Anda di halaman 1dari 8

ILMU PENGADAAN BARANG DAN JASA DALAM DUNIA

TEKNIK INDUSTRI
Pengadaan barang dan jasa (procurement) merupakan suatu kegiatan pengadaan
dalam hal untuk mendapatkan barang dan jasa (Keppres No.54, 2010). Proses
pengadaan barang dan jasa (procurement) dapat terjadi pada sektor swasta maupun
pemerintah. Pada sektor swasta, pengadaan barang dan jasa merupakan hal sangat
penting mengingat bahwa untuk mensukseskan suatu perusahaan swasta dibutuhkan
perencanaan yang matang, salah satunya dengan pengadaan barang maupun jasa yang
tepat. Contoh yang paling mudah dari pengadaan barang dan jasa di sektor swasta
adalah bidang manufaktur. Dalam perusahaan manufaktur, barang yang akan dilakukan
proses pembelian terbagi menjadi tiga, yaitu bahan baku dan komponen yang
dibutuhkan dalam proses produksi, modal peralatan seperti mesin, dan pasokan alat
yang digunakan untuk perawatan, perbaikan,dan operasi.
Tugas dari pengadaan barang dan jasa dalam perusahaan manufaktur diawali
dengan menentukan pemasok (supplier) yang akan diajak kerjasama. Kerjasama ini
dapat dikategorikan sebagai hubungan kemitraan jangka panjang maupun hubungan
transaksional jangka pendek. Selain itu perusahaan harus menentukan untuk
menggunakan satu supplier untuk satu jenis produk atau banyak supplier. Selanjutnya
dapat dilakukan pemilihan dan implementasi teknologi yang cocok dengan kondisi
perusahaan. Teknologi yang dimaksud dalam hal ini adalah alat yang membantu proses
pengadaan produk. Terbagi menjadi dua, yaitu secara tradisional menggunakan telepon
atau fax dan untuk bisnis ritel modern sudah menggunakan electronic procurement (eprocurement) berbasis internet.
Apabila suatu perusahaan sudah menjalin kerjasama dengan salah satu atau
beberapa supplier, maka dilakukan proses penyimpanan data supplier dan produk.
Beberapa data tentang supplier yang dibutuhkan antara lain, nama dan alamat supplier,
produk yang dapat dipasok, harga per unit, lead time pengiriman, kinerja di masa lalu,
dan kualifikasi supplier seperti kualifikasi dalam ISO. Selanjutnya dilakukan kegiatan
utama yaitu proses pembelian barang yang dapat dilakukan melalui beberapa cara
seperti pembelian rutin dan pembelian melalui proses tender. Setelah itu, bagian
pengadaan barang bertugas mengevaluasi kinerja supplier, yaitu merupakan kegiatan
menilai kinerja supplier selama ini dan hasilnya digunakan sebagai saran untuk
meningkatkan kinerja supplier apabila kerjasama masih terjalin.
Pengadaan barang dan jasa selanjutnya adalah dalam sektor pemerintah yaitu
suatu kegiatan untuk memperoleh barang atau jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan
Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan
kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang atau
jasa. Di Indonesia, proses tersebut secara keseluruhan diatur dalam Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Secara garis besar, Perpres 54 tahun 2010 mengatur tentang bagaimana kegiatan
pengadaan harus dilakukan yaitu Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran
menyusun Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa dan kegiatan pengadaan barang/jasa

dilakukan dengan beberapa cara. Salah satunya melalui swakelola yaitu pengadaan
barang/jasa di mana pekerjaanya direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri
oleh Kementerian / Lembaga / Satuan Kerja Perangkat Daerah / Institusi sebagai
penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat.
Selain itu dapat dilakukan melalui penyedia barang atau jasa, yaitu badan usaha atau
orang perseorangan yang memenuhi syarat dan mampu menyediakan barang/jasa yang
dibutuhkan.
Pihak-pihak yang terkait ke dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah
menurut Perpres Nomor 54 Tahun 2010 adalah sebagai berikut.
a.
Pengguna Anggaran
Merupakan pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian
/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada
Institusi lain Pengguna APBN/APBD.
b.
Kuasa Pengguna Anggaran
Merupakan pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau
ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD.
c.
Pejabat Pembuat Komitmen
Adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa.
d.
Unit Layanan Pengadaan/Pejabat Pengadaan
Adalah unit organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan Pengadaan
Barang/Jasa di Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi
yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah
ada.
e.
Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
Merupakan panitia/pejabat yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
f.
Penyedia Barang/Jasa
Adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa lainnya.
Dalam melakukan pengadaan barang maupun jasa, terkadang proses transaksi
tidak hanya terjadi antar daerah di satu negara, namun transaksi dapat terjadi antar
negara. Hal ini akan memicu terjadinya proses perdagangan internasional, yaitu
perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain
atas dasar kesepakatan. Perdagangan internasional selalu berhubungan dengan proses
ekspor dan impor. Ekspor merupakan perdagangan dengan cara mengeluarkan barang
dari dalam wilayah negara tertentu dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.
Sebaliknya, impor merupakan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam
wilayah negara tertentu dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.
Untuk membuat kesepakatan dalam perdagangan internasional dibutuhkan suatu
bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi agar perdagangan yang dilakukan
antar negara dapat berjalan dengan baik sehingga tidak ada satu pihak yang merasa
dirugikan. Alat komunikasi tersebut dikenal dengan nama Incoterms (International

Commercial Terminologies), yaitu terminologi atau istilah yang berfungsi menyamakan


pengertian antara penjual dan pembeli dalam perdagangan internasional. Hingga saat ini
digunakan Incoterm 2010 sebagai Incoterm versi terakhir yang dikeluarkan pada tanggal
1 Januari 2011 oleh International Chamber of Commerce (ICC). Di dalam Incoterm
dijelaskan mengenai hak dan kewajiban dari pembeli maupun penjual, meliputi proses
pengiriman barang, penanggung jawab ekspor-impor, penanggung biaya yang timbul,
dan penanggung resiko apabila terjadi perubahan kondisi barang selama proses
pengiriman barang.
Di dalam Incoterm versi terakhir ini, terdapat empat kategori terminologi, yakni Eterm, F-Term, C-Term, dan D-Term. E-Term hanya terdiri dari satu terminologi, yaitu
EXW (Ex-works) yakni penjual mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan barang
yang akan dijual kepada pembeli di tempat si penjual. F-Term merupakan kategori yang
mempunyai dasar bahwa penjual akan mengirimkan barang ke pengangkut atas dasar
permintaan pembeli. F-Term terdiri dari tiga terminologi, yaitu FAS (Free Alongside Ship),
FCA (Free Carrier), dan FOB (Free on Board). C-Term merupakan kategori yang
menyatakan bahwa penjual harus mengurus pengangkutan, namun segala resiko yang
didapat selama proses pengiriman tersebut adalah resiko dari pembeli. Untuk C-Term
terdiri dari empat macam terminologi, yaitu CFR (Cost and Freight), CPT (Carriage Paid
To), CIP (Carriage and Insurance Paid to), dan CIF (Cost, Insurance, and Freight). Kategori
terminologi yang terakhir adalah D-Term yang menyatakan bahwa segala biaya yang
timbul dan resiko yang berkatan dengan barang selama proses pengiriman akan
dibebankan ke penjual. Terdapat lima macam terminologi yang termasuk ke dalam DTerm, yaitu DAF (Delivered at Frontier), DES (Delivered Ex Ship), DEQ (Delivered Ex
Quay), DDU (Delivered Duty Unpaid), dan DDP (Delivered Duty Paid).
Dalam kegiatan ekspor maupun impor, proses pembayaran merupakan hal yang
paling penting. Namun pembayaran ini tidaklah sesederhana pembayaran yang biasa
kita lakukan saat membeli barang di dalam negeri. Pembayaran antar negara sangat
dipengaruhi jenis mata uang, budaya, dan hukum yang berlaku di suatu negara.
Secara umum terdapat lima macam pembayaran ekspor impor, yakni secara tunai
(Cash Payment), pembayaran kemudian (Open Account), Wesel Inkaso (Collection Draft),
Konsinyasi (Consigment), dan Letter of Credit (L/C). Pembayaran tunai (Cash Payment)
merupakan sistem pembayaran di mana pembeli (importir) membayar terlebih dahulu
(pay in advance) kepada penjual (eksportir) sebelum barang dikirim. Pembayaran jenis
ini dapat terlaksana apabila terdapat kepercayaan importir kepada eksportir dan
meyakini bahwa tidak akan ada larangan hukum baik dari negara eksportir maupun
importir. Dalam hal ini resiko secara keseluruhan ditanggung oleh pihak importir karena
ada kemungkinan barang tidak akan dikirim setelah pembayaran dilakukan.
Pembayaran kemudian (Open Account) merupakan kebalikan dari sistem Cash
Payment karena pada sistem ini importir belum akan melakukan pembayaran kepada
eksportir sebelum barang dikapalkan atau telah diterima secara langsung oleh importir
atau sesuai dengan waktu yang telah disepakati kedua belah pihak. Sistem ini dapat
berjalan karena ada kepercayaan penuh dari kedua belah pihak, dokumen barang akan
segera dikirim kepada pembeli, dan peraturan tidak akan menjadi hambatan dalam

pembayaran kemudian. Resiko yang dapat terjadi antara lain tidak ada jaminan bahwa
importir akan membayar dan apabila membutuhkan penyelesaian perselisihan
mengenai hal tersebut, maka eksportir harus mengeluarkan biaya.
Wesel Inkaso (Collection Draft) merupakan sistem pembayaran di mana eksportir
mempunyai hak pengawasan terhadap barang-barang sampai wesel (draft) dibayar oleh
importir. Terdapat dua macam jenis penyerahan draft tersebut, yakni Document against
Payment (D/P) yaitu penyerahan dokumen kepada importir dilakukan apabila importir
telah membayar. Selain itu ada Document against Acceptance (D/A) yaitu penyerahan
dokumen kepada importir dilakukan apabila importir telah mengakses weselnya.
Konsinyasi (consigment) merupakan sistem pengiriman barang-barang ekspor
kepada importir di luar negeri sebagai barang titipan yang akan dijualkan oleh importir
dengan harga yang telah ditentukan oleh eksportir. Apabila brang tersebut tidak habis
terjual, maka akan akan dikembalikan kepada eksportir. Resiko yang dapat terjadi antara
lain tidak ada kepastian eksportir akan menerima uang pembayaran, laporan penjualan
barang terkadang tidak sesuai dengan kenyataan dan tidak ada bukti yang menguatkan
penyelewengan tersebut.
Dari resiko-resiko yang didapat dari keempat sistem pembayaran ekspor impor
sebelumnya, maka dapat digunakan alternatif sistem pembayaran selanjutnya yaitu
Letter of Credit (L/C). Pembayaran jenis ini diyakini sebagai sistem yang paling baik
karena ada jaminan baik di pihak importir sebagai pembeli maupun eksportir sebagai
penjual. Letter of Credit merupakan suatu surat yang dikeluarkan oleh suatu bank atas
permintaan importir yang ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi
importir tersebut dengan memberikan hak kepada eksportir untuk menarik wesel atas
importir yang bersangkutan. Sistem ini dinilai paling aman karena eksportir akan
memperoleh hasil dari penjualan barang dari importir apabila eksportir dapat
menyerahkan dokumen-dokumen sesuai yang disyaratkan di dalam L/C.
Letter of Credit (L/C) biasa disebut dengan istilah Documentary Credit, Authority
To Purchase, dan Authority To Pay. Ketiganya mempunyai pengertian yang sama yaitu
sebagai alat yang mampu membiayai penyerahan barang dalam proses ekspor-impor.
Menurut ICC (International Commerse Commite), L/C merupakan perjanjian tertulis dari
sebuah bank (issuing bank) yang diberikan kepada penjual (beneficiary) atas
permintaannya dan sesuai dengan instruksi pembeli (applicant) untuk melakukan
pembayaran yaitu dengan cara membayar, mengaksep atau menegodiasi wesel sampai
jumlah tertentu dalam jangka waktu yang ditentukan dan atas dokumen-dokumen yang
ditetapkan.
Fungsi dari L/C adalah sebagai berikut :
a. Merupakan perjanjian bank dalam menyelesaikan transaksi komersial
internasioanal.
b. Memberikan pengamanan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi yang
diadakan.
c. Memastikan terjadinya pembayaran sepanjang syarat-syarat L/C dipenuhi.
d. Merupakan instrumen yang didasarkan hanya atas dokumen dan bukan atas
barang dagang.

e. Membantu bank memberikan fasilitas pembiayaan kepada importir.


Untuk melakukan pembayaran kaitannya dengan proses perdagangan
internasional, terkadang terdapat permasalahan dalam menentukan uang mata negara
mana yang akan disepakati sebagai alat transaksi pembayaran. Untuk itu, perlu
dipelajari mengenai kurs mata uang dan valuta asing. Menurut Khalwaty (2000), Valuta
asing atau foreign currency adalah mata uang asing atau alat pembayaran yang
digunakan dalam transaksi ekonomi internasional berdasarkan kurs resmi yang
ditetapkan oleh bank sentral. Terdapat dua macam jenis mata uang valuta asing, yaitu
hard currency dan soft currency. Hard currency sering digunakan sebagai alat
pembayaran satuan hitung dalam transaksi ekonomi internasional, sedangkan soft
currency jarang digunakan dalam transaksi ekonomi internasional.
Dalam mengatasi problematika kurs yang terjadi di suatu negara, maka
dibutuhkan peran serta dari pemerintah pusat. Pemerintah akan menerapkan suatu
kebijakan yang dinamakan kebijakan intervensi. Kebijakan ini digunakan untuk
menanggapi kondisi nilai tukar mata uang di suatu negara. Misalnya di Indonesia dengan
mata uang rupiah, pemerintah akan menjual kurs dollar apabila nilai tuka rupiah
melemah. Sebaliknya, apabila nilai tukar menguat, maka pemerintah akan membeli kurs
dollar. Kondisi nilai tukar tersebut juga berimbas pada pada perdagangan internasional.
Apabila nilai tukar rupiah menguat, maka harga komoditas produk dari Indonesia dinilai
tinggi oleh pasar internasional, sedangkan apabila nilai tukar rupiah melemah, maka
harga komoditas yang akan diimpor juga semakin tinggi. Akibat yang paling buruk dari
kondisi tersebut adalah dapat terjadi inflasi.
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti, permintaan terhadap dollar yang sangat tinggi, adanya praktek
Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) secara ilegal, dan kecenderungan para
eksportir untuk memarkir dana di luar negeri karena pengawasan trustee. Selain itu,
adanya permintaan dollar dari koorperasi seperti pembayaran royalti, pinjaman dan
bunga ke luar negeri.
Setelah melakukan proses pembayaran terhadap barang yang akan diimpor, maka
masalah selanjutnya yang akan dihadapi oleh pelaku kegiatan ekspor-impor adalah
bagaimana mendistribusikan barang tersebut ke negara tujuan eksportir. Untuk
mempermudah proses distribusi tersebut pelaku ekspor dapat menggunakan jasa
freight forwarder. Freight forwarder adalah badan usaha yang bertujuan untuk
memberikan jasa pelayanan/pengurusan atas seluruh kegiatan yang diperlukan bagi
terlaksananya pengiriman, pengangkutan dan penerimaan barang dengan menggunakan
multimodal transport baik melalui darat, laut dan udara. Peranan dari freight forwarder
dalam kaitannya dalam proses ekspor dan impor adalah dapat melaksanakan
pengurusan prosedur dan formalitas dokumentasi yang dipersyaratkan regulasi negara
transit dan negara impor, kelengkapan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Letter
of Credit/Certificate of Receipt/Bill of Lading. Selain itu, fungsi lain dari freight forwarder
adalah menyelesaikan biaya-biaya yang timbul sebagai akibat dari kegiatan transportasi
dan melakukan penanganan muatan barang baik di pelabuhan maupun gudang.

Alasan mengapa seorang pelaku ekspor maupun impor menggunakan jasa freight
forwarder antara lain dikarenakan jasa freight forwarder mempunyai hak untuk
menerbitkan atau menggunakan Bill of Lading dan mempunyai jaringan kerja secara
internasional. Selain itu, juga didukung dari internal freight forwarder yang mempunyai
tenaga ahli dalam bidang pengiriman barang dengan pengalaman yang luas sehingga
mampu memberikan saran-saran yang bermanfaat. Hal tersebut didukung dengan
adanya sarana dan prasarana yang cukup untuk digunakan.
Menurut jenisnya, ada tiga macam klasifikasi freight forwarder yakni International
Freight Forwarder (Klasifikasi A), Domestic/Regional Forwarder (Klasifikasi B), dan Local
Forwarder (Klasifikasi C). International Forwarder merupakan jenis forwarder yang dapat
memberikan jasa penanganan serta pengiriman barang kepada pelanggan dengan taraf
internasional, dalam artian pengiriman barang dilakukan dari atau ke negara yang satu
dengan negara yang lainnya yang berbeda. Sedangkan Domestic Forwarder merupakan
forwarder yang belum mempunyai hak untuk menggunakan atau menerbitkan Bill of
Lading sendiri. Local Forwarder merupakan jenis forwarder yang masih belum memiliki
agen di luar negeri. Tugas lainnya adalah sebagai pengelola jasa ekspedisi muatan kapal
laut maupun pesawat terbang.
Dalam proses ekspor maupun impor, ada beberapa hal lain yang harus
diperhatikan selain proses pembayaran dan pengiriman barang, yaitu bagaimana barang
yang akan diekspor maupun diimpor dapat diterima di negara tujuannya. Maka dari itu
dibutuhkan suatu sistem yang mampu memberikan informasi mengenai barang ekspor
maupun impor agar dimengerti oleh negara asal dan negara tujuan. Untuk mengatasi hal
tersebut, maka dapat digunakan harmonized system (HS), yaitu suatu daftar
penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan mempermudah
penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik yang telah diperbaiki dari
sistem klasifikasi sebelumnya. Sistem ini sendiri juga digunakan di negara Indonesia yang
kemudian diimplementasikan menjadi sebuah daftar tarif dengan nama Buku Tarif Bea
Masuk Indonesia (BTBMI). Tujuan dari pembuatan HS diantaranya adalah untuk
memberikan keseragaman dalam penggolongan daftar barang yang sistematis,
Memudahkan pengumpulan data dan analisis statistik perdagangan dunia, dan
Memberikan sistem internasional yang resmi untuk pemberian kode, penjelasan dan
penggolongan barang untuk tujuan perdagangan.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan klasifikasi barang tersebut
diawali dengan mengidentifikasi barang yang akan di diklasifikasikan. Hal ini dilakukan
dengan dengan mengetahui spesifikasi barang secara mendetail. Tujuan dari identifikasi
tersbut adalah memudahkan untuk dapat memilih bab yang berkaitan dengan spesifikasi
barang tersebut. Selanjutnya adalah memperhatikan penjelasan yang terdapat dalam
catatan bagian atau catatan bab yang terkait dengan barang yang sudah diklasifikasikan.
Jika terdapat catatan yang mengeluarkan barang dari bab atau bagian yang dipilih,
perhatikan pada bagian atau bab apa barang tersebut diklasifikasikan. Dengan catatan
ini maka kita dapat mengetahui barang tersebut diklasifikasikan di bab atau bagian
lainnya. Setelah itu dilakukan proses identifikasi pos yang mungkin mencakup barang
tersebut secara lebih mendetail. Apabila ingin mengetahui seberapa besar pembebanan

barang yang akan masuk ke Indonesia, maka harus menentukan sub-pos (6-digit), subpos AHTN (8-digit) dan pos tarif (10-digit).
Untuk membaca suatu kode HS, maka harus memperhatikan bahwa kode tersebut
terdiri dari tiga bagian, yaitu bab yang terdiri dari dua digit, pos yang terdiri dari empat
digit, dan sub-pos yang mempunyai enam digit. Sebagai contoh apabila terdapat kode
HS 01 01 11 xx xx, maka cara membacanya adalah sebagai berikut.
HS 01 01 11 xx xx
__ Bab (Chapter) 1
_____ Pos (Heading) 01. 01
________ Sub-pos (Sub-heading) 0101. 11
___________ Sub-pos ASEAN, ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN)
______________ Pos Tarif Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI)
Penjelasan dari pengkodean di atas adalah sebagai berikut.
a.
Bab di mana suatu barang diklasifikasikan ditunjukkan melalui dua digit angka
pertama.
b.
Empat digit angka pertama menunjukkan heading atau pos pada bab yang
dimaksud sebelumnya.
c.
Enam digit angka pertama menunjukkan sub-heading atau sub-pos pada setiap
pos dan bab yang dimaksud. Pada contoh di atas, barang tersebut diklasifikasikan
pada sub-pos 0101.11
d.
Delapan digit angka pertama adalah pos yang berasal dari teks AHTN.
e.
Sepuluh digit angka tersebut menunjukkan pos tarif nasional yang diambil dari
BTBMI, pos tarif ini menunjukkan besarnya pembebanan (BM, PPN, PPnBM atau
cukai) serta ada tidaknya peraturan tata niaganya.
Teknik industri merupakan cabang ilmu yang dinilai oleh banyak kalangan
berhubungan erat dengan sistem manufaktur. Seperti kita ketahui bahwa dalam sistem
manufaktur mempunyai tujuan untuk meningkatkan efisiensi produksi sehingga
berdampak pada bertambahnya laba yang diterima oleh perusahaan manufaktur. Kajian
dalam ilmu teknik industri yang berhubungan dengan tujuan perusahaan manufaktur
tersebut adalah production planning and inventory control (PPIC), bahkan dapat
dikatakan bahwa PPIC merupakan jantung dari sebuah perusahaan. Di dalam PPIC
terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan, salah satunya adalah perencanaan
produksi. Dalam merencanakan berapa banyak produk yang akan dibuat maka harus
memperhatikan ketersediaan bahan baku. Apabila bahan baku yang ada dapat
memenuhi permintaan produksi, maka proses produksi dapat berlangsung. Namun
apabila terjadi kekurangan stok bahan baku maka perusahaan harus membuat kebijakan
untuk melakukan pengadaan bahan baku. Hal inilah yang menjadi bahasan dalam ilmu
pengadaan barang dan jasa tentang bagaimana mengadakan bahan baku dengan harga
seminimal mungkin untuk mencapai keuntungan yang maksimal.
Kegiatan pengadaan barang juga tidak hanya berfokus terhadap harga dan
pemasok, tetapi juga seberapa banyak barang tersebut akan dipesan. Untuk
menentukan hal tersebut dapat dilakukan dengan peramalan produksi berdasarkan data
historis maupun pengalaman dari hasil penjualan periode-periode sebelumnya.

Penentuan metode peramalan yang digunakan oleh perusahaan dapat dijadikan sebagai
suatu sistem pendukung keputusan (decision support system) bagi kalangan manajerial.
Kajian teknik industri lainnya yang berhubungan dengan pengadaan barang dan
jasa adalah quality control. Karena apabila barang yang dipesan oleh suatu perusahaan
datang ke lantai produksi, maka bagian yang mengurusi pengadaan bertugas memeriksa
spesifikasi produk, apakah sesuai dengan perjanjian pada saat pemesanan. Kegiatan ini
juga didukung dengan bantuan dari bagian quality control untuk memastikan tidak ada
barang yang cacat atau defect.
Sebagai seorang lulusan teknik industri, mempelajari ilmu tentang pengadaan
barang dan jasa merupakan hal yang sangat penting. Manfaat yang dapat diperoleh dari
ilmu ini yaitu apabila kita terjun ke dalam pemerintahan atau pegawai negeri, maka kita
mampu mengetahui dan menguasai bagaimana melakukan pengadaan barang dan jasa
di sektor pemerintah. Sedangkan dari sisi seorang wirausaha yang ingin melebarkan
sayapnya dalam perdagangan internasional, maka mampu mengetahui bagaimana
melakukan ekspor dan impor, termasuk didalamnya mengetahui bagaimana melakukan
pembayaran dan pengiriman barang,

Anda mungkin juga menyukai