Anda di halaman 1dari 17

Trauma Toraks I : Umum

Trauma toraks mencakup area anatomis leher dan toraks serta dapat menyebabkan
kelainan pada sistem respirasi, sistem sirkulasi, dan sistem pencernaan. Menurut salah
satu buku rujukan disebutkan angka mortalitas pada trauma toraks mencapai 10%. Akan
tetapi kematian akibat trauma toraks merupakan 1/4 jumlah kematian total akibat kasuskasus trauma.
Klasifikasi dan Mekanisme
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus atau tumpul.
1. Trauma tembus (tajam)
Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma
Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi
2. Trauma tumpul
Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast
injuries.
Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.
Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi
Mekanisme
Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya perusak
berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi); sesuai dengan hukum
Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang
menerima gaya perusak dari trauma tersebut.

Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan
senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000
ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh
lebih luas dibandingkan besar lubang masuk peluru.

Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya
terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan
terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti
bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang
merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding toraks/rongga tubuh lain atau oleh
karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.
Torsio dan rotasi
Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi
organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi,
seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya

deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin atau terputar dengan
jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau poros-nya.
Blast injury
Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan
penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom.
Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.
Faktor lain yang mempengaruhi
Sifat jaringan tubuh
Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan tetapi
sangat menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti adanya
fraktur iga pada bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding bila
ditemukan fraktur pada orang dewasa. Atau tusukan pisau sedalam 5 cm akan
membawa akibat berbeda pada orang gemuk atau orang kurus, berbeda pada
wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.
Lokasi

Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita
kerusakan, terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah prekordial.

Arah trauma
Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan dalam
memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi.
Perlu diingat adanya efek "ricochet" atau pantulan dari penyebab trauma pada
tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan peluru
dapat memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari sumber peluru sehingga
kerusakan atau organ apa yang terkena sulit diperkirakan.
Kondisi Yang Berbahaya
Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang berbahaya dan
mematikan bila tidak dikenali dan di-tatalaksana dengan segera:
1. Obstruksi jalan napas
Tanda: dispnoe, wheezing, batuk darah
PF:stridor, sianosis, hilangnya bunyi nafas
Ro toraks: non-spesifik, hilangnya air-bronchogram, atelektasis
2. Tension pneumotoraks
Tanda : dispnoe, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks, mediastinal
shift
Ro toraks (hanya bila pasien stabil) : pneumotoraks, mediastinal shift
3. Perdarahan masif intra-toraks (hemotoraks masif)
Tanda: dispnoe, penampakan syok, hilang bunyi napas, perkusi pekak, hipotensif
Ro toraks: opasifikasi hemitoraks atau efusi pleura

4. Tamponade
Tanda: dispnoe, Trias Beck (hipotensi, distensi vena, suara jantung menjauh),
CVP > 15
Ro toraks: pembesaran bayangan jantung, gambaran jantung membulat
5.Ruptur aorta
Tanda: tidak spesifik, syok
Ro toraks: pelebaran mediastinum, penyempitan trakhea, efusi pleura
6. Ruptur trakheobronhial
Tanda: Dispnoe, batuk darah
Ro toraks: tidak spesifik, dapat pneumotoraks, hilangnya air-bronchograms
7. Ruptur diafragma disertai herniasi visera
Tanda: respiratory distress yang progresif, suara usus terdengar di toraks
Ro toraks : gastric air bubble di toraks, fraktur iga-iga terbawah, mediastinal shift
8. Flail chest berat dengan kontusio paru
Tanda: dispnoe, syok, asimetris toraks, sianosis
Ro toraks: fraktur iga multipel, kontusio paru, pneumotoraks, effusi pleura
9. Perforasi esofagus
Tanda: Nyeri, disfagia, demam, pembengkakan daerah servikal
Ro toraks: udara dalam mediastinum, pelebaran retrotracheal-space, pelebaran
mediastinum, efusi pleura, pneumotoraks
Penatalaksanaan Trauma Toraks
Prinsip
Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum
(primary survey - secondary survey)
Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif
(berturutan)
Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil),
adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope. Tidak
dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang
emergency.

Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk
menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan
nyawa.
Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan
atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah
memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing,
circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks
Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma unit/center memiliki
konsultan bedah toraks kardiovaskular.

Primary Survey
Airway
Assessment :
perhatikan patensi airway
dengar suara napas
perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
Management :
inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust,
hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
re-posisi kepala, pasang collar-neck
lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)
Breathing
Assesment
Periksa frekwensi napas
Perhatikan gerakan respirasi
Palpasi toraks
Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management:
Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks, open
pneumotoraks, hemotoraks, flail chest
Circulation
Assesment
Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
Periksa tekanan darah
Pemeriksaan pulse oxymetri
Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Management
Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
Torakotomi emergency bila diperlukan
Operasi Eksplorasi vaskular emergency
Tindakan Bedah Emergency
1. Krikotiroidotomi
2. Trakheostomi
3. Tube Torakostomi
4. Torakotomi
Eksplorasi vaskular

Trauma Toraks II: Kelainan Spesifik


TRAUMA PADA DINDING DADA
FRAKTUR IGA
Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang diakibatkan trauma
tumpul pada dinding dada. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh
karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga.
Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa adanya
kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen.
Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila
terdapat fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular
utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis, a/v subklavia, dsb.), bila terdapat
fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula.
Penatalaksanaan
1. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)
2. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks,
pneumotoraks)
3. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks,
hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:
Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
Bronchial toilet
Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
Cek Foto Ro berkala
Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain (seperti:
pneumotoraks, hematotoraks dsb.), ditujukan untuk mengatasi kelainan yang mengancam
jiwa secara langsung, diikuti oleh penanganan pasca operasi/tindakan yang adekuat
(analgetika, bronchial toilet, cek lab dan ro berkala), sehingga dapat menghindari
morbiditas/komplikasi.
Komplikasi tersering adalah timbulnya atelektasis dan pneumonia, yang umumnya
akibat manajemen analgetik yang tidak adekuat.
FRAKTUR KLAVIKULA
Cukup sering sering ditemukan (isolated, atau disertai trauma toraks, atau disertai
trauma pada sendi bahu ).
Lokasi fraktur klavikula umumnya pada bagian tengah (1/3 tengah)
Deformitas, nyeri pada lokasi taruma.
Foto Rontgen tampak fraktur klavikula
Penatalaksanaan
1. Konservatif : "Verband figure of eight" sekitar sendi bahu. Pemberian analgetika.
2. Operatif : fiksasi internal

Komplikasi : timbulnya malunion fracture dapat mengakibatkan penekanan pleksus


brakhialis dan pembuluh darah subklavia.
FRAKTUR STERNUM
Insidens fraktur sternum pada trauma toraks cukup jarang, umumnya terjadi pada
pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan.
Biasanya diakibatkan trauma langsung dengan gaya trauma yang cukup besar
Lokasi fraktur biasanya pada bagian tengah atas sternum
Sering disertai fraktur Iga.
Adanya fraktur sternum dapat disertai beberapa kelainan yang serius, seperti:
kontusio/laserasi jantung, perlukaan bronkhus atau aorta.
Tanda dan gejala: nyeri terutama di area sternum, krepitasi
Pemeriksaan
Seringkali pada pemeriksaan Ro toraks lateral ditemukan garis fraktur, atau
gambaran sternum yang tumpang tindih.
Pemeriksaan EKG : 61% kasus memperlihatkan adanya perubahan EKG (tanda trauma
jantung).
Penatalaksanaan
1. Untuk fraktur tanpa dislokasi fragmen fraktur dilakukan pemberian analgetika dan
observasi tanda2 adanya laserasi atau kontusio jantung
2. Untuk fraktur dengan dislokasi atau fraktur fragmented dilakukan tindakan
operatif untuk stabilisasi dengan menggunakan sternal wire, sekaligus eksplorasi
adanya perlukaan pada organ atau struktur di mediastinum.
DISLOKASI SENDI STERNOKLAVIKULA
Kasus jarang
Dislokasi anterior : nyeri, nyeri tekan, terlihat "bongkol klavikula" (sendi
sternoklavikula) menonjol kedepan
Posterior : sendi tertekan kedalam
Pengobatan : reposisi
FLAIL CHEST
Definisi
Adalah area toraks yang "melayang" (flail) oleh sebab adanya fraktur iga multipel
berturutan 3 iga , dan memiliki garis fraktur 2 (segmented) pada tiap iganya.
Akibatnya adalah: terbentuk area "flail" yang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari
gerakan mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan bergerak masuk saat
inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi.

Karakteristik
Gerakan "paradoksal" dari (segmen) dinding dada saat inspirasi/ekspirasi; tidak
terlihat pada pasien dalam ventilator
Menunjukkan trauma hebat
Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas)
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air movement,
yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail
chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna,
seperti melakukan splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi
gerakan mekanik pernapasan secara keseluruhan.
Penatalaksanaan
sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda kegagalan
pernapasan atau karena ancaman gagal napas yang biasanya dibuktikan melalui
pemeriksaan AGD berkala dan takipneu
pain control
stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui
operasi)
bronchial toilet
fisioterapi agresif
tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet
Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest:
1. Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks masif, dsb)
2. Gagal/sulit weaning ventilator
3. Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)
4. Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)
5. Menghindari cacat permanen
Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area
"flail"
TRAUMA PADA PLEURA DAN PARU
PNEUMOTORAKS
Definisi : Adanya udara yang terperangkap di rongga pleura.

Pneumotoraks akan meningkatkan tekanan negatif intrapleura sehingga


mengganggu proses pengembangan paru.
Terjadi karena trauma tumpul atau tembus toraks.
Dapat pula terjadi karena perlukaan pleura viseral (barotrauma), atau perlukaan
pleura mediastinal (trauma trakheobronkhial)
Diklasifikasikan menjadi 3 : simpel, tension, open

Pneumotoraks Simpel
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang
progresif.
Ciri:
Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
Tidak ada mediastinal shift
PF: bunyi napas , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada
Penatalaksanaan: WSD
Pneumotoraks Tension
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama
semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan mekanisme ventil
(udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).
Ciri:
Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total
paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi
trakhea venous return hipotensi & respiratory distress berat.
Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu,
hipotensi, JVP , asimetris statis & dinamis
Merupakan keadaan life-threatening tdk perlu Ro
Penatalaksanaan:
1. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-klavikula)
2. WSD
Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat keluar dan
masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan
tekanan udara luar.
Dikenal juga sebagai sucking-wound
Terjadi kolaps total paru.
Penatalaksanaan:
1. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)
2. Pasang WSD dahulu baru tutup luka
3. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.
4. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
HEMATOTORAKS (HEMOTORAKS)

Defini: Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau
tembus pada dada.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria
interna. Perlu diingat bahwa rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan,

sehingga pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat
adanya perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi
terkumpul di dalam rongga toraks.
Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan atau
jumlah darah yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala instabilitas
hemodinamik dan depresi pernapasan

Pemeriksaan
Ro toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)
Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru
Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks
Indikasi Operasi
Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD)
Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD < 4 jam setelah
kejadian trauma.
Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut
Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut
Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam
Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila produksi WSD:
200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut
300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut
500 cc dalam 1 jam
Penatalaksanaan
Tujuan:
Evakuasi darah dan pengembangan paru secepatnya.
Penanganan hemodinamik segera untuk menghindari kegagalan sirkulasi.
Tindakan Bedah : WSD (pada 90% kasus) atau operasi torakotomi cito (eksplorasi) untuk
menghentikan perdarahan
Water Sealed Drainage
Fungsi WSD sebagai alat:
1. Diagnostik
2. Terapetik
3. Follow-up
Tujuan:
1. Evakuasi darah/udara
2. Pengembangan paru maksimal
3. Monitoring

Indikasi pemasangan:
Pneumotoraks
Hematotoraks
Empiema
Effusi pleura lainnya
Pasca operasi toraks
Monitoring perdarahan, kebocoran paru atau bronkhus, dsb.
Tindakan :
Lokasi di antara garis aksilaris anterior dan posterior pada sela iga V atau VI.
Pemasangan dengan teknik digital tanpa penggunaan trokar.
Indikasi pencabutan WSD :
1. Tercapai kondisi: produksi < 50 cc/hari selama 3 hari berturut-turut, dan undulasi
negatif atau minimal, dan pengembangan paru maksimal.
Fungsi WSD tidak efektif lagi (misal: adanya sumbatan, clot pada selang, dsb.)
KONTUSIO PARU
Terjadi terutama setelah trauma tumpul toraks
Dapat pula terjadi pada trauma tajam dg mekanisme perdarahan dan edema
parenkim konsolidasi
Patofisiologi : kontusio/cedera jaringan edema dan reaksi inflamasi lung
compliance ventilation-perfusion mismatch hipoksia & work of breathing
Diagnosis : ro toraks dan pemeriksaan lab (PaO2 )
Manifestasi klinis dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam setelah trauma
Penatalaksanaan
Tujuan:
Mempertahankan oksigenasi
Mencegah/mengurangi edema
Tindakan : bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2, pain control,
diuretika, bila perlu ventilator dengan tekanan positif (PEEP > 5)
LASERASI PARU
Definisi : Robekan pada parenkim paru akibat trauma tajam atau trauma tumpul keras
yang disertai fraktur iga.
Manifestasi klinik umumnya adalah : hemato + pneumotoraks
Penatalaksanaan umum : WSD
Indikasi operasi :
Hematotoraks masif (lihat hematotoraks)
Adanya contiuous buble pada WSD yang menunjukkan adanya robekan paru
Distress pernapasan berat yang dicurigai karena robekan luas
RUPTUR DIAFRAGMA

Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma tumpul
pada daerah toraks inferior atau abdomen atas.
Trauma tumpul di daerah toraks inferior akan mengakibatkan peningkatan
tekanan intra abdominal mendadak yang diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi
bila diafragma tidak dapat menahan tekanan tersebut.
Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah toraks
inferior. Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai organ-organ lain
(intratoraks ata intraabdominal).
Ruptur umumnya terjadi di "puncak" kubah diafragma (sentral)
Kejadian ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering daripada diafragma kanan
Akan terjadi herniasi organ viseral abdomen ke toraks
Dapat terjadi ruptur ke intra perikardial

Diagnostik
Riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen
Tanda dan gejala klinis (sesak/respiratory distress), mual-muntah, tanda abdomen
akut)
Ro toraks dengan NGT terpasang (pendorongan mediastinum kontralateral,
terlihat adanya organ viseral di toraks)
CT scan toraks
Penatalaksanaan
Torakotomi eksplorasi (dapat diikuti dengan laparotomi)
TRAUMA ESOFAGUS
Penyebab trauma/ruptur esofagus umumnya disebabkan oleh trauma tajam/tembus.
Pemeriksaan Ro toraks: Terlihat gambaran pneumomediastinum atau efusi pleura
Diagnostik: Esofagografi
Tindakan: Torakotomi eksplorasi
TRAUMA JANTUNG
Kecurigaan trauma jantung :
Trauma tumpul di daerah anterior
Fraktur pada sternum
Trauma tembus/tajam pada area prekordial (parasternal kanan, sela iga II kiri, grs
mid-klavikula kiri, arkus kosta kiri)
Diagnostik
Trauma tumpul : EKG, pemeriksaan enzim jantung (CK-CKMB / Troponin T)
Foto toraks : pembesaran mediastinum, gambaran double contour pada
mediastinum menunjukkan kecurigaan efusi perikardium

Echocardiography untuk memastikan adanya effusi atau tamponade

Penatalaksanaan
1. Adanya luka tembus pada area prekordial merupakan indikasi dilakukannya
torakotomi eksplorasi emergency
2. Adanya tamponade dengan riwayat trauma toraks merupakan indikasi
dilakukannya torakotomi eksplorasi.
3. Adanya kecurigaan trauma jantung mengharuskan perawatan dengan observasi
ketat untuk mengetahui adanya tamponade
Komplikasi
Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya aneurisma ventrikel
beberapa bulan/tahun pasca trauma.

Pembedahan Pada Kelainan Pleura


Abstracts
Purpose: Presenting the surgical case of pleural diseases (Diagnosis, etiology and
surgical procedure)
Methods: Retrospective review of surgical management of pleural diseases from January
1995-December 2004 in Persahabatan Hospital, Jakarta
Results: there were 105 patients, seventy nine patients who underwent surgery were
caused by infection (49 cases were tuberculous empyema, 26 cases were non tuberculous
empyema, 3 cases were bronchopleural fistula and one case was pleurocutaneous
fistula). Various type of surgery was performed in pleural infection patients are many:
opened
drainge,
decortication,
airplombage,
thoracoplasty,
pleurectomy,
pleuropneumonectomy and video assisted thoracoscopic surgery (VATS). Ten patients
with hemothorax were caused by trauma, exploratory thoracotomy was done in most and
two patients was performed by VATS.
Five patients of pleural diseases underwent surgery were spontaneous pneumothorax had
a VATS and four patients were rupture of pulmonary bullae had a bullectomy by
posterolateral thoracotomy.
Two patients with chylothorax had a thoracic duct ligation. There were 3 pleural
malignancy patients (3 cases were mesothelioma and 2 cases as a malignant pleural
effusion), pleurectomy and pneumopleurectomy was performed for mesothelioma, closed
drainage for malignant pleural effusion.
There were 13 successfully VATS for pleural diseases, no post operative complications
and early mobilization.
Conclusion: most of surgical case of pleural diseases are infectious caused. The success
of VATS for surgical treatment of pleural diseases was initially revolution for radical
surgery for easy procedure.

PENDAHULUAN
Pembedahan pada penyakit pleura sudah dimulai sejak berkembangnya
spesialisasi bedah Toraks dan kasus yang sering ditemui adalah infeksi pada rongga
pleura.
Dengan berkembangnya pengobatan khemoterapi diharapkan tindakan bedah
akan berkurrang, namun sebaliknya karena makin banyaknya ditemui penyakit
autoimunitas dan penggunaan antibiotika yang tidak tepat dan tidak sempurna sehingga
angka kejadian penyakit infeksi pada pleura meningkat kembali, den banyak usaha-usaha
bedah ditingkatkan untuk mengatasi hal ini sehingga timbul macam-macam jenis operasi
yang dikembangkan dari tindakan yang radikal sampai ke tindakan minimal invasif
seperti Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS) untuk pengobatan penyakit pleura.
Akan dilaporkan tindakan pembedahan terhadap penyakit pleura yang dilakukan
di RS Persahabatan Jakarta dalam kurun waktu 10 tahun (Januari 1995 - Desember 2004)
dan tinjauan kepustakaan.
PNEUMOTORAKS
Pneumotoraks adalah adanya udara didalam rongga pleura, akibat robeknya pleura
visceral, dapat terjadi spontan atau karena trauma.
Rhea (1982), membuat klasifikasi pneumotoraks atas dasar prosentase pneumotoraks,
kecil bila pneumotoraks < 20%, sedang bila pneumotoraks 20% - 40% dan besar bila
pneumotoraks > 40%.
Pada pneumotoraks kecil ( < 20%), gejala minimal dan tidak ada "Respiratory distress",
serangan yang pertama kali, sikap kita adalah observasi dan penderita istirahat 2-3 hari.
Bila pneumotoraks sedang, ada "Respiratory distress" atau pada observasi nampak
progresif (foto toraks), atau adanya "Tension pneumothorax", dilakukan tindakan bedah
dengan pemasangan WSD untuk pengembangan paru dan mengatasi gagal nafas.
Tindakan torakotomi dilakukan bila :
1. Kebocoran paru yang massif sehingga paru tak dapat mengembang (bullae / fistel
Bronkhopleura).
2. Pneumotoraks berulang.
3. Adanya komplikasi (Empiema, Hemotoraks, Tension pneumothorax).
4. Pneumotoraks bilateral.
5. Indikasi social (pilot, penyelam, penderita yang tinggal di daerah terpencil)
Teknik bedah
Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakotomi posterolateral dan sternotomi
mediana, selanjutnya dilakukan reseksi bleb, bulektonomi, subtotal pleurektomi.
Parietalis dan Aberasi pleura melalui video Assisted Thoracoscopic surgery (VATS),
dilakukan reseksi bleb, aberasi pleura dan pleurektonomi.
HEMOTORAKS
Hemotoraks adalah adanya darah didalam rongga plaura, terjadi terutama karena trauma.
Tindakan bedah yang dilakukan adalah pemasangan WSD untuk evakuasi darah atau
hematoma dari dalam rongga pleura.

Indikasi Torakotomi apabila:


1.
Perdarahan massif (jumlah produksi darah yang diukur melalui WSD
>750 cc)
2.
Pada observasi bila produksi darah setelah pemasangan WSD lebi dari 3-5
cc/kg BB/jam atau 3-5 cc/kg BB/jam selam 3 jam berturut-turut.
Bila kita memiliki fasilitas, sarana dan kemampuan tindakan VATS sangat baik, dengan
VATS dapat dilakukan evakuasi Hematoma/darah dan penjahitan fistula/robekan paru
serta aberasi pleura panetalis. Keuntungan tindakan ini adalah penderita cepat mobilisasi.
EMPIEMA
Empiema adalah efusi pleura yang terinfeksi oleh mikroba. Empiema paling
sering terjadi karena pneumonia (infeksi paru) yang penanganannya tidak sempurna,
dapat terjadi karena trauma, "rupture esophaqus" juga karena ekstensi infeksi sub
diaphragma seperti abses hepar.
Prinsip penanggulangan empiema adalah :
1. Drainase / mengeluarkan nanah sebanyak-banyaknya.
2. Obliterasi rongga empiema.
3. Pemberian antibiotika yang adekuat baik jenis, dosis dan waktu.
Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema ,
fase I (fase eksudat)
Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan
diagnostik terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut dapat
dicapai pengembangan paru yang sempurna.
fase II (fase fibropurulen)
Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan drainase
terbuka (reseksi iga/ "open window") . Dengan cara ini nanah yang ada dapat dikeluarkan
dan perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase terbuka juga bertujuan untuk
menunggu keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih tenang sehingga intervensi
bedah yang lebih besar dapat dilakukan.
Pada fase II ini VATS surgery sangat bermanfaat, dengan cara ini dapat dilakukan
empiemektomi dan/atau dekortikasi.
fase III (fase organisasi)
Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang atau
dilakukan obliterasi rongga empiema dengan cara dinding dada dikolapskan
(Torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empiema,
dapat juga rongga empiema disumpel dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan
otot interkostans (air plombage), dan disumpel dengan otot atau omentum (muscle
plombage atau omental plombage)
Pada empiema tuberkulosa, torakotomi dilakukan bila keadaan sudah tidak
didapat kuman baik pada sputum maupun cairan pleura dimana bakeri tahan asam (BTA)
pada sputum dan cairan pleura sudah negatif. Untuk mencapai sputum dan cairan pleura

negatif diberikan obat anti TB yang masih sensitif secara teratur dan untuk mencapai
cairan pleura BTA negatif dapat dilakukan reseksi iga (window and qauzing) bila keadaan
paru sangat rusak (menjadi sarang kuman TB) dilakukan reseksi paru (pneumonektomi
atau lobektomi).
CHYLOTHORAX
Chylothorax adalah akumulasi cairan limphe yang berlebihan di dalam rongga
pleura karena kebocoran dari duktus torasikus atau cabang-cabang utamanya. Obstruksi
atau laserasi duktus torasikus yang paling sering disebabkan oleh keganasan, trauma,
tuberkulosa dan trombosis vena.
Cairan "chylus" khas putih seperti susu tidak berbau dan bersifat alkalis,pada
kondisi puasa produksi minimal dan menjadi produktif setelah makan makanan
berlemak. Komposisi terutama adalah fat 14-210 mmol/L (60%-70% lemak yang diserap
usus masuk ke dalam duktus torasikus) protein dan elektrolit.
Penatalaksanaan:
1. Konservatif, dengan cara: pemberian diet dan nutrisi yang adekuat (rendah
lemak), koreksi cairan dan elektrolit dan drainase tertutup (WSD).
2. Intervensi bedah
Tindakan bedah dilakukan bila lebih dari 14 hari tindakan konservasif tidak berhasil, dari
kepustakaan 25% kebocoran akan menutup secara sepontan dalam interval waktu 14 hari
dan 75% butuh intervensi bedah.
Teknik bedah
ligasi langsung pada duktus toraksikus.
"supra diaphragmatic mass ligaton".
Pleuroperitoneal shunting.
Pleurodesis dan pleurectomi.
Anastomosis duktus ke V azugos.
Dekortikasi.
Fibrine glue.
VATS.
KEGANASAN PLEURA
Keganasan pada pleura meliputi "mesothelioma" dan "maliginant pleural effusion".
Tindakan pada keganasan pleura adalah.
1
WSD + pleurodesis.
2
Pleurektomi.
3
Mechanical pleurodesis
4
Pleuroperitoneal Shunt.
PEMBEDAHAN PADA KELAINAN PLEURA DI RS. PERSAHABATAN
JAKARTA
Dilakukan studi retrospektif terhadap 105 pasien dengan penyakit pleura yang dioperasi
dalam kurun waktu Januari 1995 - Desember 2004.

Tabel 1. Distribusi dari 105 pasien dengan peyakit pleura yang dilakukan
pembedahan.
Diagnosa
Jumlah
Empiema
- Tuberkolusa
49
- Non tuberkolusa
26
Fistel Bronkhopleura
3
Fistel Pleurokutaneus
1
Pneumotoraks
- Pneumotoraks Spontan
5
- Bulla yang pecah
4
Hemotoraks
10
(Trauma)
Chylothorax
2
Keganasan Pleura
Mesotelioma
3
Efusi Pleura ganas
2
Tabel 2. Prosedur bedah yang dilakukan pada 79 kasus infeksi pleura.
Jumlah Kasus
Torakoplasti
3
Dekortikasi
33
Decortation Pulmonany Detachement (DPD)
22
Pleuropneumonektomi + Torakoplasti
1
Pleurektomi + fistulektomi
1
Operasi 2 tahap
- Drainase terbuka & torakoplasti
4
- Drainase terbuka & dekortikasi
4
- Drainase terbuka + DPD + air plombage
5
Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS)
6
Tabel 3.Prosedur bedah yang dilakukan pada 26 kasus penyakit
pleura non infeksi.
WSD
Torakotomi
VATS
Pneumotoraks
Pneumotoraks Spontan
Bulla yang pecah
4
Hemotoraks
8
2
Chylothorax
2
Keganasan pleura
Mesotelioma
3
Efusi pleura ganas
2

Dari data yang dikumpulkan tercatat lama perawatan pada penderita yang
dilakukan operasi konvesional antara 15-36 hari sedangkan yang dilakukan tindakan
VATS penderita dirawat antara 5-7 hari.
Dari 105 penderita yang dioperasi didapat kematian penderita pasca bedah 2
orang (1,9%) yaitu kasus destroyed lung (tuberkulosa) "fungus ball" + MDR setelah
dilakuakn operasi Reseksi, pasca bedah terjadi komplikasi fistel bronkhopleura.
RINGKASAN
Telah dibicarakan penatalaksanaan bedah pada kasus penyakit pleura serta laporan
pembedahan pada 105 kasus penyakit pleura yang dilakukan di RS Persahabatan Jakarta
kurun waktu Januari 1994-Desember 2004 kasus infeksi lebih banyak ditemukan dan
beracam-macam jenis operasi telah dilakukan.
Perawatan pasca bedah pada tindakan Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS)
ternyata lebih cepat dibandingkan dengan tindakan yang lain dan hasilnya baik karena
tidak ditemui komplikasi pasca bedah dan mobilisasi lebih awal.
KEPUSTAKAAN
1. Baue .A.E, Geha, A..S, Hammond G.L, Laks. H, Naunheius K.S, Glenn's Thorac
and Cardhovascular Surgery 6th ed, Prantile Hall International inc, London 1996.
2. Chon L.W, Doty D.B, Mc Elvein R.B,. Decision Making in Cardiothoracic
SurgeryBC Decker inc, Toronto 1987.
3. Ismid D.I. Busroh.
Pembedahan Pada Empiema Tuberkulosis, Empiema
Toraks penanganan bedah terkini 2002 ; 41 - 46
4. Kukuh B. Rachmad. Dasar Pembedahan Pada Empiema Toraks, Empiema Toraks
Penanganan bedah terkini 2002 ; 35 - 40.
5. Pearson F.G, Cooper. J.D, Deslauriers J., Gingberg R.J., Hiebert C.A, Petterson
G.A., Urschek HC, Thoracic Surgery, 2 nd ed, Churchill Livingstone, Philadelphia
2002.
Sabiston DC., Spencer F.C,. Surgery of The Chest 5 th ed, WB Saunders. Philadelphia .
1991

Anda mungkin juga menyukai