus dan fundus) dan
kolonisasi H. Pylori dilihat dengan kedua tes yaitu rapid urease dan metode histologis. Spesimen
biopsi mukosa antral H.pylori positif dalam sembilan pasien, 90% dari pasien. [92-93]
Perforasi
Komplikasi lain adalah perforasi ulkus gaster atau duodenum. Kelangsungan hidup
pasien ulkus dengan perforasi lebih rendah dianding penduduk umum. [94] Perforasi lebih jarang
didapati daripada perdarahan, dengan kejadian sekitar 7-10 per 1,00,000. [89]
STRATEGI PENATALAKSANAAN
Manajemen penyakit ulkus peptikum terus berkembang karena munculnya berbagai
terapi baru, beberapa kemajuan dalam teknik operasi dan strategi farmakologis yang terarah.
Dengan perkembangan berbagai terapi, serta pemahaman H. Pylori dengan mekanisme
infeksinya, manajemen medis ulkus sebagian besar sukses diatasi. [95] Beberapa obat yang
banyak digunakan untuk pengurangan keasaman dalam ulkus peptikum, penyakit
gastroesophageal reflux dan dalam berbagai bentuk gastritis. Obat yang sangat bervariasi juga
bekerja pada rejimen untuk mengobati infeksi H. pylori. Berbagai agen terapeutik digunakan
dalam pengelolaan ulkus dan dalam rejimen untuk mengobati infeksi H. pylori termasuk H2
blocker, proton pump inhibitor, Antasida, prostaglandin dll [96]
Antagonis reseptor H2
Sampai pertengahan 1970-an, tidak ada pengobatan yang benar-benar efektif untuk ulkus
duodenum. Prospek berubah pada bulan November 1976, dengan munculnya cimetidine,
antagonis reseptor histamin H2 pertama yang dramatis mengubah manajemen dalam meredakan
gejala, penyembuhan ulkus dan penurunan kekambuhan. [97] Berbagai Antagonis H2 lainnya

yang tersedia di India; termasuk cimetidine, ranitidine, famotidine dan roxatidine dll, lainnya
juga dipasarkan di beberapa negara. [98] Obat ini adalah inhibitor kompetitif histamin pada
reseptor H2, dengan menekan gastrin yang merangsang sekresi asam dan mengurangi secara
proporsional volume gastric juice. Histamin memediasi penurunan pada sekresi pepsin. [96]
Pengobatan jangka panjang, pemeliharaan terus-menerus dengan antagonis H2-reseptor selama
lima tahun atau lebih, efektif mencegah kekambuhan ulkus pada sebagian besar pasien dan
mengurangi risiko komplikasi ulkus secara signifikan. Di samping itu pengobatan pemeliharaan
telah terbukti aman dan ditoleransi dengan baik oleh pasien. [99]
Inhibitor pompa proton
Inhibitor pomp proton / proton pump inhibitor (PPI) pertama muncul di pasar AS pada
tahun 1988 adalah omeprazole. Penelitian membuka jalan untuk penemuan berurutan PPI lainnya
seperti pantoprazole, rabeprazole, lansoprazole, magnesium esomeprazole, S-isomer dari
omeprazol dll. Jenis ini paling ampuh menekan sekresi asam lambung dan menghambat H
+K+ATPase enzim (proton pump). [100] Dalam dosis yang tetap, dapat mengurangi produksi
harian asam (basal) antara 80% sampai 95%. PPI adalah obat yang dapat aktivasi di lingkungan
asam. Setelah penyerapan ke dalam sirkulasi sistemik, obat yang berdifusi ke dalam sel-sel
parietal lambung dan terakumulasi alam kanalikuli sekresi asam. Bentuk yang diaktifkan secara
kovalen mengikat kelompok sulfhidril dari sistein dengan H + K + -ATPase, ireversibel
menonaktifkan molekul pompa. [101] Pantoprazole pertama kali disetujui untuk digunakan dalam
pengobatan gastritis dan ulkus duodenum di Jerman pada awal 1994. [102] Sebuah bolus intravena
tunggal 80 mg pantoprazole menghambat produksi asam 80% sampai 90% dalam waktu satu
jam, dan penghambatan ini tetap bertahan hingga 21 jam, memungkinkan dosis sekali sehari
untuk mencapai derajat yang diinginkan. Dosis yang disetujui FDA dari pantoprazole intravena
untuk penyakit gastroesophageal reflux adalah 40 mg per hari selama 10 hari. [101] Perbandingan
jenis inhibitor pompa proton dijelaskan dalam tabel 2. [100]
Table 2: Pharmacological comparison of currently available proton

Antasida
Antasida menetralkan asam lambung dan mengurangi aktivitas pepsin. Hal ini
menyebabkan kemungkinan penyembuhan maag, dan mengurangi kekambuhan. Harganya relatif
murah. Regimen optimal antasida untuk penyembuhan ulkus umumnya mencakup 10 sampai 30
ml cairan atau 2 sampai 4 tablet 1 jam setelah makan dan 3 jam sebelum tidur. Dosis harian
maksimal antasida 200-400 mEq memberikan kapasitas menetralkan. Namun, antasida telah
digantikan oleh terapi penekanan asam dalam pengobatan ulkus peptikum dan digunakan hanya
untuk mengurangi gejala-gejala jangka pendek. [96]
Antikolinergik
Meskipun obat antikolinergik menghambat basal dan sekresi asam lambung, mereka
melakukannya di tingkat yang lebih rendah daripada agen antisekresi substansi lainnya. Juga,
efek samping yang signifikan agen antikolinergik nonselektif membatasi penggunaan obat ini
dalam penyakit maag. [103]
Misoprostol, Sukralfat, Carbenoxolone dan koloid bismuth
Prostaglandin alami telah terbukti menyembuhkan ulkus peptikum dalam sebagian besar
dosis non-antisekresi. Tetapi mereka menyebabkan kram perut, diare, dan juga kontraksi rahim.
Oleh karena itu, dalam rangka untuk mengembangkan efektifitas terapi prostaglandin modifikasi
struktur kimia diperlukan. Sejumlah besar analog prostaglandin sudah disintesis dalam mencari
durasi tindakan yang lebih lama, peningkatan potensi, dan spesifisitas farmakologi yang lebih
besar. [105] Prostaglandin terutama misoprostol sintetis analog prostaglandin E1 melindungi dari
ulkus peptikum dengan mengurangi sekresi asam lambung, meningkatkan produksi bikarbonat,
dan meningkatkan produksi mukus lambung untuk pertahanan alami. Sukralfat adalah komplek
sukrosa-aluminium yang terpisahkan di dalam lambung, bereaksi cepat dengan asam klorida
untuk membentuk ketebalan dan melekat pada mukosa lambung, terutama untuk ulkus. Dengan
melapisi ulkus, sukralfat Melindungi ulkus dari kerusakan akibat asam, pepsin dan mempercepat
penyembuhan. [106] Carbenoxolone merupakan turunan dari asam glycyrrhizic,
konstituen akar manis. [107] Ini memberikan efek penghambatan minimum pada sekresi asam
lambung. [108] Menghambat aktivitas pepsin, merangsang sekresi mukus dan sel epitel lambung.
[109]
Tripotassium Dicitrate bismutat adalah koloid bismut. Pada pH rendah mengikat mukosa
ulserasi dan membentuk lapisan pelindungyang tahan selama 6 jam. Oleh karena itu harus
diberikan sebelum makan dan sebelum tidur. [110]

PENGOBATAN H. pylori
H. pylori ulkus peptikum yang ditangani dengan berbagai agen terapi yang membunuh
bakteri, mengurangi asam lambung, dan melindungi lapisan lambung. Obat yang menekan asam
juga dapat digunakan termasuk H2 blocker, inhibitor pompa proton dll. [111] The National
Institute of Health Consensus Conference merekomendasikan kombinasi regimen antimikroba
untuk pengobatan H. pylori. [112] Dalam luka terkait H. pylori, kombinasi terapi tiga jenis obat
diperlukan untuk membasmi organisme ini. [113] Terapi tiga original, yang menggabungkan
subcitrate bismuth dengan metronidazol dan tetrasiklin untuk jangka waktu satu sampai dua
minggu, regimen yang digunakan secara luas untuk pengobatan infeksi H. pylori digambarkan
dalam Tabel 3. [114] Upaya ekstensif dilakukan untuk Pemberantasan H. pylori dengan pemberian
beberapa obat menggunakan terapi ganda atau tiga terapi. Berbagai obat antimikroba yang
digunakan untuk membasmi bakteri, termasuk amoksisilin, tetrasiklin, klaritromisin dan
metronidazol dalam skema pengobatan yang efektif pada pasien dengan infeksi H. Pylori [115]
Keyakinan yang kuat Segun Schwratz diktum bahwa "Tidak ada asam, tidak ada ulkus 'tapi di
masa depan, dengan upaya terus-menerus komunitas ilmiah di seluruh dunia, akan mengenali
bahwa "Helicobacter tidak ada, tidak (atau sangat sedikit ulkus) ulkus". [116] Beberapa studi
didokumentasikan memiliki juga penurunan yang signifikan dalam jumlah dan perubahan jenis
operasi dimulai pada pertengahan 1970-an. Beberapa faktor telah terlibat dalam mengubah
manajemen bedah pada pasien. Pengenalan farmakoterapi baru telah membuat dampak yang
signifikan pada frekuensi dan presentasi penyakit ulkus peptikum ke dokter bedah. [117]
PERSPEKTIF MASA DEPAN
Meskipun prestasi luar biasa dalam berbagai strategi manajemen, melalui beberapa
masalah yang terkait dengan penyakit ini masih belum terselesaikan atau didefinisikan sebagian.

Peluang menarik bersama dengan pendekatan farmakoterapi canggih harus dikembangkan, dan
mekanisme dalam regulasi sekresi asam lambung dan H. pylori patogenisitas harus dijelaskan
lebih jelas yang memiliki potensi besar untuk pengobatan di masa depan. Selanjutnya, inovasi
penelitian juga harus mencoba untuk memecahkan teka-teki terkait dengan berbagai faktor
prevalensi dan menyebabkan penyakit. Eksperimen yang ekstensif harus dilakukan untuk
membangun mekanisme keluar dan untuk pengembangan obat baru dan aman dengan intervensi
terapi lanjutan. Apalagi di lapangan, harus mengatasi etiologi yang berbeda dari ulkus gaster dan
duodenum dan kondisi asam-peptikum lainnya serta mencoba untuk menyembuhkan penyakit
bukan hanya menyembuhkan ulkus. Penelitian lanjutan pada berbagai bentuk sediaan baru
gastroretentif dengan beberapa agen antimikroba baru untuk pemberantasan infeksi H. Pylori
akan mengakibatkan manajemen kasus ulkus menjadi rumit sehingga menciptakan sebuah
revolusi menarik dalam strategi pengobatan. Memahami dan studi lebih lanjut dari genom
lengkap bakteri juga membantu dalam pengembangan regimen terapi paling efektif, rekayasa
genetika dan pengetahuan tersebut mungkin memfasilitasi desain regimen vaksinasi tertentu.
Perkembangan baru medis dan farmasi juga harus dilakukan dalam kerjasama erat dengan
pendekatan inovatif ahli bedah pencernaan memanfaatkan pembedahan. Ulkus peptikum
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor integritas mukosa dengan konsentrasi tinggi
asam dan pepsin. Pasien dengan ulkus peptikum sering mempunyai gejala disfungsi usus atau
gejala terkait asam berupa nyeri dan dispepsia. Kolonisasi H. pylori mukosa lambung diakui
sangat berhubungan dengan gastritis kronis aktif dan penyakit ulkus peptikum. Manfaat potensi
yang besar dari pemberantasan H. pylori dalam pengelolaan penyakit ulkus peptikum akan
memberikan stimulus untuk melanjutkan penelitian ke pengobatan infeksi. Hal ini ditekankan
bahwa manajemen dan strategi pengobatan cocok dengan diagnosa yang tepat dari ulkus
peptikum adalah pertimbangan penting dalam menurunkan morbiditas pasien dan pemberantasan
bakteri secra efisien.

Anda mungkin juga menyukai