Kema Tian
Kema Tian
PENDAHULUAN
Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk atau individu agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Salah satu tantangan pembangunan Indonesia di bidang kesehatan adalah masih tingginya angka
kematian
bayi
(Dewi,
2009).
Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator penting untuk
menilai tingkat kesejahteraan suatu negara dan status kesehatan masyarakat. Angka kematian
bayi sebagian besar adalah kematian neonatal yang berkaitan dengan status kesehatan ibu saat
hamil, pengetahuan ibu dan keluarga dengan pentingnya pemeriksaan kehamilan dan peranan
tenaga
kesehatan
serta
ketersediaan
fasilitas
kesehatan.
Setiap tahun diperkirakan terjadi 4,3 juta kelahiran mati dan 3,3 juta kematian neonatal di seluruh
dunia. Meskipun angka kematian bayi di berbagai dunia telah mengalami penurunan namun
kontribusi kematian neonatal pada kematian bayi semakin tinggi (Prameswari, 2007). Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan lebih dari 9 juta bayi setiap tahun meninggal sebelum
lahir atau pada minggu pertama kehidupannya (periode perinatal) dan hampir semua kematian
perinatal
(Perinatal
Mortality
Rate)
terjadi
di
negara
berkembang.
Angka kematian bayi menurut WHO (2000) sangat memprihatinkan yang dikenal dengan
fenomena 2/3. Fenomena itu terdiri dari, 2/3 kematian bayi (0-1 tahun) terjadi pada masa
neonatal (0-28 hari), 2/3 kematian neonatal terjadi pada masa perinatal (0-7 hari) dan 2/3
kematian perinatal terjadi pada hari pertama (BKKBN, 2008). Angka kematian perinatal (AKP) di
negara maju 10 per 1000 kelahiran sedangkan di negara berkembang 50 per 1000 kelahiran,
angkanya
lima
kali
lebih
tinggi
daripada
negara
maju.
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003 di antara 15.235 kehamilan
ditemukan 147 (0,96%) lahir mati dan 224 (1,48%) kematian neonatal dini sehingga
menghasilkan angka kematian perinatal 24 per 1000 kelahiran. AKP menyumbang sekitar 77%
dari kematian neonatal, dimana kematian neonatal menyumbang 58% dari total kematian bayi.
Beberapa penyebab kematian bayi menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
dapat bermula dari masa kehamilan 28 minggu sampai hari ke-7 setelah persalinan (masa
perinatal). Penyebab kematian bayi yang terbanyak adalah karena pertumbuhan janin yang
lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur dan berat badan bayi lahir yang rendah,
yaitu sebesar 38,85%. Sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah kejadian
kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu 27,97%. Hal ini
menunjukkan bahwa 66,82% kematian perinatal dihubungkan pada kondisi ibu saat melahirkan.
Pengendalian kematian perinatal akan berkontribusi sangat besar terhadap penurunan AKB.
Penurunan kematian perinatal sangat ditentukan oleh penatalaksanaan kesehatan ibu pada saat
kehamilan, menjelang persalinan dan setelah persalinan. Beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa kelangsungan hidup pada masa perinatal juga dihubungani oleh sejumlah faktor meliputi
karakteristik demografi dan sosial ibu, riwayat kesehatan reproduksi ibu, kondisi kesehatan bayi
dan lingkungan tempat tinggal (Prameswari, 2007).
BAB
II
TINJAUAN
3.1.
PUSTAKA
Kematian
Perinatal
Wiknjosastro (2005) menyatakan bahwa untuk dapat memahami kematian perinatal maka ada
definisi-definisi yang lazim dipakai seperti kelahiran hidup, kematian janin, kelahiran mati,
kematian
perinatal
dini
dan
kematian
perinatal.
Kelahiran hidup (live birth) adalah keluarnya hasil konsepsi secara sempurna dari ibunya tanpa
memandang lamanya kehamilan dan sesudah terpisah dari ibunya bernafas atau menunjukkan
tanda-tanda kehidupan seperti denyutan tali pusat atau pergerakan otot, tidak peduli apakah tali
pusat
telah
dipotong
atau
belum.
Kematian janin (foetal death) adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan
sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai dengan fakta bahwa
sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-tanda kehidupan
seperti
denyut
jantung,
atau
pulsasi
tali
pusat
atau
kontraksi
otot.
Kelahiran mati (stillbirth) ialah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai
umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau sama dengan 1000 gram).
Kematian perinatal dini (early neonatal death) ialah kematian bayi dalam 7 hari pertama
kehidupannya. Sedangkan kematian perinatal (perinatal mortality) ialah bayi lahir mati dan
kematian
bayi
dalam
3.2
hari
pertama
sesudah
Angka
lahir
(ACOG,
Kematian
2009).
Perinatal
Angka Kematian Perinatal (AKP) adalah jumlah kematian perinatal dikalikan 1000 dan kemudian
dibagi dengan jumlah bayi lahir hidup dan lahir mati pada tahun yang sama (Wiknjosastro, 2005).
AKP
=
jumlah
kematian
perinatal
x
1000
Jumlah lahir mati + jumlah lahir hidup
AKP perlu diketahui karena dapat merefleksikan tingkat kesehatan ibu hamil dan bayinya serta
standar pelayanan yang diberikan. Angka ini juga merupakan salah satu indikator terbaik dari
status
sosial
ekonomi
masyarakat,
daerah
dan
negara.
Angka ini rendah bila standar kehidupan meningkat sehingga pengamatannya secara berkala
dapat memperlihatkan kemajuan di masyarakat. Masyarakat dengan AKP yang tinggi juga
memiliki AKI yang tinggi karena keduanya merefleksikan kondisi hidup yang buruk dan kurang
memadainya
3.3
pelayanan
Faktor
kesehatan
Risiko
yang
diberikan
Terjadinya
(WHO,
2001).
Kematian
Perinatal
Banyak faktor yang terkait dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya,
kematian
bayi
ada
dua
macam
yaitu
kematian
bayi
endogen
dan
kematian bayi eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut kematian neonatal
adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan dan umumnya
disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya
pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian eksogen atau kematian post
neonatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu
tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan pengaruh lingkungan luar.
Mosley and Chen (1988) dalam Wahyuni (2009) menyatakan bahwa faktor sosial ekonomi dan
budaya mempengaruhi kelangsungan hidup anak melalui berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut
antara lain adalah faktor ibu, faktor lingkungan, kekurangan gizi, trauma dan upaya pencegahan
dari individu itu sendiri. Faktor ibu adalah termasuk umur ibu, paritas dan jarak kehamilan, faktor
lingkungan yaitu berhubungan dengan media penyebaran penyebab penyakit seperti udara, air,
makanan, kulit, tanah, serangga dll. Kekurangan gizi yaitu kekurangan kalori, protein dan
kekurangan vitamin dan mineral, sedangkan faktor upaya pencegahan penyakit individu yaitu
termasuk
Masalah
imunisasi
kesehatan
neonatal
tidak
dan
dapat
dilepaskan
pengobatan.
dari
masalah
kesehatan
perinatal dimana proses kehamilan, dan persalinan memegang faktor yang amat penting. Faktor
risiko adalah kondisi pada ibu hamil yang dapat menyebabkan kemungkinan risiko atau bahaya
terjadinya komplikasi pada persalinan yang dapat menyebabkan kematian atau kesakitan ibu dan
bayinya.
1.
Umur
ibu
Umur berhubungan terhadap proses reproduksi, umur ibu yang dianggap optimal untuk kehamilan
adalah antara 20 sampai 30 tahun. Sedangkan dibawah atau diatas usia tersebut akan
meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan (Martaadisoebrata, 2005 dalam Wahyuni, 2009).
Umur ibu <20 tahun belum cukup matang dalam menghadapi kehidupan sehingga belum siap
secara fisik dan mental dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Pada umur tersebut rahim
dan panggul ibu belum berkembang dengan baik hingga perlu diwaspadai kemungkinan
mengalami
persalinan
yang
sulit
dan
keracunan
kehamilan
atau
gangguan
lain
kerena
ketidaksiapan ibu untuk menerima tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang tua. Sebaliknya
jika umur ibu >35 tahun cenderung mengalami perdarahan, hipertensi, obesitas, diabetes, myoma
uteri,
persalinan
lama
dan
penyakit-penyakit
lainnya
(Depkes
RI,
2001).
Pertambahan umur akan diikuti oleh perubahan perkembangan dari organ-organ dalam rongga
pelvis. Keadaan ini akan mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Pada wanita usia muda
dimana organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan, disertai kejiwaan yang
belum bersedia menjadi seorang ibu. Usia hamil yang ideal bagi seorang wanita adalah antara
umur 20-35 tahun karena pada usia tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan, mental juga
sudah
matang
dan
sudah
mampu
merawat
bayi
dan
dirinya.
2.
Paritas
Paritas merupakan jumlah persalinan yang dialami oleh ibu. Paritas terdiri atas 3 kelompok yaitu:
(1) Golongan primipara adalah golongan ibu dengan 0-1 paritas, (2) Golongan multipara adalah
golongan ibu dengan paritas 2-6 dan (3) Golongan grande multipara adalah golongan ibu dengan
paritas >6. Kehamilan yang paling optimal adalah kehamilan kedua sampai keempat. Kehamilan
pertama
dan
setelah
kehamilan
keempat
mempunyai
risiko
yang
tinggi.
Grande multi para adalah istilah yang digunakan untuk wanita dengan kehamilan kelima atau
lebih. Kehamilan pada kelompok ini sering disertai penyulit, seperti kelainan letak, perdarahan
ante partus, perdarahan post partum dan lain-lain (Martaadisoebrata, 2005 dalam Wahyuni,
2009).
Grande multipara kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali
direnggangkan oleh kehamilan membatasi kemampuan berkerut untuk menghentikan perdarahan
sesudah
persalinan.
Disamping
itu
banyak
pula
dijumpai
tidak
cukupnya
tenaga
untuk
mengeluarkan janin yang disebut dengan merits uteri. Keadaan ini akan lebih buruk lagi pada
kasus
dengan
3.
jarak
kehamilan
Jarak
yang
singkat.
Antar
Kelahiran
Resiko terhadap kematian ibu dan anak meningkat jika jarak antara dua kehamilan <2 tahun atau
>4 tahun. Jarak kehamilan yang aman ialah antara 2-4 tahun. Jarak antara dua kehamilan yang
<2 tahun berarti tubuh ibu belum kembali ke keadaan normal akibat kehamilan sebelumnya
sehingga tubuh ibu akan memikul beban yang lebih berat. Jarak kelahiran anak sebelumnya
kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik, kehamilan dalam keadaan
ini perlu diwaspadai karena adanya kemungkinan pertumbuhan janin yang kurang baik,
mengalami persalinan yang lama atau perdarahan. Sebaliknya jika jarak kehamilan antara dua
kehamilan >4 tahun, disamping usia ibu yang sudah bertambah juga mengakibatkan persalinan
berlangsung
seperti
kehamilan
dan
persalinan
pertama
(Depkes
RI,
2001).
Anak yang memiliki jarak kelahiran terlalu dekat (2 tahun atau kurang), akan beresiko terhadap
kematian neonatal sebesar 4.4 kali dibandingkan dengan jarak kelahiran lebih dari dua tahun..
4.
Riwayat
Kesehatan
Ibu
Kesehatan dan pertumbuhan janin dihubungkan oleh kesehatan ibu. Bila ibu mempunyai penyakit
yang berlangsung lama atau merugikan kehamilannya, maka kesehatan dan kehidupan janin pun
terancam
(Depkes
RI,
5.
2001).
Pendidikan
Ibu
Ibu yang berpendidikan rendah (kurang dari SMP) mempunyai resiko sebesar 2,2 kali untuk
terjadinya kematian perinatal dibanding dengan ibu yang berpendidikan tinggi. Latar belakang
pendidikan ibu mempengaruhi sikapnya dalam memilih pelayanan kesehatan dan pola konsumsi
makan yang berhubungan juga dengan peningkatan berat badan ibu semasa hamil yang pada
saatnya
akan
mempengaruhi
6.
kondisi
perinatal
(Sulistiyowati,
Kondisi
2001).
Kehamilan
Bayi dari ibu yang pada saat hamilnya mengalami keluhan mempunyai resiko 2,4 kali untuk
terjadinya kematian perinatal dibanding dengan ibu yang pada saat hamilnya tidak mengalami
keluhan. Komplikasi kehamilan sebenarnya dapat dicegah minimal dapat diminimalisir walau 1520% kehamilan normal bisa berubah menjadi komplikasi pada saat persalinan. Salah satu cara
yang efektif untuk memantau adanya komplikasi adalah deteksi dini kehamilan beresiko tinggi,
dengan cara melakukan pemeriksaan yang teratur dan berkualitas. Di puskesmas deteksi dini
resiko tinggi kehamilan ini sudah menjadi program, walau masih denagn cara sederhana yaitu
masih dalam tahap seleksi awal, secara biomedis, namun manfaatnya masih bisa dirasakan.
Karena pada dasarnya semua kehamilan adalah beresiko tinggi maka deteksi dini atau
kewaspadaan tinggi ini hendaknya dilakukan pada semua kehamilan, tidak hanya kehamilan
beresiko
saja
(Sulistiyowati,
7.
2001).
Riwayat
Kehamilan
Persalinan yang pernah dialami oleh ibu dengan perdarahan, abortus, partus prematuritas,
kematian janin dalam kandungan, preeklamsia/eklamsia, Ketuban Pecah Dini (KPD), kehamilan
muda, kelainan letak pada hamil tua, hamil dengan tumor (myoma atau kista ovari) serta semua
persalinan tidak normal yang pernah dialami ibu merupakan risiko tinggi untuk persalinan
berikutnya.
Keadaan-keadaan
mendapatkan
3.4.
kesulitan
tersebut
dalam
perlu
kehamilan
Pengawasan
diwaspadai
dan
terhadap
saat
karena
akan
kemungkinan
melahirkan
Kehamilan
ibu
(Pincus,
Beresiko
akan
1998).
Tinggi
Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan dimana jiwa dan kesehatan ibu atau janin dapat
terancam. Penentuan kehamilan risiko tinggi pada ibu maupun janin menurut Depkes RI (2001)
dapat
dilakukan
dengan
cara
a. Melakukan anamnese yang intensif berupa anamnese identitas (istri dan suami), anamnese
umum (tentang keluhan-keluhan, nafsu makan, tidur, perkawinan, haid, riwayat kehamilan yang
lalu
dan
b.
Melakukan
sebagainya
pemeriksaan
fisik
taksiran
berat
badan
janin,
gerakan
dan
bunyi
jantung
janin
Sepuluh tanda bahaya yang perlu dikenali dalam pengawasan ibu dan bayi pada saat kehamilan
menurut
1.
Depkes
Ibu
tidak
RI
mau
(2003),
makan
dan
yaitu
muntah
:
terus
2.
Berat
badan
ibu
hamil
tidak
naik
3.
Perdarahan
4.
Bengkak
5.
tangan/wajah,
Gerakan
6.
janin
Kelainan
7.
pusing
dapat
berkurang
letak
Ketuban
diikuti
kejang
tidak
ada
atau
janin
dalam
pecah
8.
rahim
sebelum
wakyunya
Persalinan
9.
Penyakit
10.
ibu
yang
Demam
3.5.
lama
berhubungan
tinggi
kehamilan
masa
nifas
Kematian
pencegahan
Peningkatan
terhadap
pada
Pencegahan
Cara-cara
a.
dan
kematian
pelayanan
Perinatal
perinatal
kesehatan
di
adalah
daerah
yang
:
berpotensi.
b. Memberikan penyuluhan kepada warga setempat agar mempercayakan persalinan pada petugas
ahli. Dapat dilakukan penanganan berupa pencegahan. Karena tidak mungkin kita mengadakan
tehnik
penyembuhan
pada
bayi
lahir
mati.
c. Menjaga pola makan dan gizi serta aktivitas, karena hal ini kejadian ini sangat dipengaruhi oleh
perilaku
ibu-ibu
dalam
menjaga
kesehatan
kandungannya.
BAB
III
HASIL
Nama
Responden
Umur
Tempat
Tinggal
Pendidikan
Desa
X,
tahun
Kec.
Pekerjaan
Misriyati
32
X,
Cilacap
Tamat
Ibu
SMP
Rumah
Tangga
lebih
lanjut,
berupa
perlakuan
vacuum
dikarenakan
responden
tidak
dapat
berkontraksi untuk mendorong bayinya. Setelah bayi lahir, bayinya tidak menangis dan kondisi
bayi lemah kemudian bayi diinkubasi selama 2 hari. Bayi hanya dapat bertahan hidup selama 2
hari.
Responden memeriksakan kehamilannya di bidan Sriwahyuni yang berada di desa tetangga yaitu
di desa Y, dikarenakan bidan di desanya yaitu desa X tidak dapat menangani masalah
kehamilannya sehingga kemudian dirujuk ke RS Umum dalam penanganan dr. Supardi.
Responden
rutin
memeriksakan
kehamilannya.
Sebulan
sekali
responden
memeriksakan
kehamilannya ke bidan, saat usia kehamilannya sudah beranjak 8 bulan, responden memeriksakan
kehamilannya sebulan 2 kali ke bidan. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan letak
bayi, besar perut, denyut jantung dan responden rutin meminum tablet Fe dan kalsium.
Responden tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan lainnya selama kehamilan, karena responden
takut
terjadi
masalah
pada
bayinya
apabila
responden
meminum
obat-obatan.
Pada studi kasus ini responden yang kami wawancarai tidak pernah mengalami kematian perinatal
dini pada kehamilan sebelumnya. Pada kehamilan yang ke tiga ini juga tidak pernah mengalami
gangguan ataupun keluhan seperti infeksi dan lain-lainnya. Responden juga tidak mempunyai
riwayat penyakit yang serius. Pola makan responden juga teratur yaitu tiga kali sehari ditambah
mengkonsumsi susu. Responden juga tidak merokok.
3.2.
PEMBAHASAN
Responden mengalami masalah pada kondisi kehamilannya, yaitu terpeleset yang menyebabkan
responden jatuh tengkurap. Setelah jatuh, responden merasa kandungannya lebih ringan, dan
gerakan-gerakan janin dalam kandungan lemah tidak seperti sebelumnya. Namun, responden
tidak memberitahu bidan yang memeriksa kehamilannya perihal peristiwa jatuh tersebut. Pada
saat persalinan, bidan tersebut tidak dapat mengatasi persalinan dengan cara normal sehingga
responden dirujuk ke Rumah Sakit Umum Cilacap untuk di vacuum karena tidak dapat
berkontraksi.
Pada saat persalinan diketahui bahwa air ketuban berwarna keruh yang menyebabkan pernafasan
bayi tersumbat dan kekurangan oksigen (O2) sehingga bayi sulit bernafas kemudian diinkubasi.
Pada saat dilahirkan bayi tidak menangis dan kondisinya lemah. Asfiksia neonatorum adalah suatu
keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,
yang merupakan salah satu masalah yang terjadi akibat kegagalan seorang bayi untuk
beradaptasi. Menurut NCHS, pada tahun 2002, asfiksia neonatorum mengakibatkan 14 kematian
per 100.000 kelahiran hidup di Amerika Serikat. Di dunia, lebih dari 1 juta bayi mati karena
komplikasi asfiksia neonatorum. Sedangkan WHO menyatakan bahwa asfiksia noenatorum
merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi di negara-negara berkembang, dimana 4-9
juta kasus asfiksia neonatorum terjadi tiap tahun. Di Indonesia, menurut SUSENAS tahun 2001,
salah satu penyebab kematian utama pada periode neonatal (bayi umur <28 hari) adalah asfiksia
lahir, yaitu sebesar 27% (Bappenas, 2008). Faktor yang mempengaruhi terjadinya asfiksia adalah
: 1. Faktor ibu : keadaan hipoksia (kekurangan oksigen) pada ibu, misalnya penggunaan obat
anestesia, hipertensi, eklampsi. 2. Faktor plasenta : kerusakan atau disfungsi plasenta, seperti
misalnya perdarahan. 3. Faktor fetus : kompresi tali pusat, lilitan tali pusat, kelainan kongenital,
trauma persalinan. Responden juga mengalami masalah dengan jarak antar kelahiran dikarenakan
selisih kehamilan antara kehamilan kedua dan ketiganya adalah selama 7 tahun. Resiko terhadap
kematian ibu dan anak meningkat jika jarak antara dua kehamilan <2 tahun atau >4 tahun. Jarak
kehamilan yang aman ialah antara 2-4 tahun. Jarak antara dua kehamilan yang <2 tahun berarti
tubuh ibu belum kembali ke keadaan normal akibat kehamilan sebelumnya sehingga tubuh ibu
akan memikul beban yang lebih berat. Jika jarak kehamilan antara dua kehamilan >4 tahun,
disamping usia ibu yang sudah bertambah juga mengakibatkan persalinan berlangsung seperti
kehamilan
dan
persalinan
pertama
Faktor resiko yang lain seperti umur ibu, paritas, riwayat kesehatan ibu, pendidikan ibu, dan
riwayat kehamilan tidak menggangu kehamilan responden. Umur ibu yang beresiko terhadap
kehamilannya adalah <20 tahun dan >35 tahun, sedangkan responden berusia 32 tahun. Paritas
adalah jumlah persalinan yang dialami ibu/responden yaitu tiga. Kehamilan yang paling optimal
adalah kehamilan kedua sampai keempat, sedangkan kehamilan pertama dan setelah kehamilan
keempat mempunyai resiko yang tinggi. Dari kategori riwayat kesehatan ibu/responden,
responden tidak mempunyai penyakit yang berlangsung lama atau merugikan kehamilannya.
Kategori pendidikan ibu tergolong cukup baik yaitu tamat SMP karena ibu yang berpendidikan
rendah (kurang dari SMP) mempunyai resiko 2,2 kali untuk terjadinya kematian perinatal.
Sementara dari kategori riwayat kehamilan, responden tidak pernah mengalami perdarahan,
abortus, partus prematuritas, kematian janin dalam kandungan, preeklamsia/eklamsia, Ketuban
Pecah Dini (KPD), kehamilan muda, kelainan letak pada hamil tua, hamil dengan tumor (myoma
atau
kista
ovari)
serta
semua
persalinan
tidak
normal.
Responden pada saat memeriksakan kandungannya melakukan anamnese yang intensif berupa
anamnese identitas (istri dan suami), anamnese umum (tentang keluhan-keluhan, nafsu makan,
tidur, perkawinan, haid, riwayat kehamilan yang lalu dan sebagainya ) dan melakukan
pemeriksaan
fisik,
namun
tidak
melakukan
pemeriksaan
penunjang
seperti
pemeriksaan
laboratorium yang meliputi ; pemeriksaan urine dan darah sekurang-kurangnya 2 kali selama
kehamilan (pada permulaan dan akhir kehamilan); pemeriksaan Ultrasonografi (USG) untuk
mengetahui letak plasenta, jumlah air ketuban, taksiran berat badan janin, gerakan dan bunyi
jantung
janin.
PATOFISIOLOGI
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kemudian disusul dengan
pernafasan teratur dan tangisan. Bila mengalami keadaan hipoksia yang terjadi saat persalinan
maupun pascapersalinan maka akan terjadi keadaan asfiksi. Pada awal proses kelahiram setiap
janin akan mengalami keadaan hipoksia relatif dan akan menyesuaikan diri melalui proses
adaptasi sehinga bisa menangis atau bernafas. Bila terjadi gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan oksigen selama kehamilan atau persalinan akan terjadi keadaan asfiksia derajat
ringan, sedang sampai berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh terutama pada
organ vital seperti : jantung, paru, ginjal, dan terutama otak, yang dapat mengakibatkan
kematian atau kecacatan irreversible (Wahyudi, 2003).
BAB
IV
KESIMPULAN
Bayi responden mengalami kematian perinatal dini yang disebabkan karena pernafasan bayi
tersumbat sehingga bayi sulit bernafas yang disebut dengan asfiksia. Asfiksia neonatorum adalah
suatu keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir, yang merupakan salah satu masalah yang terjadi akibat kegagalan seorang bayi untuk
beradaptasi. Bayi tidak dapat bernafas secara teratur dan tidak menangis, bayi kemudian
diinkubasi, namun karena kondisi bayi yang lemah sehingga hanya dapat bertahan selama 2 hari.
DAFTAR PUSTAKA
ACOG. 2009. Issues New Guidelines on Managing Stillbirth. http://www.acog.org. Diakses pada
tanggal
Bappenas.
23
2008.
Program
http://www.bappenas.go.id.
Nasional
Diakses
Maret
Bagi
Anak
pada
2011.
Indonesia
tanggal
Kelompok
26
Kesehatan.
Maret
2011.
Dewi, Septinna K. 2009. Hubungan Antara Kematian Perinatal dengan Frekuensi Antenatal Care di
Puskesmas Gumarang Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi. http://etd.eprints.ums.ac.id.
Diakses
23
Maret
2011.
Pincus, K. 1998. Kapita Selekta Pediatri Edisi Kedua. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sulistiyowati, Ning., Ronoatmodjo, S., Tarigan, L.H. 2001. Kematian Perinatal Hubungannya
dengan Faktor Praktek Kesehatan Ibu Selama Kehamilan di
http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id.
Diakses
Kota Bekasi
Tahun 2001.
Maret
2011.
23
WHO. 2001. Dibalik Angka Pengkajian Kematian Maternal dan Komplikasi untuk Mendapatkan
Kehamilan yang Lebih Aman. http://www.ino.searo. Diakses pada tanggal 23 Maret 2011.
Wahyudi, Sedyo. 2003. Asfiksia Berat pada Neonatus Aterm. http://eprints.undip.ac.id. Diakses
pada
tanggal
26
Maret
2011.
Wahyuni, C.S. 2009. Hubungan Faktor Ibu dan Pelayanan Kesehatan dengan Kematian Perinatal di
Kabupaten Pidie tahun 2008. http://repository. usu.ac.id. Diakses pada tanggal 26 Maret 2011.
Winkjosastro, S. 2005. Ilmu Kebidanan Edisi ketujuh. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.