Anda di halaman 1dari 44

I.

PENDAHULUAN
Masa nifas adalah periode penyesuaian setelah kehamilan dan persalinan

ketika perubahan anatomi dan fisiologi kembali ke keadaan normal sebelum


hamil. Periode post partum dibagi menjadi immediate puerperium (segera) yaitu
24 jam setelah persalinan saat dimana komplikasi akut setelah persalinan dan
setelah pemberian anestesi dapat terjadi; early puerperium (masa nifas dini),
yang membentang hingga satu minggu kemudian; dan remote puerperium, yang
mencakup waktu yang diperlukan untuk involusi alat genital. Secara klasik,
periode akhir ini memanjang sampai 6 minggu post partum.
Selama beberapa jam pertama setelah pelahiran, tekanan darah dan
denyut nadi harus diukur tiap 15 menit sekali, atau lebih sering bila ada indikasi
tertentu. Jumlah perdarahan vagina terus dipantau, dan fundus harus diraba
untuk memastikan kontraksinya baik. Bila teraba relaksasi, uterus hendaknya
dimasase melalui dinding abdomen sampai organ ini tetap berkontraksi. Darah
mungkin terakumulasi di dalam uterus tanpa ada bukti perdarahan luar. Kondisi
ini dapat di deteksi secara dini dengan menemukan pembesaran uterus melalui
palpasi fundus yang sering beberapa jam setelah persalinan. Karena
kemungkinan paling besar terjadi perdarahan berat terjadi segera setelah partus,
sekalipun pada kasus normal, seorang petugas yang terlatih hendaknya tetap
bersama ibu selama sekurang-kurangnya 1 jam setelah selesainya persalinan
kala III. Setelah mendapat analgesia regional atau anestesi umum, seorang ibu
harus diawasi dalam ruang pemulihan dengan fasilitas dan staf yang memadai.
Sebelum pasien dipulangkan mereka harus diberi penjelasan tentang halhal yang akan dialaminya selama masa nifas dan kegiatan-kegiatan yang boleh
dilakukannya selama masa itu. Umumnya, wanita disarankan untuk istirahat
sesuai kebutuhan dan meningkatkan aktivitasnya secara bertahap setelah
persalinan. Mereka tidak perlu terlalu membatasi gerakannya, tetapi dikurangi
gerakan

yang

berat

karena

regangan-regangan

pada

perineum

akan

menimbulkan ketidaknyamanan atau akan bereaksi lebih lambat bila terjadi


kegawatan. Wanita post partum dapat kembali ke diet seperti biasa, dan bila
mengasuh bayinya maka perlu menjaga hidrasi yang adekuat. Nyeri perineum

akan berkurang secara bertahap, tetapi bila tidak atau bahkan tambah
memburuk

maka

disarankan

untuk

mencari

pengobatan

karena

ada

kemungkinan adanya infeksi atau terbentuk hematoma. Fungsi kandung kemih


akan kembali normal tetapi perlu diingatkan bahwa mereka dapat mengalami
beberapa kesulitan dalam hal berkemih yang bisa diharapkan membaik secara
bertahap beberapa hari setelah itu.
Orang tua sebaiknya diberikan informasi tentang lokhia, banyaknya,
perubahan-perubahannya serta lamanya; dan juga tentang hal-hal yang bisa
dilakukan, perawatan payudara, perineum, kandung kemih; diet dan terutama
kebutuhan cairan. Tanda-tanda khusus dari komplikasi perlu ditekankan
termasuk demam, menggigil, nyeri atau bengkak pada kaki, nyeri bekas
episiotomi atau drainase, perdarahan dan lain-lain. Rawat jalan dini menjadi
penatalaksanaan masa nifas yang dapat diterima. Kini seorang wanita boleh
turun dari tempat tidur dalam waktu beberapa jam setelah pelahiran. Banyaknya
keuntungan rawat jalan dini telah dipastikan oleh sejumlah penelitian terkontrol
baik.

II.

DEFINISI
Masa nifas mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6

minggu. Akan tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum hamil
dalam waktu 3 bulan.

III.

PERUBAHAN-PERUBAHAN DALAM MASA NIFAS

1. Hemokonsentrasi
Kehamilan yang sukses membutuhkan peningkatan aliran darah
uterus yang besar. Untuk menyuplainya , arteri dan vena didalam uterusterutama di plasenta menjadi luar biasa membesar, begitu juga pembuluh
darah ke dan dari uterus. Di dalam uterus pembentukan pembuluhpembuluh darah baru juga menyebabkan peningkatan aliran darah yang
bermakna. Setelah pelahiran, kaliber pembuluh darah ekstrauterin
berkurang sampai mencapai atau paling tidak mendekati keadaan

sebelum hamil. Didalam uterus nifas, pembuluh darah mengalami


obliterasi akibat perubahan hialin, dan pembuluh-pembuluh yang kecil
menggantikannya. Resorpsi residu hialin dilakukan melalui suatu proses
yang menyerupai proses pada ovarium setelah ovulasi dan pembentukan
korpus luteum. Pada masa hamil didapat hubungan yang pendek yang
dikenal sebagai shunt antara sirkulasi ibu dan plasenta. Setelah
melahirkan, shunt ini akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah pada ibu
relatif akan bertambah. Keadaan ini menimbulkan beban pada jantung,
sehingga dapat menimbulkan dekompensasi kordis pada penderitapenderitan gangguan jantung. Untung keadaan ini dapat dikompensasi
dengan mekanisme dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume
darah kembali seperti sedia kala. Umumnya hal ini terjadi pada hari-hari
ke 3 sampai 15 hari postpartum.

Gambar 1.Perubahan curah jantung, stroke volume dan


denyut nadi selama nifas setelah persalinan normal
(Redrawn from Current OGDT,2002)
b. Involusi uterus
b.1 Perubahan pada serviks dan segmen bawah uterus
Tepi luar serviks yang berhubungan dengan os eksternum biasanya
mengalami laserasi terutama di bagian lateral. Ostium serviks berkontraksi
perlahan, dan beberapa hari setelah bersalin ostium hanya dapat ditembus oleh
dua jari. Pada akhir minggu pertama, ostium tersebut telah menyempit. Karena
ostium menyempit, servik menebal dan kanal kembali terbentuk. Meskipun

involusi telah selesai namun ostium tidak dapat kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Os ini tetap agak melebar, dan depresi bilateral pada lokasi
laserasi menetap sebagai perubahan yang permanen dan menjadi ciri khas
serviks para. Harus diingat juga bahwa epitel servik terbentuk kembali dalam
jumlah yang cukup banyak sebagai akibat pelahiran bayi. Adhoot dan rekan
menemukan bahwa 50% wanita dengan sel skuamosa intraepithelial tingkat
tinggi mengalami regresi akibat persalinan pervaginam.
Segmen bawah uterus yang mengalami penipisan cukup bermakna akan
berkontraksi dan tertarik kembali, tetapi tidak sekuat pada korpus uteri. Dalam
waktu beberapa minggu, segmen bawah telah mengalami perubahan dari
sebuah struktur yang tampak jelas dan cukup besar untuk menampung hampir
seluruh kepala janin, menjadi isthmus uteri yang hampir tidak terlihat dan terletak
diantara korpus uteri di atasnya dan os internum servik dibawahnya.

b.2 Involusi korpus uteri.


Segera setelah pengeluaran plasenta, fundus korpus uteri yang
berkontraksi terletak kira-kira sedikit di bawah umbilikus. Korpus uteri kini
sebagian besar terdiri atas miometrium yang dibungkus lapisan serosa dan
dilapisi desisua basalis. Dinding anterior dan posteriornya saling menempel erat
(beraposisi), masing-masing tebalnya 4 sampai 5 cm. Karena pembuluh darah
tertekan oleh miometrium yang mengalami kontraksi, uterus nifas pada
pemotongan tampak iskemik bila dibandingkan dengan uterus hamil yang
hiperemis dan berwarna ungu kemerah-merahan. Setelah 2 hari pertama, uterus
mulai menyusut, sehingga dalam 2 minggu organ ini telah turun kerongga
panggul. Organ ini mencapai ukuran semula sebelum hamil dalam waktu sekitar
4 minggu.
Uterus segera setelah melahirkan mempunyai berat sekitar 1000 gram.
Akibat involusi, 1 minggu kemudian beratnya sekitar 500 gram, dan pada akhir
minggu kedua turun menjadi sekitar 300 gram dan segera setelah itu menjadi
100 gram atau kurang. Jumlah sel otot tidak berkurang banyak, namun selselnya sendiri jelas sekali berkurang ukurannya. Involusi rangka jaringan ikat

terjadi sama cepatnya. Karena pelepasan plasenta dan membran-membran


terutama terjadi di stratum spongiosum, desidua basalis tetap berada dalam
uterus. Desidua yang tersisa mempunyai variasi ketebalan yang menyolok
bentuk bergerigi tak beraturan, terinfiltrasi oleh darah, khususnya ditempat
melekatnya plasenta.

b.3 Subinvolusi
Istilah ini menggambarkan suatu keadaan menetapnya atau terjadinya
retardasi involusi, proses yang normalnya menyebabkan uterus nifas kembali ke
bentuk semula. Proses ini disertai dengan pemanjangan masa pengeluaran
lokhia dan perdarahan uterus yang berlebihan atau irregular dan terkadang juga
disertai dengan perdarahan yang hebat. Uterus teraba lebih besar dan lebih
lunak dibanding normal pada periode nifas tertentu. Penyebab involusi yang
telah diketahui antara lain retensi potongan plasenta dan infeksi panggul.karena
hampir semua penyebab involusi disebabkan oleh penyebab local, keadaan ini
biasanya dapat di atasi dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Pemberian
ergonovin atau metilergonovin 0,2 mg setiap 3 atau 4 jam selama 24 sampai 48
jam direkomendasi oleh beberapa ahli, namun efektivitasnya dipertanyakan. Di
lain pihak, metritis berespon baik terhadap terapi antibiotik oral. Wager dan rekan
melaporkan bahwa hampir sepertiga kasus infeksi uterus post partum awitan
lambat disebabkan oleh Chlamydia trachomatis sehingga pengobatan dengan
tetrasiklin tambahan sudah tepat.
Andrew dan rekan melaporkan 25 kasus perdarahan antara hari ke-7
sampai 40 hari hari post partum akibat arteri uteroplasenta yang tidak
berinvolusi. Arteri-arteri abnormal ini ditandai oleh tidak adanya lapisan endotel
dan pembuluhnya yang terisi thrombus. Trofoblas peri auricular juga tampak
pada dinding-dinding pembuluh-pembuluh ini dan para peneliti tersebut
mengajukan dalil bahwa subinvolusi mungkin menggambarkan interaksi aberran
antara

sel-sel

uterus

dengan

trofoblas,

setidaknya

berdasarkan

hasil

pengamatan terhadap pembuluh-pembuluh plasenta tersebut.

Konseling:
Agar ibu hamil terhindar dari sub involusi yang meningkatkan mortalitas
dan morbiditas karena sekuele perdarahan yang ditimbulkannya, karena
kejadian ini tidak lepas dari kondisi ibu sebelum dan selama kehamilan, faktorfaktor yang mempengaruhi keadaan ibu harus mendapat perhatian. Keaadan
yang dimaksud adalah faktor gizi, hemodinamik (status anemia), infeksi serta
faktor dalam kehamilan seperti hamil kembar dan multi paritas yang kesemuanya
ikut memberi andil dalam terjadinya sub involusi maka hal-hal tersebut
sedapatnya di antisipasi. Makan makanan yang kalorinya seimbang, konsumsi
tablet penambah darah selama hamil, pengobatan infeksi terutama infeksi
saluran kemih dan genital serta pemeriksaan antenatal yang berkualitas,
kesemuanya merupakan perilaku positif yang dapat menurunkan insiden
subinvolusi.

b.4 Involusi tempat melekatnya plasenta


Menurut Williams, ekstrusi lengkap tempat melekatnya plasenta perlu waktu
sampai 6 minggu. Proses ini mempunyai kepentingan klinis yang besar, Karena
bila proses ini terganggu dapat menyebabkan perdarahan paska nifas awitan
lambat. Segera setelah pelahiran, tempat melekatnya plasenta kira-kira
berukuran sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat ukurannya mengecil.
Pada akhir minggu kedua, diameternya hanya 3 sampai 4 cm. Dalam waktu
beberapa jam setelah pelahiran, tempat melekatnya palsenta biasanya terdiri
atas banyak pembuluh darah yang mengalami trombosis yang selanjutnya
mengalami organisasi thrombus secara khusus.
William menjelaskan involusi tempat melekatnya plasenta sebagai berikut:
involusi tidak dipengaruhi oleh absorpsi in situ, namun oleh suatu proses
eksfoliasi yang sebagian besar ditimbulkan oleh berkurangnya tempat implantasi
plasenta

akibat

pertumbuhan

jaringan

endometrium.

Hal

ini

sebagian

dipengaruhi oleh perluasan pertumbuhan endometrium ke bawah dari tepi-tepi


melekatnya plasenta dan oleh sebagian perkembangan jaringan endometrium

dari kelenjar dan stroma yang tertinggal di bagian dalam desidua basalis setelah
pelepasan plasenta. Proses eksfoliasi semacam ini akan dianggap sebagai
sangat konservatif, dan sebagai suatu ketetapan yang bijaksana, sebaliknya
kesulitan besar akan di alami dalam pelenyapan arteri yang mengalami obliterasi
dan thrombus yang mengalami organisasi, yang bila menetap in situ, akan
segera mengubah banyak bagian mukosa uterus dan miometrium dibawahnya
menjadi suatu massa jaringan parut.

b.5 Regenerasi endometrium


Dalam waktu 2 atau 3 hari setelah pelahiran, sisa desidua berdiferensiasi
menjadi dua lapisan. Stratum superficial menjadi nekrotik dan terkelupas
bersama lokhia. Stratum basal yang bersebelahan dengan miometrium tetap
utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Endometrium
terbentuk dari proliferasi sisa-sisa endometrium dan stroma jaringan ikat antar
kelenjar tersebut.

Gambar 2. Potongan melintang uterus yang dibuat setinggi tempat


melekatnya plasenta yang berinvolusi pada saat yang berbeda-beda
setelah bersalin (digambar ulang dari William)
Proses regenerasi endometrium terutama berlangsung cepat, kecuali pada
beberapa tempat melekatnya plasenta. Dalam satu minggu atau lebih,
permukaan bebas menjadi tertutup oleh epitel dan seluruh endometrium pulih
kembali dalam minggu ketiga. Sharman (1953) menemukan proliferasi
endometrium lengkap pada specimen biopsy yang diambil pada hari ke enam

belas atau lebih. Yang disebut endometritis masa nifas secara histologis
hanyalah bagian dari proses perbaikan normal tersebut. Demikian pula pada
hampir separuh wanita postpartum, tuba fallopi antara hari ke-5 dan ke-15
menunjukkan perubahan peradangan mikroskopik yang merupakan khas
salpingitis akut. Namun hal ini bukan disebabkan oleh infeksi, melainkan hanya
merupakan bagian proses involusi.

c. Laktasi
Mekanisme humoral dan neural yang sesungguhnya terlibat dalam laktasi
sangat kompleks. Progesterone, estrogen dan laktogen plasenta, serta prolaktin,
kortisol dan insulin tampaknya bekerja secara selaras untuk merangsang
pertumbuhan dan perkembangan apparatus penghasil ASI pada kelenjar
mammae. Dengan terjadinya pelahiran, terdapat penurunan kadar progesterone
dan estrogendalam jumlah besar dan mendadak, yang menggantikan pengaruh
inbisi laktalbumin oleh retikulum endoplasma kasar. Peningkatan alpha
laktalbumin berfungsi untuk merangsang sintetase laktosa dan pada akhirnya
meningkatkan jumlah laktosa ASI. Penurunan progesterone juga menyebabkan
prolaktin

bekerja

tanpa

hambatan

dalam

merangsang

produksi

alpha

laktalbumin.
Intensitas dan durasi laktasi selanjut nya ditentukan oleh perangsangan
berulang proses menyusui. Prolaktin penting untuk laktasi, wanita dengan
nekrosis hipofisis luas, seperti pada sindroma Sheehan tidak dapat menyusui.
Meskipun kadar prolaktin plasma turun setelah pelahiran hingga mencapai kadar
yang jauh lebih rendah dibanding waktu hamil, setiap tindakan mengisap puting
mencetuskan kadar prolaktin (McNeilly dkk, 1893). Agaknya suatu rangsang dari
payudara mengurangi pelepasan faktor penghambat-prolaktin dari hipotalamus,
yang pada akhirnya menginduksi peningkatan sekresi prolaktin sementara oleh
hipofisis.

Gambaran 3. Grafik system alveolus dan duktus. Perhatikan serat-serat


mioepitel (M) yang mengelilingi bagian luar alveolus yang berada paling
atas. Sekresi dari elemen-elemen kelenjar dicurahkan ke lumen alveoli (A)
dan dikeluarkan oleh sel-sel mioepitel ke system duktus (D), yang akan
mengosongkan isinya ke puting susu. Suplai darah arteri ke alveolus
dapat dilihat dari panah pada kanan atas dan drainase vena oleh panah
dibawahnya. (digambar ulang dari William Obstetri)

Gambar 4. Pertumbuhan sekuensial kelenjar mammae digambarkan


sejak usia embrionik 8 minggu hingga pubertas dan selama kehamilan.
(digambar ulang dari William obstetrik)
Neurohipofisis mensekresi oksitosin secara berkala (pulsatil). Hal ini
merangsang pengeluaran susu dari payudara menyusui dengan menyebabkan

kontraksi sel-sel mioepitel di alveoli dan duktus-duktus kecil. Ejeksi atau


pengeluaran ASI merupakan sebuah refleks yang diawali terutama oleh isapan
puting susu, yang merangsang neurohipofisis untuk melepaskan oksitosin
(McNeillydkk, 1983). Hal ini mungkin dicetus oleh tangisan bayi dan dihambat
oleh rasa takut dan stress.

Gambar 5. Hubungan antara protein, lactose, dan sekresi air


pada laktasi. Progesteron menghambat produksi laktalbumin
sedangkan prolaktin merangsang produksi laktalbumin
(digambar ulang dari William Obstetrik)
Pada wanita yang terus menyusi tetapi telah mengalami ovulasi lagi,
terdapat perubahan akut komposisi ASI pada 5 sampai 6 hari sebelum dan 6
sampai 7 hari sesduah ovulasi. Perubahan ini mendadak dan ditandai oleh
peningkatan konsentrasi natrium dan klorida, bersamaan dengan menurunnya
konsentrasi kalium, laktosa dan glukosa. Pada wanita yang hamil kembali tapi
terus

menyusui,

komposisi

asi

mengalami

perubahan

progresif

yang

mengesankan hilangnya aktivitas sekretorik dan metabolik payudara secara


perlahan
Konsekuensi

imunologis

pemberian

asi.

Antibodi

terdapat

dalam

kolustrum dan ASI manusia, tetapi di absorpsi dengan buruk oleh usus bayi,
bahkan hampir tidak di absorpsi sama sekali. Tetapi keadaan ini tidak
mengurangi pentingnya kehadiran setidaknya sejumlah antibodi dalam ASI.
Imunoglobulin dominan dalam ASI adalah immunoglobulin A sekretorik, sebuah
makromolekul yang penting dalam proses antimikroba pada membrane mukosa.
ASI mengandung antibody Ig A sekterotik terhadap Escherichia coli, dan telah
diketahui bahwa bayi yang disusui dengan ASI lebih tahan terhadap infeksi

10

enterik dibanding bayi yang diberikan susu formula. Telah ditunjukkan bahwa IgA
bekerja dengan menghambat perlekatan bakteri ke permukaan sel epitel
sehingga mencegah invasi jaringan. Lebih lanjut ASI juga memberikan
perlindungan terhadap infeksi Rotavirus

d. Perubahan lain dalam masa nifas


d.1 Lokhia
Pada awal masa nifas, peluruhan jaringan desidua menyebabkan
keluarnya discharge vagina dalam jumlah bervariasi; duh ini disebut lokhia.
Secara mikroskopis lokhia terdiri atas eritrosit, serpihan desidua, sel-sel epitel
dan bakteri. Mikroorganisme ditemukan pada lokhia yang menumpuk di vagina
dan pada sebagian besar kasus juga ditemukan bahkan bila discharge di ambil
dari rongga uterus.
Selama beberapa hari pertama setelah melahirkan, kandungan darah
dalam lokhia cukup banyak sehingga warnanya merah lokhia rubra. Setelah 3
hari atau 4 hari lokhia menjadi sangat memucat lokhia serosa. Setelah sekitar
10 hari, akibat campuran lekosit dan berkurangnya kandungan cairan, lokhia
menjadi berwarna putih atau putih kekuning-kuningan disebut lokhia alba.
Kebijakan obstetrik konvensional tentang lokhia yang telah di ajarkan
selama bertahun-tahun menyatakan bahwa lokhia biasanya berlangsung selama
kurang

lebih

minggu

setelah

bersalin.

Namun

penelitian

terbaru

mengindikasikan bahwa lokhia menetap hingga 4 minggu dan dapat berhenti


atau berlanjut hingga 56 hari setelah bersalin (Oppenheimer dkk). Usia ibu,
paritas, berat bayi dan pemberian asi tidak mempengaruhi durasi lokhia.

d.2 Sistem urinarius


Segera setelah postpartum, mukosa kandung kemih mnejadi edema
akibat persalinan dan melahirkan. Distensi kandung kemih yang berlebihan dan
pengosongan yang tidak sempurna dengan akibat terbentuknya residu urine
merupakan masalah yang kerap dijumpai. Hampir 50% pasien mengalami
proteinuria ringan dalam 1-2 hari setelah melahirkan. Pemeriksaan radiografik

11

dalam posisi supine memperlihatkan hipotonia dan dilatasi dari ureter dan pelvis
renalis. Insiden infeksi saluran kencing lebih tinggi pada wanita yang mengalami
dilatasi tersebut. Dalam persentase kecil dilatasi ini menetap sampai selama 3
bulan post partum. Pembesaran ginjal yang bermakna dapat menetap beberapa
minggu postpartum. Kehamilan diikuti dengan meningkatnya aliran plasma ke
ginjal kira-kira 25-30 persen dan meningkatnya laju filtrasi glomerulus. Hal ini
akan kembali ke keadaan seperti semula dalam masa postpartum namun berapa
lama waktu yang dibutuhkan belum diketahui dengan pasti serta tetap ada
variasi individu. Perubahan hormonal selama hamil juga meningkatkan
perubahan pada fungsi ginjal.
Kecepatan pengisian kandung kemih setelah pelahiran mungkin dapat
bervariasi. Pada banyak rumah sakit, cairan intravena hampir selalu diberikan
melalui infus selama persalinan dan selama sejam setelah pelahiran. Lebih lanjut
baik sensasi maupun kapasitas kandung kemih untuk melakukan pengosongan
spontan dapat sangat berkurang akibat anestesi, khususnya anestesi regional,
juga episiotomi, laserasi atau hematom. Karena itu tidaklah mengherankan
bahwa retensi urin dengan overdistensi kandung kemih merupakan komplikasi
yang umum pada awal masa nifas.
Untuk mencegah overdistensi diperlukan pengamatan yang ketat setelah
pelahiran untuk menjamin kandung kemih tidak terisi berlebihan dan setiap
berkemih mengosongkan diri secara adekuat. Kandung kemih dapat teraba
sebagai suatu massa kistik suprapubik, atau kandung kemih yang membesar
dapat tampak menonjol di abdomen sebagai akibat tidak langsung pendorongan
fundus uteri di atas umbilikus.
Bila wanita tersebut belum berkemih selama 4 jam setelah pelahiran, ada
kemungkinan ia tidak dapat melakukannnya. Wanita yang pada awalnya sudah
mengalami gangguan berkemih kemungkinan akan mengalami masalah lebih
lanjut. Kadang-kadang diperlukan kateter yang terfiksasi untuk mencegah
overdistensi. Kemungkinan adanya hematom traktus genitalia harus dipikirkan
jika wanita tersebut tidak dapat berkemih. Begitu kandung kemih mengalami
overdistensi, kateter terfiksasi harus tetap terpasang sampai faktor-faktor yang

12

menyebabkan retensi telah teratasi. Haris dkk melaporkan bahwa 40% wanita
tersebut akan mengalami bakteriuria; sehingga, tampaknya beralasan untuk
memberikan terapi antibiotik jangka pendek setelah kateter di cabut.
Apabila terjadi overdistensi kandung kemih, sebaiknya dibiarkan kateter
terfiksasi selama setidaknya 24 jam, untuk mengosongkan kandung kemih
seluruhnya dan mencegah terjadinya rekurensi, selain juga memungkinkan
pemulihan tonus dan sensasi kandung kemih normal. Bila kateter dicabut, wanita
tersebut harus mampu menunjukkan kemampuan berkemih normalnya secara
berkala. Bila ia tidak mampu berkemih setelah 4 jam, ia haruis dikateter kembali
dan volume urinnya diukur. Bila terdapat lebih dari 200 ml urin, tampaknya
kandung kemih belum berfungsi normal.

d.3 Sistem Pencernaan dan metabolik


Kadar asam lemak total dan asam lemak nonesterifikasi kembali ke
keadaan sebelum hamil kira-kira hari kedua masa nifas. Kolesterol dan
trigliserida menurun dalam 24 jam setelah melahirkan. Trigliserida palsma terus
menurun dan mendekati keadaan sebelum hamil 6-7 minggu postpartum. Laktasi
tidak mempengaruhi kadar lipid, tetapi berkebalikan dengan kehamilan,
hiperlipidemia postpartum sensitif terhadap manipulasi diet.
Selama masa post partum dini konsentrasi gula darah cenderung
menurun dari nilai selama hamil baik kadar gula darah puasa maupun
postprandial. Penurunan ini sangat jelas pada hari kedua dan ketiga. Sejalan
dengan itu, kadar insulin yang dibutuhkan juga menurun. Tes toleransi glukosa
yang dilakukan dalam masa post partum dini membuat salah tafsir bila standar
yang dipakai adalah standar sebelum hamil. Kadang-kadang hilangnya peristaltic
tidak lebih dari konsekuensi yang diharapkan setelah pemberian enema yang
akan membersihkan saluran cerna dengan efisien selama beberapa jam setelah
melahirkan. Dengan ambulasi dan dan pemberian makanan secara dini,
konstipasi menjadi jauh berkurang.

d.4 Sistem pernafasan

13

Fungsi paru yang dengan cepat berubah disebabkan oleh perubahan pada isi
abdomen dan kapasitas rongga thorakalis. Volume residual meningkat, tetapi
kapasitas vital dan kapasitas respirasi menurun. Kapasitas pernafasan
maksimum berkurang setelahmelagirkan. Meningkatnya ventilasi istirahat dan
konsumsi okesigen dan kurangnya respon terhadap latihan mungkin menetap
selama post partum dini.
Tekanan oksigen arterial istirahat dan saturasi oksigen selama kehamilan
lebih tinggi daripada wanita yang tidak hamil. Selama persalinan, saturasi
oksigen mungkin menurun terutama pada posisi supine, mungkin disebabkan
penurunan

curah

jantung

dan

peningkatan

relative

jumlah

shunting

intrapulmonary. Banyak peneliti telah memberikan pendapatnya meningkatnya


laju metabolisme basal untuk periode 7-14 hari setelah persalinan. Peningkatan
konsumsi oksigen istirahat pada masa nifas dini disebabkan oleh anemia ringan,
laktasi dan faktor fisiologis.

III. PERAWATAN DALAM MASA NIFAS


a. Perawatan vulva
Pasien sabaiknya di anjurkan untuk membasuh vulva dari anterior ke
posterior (dari arah vulva ke arah anus). Perineum dapat di kompres es untuk
membantu mengurangi edema dan rasa tidak nyaman pada beberapa jam
pertama setelah reparasi episiotomi. Mulai 24 jam setelah persalinan,
pemanasan lembab seperti mandi berendam dapat digunakan untuk mengurangi
nyeri lokal. Mandi berendam setelah suatu persalinan tanpa komplikasi boleh
dilakukan wanita yang baru melahirkan.
Beberapa hari pertama setelah persalinan pervaginam, seorang ibu dapat
merasa tidak nyaman karena beberapa alasan, termasuk nyeri setelah
melahirkan, episiotomi dan laserasi, pembengkakan payudara, dan terkadang
nyeri kepala paska tusukan analgesi spinal. Pemberian kodein 60 mg; aspirin
600 mg atau asetaminofen 500 mg selama

beberapa hari pertama setelah

persalinan dapat sangat membantu. Kontraksi uterus umumnya bertambah kuat


selama menyusui, yang sering kali menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu.

14

Pada primipara, uterus nifasnya cenderung tetap berkontraksi secara


tonis. Uterus sering berkontraksi hebat dalam interval-interval tertentu, terutama
pada multipara, sehingga sering menyebabkan nyeri paska melahirkan. Kadangkadang nyeri ini cukup parah sehingga memerlukan analgesik. Nyeri paska
melahirkan terutama terasa ketika bayi menyusui, tampaknya akibat pelepasan
oksitosin. Biasanya nyeri ini berkurang intensitasnya dan melemah pada hari
ketiga post partum
Jahitan episiotomi atau laserasi dapat menimbulkan rasa tidak nyaman.
Pemberian kompres es dapat mengurangi pembengkakan dan rasa nyeri.
Sebagian besar wanita juga tampaknya memperoleh rasa nyaman dengan
menggunakan semprotan anestetik lokal secara periodik. Nyeri berat mungkin
mengindikasikan telah terbentuknya hematoma besar di saluran genitalia dan
perlunya pemeriksaan yang teliti, terutama bila analgetik tidak mampu
meredakan nyerinya. Insisi episiotomi biasanya menyembuh dengan baik dan
hampir asimptomatik pada minggu ketiga.

b. Perawatan abdomen dan diet


Bebat abdomen tidak diperlukan karena tidak mampu mengembalikan
postur tubuh ibu. Bila abdomen luar biasa kendur dan menggantung,
penggunaan korset biasanya cukup membantu. Olahraga untuk membantu
mengembalikan tonus dinding abdomen boleh di mulai kapan saja setelah
persalinan pervaginam dan segera setelah nyeri pada perut berkurang pada
seksio sesaria.
Tidak ada pantangan makan bagi wanita yang melahirkan pos partum.
Dua jam setelah persalinan pervaginam normal, jika tidak ada komplikasi yang
memerlukan pemberian anestetika, pasien hendaknya diberikan minum kalau ia
haus dan makan kalau ia lapar. Diet wanita menyusui, dibandingkan dengan apa
yang dikonsumsinya selama hamil, hendaknya ditingkatkan kandungan kalori
dan proteinnya.. Bila si ibu tidak ingin menyusuinya, kebutuhan dietnya sama
seperti wanita tidak hamil normal.

15

c . Perawatan payudara dan putting susu


Putting susu memerlukan sedikit perawatan lebih di masa nifas selain kebersihan
dan perhatian terhadap fissure-fissuranya. Karena ASI yang mengering
kemungkinan bertumpuk dan mengiritasi puting, pembersihan areola dengan air
dan sabun lembut sebelum dan sesudah menyusui amat membantu. Kadangkala
pada kasus iritasi puting susu, perlu digunakan pelindung putting selama 24 jam
atau lebih. Puting yang tertarik kedalam dapat menjadi hal yang merepotkan,
meski demikian, puting yang semacam ini dapat dikoreksi dengan cara
menariknya dengan menggunakan telunjuk dan ibu jari dengan lembut. Hal ini
paling baik dikerjakan selama kehamilan untuk mempersiapkan puting susu
untuk masa menyusui.

V. PEMBERIAN ASI
a. Kandungan ASI
ASI merupakan makanan ideal bagi neonatus. ASI menyediakan nutriennutrien spesifik. Selain memberikan keseimbangan nutrient yang sempurna,
faktor-faktor imunologis dan zat-zat antibakteri, ASI mengandung faktor-faktor
yang bekerja sebagai sinyal biologis untuk memicu pertumbuhan dan diferensiasi
selular.
ASI adalah suspensi lemak dan protein dalam suatu larutan karbohidrat
mineral. Seorang ibu yang menyusui dapat dengan mudah memproduksi 600 ml
ASI perhari. ASI isotonik dengan plasma, dan laktosa membentuk setengah
tekanan osmotiknya. Protein-protein terutama yang terdapat dalam asi termasuk
alpha laktalbumin, beta laktoglobulin dan kasein. Asam amino esensial berasal
dari darah, dan asam-asam amino non esensial sebagian berasal dari darah dan
sebagian disintesis didalam kelenjar mammae. Sebagian protein-protein asi
adalah protein unik yang tidak diketemukan dimanapun. Whey (serum encer asi)
juga telah terbukti mengandung sejumlah besar interleukin-6.

16

Antara tahun 1930 dan

akhir 1960-an terdapat penurunan dramatis

persentase ibu yang menuyusi di Amerika. Insidennya menurun hampir 80% bayi
yang dilahirkan antara tahun 1926 sampai 1930 menjadi 20% angka kelahiran
pada tahun 1972. Saat ini di Amerika serikat, sejumlah survey menunjukkan
bahwa lebih dari 60% bayi yng dilahirkan dirumah sakit disusui dengan ASI, dn
angka ini terus meningkat (ACOG, 2000)

Gambar 6. Mekanisme mengisap pada bayi. (A) Lidah bergerak


menarik putting sedangkan glottis tetap menjaga salura
pernafasan (B) lidah menekan putting ke palatum dan glottis
tertutup. Duktulus dibawah areola tertekan dan asi mulai keluar
(redrawn from Current OGDT)

Dibanding dengan asi matur, kolustrum mengandung lebih banyak mineral


dan protein yang sebgaian besar terdiri atas globulin,tetapi lebih sedikit lemak
dan gula. Sekresi kolustrum berlangsung lima hari, dan mengalami perubahan
bertahap menjadi asi matur 4 minggu setelahnya. Antibodi terdapat dalam
kolustrum,

dan

kandungan

immunoglobulin

A-nya

dapat

memberikan

perlindungan kepada neonatus untuk melawan pathogen enterik.


Faktor-faktor kekebalan hospes lainnya serta sejumlah immunoglobulin
dapat ditemukan dalam kolustrum dan asi manusia. Terjadi

beberapa

perubahan besar dalam komposisi ASI pada 30 sampai 40 jam postpartum,


termasuk peningkatan mendadak konsentrasi laktosa. Sintesis laktosa dari
glukosa di sel-sel sekretorik alveoli dikatalisis oleh laktose sintetase. Sejumlah
laktosa memasuki sirkulasi ibu dan di ekskresi oleh ginjal. Hal ini dapat salah
disangka sebagai glukosaria kecuali bila digunakan glukosa oksidase spesifik

17

dalam pengujiannya. Asam-asam lemak disintesis di alveoli dari glukosa dan


disekresi dengan proses yang menyerupai pengeluaran kelenjar
Semua vitamin kecuali vitamin K terkandung dalam ASI dalam jumlah yang
bervariasi, dan pemberian makanan tambahan pada ibu akan meningkatkan
sekresinya (American Academy Paediatric, 1981). Pemberian vitamin K kepada
bayi segera setelah lahir diperlukan untuk mencegah kelainan perdarahan pada
neonatus. ASI manusia mengandung besi dalam konsentrasi rendah dan
tampaknya tidak mempengaruhi kadar besi dalam asi. Oleh karenanya
pemberian susu formula bayi yang diperkaya dengan suplemen besi sangat
dianjurkan (American Academy Paediatric, 1997). Susu formula semacam itu
tampaknya mampu mengeliminasi anemia defisiensi besi pada masa kanakkanak (Yip et al, 1987). Susu formula tersebut ditoleransi dengan baik oleh
sebagian besar bayi dan tidak ada bukti bahwa hal ini akan mengganggu
absorbsi seng atau tembaga (Nelson, dkk, 1988, Yip dkk, 1985)
Kelenjar mammae seperti halnya kelenjar tiroid, menghimpun yodium dan
sejumlah mineral lainnya, termasuk Galium, technetium, indium dan mungkin
juga natrium. Isotop radioaktif dari mineral-mineral tersebut sebaiknya tidak
diberikan kepada wanita menyusui karena akan dengan cepat muncul didalam
ASI.

Academy

American

Paediatric

(1997)

merekomendasikan

untuk

berkonsultasi dengan ahli kedokteran nuklir terlebih dahulu sebelum melakukan


studi diagnostik, sehingga digunakan radionuklida dengan waktu ekskresi dalam
asi yang terpendek.

Tabel 1.Komposisi ASI matur manusia, Susu sapi dan susu formula yang
biasa
diberikan pada bayi aterm

18

Tabel 2. Predictor demografik dari menyusui tahun 1995 di Amerika


(digambar dari Gabbes Obstetrik)

b. Kontra indikasi menyusui


Menyusui di kontra indikasikan pada wanita pengguna obat-obatan
terlarang atau tidak dapat mengontrol konsumsi alkoholnya, memiliki bayi yang
menderita galaktosemia, terinfeksi HIV, pengidap TBC aktif dan tidak di obati;

19

mengkonsumsi obat-obatan tertentu atau sedang menjalani pengobatan untuk


kanker payudara (ACOG, 2000)

Virus hepatitis B dan sitomegalovirus di

ekskresikan dalam ASI, namun menyusui tidak dikontraindikasikan bila


immunoglobulin Hepatitis B telah diberikan kepada bayi dengan ibu seropositif.
Menyusui sebagai suatu metode transmisi HIV telah disadari selama lebih
dari satu dekade. Data terbaru memastikan bahwa sejumlah transmisi ibu ke
bayi telah terjadi melalui ASI. Nduati dkk (2000) memilih secara acak 401
pasangan ibu seropositif HIV dan bayinya di Kenya untuk mendapat susu
formula atau ASI. Frekuensi transmisi HIV melalui ASI adalah 16 persen.
Penggunaan pengganti ASI berhasil mencegah infeksi HIV pada bayi selama 2
tahun pertama hidupnya sebesar 44 %. Wanita dengan virus herpes simpleks
aktif dapat menyusui bayinya bila ia tidak memiliki lesi di payudara, dan bila
dilakukan perawatan khusus dengan cara mencuci tangan sebelum menyusui.

Tabel 4 Obat-obat pilihan untuk wanita menyusui (dari William)

Tabel 5. Obat-obatan yang dikontraindikasikan selama menyusui

20

Konseling:
ASI merupakan nutrisi yang ideal bagi neonatus. Namun demikian begitu
banyak permasalahan dalam keseharian dalam pemberian ASI, untuk itu
sejumlah permasalahan yang mungkin menjadi pertanyaan yang kerap harus
dijawab oleh tenaga kesehatan diringkas disini. ASI diberikan sebanyak
keinginan bayi untuk menyusui (on demand). Begitu lahir sedapat sesegera
mungkin ASI langsung diberikan tentunya dengan tetap memperhatikan hiegine
dari ibu.
Komposisi ASI yang keluar biasanya bertahap, pertama mengandung
lebih banyak air, kedua mengandung. Pemerintah menerapkan progam
pemberian ASI secara total selama beberapa bulan pertama setelah lahir. Hal
ini dikenal dengan ASI ekslusif, dulunya mulai 0 - 4 bulan. Sekarang sampai 6
bulan

setelahnya

Pertimbangan

ini

mengembangkan

baru

diberikan

didasarkan
mekanisme

pada

makanan
bayi

imunologis

pendamping
bayu

untuk

lahir

dirinya

ASI

(PASI).

belum

mampu

sehingga

rentan

mengalami kesakitan terutama infeksi. Karenanya bila bayi menerima ASI dari

21

ibunya didalam ASI terdapat faktor-faktor imunologis yang akan membantu janin
memelihara diri dari pengaruh morbid(penyakit) lingkungan sekitarnya. Setelah 6
bulan pertama kehidupan dianggap bayi sudah mulai mampu membentuk
mekanisme pertahanan imunologis secara bertahap.
Untuk kelancaran pemberian ASI diperlukan suatu kontinuitas usaha ibu
disini.. ASI yang keluar melalui kelenjar susu tidak lepas dari mekanisme neuro
humoral serta rangsangan psikis dalam kontak hubungan ibu dengan bayinya.
Hampir serupa dengan refleks pengisapan dari bayi, rangsangan psikis (berupa
kasih sayang ibu karena melihat bayinya dalam pangkuannya) akan membantu
pelepasan hormon-hormon yang terlibat dalam pengeluaran ASI yang pada
gilirannya akan menambah proses produksi ASI. Karena itu kurang beralasan
bila ada pendapat tidak perlu meneteki bayi secara langsung karena
pengosongan ASI dengan pemompaan akan mengeluarkan ASI sama
banyaknya dengan isapan langsung mulut bayi. Jelas disini rangsangan psikis
ikut berperan dalam produksi ASI, sehingga pemberian ASI langsung kepada
bayi lebih bermamfaat dari pada pemberian tidak langsung (melalui botol atau
sendok)
Tidak dapat dipungkiri dewasa ini dengan kemajuan zaman, terdapat
keterbatasan waktu bagi ibu untuk menyusui bayinya terutama bagi wanita yang
bekerja (wanita karier). Namun, hal ini tidak serta merta menghentikan
pemberian ASI. Seorang ibu yang ingin menyusui bayinya dapat memeras ASI
nya dan kemudian disimpan untuk kemudian diberikan bila sibayi haus dan ingin
menyusu. Apabila ASI akan diberikan dalam waktu 3 jam maka cukup disimpan
dalam suhu kamar tidak perlu disimpan dalam pendingin (es atau kulkas).
Penyimpanan dalam freezer bisa bertahan sampai 3 bulan, sedangkan
penyimpanan pada rak-rak dibawahnya hanya bertahan 24 jam. Bila Diambil dari
kulkas, karena ASI membeku maka butuh waktu untuk mencair sehingga bisa
diberikan, karena bila akan diberikan ASI yang disimpan dalam kulkas
sedapatnya 3 jam sebelumnya sudah dikeluarkan dengan tetap menjaga
kebersihannya. Pencairan dengan pemanasan dapat merusak ASI. Pemberian
dengan menggunakan sendok lebih baik daripada botol karena melalui sendok

22

lebih banyak usaha bayi untuk mengisap sehingga bila kemudian menyusui
melalui putting susu ibunya usaha yang dilakukan mungkin agak sebanding
dengan pengisapan pada sendok.
Untuk menghasilkan cukup ASI, seorang ibu harus mengkonsumsi cairan
dalam jumlah yang adekuat sekurang-kurangnya 12 gelas ukuran 250-300 cc
setiap harinya yang terbagi kedalam misalnya 3 gelas air manis (gula), 3 gelas
air susu, 3 gelas air rebusan kacang hijau, 3 gelas susu serta makan makanan
yang bergizi karena nantinya zat gizi yang beredar dalam ASI akan mendukung
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Tentunya ini tidak lepas dari faktor
ekonomi keluarga. Kebijakan pemerintah melalui program Askeskin ditingkat
puskesmas dengan pengadaan PASI pada bagian Gizi diharapkan dapat
menjadi solusi bila berhadapan dengan masalah-masalah sejenis.
ASI yang banyak tidak datang dari ukuran payudara yang besar. Adalah
pendapat yang salah jika beranggapan bahwa payudara yang besar akan
meghasilkan ASI yang banyak dan Payudara yang kecil akan menghasilkan ASI
lebih sedikit. Sekali lagi, banyak hal yang terlibat dalam produksi ASI, meskipun
anatomi payudara tidak kalah pentingnya tetapi yang dimaksud disini adalah
perkembangan duktus dan asinus dari payudara dan bukan besar kecilnya
payudara. Selain itu juga saluran keluar seperti puting susu, karena nya
perawatan payudara merupakan salah satu elemen penting yang harus
diperhatikan oleh ibu maupun oleh tenaga kesehatan. Dalam perawatan
antenatal jangan lupa memeriksa payudara dengan putting susu, evaluasi
adanya kelainan sedini mungkin. Persiapan yang baik akan menghasilkan hasil
yang baik pula.
Dalam dunia medis dikenal ada obat-obatan yang menekan/menghentikan
pengeluaran ASI seperti pada kasus-kasus ibu tidak mau menyusui baik karena
penyakit yang dideritanya maupun karena tidak ada kemauan untuk menyusui.
Perlakuan ini dapat dibaca pada bagian inhibisi laktasi. Tidak kalah pentingnya
adalah obat-obat yang meningkatkan produksi ASI melalui berbagai pengaruh
dan cara kerjanya. Pertimbangan pemberian obat tentunya datang dari
farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat yang diresepkan dokter. Obat yang

23

kita kenal misalnya adalah moloko B12 yang mengandung vitamin. Pemilihan
obat ini didasari pada tingkatan mana obat diharapkan bekerja,apakah pada
tingkat hipotalamus, hipofisis, pada tingkat persarafan atau pada target organ
tersedia banyak pilihan. Namun, peresepan juga harus mempertimbangkan
mamfaat dan kerugian, misalnya Metoklopramid suatu antagonis dopamine yang
bekerja pada saraf pusat mempunyai efek perangsangan prolaktin yang akan
merangsang produksi ASI namun karena bekerja pada trigger zone sebagai anti
muntah tidak jarang timbul gejala ekstrapiramidal yang mungkin mengganggu
pasien, Sekali lagi pemberian obat tergantung pada untung rugi serta
pengalaman tenaga kesehatan yang meresepkannya.
Menyusui hendaknya diteruskan kecuali pada beberapa kondisi seperti
pada penyakit menular atau gangguan kejiwaan. Namun ada kontra indikasi
yang diirasakan bersifat relative serta ada kontraindikasi mutlak. Penyakit TBC
aktif misalnya kontak erat akan menyebarkan penyakit ini ke orang sekitarnya.
Namun penularannya adalah melalui droplet air liur yang terpercik sehingga
tindakan yang membatasi hal ini akan mengizinkan pemberian ASI misalnya
pemakaian masker. Namun perilaku dan kepatuhan ibu terhadap pemakaian
masker juga perlu diperhatikan mengingat sebagian meskipun tidak semua,
tingkat kepatuhan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Penyakit ini sering
dijumpai pada kelompok masyarakat golongan ekonomi rendah. Penyakit sangat
menular lainnya tentu memiliki pembatasan yang ketat misalnya Hepatitis B, HIV
atau AIDS mengingat tingginya angka penularan melalui ASI (Aids menular
hampir

20

persen

lebih

melalui

menyusui)

maka

adalah

bijaksana

menghindarkan tertularnya bayi dengan tidak memberi ASI, dapat diberikan


PASI. Pasien post seksio sesaria dapat langsung menyusui bayinya.

c. Beberapa kelainan payudara selama menyusui


1. Breast fever
Selama 24 jam pertama sekresi laktasi, tidak jarang payudara meregang,
menjadi keras dan bernodul-nodul. Temuan ini mungkin disertai peningkatan
suhu badan sesaat. Demam pada masa nifas yang disebabkan oleh

24

pembengkakan payudara merupakan hal yang umum. Almeida dan Kitay


melaporkan bahwa 13 persen wanita mengalami demam karena sebab ini, yang
berkisar antara 37,8 39 C. Demam jarang berlangsung lebih dari 4 sampai 16
jam. Insiden dan tingkat keparahan pembengkakan payudara, dan demam yang
dikaitkan dengannya akan lebih rendah bila diberikan pengobatan supresi
laktasi. Demam semacam ini biasanya menjadi suatu hal yang mengkhawatirkan
bila kemungkinan infeksi belum dapat disingkirkan pada wanita yang mengalami
persalinan besar. Penyebab demam lainnya terutama yang di akibatkan infeksi
harus disingkirkan lebih dulu.
Penatalaksanaanya antara lain menyangga payudara dengan bebat atau
bra yang pas, menempelkan kompres es dan pemberian analgesik. Memompa
payudara atau pengeluaran ASI secara manual mungkin diperlukan pada
awalnya, tapi dalam beberapa hari kondisi ini biasanya mereda dan bayi telah
dapat menyusu secara normal.

2. Mastitis
Infeksi parenkimal kelenjar mammae merupakan komplikasi antepartum yang
jarang namun terkadang ditemui pada masa nifas dan menyusui. Insidennya
sekitar 2 %. Gejala-gejala mastitis supuratif jarang muncul sebelum akhir sampai
minggu ketiga atau keempat. Infeksi hampir selalu unilateral dan pembengkakan
bermakna biasanya mendahului inflammasi, yang tanda pertamanya adalah
mengigil dan rasa kaku segera diikuti demam dan takikardia. Payudara menjadi
keras dan memerah, dan sang ibu mengeluhkan nyeri. Sekitar 10 % wanita
dengan mastitis mengalami abses dan gejala-gejala konstitusional yang
mendahului abses mammae biasanya parah
Organisme penyebab tersering adalah staphilokokus aureus, dan Matheson
dkk (1988) membiakkan organisme ini dari 40 % wanita yang mengalami
mastitis. Penyebab lain adalah stafilokokkus negatif-koagulase dan streptokokus
viridans. Sumber terdekat organissme penyebab mastitis adalah hidung dan
tenggorokan bayi. Saat menyusui, organisme masuk ke payudara melalui puting
pada fisura atau daerah yang mengalami aberasi, yang bisa amat kecil. Mastitis

25

supuratif pada wanita menyusui sewaktu-waktu dapat menjadi keadaan


epidemik. Wabah semacam itu paling sering bertepatan dengan munculnya
strain baru stafilokokkus resisten antibiotik.
Bila penatalaksanaan

yang sesuai mulai diberikan sebelum terjadi

supurasi, infeksi biasanya mereda dalam 48 jam. Sebelum memulai terapi


antibiotik, ASI sebaiknya dipompakan dari payudara yang terkena dan dibuat
sediaan apus kemudian dibiakkan. Pilihan antibiotik awal bisa dipastikan akan
dipengaruhi, hingga derajat tertentu oleh pengalaman pengobatan stafilokokkus
terbaru di institusi tersebut. Bila infeksi disebabkan oleh stafilokkokus penghasil
penisilinase yang resisten, atau bila organisme resisten dicurigai menjadi suatu
penyebab sementara menunggu hasil biakan, antibiotic seperti vankomisin, yang
efektif melawan stafilokokkus resisten metisilin sebaiknya diberikan. Meski
respon klinis terjadi amat cepat namun pengobatan sebaiknya diberikan selama
7 sampai 10 hari.
Marshall dkk (1975) menekankan untuk tetap melanjutkan menyusui.
Mereka melaporkan bahwa tiga abses yang terjadi pada 65 wanita yang
mengalami mastitis ditemukan diantara kelompok wanita yang memilih untuk
menyapih bayinya. Thomsen dkk mengamati bahwa pengeluaran ASI yang
berlebih itu sendiri merupakan suatu pengobatan yang cukup pada separuh
kasus wanita dengan mastitis. Pengobatan dini dan melanjutkan laktasi mampu
menghindari pembentukan abses pada 20 wanita seperti yang dijelaskan oleh
Niebyl dan rekan (1978). Bila payudara terlalu perih untuk disusukan, dianjurkan
untuk memompa payudara dengan lembut sampai menyusui dapat dilakukan.
Terkadang bayinya sendiri yang tidak mau menyusui pada payudara yang sakit,
hal ini mungkin tidak berkaitan dengan

perubahan pada rasa ASI, namun

sebagai akibat sekunder dari pembengkakan dan edema yang membuat areola
sulit dipegang.

3. Abses mammae
Kecurigaan klinis pertumbuhan abses dapat timbul baik akibat menetapnya
demam dalam waktu 48 sampai 72 jam atau pertumbuhan massa yang teraba.

26

Sonografi dapat membantu menegakkan diagnosis. Drainase secara bedah


penting dilakukan dan mungkin diperlukan anestesi umum.Pada kasus awal,
insisi tunggal dibagian atas bagian paling lunak pada area fluktuasi biasanya
sudah cukup namun abses multiple memerlukan beberapa insisi dan satu jari
harus dimasukkan untuk memecahkan dinding-dinding lokul. Kavitas yang
terbentuk akibat insisi ditutup secara longgar dengan perban, yang harus diganti
setiap 24 jam.

4. Galaktokel
Walaupun sangat jarang.ASI dapat berakumulasi di satu atau lebih lobus
mammae akibat penyumbatan duktus oleh secret yang mengental. Jumlahnya
biasanya terbatas, namun sekresi dapat berlebih dapat terjadi akibat massa
berfluktuasi yang mungkin menimbulkan gejala-gejala penekanan. Galaktokel
dapat sembuh spontan atau memerlukan aspirasi

5. Mammae aksesorius
Satu dari beberapa ratus wanita yang memiliki satu atau lebih payudara
aksesorius. Payudara aksesoris bisa jadi amat kecil sehingga disangka tahi lalat,
atau bila tanpa putting seperti suatu lipoma dan jarang mencapai ukuran yang
besar. Biasanya berpasangan pada masing-masing sisi dinding thorak dan
biasanya dibawah payudara utama. Payudara ini tidak memiliki makna obstetrik.

6. Kelainan puting
Pada beberapa wanita, duktus laktiferus langsung bermuara ke sebuah ceruk
pada pusat areola. Pada kasus-kasus dengan ceruk puting yang sangat dalam,
menyusui jelas tidak mungkin dilakukan. Namun bila ceruknya tidak begitu
dalam, payudara terkadang masih dapat digunakan untuk menyusui dengan cara
dipompa.
Yang lebih sering terjadi meskipun tidak terdapat ceruk putingnya terbalik.
Pada kasus semacam itu, setiap hari selama bulan-bulan terakhir kehamilan
harus dilakukan upaya menarik puting keluar dengan tangan. Puting yang normal

27

ukuran dan bentuknya juga dapat mengalami pembentukan fissure. Pada kasus
semacam ini, fissure hampir selalu menimbulkan nyeri saat menyusui dan
terkadang mempengaruhi fungsi sekretorik namun bersifat reversible. Lebih
lanjut lesi semacam ini memudahkan masuknya bakteri piogenik. Atas alasan ini
harus dilakukan berbagai upaya

untuk menyembuhkan fissure semacam ini,

utamanya dengan melindungi fissure tersebut mengalami perlukaan lebih lanjut


menggunakan pelindung putting dan obat-obatan topikal. Bila tidak berhasil
sebaiknya jangan disusui melalui payudara yang sakit ini. Sebaliknya payudara
tersebut harus dikosongkan secara regular dengan pompa yang sesuai sampai
lesi sembuh sempurna.

d. Inhibisi laktasi
Kurang lebih 40 % wanita Amerika saat ini memilih untuk tidak menyusui,
dan banyak diantaranya mengalami nyeri dan pembengkakan payudara yang
cukup nyata. Perembesan ASI, pembengkakan dan nyeri payudara mencapai
puncaknya 3 sampai 5 hari postpartum. Sebanyak 10% wanita mungkin
melaporkan nyeri berat hingga 14 hari postpartum dan seperempat sampai
setengah wanita tersebut mengkonsumsi analgesik untuk meredakan nyeri
payudara pada masa nifas.
Tahun 1989, sebuah dewan penasehat pada FDA dengan berpegang
pada pendapat yang menyatakan tidak diperlukannya terapi farmakologis untuk
supresi laktasi, merekomendasikan bahwa sebaiknya tidak lagi digunakan obatobatan untuk supresi laktasi. Bromokriptin, obat yang biasa digunakan untuk
inhibisi laktasi, telah lama dihubungkan dengan stroke, infark miokard, epilepsi
dan gangguan psikiatrik pada wanita nifas meski bukti yang digunakan untuk
menyokong pendapat ini bersifat lemah. Walaupun demikian, pembuat obat ini
secara sukarela menghapus supresi laktasi sebagai indikasi bromokriptin pada
tahun 1994 (Food and Drug Administration, 1994)
Wanita yang tidak ingin menyusui sebaiknya diyakinkan bahwa,
menghentikan

produksi

asi

bukanlah

masalah

besar.

Selama

tahap

pembengkakan payudara menjadi nyeri dan harus disangga dengan bra yang

28

pas. Kompres es dan analgesik oral untuk 12 sampai 24 jam dapat meredakan
rasa tidak nyaman. Di Parkland hospital supresi laktasi lebih rutin dikerjakan
dengan bebat payudara pada ibu yang tidak ingin menyusui

VI. KONTRASEPSI
Salah satu keputusan yang sangat sensitif dan bersifat pribadi yang di
buat seseorang atau pasangan adalah pengaturan kesuburan/kehamilan.
Keputusan ini sering kali di dasari oleh keyakinan religius yang mendalam atau
pendirian filosofi seseorang. Karena itu seorang klinikus harus mendekati
seorang pasien (calon akseptor) dengan pendekatan khusus, dengan empati,
sensitivitas, kematangan emosi serta tidak menghakimi. Seorang tenaga medis
harus mampu memberi penjelasan yang dibutuhkan tentang kontrasepsi
mencakup metode, keuntungan , kerugian, dan efek samping sehingga pilihan
yang dibuat benar-benar sesuai dengan kondisi yang ada.
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah kehamilan. Upaya ini dapat
bersifat sementara dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi
merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas. Saat ini tersedia
metode-metode pengendalian kesuburan yang kuat dan efektif. Tidak ada satu
pun yang bebas sama sekali dari efek samping dan bahaya.
Siapa yang memerlukan kontrasepsi?

Apabila pasangan seksual yang diperkirakan subur tidak menggunakan


metode kontrasepsi apapun, sekitar 90 % wanita yang bersangkutan akan
hamil dalam 1 tahun.

Wanita muda yang tidak ingin hamil sebaiknya menggunakan kontrasepsi


setiap kali mereka memulai aktivitas seksual karena mayoritas wanita muda
sudah mengalami ovulasi sebelum menstruasi mereka yang pertama

29

Pada wanita yang sudah tua tapi masih mendapatkan mens secara teratur
kemungkinan hamil tetap ada.

Terdapat

berbagai

pertimbangan

yang

mendasari

rekomendasi

penggunaan metode kontrsepsi hormonal selama masa nifas dan laktasi, yang
terutama bersifat teoritis. Kontrasepsi tidak diperlukan selama 3 minggu pertama
postpartum karena terdapat penekanan kembalinya ovulasi pada semua wanita
(American College of Obstetricians and Gynecologists, 2000). Setelah itu,
tergantung dari variasi biologis individual dan intensitas menyusui, ovulasi dapat
terjadi kembali pada wanita menyusui dalam waktu yang tidak dapat
diperkirakan. Kontrasepsi berisi progestin saja antara lain mini-pil, depot
medroksiprogesteron dan implant levonergestrel tidak mempengaruhi kualitas asi
dan hanya sedikit meningkatkan volume asi sehingga menjadi kontrasepsi
pilihan untuk wanita menyusui (ACOG, 2000).
Kontrasepsi gabungan estrogen-progestin telah terbukti mengurangi
kuantitas dan kualitas ASI. Pertimbangan lain adalah predisposisi wanita nifas
untuk mengalami trombosis vena, yang dapat meningkat dengan penggunaan pil
kontrasepsi kombinasi. Sesuai aturan sebaiknya digunakan tablet estrogen dosis
rendah (35 mikrogram atau kurang) bila akan memberikan kontrasepsi hormonal
pada wanita menyusui.

Konseling
Sebelum memberikan pelayanan kontrasepsi, lebih dulu petugas menyampaikan
informasi yang detil tentang kontrasepsi. Pemilihan pasien terhadap metode
kontrasepsi melibatkan faktor-faktor seperti efikasi (berapa banyak kemungkinan
hamil per 100 wanita dalam satu tahun jika menggunakan kontrasepsi tersebut,
makin sedikit yang hamil maka makin tinggi efikasinya), safety, keuntungan
nonkontrasepsi misalnya nyeri menstruasi yang berkurang, harga, dan
pertimbangan pribadi. Ada berbagai macam konrasepsi yang tersedia di pusat
pelayanan kesehatan maupun dipasaran. Dibawah ini dirangkum sejumlah

30

kontrasepsi

baik

keuntungannya,

kerugiannya,

tingkat

efikasinya

dan

kelebihannya antara satu dengan yang lain.


Karena kontrasepsi sebagian besarnya merupakan tindakan medis yang
mungkin menimbulkan dampak negatif dalam perjalanan pemakaiannya, untuk
safety petugas kesehatan harus mendapatkan inform consent sebelum
memberikan pelayanan kontrasepsi, suatu keterangan dari pasien atau
keluarganya bahwa ia sadar dengan segala akibatnya dari kontrasepsi tersebut.
Selain itu pasien juga membuat keputusan sendiri tentang jenis kontrasepsi yang
dipilihnya, tentunya hal ini didasari oleh pertimbangan yang diberikan petugas
kesehatan.

Metode kontrasepsi
Metode-metode kontrasepsi yang saat ini digunakan adalah :
1. Kontrasepsi steroid oral
2. Kontrasepsi steroid suntik
3. Alat kontrasepsi dalam rahim
4. Teknik fisik, kimiawi, atau sawar
5. Koitus interuptus
6. Pantang seksual disaat sekitar ovulasi
7. Menyusui
8. Sterilisasi permanen

1. Kontrasepsi Steroid oral


Kontrasepsi hormonal baik oral maupun suntikan dapat merupakan kombinasi
estrogen dan progesterone. Kontrasepsi oral adalah kombinasi estrogen dan
progestin atau hanya progestin. Kontrasepsi suntikan atau implant hanya
mengandung progestin atau dalam bentuk kombinasi estrogen-progestin
a. Mekanisme kerja estrogen :
- Menghambat ovulasi melalui pengaruhnya terhadap hipotalamus
- Menghambat implantasi
- Mempercepat transportasi ovum

31

b. Mekanisme kerja progesterone


- menyebabkan pemekatan lender serviks sehingga menghambat perjalanan
sperma
- Kapasitasi sperma di hambat oleh progesterone
- Menghambat perjalanan ovum dalam tuba
- Menghambat implantasi
- Penghambatan ovulasi melalui fungsi hipotalmus-hipofisis-ovarium

Efek netto atau efek kombinasi dari progestin dan estrogen dalam kaitannya
dengan kontrasepsi adalah supresi ovulasi yang sangat efektif, blokade
penetrasi sperma oleh mucus serviks, dan penghambatan implantasi di
endometrium apabila dua mekanisme pertama gagal. Indikasi kontra mutlak
pemakaian pil kombinasi :
- terdapatnya tromboflebitis atau adanya riwayat tromboflebitis,
- kelainan serebrovaskular
- gangguan fungsi hati
- adanya keganasan
- kehamilan
Indikasi kontra relatif : hipertensi, diabetes, perdarahan pervaginam abnormal,
penyakit jantung atau ginjal, myoma uteri dll.

Kontraindikasi dan peringatan penggunaan kontrasepsi kombinasi

32

Cara makan pil :


Pil pertama dari bungkus pertama diminum pada hari ke-5 siklus haid atau pada
hari tertentu yang mudah diingat. Pada 2 minggu pertama pemakaian pil
bungkus pertama sebaiknya tidak berhubungan atau menggunakan cara
kontrasepsi lain. Karena ovulasi pada siklus haid itu mungkin belum dapat
dicegah.

Keuntungan :
Pil kombinasi estrogen plus progestin merupakan bentuk kontrasepsi reversible
paling efektif yang tersedia, kepadatan tulang meningkat, darah menstruasi dan
anemia berkurang, angka kehamilan ektopik lebih rendah, dismenorea karena
endometriosis menurun, kista ovarium berkurang, sindrom premenstrual
berkurang, perbaikan hirsutisme, perbaikan akne, keparahan penyakit radang
panggul berkurang, dan perbaikan rheumatoid arthritis.

Kerugian :
Meningkatkan trigliserida dan kolesterol total yang menyebabkan timbulnya
penyakit-penyakit vaskular, menurunkan toleransi glukosa sehingga dapat

33

mengintensifkan diabetes yang sudah ada, menyebabkan hipertensi yang di


induksi pil, meningkatkan resiko kanker serviks, penyakit hati dan jantung.
Daya guna teoritis hampir 100 % (tingkat kehamilan 0,1/100 tahun-wanita), daya
guna pemakaian ialah 95-98 % efektif (tingkat kehamilan 0,7/100 tahun-wanita)

2. Kontrasepsi suntikan
Merupakan salah satu kontrasepsi yang popular, kontrasepsi yang digunakan
adalah long acting progestine. Teknik penyuntikan adalah secara intramuskulus
dalam, didaerah gluteus maksimus atau deltoideus.

Kontraindikasi kontrasepsi suntikan kurang lebih sama dengan kontrasepsi


hormonal lainnya.Efek samping yang berupa gangguan haid ialah amenorea,
menoragia dan spotting. Efek samping lainnya yang bukan merupakan gangguan
haid kurang lebih sama dengan kontrasepsi hormonal lainnya.

Keuntungannya adalah efektivitas kontrasepsi yang setara dengan atau lebih


baik daripada kontrasepsi oral kombinasi, efek bertahan lama hanya dengan 4 -6
kali penyuntikan setahun, dan gangguan laktasi yang minimal. Kekurangannya
mencakup amenorea yang berkepanjangan, perdarahan uterus selama dan
setelah pemakaian, dan anovulasi lama setelah penghentian kontrasepsi.
Pemulihan kesuburan akan lambat tetapi tidak terhambat.

3. Kontrasepsi implan
Sistem norplant menyalurkan levonergestrel dalam 6 wadah silastik yang
diimplantasikan di jaringan sub dermal. Setiap wadah memiliki panjang 34 mm,
dengan garis tengah 2,4 mm mengandung 36 mg levonergestrel.
Efektivitas kontrasepsi ini ditinjau dari kegagalannya, tahun pertama 0,04 per
100 wanita pertahun, tahun kedua menjadi 0,2 dan 0,5, 0,9, dan 1,1 pada tahuntahun berikutnya. Karena itu merupakan salah satu metode yang paling efektif
yang tersedia. Yang utama, setelah penghentian, fertilitas pulih dengan

34

segera.Keuntungan sama dengan kontrasepsi progestin oral, sedangkan


kekurangannya adalah karena memerlukan tindakan bedah ringan mungkin
dapat terjadi infeksi lokal.

Efek samping norplan selama tahun pertama pemakaian

Pemasangan implan
Pasien berbaring ditempat tidur. Tangan kiri atau tangan kanan diletakkan
disamping badan dengan bagian volar dibagian atas. Lengan atas mulai dari lipat
siku sampai pergelangan bahu dicuci dengan larutan antiseptik. Pada tempat
yang avaskular, kira-kira 6-10 cm dari lipat siku, disuntikkan anestesi subkutan
ke daerah dimana susuk akan dipasang. Pada tempat bekas tusukan jarum
suntik, dilakukan incise 3-4 mm. Trokar dimasukkan subkutan sampai garis batas
ke daerah yang telah di anestesi secara sistematis mulai dari medial ke lateral
atau sebaliknya. Kapsul norplan dimasukkan melalui trokar, lalu di dorong
dengan alat pendorong sampai tertahan. Kemudian trokar ditarik keluar sampai
garis batas. Selanjutnya trokar dimasukkan lagi sampai semua norplan
terpasang. Selanjutnya luka incisi ditutup dengan band-aid. Setelah norplan
selesai dipasang pasien dipesan dating untuk follow up 2 minggu, 13 bulan, 25
bulan, 37 bulan, 49 bulan dan 61 bulan kemudian atau bila ada keluhan.

35

3. Metode Kontrasepsi mekanis


a. Alat kontrasepsi dalam rahim
Secara umum AKDR terdiri dari 2 jenis
1. Secara kimiawi inert
2. Aktif secara kimiawi

Mekanisme kerja
1. Gangguan implantasi ovum
2. Respon peradangan lokal yang intens terutama oleh alat yang mengandung
tembaga disertai sebukan leukosit yang dapat menghancurkan blatokista
3. Percepatan motilitas tuba yang mungkin dirangsang oleh reaksi peradangan

Keuntungan
1. Umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan dan dengan demikian
hanya satu kali motivasi
2. Tidak menimbulkan efek sistemik
3. AKDR yang mengandung progesterone dan levonorgestrel mengurangi
pengeluaran darah mens bahkan dapat digunakan untuk mengobati
menoragia
4. AKDR LNg dilaporkan mengurangi insiden infeksi panggul dan bermamfaat
bagi wanita dengan fibroid uteri
5. Setelah penghentian, kesuburan tidak terganggu

Kerugian/komplikasi
1. Perforasi uterus dan abortus
2. Keram dan perdarahan uterus
3. Menoragia pada pemakaian Cu 380A. Jumlah darah mens rata-rata sekitar
35 ml, rata rata pengeluaran darah pada pemakaian AKDR yang
mengandung tembaga adalah sekitar 50-60 ml per daur
4. Infeksi panggul, termasuk abortus septic dapat terjadi pada pemakaian alat
kontrasepsi dalam rahim

36

5. Gangguan pada suami. Kadang-kadang suami dapat merasakan adanya


benang AKDR sewaktu bersanggama
6. Kehamilan dengan AKDR tidak akan menimbulkan cacat janin hanya saja
angka

keguguran cukup tinggi bila diketahui dari awal maka AKDR nya

harus dikeluarkan.

Pemasangan AKDR
AKDR dapat dipasang dalam keadaan sebagai berikut :

Sewaktu haid sedang berlangsung

Sewaktu postpartum

Sewaktu postabortum

Beberapa hari setelah haid terakhir

Teknik pemasangan AKDR


Setelah kandung kencing dikosongkan, akseptor dibaringkan dimeja ginekologik
dalam posisi litotomi. Kemudian dilakukan pemeriksaan bimanual untuk
mengetahui letak, bentuk dan besar uterus. Spekulum dimasukkan ke dalam
vagina, dan servik uteri dibersihkan dengan larutan antiseptic. Sekarang dengan
cunam servik dijepit bibir depan porsio uteri, dan dimasukkan sonde kedalam
uterus untuk menentukan rah poros dan panjangnya kanalis servikalis serta
kavum uteri. AKDR dimasukkan ke dalam uterus melalui ostium uteri eksternum
sambil mengadakan tarikan ringan pada cunam serviks.
Tabung penyalur digerakkan didalam uterus, sesuai dengan arah poros kavum
uteri sampai tercapai ujung atas kavum uteri yang telah ditentukan lebih dahulu
dengan

sonde uterus. Selanjutnya sambil mengeluarkan tabung penyalur

perlahan-lahan, pendorong plunger menahan AKDR dalam posisinya. Setelah


tabung penyalur keluar dari uterus, pendorong juga dikeluarkan, cunam
dilepaskan, benang AKDR di potong 21/2 - 3 cm keluar dari ostium uteri.
Efektivitas
AKDR menduduki peringkat kedua angka keberlanjutan 1 tahun setelah implant.
Angka kegagalan tahun untuk progestagert, AKDR, dan levonorgestrel setelah

37

pemakaian 5 tahun berturut-turut 2 %, 0,8% dan 0,2%. Pemeriksaan sesudak


AKDR dipasang, dilakukan satu minggu sesudahnya, pemeriksaan kedua 3 buln
kemudian, selanjutnya setiap 6 bulan.

b. Metode sawar
b.1 Kondom
b.1.1 Keuntungan :
- Mudah dipakai
- Dapat mencegah penularan penyakit menular seksual
b.1.2 Kerugian :
- alergi terhadap bahan kondom
- terjadi kebocoran yang menyebabkan kehamilan (0,6 %)

b.1.3 Efektivitas
Angka kegagalan pada pasangan yang berpengalaman dan bermotivasi kuat
dapat hanya 3 atau 4 per 100 pasangan per tahun pajanan. Efektivitas
meningkat dengan pemakaian kondom yang diberi ujung reservoir serta pelumas
spermisida yang ditambahkan kedalam kondom

b.2 Kontrasepsi spermisida


b.2.1 Mekanisme kerja
Membentuk sawar fisik terhadap penetrasi sperma dan mematikan sperma
secara kimiawi.

b.2.2 Kerugian
- Pernah dilaporkan terjadi malformasi congenital. FDA (1986) menyimpulkan
bahwa bukti yang ada tidak menunjang adanya keterkaitan antara spermisida
dan malformasi kongenital
- Harus diletakkan tinggi di vagina dan berkontak dengan serviks sebelum
hubungan kelamin
b.2.3 Keuntungan

38

- Bermamfaat (sinergisme) bagi wanita yang memerlukan perlindungan


temporer, seperti setelah memulai kontrasepsi oral atau selagi menyusui
- Dapat dipakai pada wanita yang tidak dapat menerima kontrasepsi oral atau
AKDR
b.2.4 Efektivitas
Efektivitas spermisida maksimum biasanya tidak lebih dari satu jam. Angka
kehamilan tinggi terutama disebabkan oleh pemakaian yang tidak konsisten dan
bukan karena kegagalan metode (5 12 kehamilan per 100 wanita per tahun)

6. Koitus interruptus
Melakukan

penarikan

penis

keluar

vagina

pada

saat

akan

terjadi

ejakulasi.Halnini berdasarkan kenyataan bahwa akan terjadinya ejakulasi di


sadari oleh bagian terbesar laki-laki dan sesudah itu masih ada waktu kira-kira
satu detik sebelum terjadinya ejakulasi. Keuntungannya cara ini tidak
membutuhkan biaya, alat-alat maupun persiapan, akan tetapi kekurangannya
bahwa untuk mensukseskan cara ini diperlukan pengendalian diri yang besar
dari pihak pria.
Kegagalan dapat disebabkan oleh :
1. Adanya pengeluaran air mani sebelum ejakulasi
2. Terlambatnya pengeluaran penis dari vagina
3. Pengeluaran semen dekat pada vulva dapat menyebabkan kehamilan

7. Pantang berkala
1.1 Mekanisme kerja
Tidak melakukan hubungan seksual selama sekitar waktu ovulasi. Ovum
manusia hanya dapat dibuahi selama 12 sampai 24 jam setelah ovulasi
1.2 Metode
1.2.1Metode irama kalender
Ovulasi paling sering terjadi sekitar 14 hari sebelum mula menstruasi yang akan
datang, tetapi sayangnya tidak harus 14 hari setelah awal menstruasi terakhir
1.2.2Metode irama suhu

39

Mengandalkan sedikit perubahan suhu basal. Peningkatan suhu menetap


biasanya terjadi tepat sebelum ovulasi (0,2 C). Agar efektif wanita yang
bersangkutan harus tidak berhubungan kelamin sejak hari pertama haid sampai
hari ke-3 setelah peningkatan suhu.

1.2.3 Metode irama mukus serviks (metode billing)


Hubungan kelamin harus di hindari sejak awal haid sampai 4 hari setelah
diketahui timbul mukus serviks yang licin

1.2.4Metode simtotermal
Kombinasi dari ketiga metode di atas, sulit dipelajari dan diterapkan

1.3 Kerugian
- Membutuhkan tingkat pengetahuan akseptor yang tinggi
- lebih rumit
- Pada beberapa kasus sperma dapat bertahan lama setelah koitus
1.4 Keuntungan
- Bebas dari efek samping obat karena lebih bersifat alamiah
- dapat dikerjakan sendiri oleh akseptor
1.5 Efektivitas
Angka kehamilan dengan berbagai metode di atas berkisar 5 -40 per 100 tahun
wanita. Dengan kata lain mencerminkan angka kehamilan yang tidak diinginkan
sebesar 25 %

7. Menyusui
Bagi ibu yang menyusui, kecil kemungkinannya terjadi ovulasi selama 10 minggu
pertama setelah melahirkan. Menunggu mens pertama memberikan resiko
kehamilan karena ovulasi dapat terjadi sebelum menstruasi. Pada pasien-pasien
tertentu mamfaat mencegah kehamilan dengan kontrasepsi jauh lebih besar dari
pada resikonya, tetapi kontrasepsi oral khusus progestin tampaknya merupakan
pilihan terbaik pada sebagian besar kasus.

40

8. Kontrasepsi mantap (sterilisasi)


8.1 Sterilisasi wanita
8.1.2 Waktu sterlisasi
- Kapan saja, sering dilakukan saat seksio sesaria
- Bagi wanita yang melahirkan pervaginam, awal masa nifas merupakan waktu
yang tepat
8.1.3 Metode /prosedur
- Metode irving
Paling kecil kemungkinan kegagalannya. Tuba dipotong, lalu ujung medial
ditanam di miometrium dan ujung distal ditanam di mesosalping
- Prosedur Pomeroy
Dibuat sebuah lengkung tuba kemudian diligasi serta ujung atasnya di potong.
- Prosedur Parkland
Segmen tuba yang avaskular di pisahkan dari mesosalping, dilakukan ligasi
bagian proksimal dan distalnya kemudian di eksisi.
- Prosedur Madlener
Lengkung tuba di ligasi tanpa dilakukan reseksi
- Fimbriektomi (Kroener)
Tuba fallopi di ikat dua kali dengan benang sutera lalu dilakukan reseksi ujung
tuba yang berfimbrae
8.1.4 Keuntungan
- Keberhasilan kontrasepsi berada di atas metode lain
- Durasi dan jumlah darah haid menurun, dismenorea berkurang

8.1.5 Kerugian
- Tidak ada jaminan pemulihan kesuburan walaupun reanastomosis berhasil
dilakukan
- Insiden kehamilan ektopik meningkat. Setiap gejala kehamilan pada seorang
wanita yang telah menjalani sterilisasi tuba harus diperiksa, dan kemungkinan
kehamilan ektopik harus disingkirkan

41

- Sindrom paska ligasi tuba berupa rasa tidak nyaman di panggul, pembentukan
kista ovarium, dan khususnya menoragia

8.2 Sterilisasi pria


8.2.1 Teknik
Melalui incisi kecil diskrotum lumen vas deferens di rusak untuk menghambat
lewatnya sperma dari testis

8.2.2 . Keuntungan
Angka kegagalan untuk vasektomi jauh dibawah 1 %, tetapi angka ini tergantung
pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah kegagalan akibat hubungan
kelamin tanpa proteksi yang terlalu awal setelah ligasi, kegagalan penyumbatan
vas deferens, atau rekanalisasi

8.2.3 Kerugian
- Sterilitasnya tidak bersifat segera
- Dalam 3 bulan pertama setelah vasektomi harus menggunakan metode
kontrasepsi lain
- Setelah vasektomi yang berhasil pemulihan kesuburan tidak selalu dapat
dicapai

Tiga faktor yang tampaknya penting dalam pemulihan kesuburan setelah


vasektomi adalah
1. Penggunaan teknik bedah mikro yang cermat untuk reanastomosis
2. Interval waktu setelah vasektomi
3. Adanya granuloma sperma

9. Kontrasepsi darurat
Kontrasepsi jenis ini dianjurkan untuk mereka yang tidak menggunakan
kontrasepsi sebelum berhubungan kelamin atau kontrasepsinya tidak adekuat.
Kandungan kontrasepsi : 4 tablet masing-masing berisi 50 g etinil estradiol dan

42

0,25 mg levonorgestrel. Cara pakai: 2 tablet diminum dalam 72 jam setelah


hubungan kelamin diikuti 2 tablet lagi 12 jam kemudian

Daftar pustaka

1. Leon speroff

and Marc A.frizt, Contraception In Clinical Gynecologic

Endocrinology and infertility, Lippincot William & Wilkin Philadelphia, 2005,


827 997
2. Ronal T. Burkman, Contraception and family planning , Current, Obstetric
and gynaecologic diagnose and treatment, Boston, 1994: 670 686
3. Hanifa Wiknjosastro, Ilmu kandungan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta,
1999: 534-575
4. Johanna F. Perlut mutter et al, Kontrasepsi dalam Ginekologi Seri skema
dan diagnosis, Binarupa Aksara, Jakarta, 1998: 30-31.
5. Cunningham FG et al, Contraception, In William Obstetrics 22nd edition,
Mc Graw Hill, USA, 2005: 725-746
6. Ali Baziad, Estrogen dan Progesterone, Endokrinologi Ginekologi, Media
Ausculapius FKUI, Jakarta, 2003: 112-122.
7. Gabbe, Normal and Problem Pregnacies, 4th edition, Churchill livingstone,
2002
8.

Danforth, obstetric and Gynecology, ninth edition, William and Wilkin


Publisher, 2003

9. Julia Cron, Pospartum care and breastfeeding, The John Hopkin Manual
of Obstetri and Gynecology, second edition, William & Wilkin Publisher,
2002
10.

Milles J. Novy, Normal Puerperium, Current Obstetric & gyneacologic


Diagnosis & Treatment, A lange Medical books, Houston USA, 1994: 240276

43

44

Anda mungkin juga menyukai