Halusinasi
Halusinasi
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
I.
Kasus(masalah utama)
Halusinasi
II.
Proses terjadinya masalah
1. Definisi
Menurut Videbeck, 2004, halusinasi merupakan gangguan sensori persepsi di mana terjadi jika
seseorang merasakan sensori persepsi yang salah tentang sesuatu, atau merasakan suatu pengalaman
yang sebenarnya tidak terjadi tetapi dianggap terjadi. Halusinasi dapat melibatkan kelima panca indera
dan sensasi tubuh. Pada awalnya klien yang mengalami halusinasi memang benar-benar pernah
merasakan halusinasi sebagai pengalaman nyata, namun kemudian pada kondisi sakit, mereka
menyadarinya sebagai suatu halusinasi.
Sedangkan menurut Dictionary of Nursing, 2007, halusinasi merupakan pengalaman dalam
melihat pemandangan imaginer/tidak nyata, mendengar suara imaginer, keduanya sejelas dan seolaholah pemandangan serta suara tersebut benar-benar ada/seperti nyata.
Halusinasi juga didefinisikan sebagai persepsi (kesan yang dibentuk otak sebagai hasil dari
informasi tentang dunia luar yang dikirim balik oleh panca indera) dan sensori (deteksi sensasi oleh selsel saraf) yang bersifat palsu/tidak benar. Halusinasi dapat mempengaruhi kelima oanca indera,
pendengaran dan penglihatan adalah indera yang sering dipengaruhi. Halusinasi juga berbeda dengan
ilusi. Ilusi merupakan persepsi yang keliru dalam realita. Misalnya, dalam suatu pertunjukan sulap, si
pesulap mengeset kartu untuk muncul atau menghilang sesuai kehendaknya, hal tersebut dikatakan
sebagai ilusi. Sedangkan halusinasi bukan merupakan suatu interpretasi yang salah dari hal-hal tertentu,
namun memang hal yang tidak ada dianggap ada (Williams dan Paula, 2003).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa halusinasi merupakan suatu gangguan terhadap kesan dan
sensasi yang dirasakan oleh seseorang, padahal kesan dan sensasi tersebut sebenarnya tidak ada secara
nyata, atau hanya ada dalam pikiran individu tersebut.
2. Tipe dan karakteristik
Menurut Cancro & Lehmann, 2000, dalam Viedebeck, 2004, beberapa tipe halusinasi adalah
sebagai berikut :
a. Halusinasi auditori/pendengaran; merupakan tipe yang paling sering terjadi, termasuk
keadaan mendengar bunyi-bunyian, paling sering berupa suara-suara atau pembicaraan.
Halusinasi tipe ini dapat berupa satu/lebih suara, dan suara tsb dapat seperti suara
seseorang yang familiar ataupun tidak familiar, serta dapat pula seolah-olah suara tsb
berbicara. Command hallucination/ halusinasi perintah dapat menjadi berbahaya karena
suara yang bersifat command biasanya meminta klien untuk mengambil tindakan tertentu
seperti mencelakai diri-sendiri atau orang lain.
b. Halusinasi visual/penglihatan; merupakan penglihatan yang sebenarnya tidak ada
secara nyata, misalnya klien seolah-olah melihat cahaya-cahaya, orang yang sudah mati,
atau distorsi/penyimpangan seolah melihat perawat sebagai monster yang menakutkan.
Visual halusinasi merupakan jenis halusinasi kedua yang sering terjadi.
c.
f.
tubuhnya yang seharusnya memang lazim tidak dirasakan, misalnya klien merasakan
pembentukan urin, atau merasakan impuls yang ditrasmisikan melalui otak.
g. Halusinasi kinestetik; merupakan halusinasi yang terjadi jika klien sedang tidak bergerak,
namun mengatakan sensasi tubuhnya bergerak. Biasanya pergerakan tersebut tidak biasa,
misalnya merasa tubuhnya melayang di atas tanah.
3. Tanda & Gejala
a. bicara, senyum dan tertawa sendiri
b. menarik diri dan menghindar dari orang lain
c.
menyebabkan
teraktivasinya
neurotransmiter
otak.
Misalnya
erjadi
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidsk sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
d. Dimensi intelektual
Individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,
namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
e. Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik
dengan halusiasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri, dan harga diri yang tidak didapat di dunia nyata.
f.
Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktifitas ibadah aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Irama sirkadiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun
sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki
takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdir memburuk.
5. Tahapan halusinasi klien
Stage I : disorder sleep
Klien
Fase
awal
seseorang
merasa
banyak
masalah,
ingin
menghindar
dari
II
comforting
terima
sebagai
yang alami
sesuatu
mengalami
Secara
umum
halusinasi
bias,
klien
merasa
tidak
mampu
lagi
Stage
IV
Controlling
yang
datang.
Klien
dapat
merasakan
kesepian
Fungsi
sensori
menjadi
tidak
relevan
dengan
bila
kenyataan
Stage V : Conquering panic
Pengalaman
level of anxiety
Klien
sensorinya
terganggu,
klien
mulai
merasa
mengalami
lingkungannya
Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya megendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara
menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak memedulikan halusinasinya. Mungkin halusinasi tetap
ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada
dalam halusinasinya. Tahapan tindakan meliputi :
pengertian halusinasi
cara berkomunikasi
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi,
sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar
terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik
secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di
beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan. Di ruangan itu hendaknya di
sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk
berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah
dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi
yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus
mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien
yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang
ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga,
bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke
kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan
dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek.
Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan
petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.
III.
A. Pohon masalah
Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh
individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya, mengenai
factor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu factor resiko yang
mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress.
Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu
maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh
kesepian terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
Faktor Biokimia
ii.
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang
bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan
yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.
Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman / tuntutan yang
memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan
juga suasana sepi / isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal
tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
iii. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah
dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta
tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993
mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang
individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual
sehingga halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu :
Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang
diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan
tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
Dimensi Sosial
Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah
langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
IV.
Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri sendiri
b. Gangguan sensori perceptual berhubungan dengan perubahan stimulus
c.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya gangguan persepsi berupa suara-suara
yang bising atau mendengung yang sangat mengganggu.
V.
No
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
1
Risiko mencederai
diri sendiri
a. Tujuan:
keperawatan selama 2 x 24
tempat, topic)
dirinya sendiri
b. kriteria hasil:
i.
2.
percaya diri
perasaan
R:
melakukan
tindakan/aktivitas
yang akan
lingkungan
mencederai dirinya
sendiri
ii.
kesempatan
menggali
lebih
mengungkapkan
dalam
apa
yang
halusinasi
mengidentifikasi
aspek-aspek positif
dirinya
v.
Beri
mengimplementasik
an dua respons
adaptif
pasien akan
mengidentifikasi 2
sumber dukungan
sosial yang
bermanfaat
menguraikan
rencana pengobatan
diri sendiri
dan rasionalnya.
Beri
pendidikan
kesehatan
pada
halusinasi,
cara
merawat,
mendapat bantuan
R: peran serta keluarga dalam memutus
halusinasi akan sangat membantu pemulihan
kondisi klien
15. Beri kesempatan melakukan cara yang
telah dipilih dan beri pujian jika berhasil
R: pujian meningkatkan semangat untuk
terus melakukan hal yang serupa
2
Gangguan
sensori
a. Tujuan:
persepsi halusinasi
setelah
dilakukan
berhubungan
4xpertemuan,
dengan perubahan
halusinasi
stimulus
berkurang.
dengan cara :
klien
Klien
dapat
hubungan
percaya
dasar
kelancaran
b. Kriteria hasil:
1.
saling
untuk
hubungan
interaksi seanjutnya
2.
halusinasinya
memandang
ke
kiri/ke
kanan/
Katakan
perawat
mendengar
suara
percaya
itu
klien
namun
bahwa
perawat
akan
membantu klien
- Diskusikan dengan klien :
a. Situasi
yang
menimbulkan/tidak
menimbulkan halusinasi
b. Waktu
dan
frekuensi
terjadinya
Diskusikan
dengan
klien
apa
yang
halusinasinya
mengungkapkan perasaannya
3. Identifikasi bersama klien cara tindakan
yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur,
marah, menyibukkan diri dll).
- Diskusikan manfaat cara yang digunakan
klien, jika bermanfaat ber pujian
-
Diskusikan
cara
baru
untuk
d. Meminta
keluarga/teman/perawat
klien memilih
dari
berhasil.
keluarga
dalam
mengontrol halusinasinya
4.
Anjurkan
klien
untuk
memberitahu
Cara
merawat
yang
halusinasi
anggota
keluarga
dirumah,
diberi
dengan baik
tidak
terkontrol,
dan
dengan dokter
Gangguan
pola
a. Tujuan :
tidur berhubungan
Setelah
dengan
tindakan
adanya
tidur klien
keperawatan
gangguan persepsi
berupa suara-suara
tidur
keberhasilan
yang
membaik.
bising
atau
klien
kembali
dalam
telah dilakukan
intervensi
yang
mendengung yang
b. Kriteria Hasil:
sangat
1. Klien
mengganggu.
jarang
2. Kolaborasi
dalam
pemberian
obat-
terbangun di malam
Rasional:
hari
30
menit
Obat-obatan
psikotik
jam
terbangun
tanpa
dapat
pikiran
meregangkan
agar
lebih
otot
dan
nyaman
juga
untuk
beristirahat
4. Batasi masukan minuman dan makanan
yang mengandung kafein
Rasional: Kandungan kafein membuat
seseorang akan lebih terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Townsend, M.C. (1998). Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri : Pedoman Untuk Pembuatan