Anda di halaman 1dari 7

Nama : Muhamad Fadly Robby

NIM

: 1112111000054

UAS Sosiologi Agama II


Fundamentalisme dan Masalah Toleransi Beragama di Indonesia
Kasus Penolakan FPI Terhadap Ahok

Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang di dalamnya
memiliki beberapa keberagaman baik itu etnis maupun agama. Agama yang mayoritas
penganutnya di Indonesia yaitu Islam, dimana hampir di berbagai wilayah kebanyakan yang
tradisinya sangatlah kental akan hal-hal yang berbau Islam seperti misalnya hukum adat
setempat yang menerapkan hukum Islam sebagai landasan hukum masyarakat setempat. Hal
ini semakin terlihat saat adanya campur tangan kebudayaan yang seakan melebur dengan
agama ataupun dapat sebaliknya, seperti misalnya kegiatan tahlilan yang dilakukan
masyarakat yang menganggap kalau kegiatan tersebut merupakan sesuatu yang harus
dilakukan karena perintah agama, yang padahal sebenarnya itu hanyalah tradisi dari
masyarakat setempat yang telah mencampur adukan tradisi dengan agama.
Karena agama Islam merupakan agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat
Indonesia, hal ini juga yang membuat cara berpikir masyarakat kita kalau segala sesuatu yang
akan berjalan di negara ini haruslah berlandaskan atau mendasarkan segala sesuatunya atas
aturan-aturan yang berlaku dalam Islam. Dari cara berpikir yang dirasa salah inilah yang
mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik yang terjadi beberapa tahun belakangan
ini atau sejak dimulainya era modernitas atau globalisasi dengan kemunculan beberapa
gerakan yang mengatas namakan agama atau yang menyebut mereka sebagai gerakan
fundamentalisme yang terjadi di beberapa negara seperti di Timur Tengah dan tidak
terkecuali di Indonesia. Dengan adanya gerakan-gerakan ini, otomatis membuat masyarakat
menjadi khawatir akan keamanan dan keselamatan mereka karena mereka merasa seperti
mendapat teror dari kelompok-kelompok tersebut.
Kenapa hal ini (konflik) dapat terjadi? Apa yang menyebabkan gerakan-gerakan
fundamentalisme ini muncul? Dan apa yang seharusnya dilakukan untuk mencegah gerakan
ini yang semakin lama semakin menyebar di berbagai negara agar masyarakat dapat kembali

merasa aman? Serta perlukah sekularisasi diterapkan di Indonesia? Masalah yang ingin saya
angkat dalam tulisan ini adalah mengenai gerakan fundamentalisme yang ada di Indonesia
namun tidak akan dibahas secara mendetail dan hanya melihatnya dari garis besarnya saja
serta melihat kaitan gerakan ini dengan permasalahan toleransi beragama atau yang
berhubungan dengan kehidupan yang ada di masyarakat Indonesia.
Dalam tulisan ini saya akan mengambil contoh kasus pertentangan yang dilakukan
FPI terhadap Ahok. Alasan kenapa FPI yang saya angkat sebagai masalah di sini hanya
sebagai salah satu contoh gerakan yang menerapkan sikap fundamentalisme yang ada di
Indonesia dan tidak ada maksud apapun seperti menentang atau sebagainya. Di sini saya
hanya tertarik dengan permasalahan ini yang belum lama terjadi untuk dilihatnya dari cara
pandang yang berbeda.
Fundamentalisme sendiri menurut Abdul-Rahman Momin dalam buku Achmad
Jainuri et al (2003) yaitu sebagai konstruks konseptual untuk menjelaskan gerakan militan
dan konservatif dalam agama Protestan di Amerika Serikat pada 1920 (h. 65). Jadi pada
awalnya gerakan ini bermula pada agama Protestan, yang kemudian karena saat itu Islam
mulai banyak memunculkan sebuah gerakan fundamentalis yang dirasa seperti mengancam
keamanan masyarakat, maka hingga saat ini gerakan fundamentalisme ini lebih selalu dikaitkaitkan dengan agama Islam. Istilah fundamentalisme pertama kali diberikan kepada
mereka yang berpegang pada sudut pandang kepercayaan ortodoks dan pada saat yang sama
menolak semua usaha golongan Liberal yang memodifikasi kebenaran-kebenaran yang
dinyatakan dalam Alkitab (Daniel Lucas Lukito, 2001:75). Pengertian inilah yang menjadi
dasar sebagai pemahaman akan gerakan fundamentalisme yang mencoba untuk
mengembalikan ajaran-ajaran yang dirasa telah menyimpang pada zaman modernitas kepada
ajaran asli yang bersifat tekstual dan menentang akan adanya Liberalisme atau Modernisme.
Kemudian Islam pun tak luput dari berkembangnya gerakan ini, yang mana Islam
juga memiliki bermacam gerakan fundamentalisme dan juga bahkan sampai mengarah
kepada aliran yang lebih radikal yang secara terang-terangan menentang dan melawan segala
macam hal yang tidak sesuai dengan apa yang mereka yakini seperti pada kasus yang sedang
ramai saat ini yaitu ISIS. Namun, di sini saya tidak akan membahas tentang masalah ISIS
tersebut, melainkan kasus intoleransi masyarakat Indonesia tentang keberagaman agama.
Kenapa masalah ini dibahas dengan masalah fundamentalisme? Karena saya tertarik untuk
membahasnya terutama setelah berbagai macam kasus yang terjadi yang melibatkan gerakan

fundamentalisme yang menyebabkan konflik atas dasar tidak adanya toleransi antar umat
beragama di masyarakat Indonesia sekarang ini, sebut saja beberapa kasus seperti penolakan
Lurah Susan di Lenteng Agung atau yang baru-baru ini tentang penolakan FPI terhadap
naiknya Basuki Cahaya Purnama atau Ahok menduduki kursi Gubernur DKI Jakarta yang
sebelumnya ditinggalkan oleh Joko Widodo.
Dalam kasus yang melibatkan FPI tersebut jelas terlihat bahwa mereka merupakan
termasuk dalam salah satu gerakan fundamentalisme Islam yang tingkat fanatisme terhadap
agama sangat besar yang membuat tindakan-tindakan yang dilakukan kelompok tersebut
hingga kini lebih mengarah pada radikalisme yang mencoba untuk menentang dan melawan
dengan cara kekerasan. Hal senada dikemukakan oleh Hasan Hanafi yang dikutip dari opini
yang ditulis oleh Dewa Gilang (kompasiana.com 10/5/2012) bahwa fundamentalisme Islam
telah bergeser ke arah radikalisme Islam. Jika dahulu fundamentalisme Islam berkonotasi
positif saat berada di tangan ulama semisal Ibn Taimiyyah, kini ia -fundamentalismeberkonotasi negatif di tangan kelompok-kelompok yang bergerak mengatas namakan agama
tertentu, dalam kasus ini adalah Islam. Inilah alasan lain kenapa saya mengkategorikan FPI
ke dalam salah satu gerakan fundamentalisme karena pemahaman mereka telah salah dalam
mengartikan agama yang mereka anut dan system apa yang berjalan di Indonesia.
Mereka (FPI) selalu menganggap kalau Indonesia merupakan sebuah negara Islam
yang maka dari itu mereka ingin kalau Indonesia berjalan sesuai dengan ajaran yang telah
ditetapkan daalam Islam. Padahal jika dilihat dalam kenyataannya Indonesia bukanlah negara
Islam melainkan negara plural dimana adanya keragaman baik etnis maupun agama yang
hidup di dalamnya. Mereka menganggap Indonesia sebagai negara Islam karena memang
harus diakui bahwa Islam merupakan agama mayoritas yang membuat Indonesia kental akan
hal tersebut. Maka dari itu, saat Ahok ingin segera diangkat menjadi Gubernur, sontak
mereka langsung bereaksi dengan menggelar aksi demo dengan massa yang cukup besar
dengan alasan Tidak boleh ada pemimpin yang tidak beragama Islam, yang dikatakan oleh
juru bicara Front Pembela Islam (FPI), Muchsin Alatas (Dasril Roszandi, tempo.co
4/10/2014). Dari pernyataan juru bicara FPI tersebut sangat jelas bahwa apa yang ia pahami
telah salah bahwa mengartikan system pemerintahan negara ini dengan anggapan kalau
segala sesuatu yang ada dan sampai pemimpin haruslah berdasarkan agama Islam karena
seperti yang kita ketahui bahwa Ahok memiliki latar belakang etnis Tionghoa dengan
anggapan kalau nantinya ia (Ahok) akan menindas umat Islam.

Dengan adanya anggapan tersebut, otomatis kalau mereka (FPI) memang tidak ingin
adanya toleransi terhadap penganut agama lain, mereka tidak ingin dipimpin oleh orang yang
bukan beagama Islam. Padahal dalam Undang-Undang di Indonesia sudah sangat jelas
tertulis bahwa siapa pun selama ia masih merupakan warga negara Indonesia, ia berhak untuk
ikut serta atau berpartisipasi dalam pemerintahan Indonesia tanpa memandang latar belakang
ia berasal dari etnis apa atau agama apa. Seharusnya mereka mencontoh Nabi Muhammad
SAW yang telah lebih dulu menerapkan sikap toleransi terhadap umat agama lain pada saat
beliau hijrah ke Madinah.
Nabi melihat adanya Pluralitas di Madinah dan itu tidak hanya karena perbedaan etnis semata,
tetapi juga perbedaan yang disebabkan agama. Di Madinah tidak hanya ada agama Islam saja,
tetapi terdapat pula penduduk yang beragama Yahudi dan Nasrani. Melihat pluralitas
keagamaan ini Nabi berinisiatif untuk membangun kebersamaan dengan yang berbeda agama.
Inisiatif itu kemudian melahirkan apa yang dikenal dengan Piagam Madinah. Dalam
pandangan Nurcholish Madjid (1992:195) Piagam Madinah merupakan dokumen politik
resmi pertama yang meletakkan prinsip kebebasan beragama dan berusaha. Bahkan
sesungguhnya Nabi juga membuat perjanjian tersendiri yang menjamin kebebasan dan
keamanan umat Kristen di mana saja, sepanjang masa. (Ajat Sudrajat, h. 5)

Dan sikap toleransi ini semakin diperkuat dengan beberapa ayat Al-Quran yang
menyatakan:
Tidak ada paksaan untuk memasuki agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang salah (QS. Al-Baqarah (2):256).
Dan katakanlah: Kebenaran itu datang dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang
ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia
kafir (QS. Al-Kahfi (18):29).
Jika memang FPI membuat gerakan tersebut dengan tujuan untuk membentuk segala
sesuatunya berjalan atas dasar Islam, seharusnya mereka mencontoh apa yang telah dilakukan
Nabi saat dahulu dan juga dengan berlandaskan ayat-ayat Al-Quran yang memang telah
menyatakan tidak memaksa orang lain untuk ikut masuk agama Islam. Dan sikap seperti
itulah yang seharusya mereka terapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan sadar kalau
Indonesia tidak hanya dihuni oleh masyarakat yang beragama Islam saja dan memang sejak
Indonesia merdeka dan bahkan sebelum merdeka, Indonesia merupakan negara yang
mengedepankan pluralism karena adanya keberagaman tersebut. Jika saja fundamentalisme
ini tidak disalah artikan, maka dampak yang ditimbulkan tidak akan negative yang berujung
konflik seperti yang saat ini terjadi yang lebih mengedepankan cara kekerasan atau cara-cara
yang radikal dalam menentang segala sesuatu yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang.

Melihat sikap fanatisme yang sangat ditunjukkan oleh FPI melalui perbuatan /
tindakan serta ucapan yang mereka katakana dengan mengatas namakan Islam, hal ini dapat
dilihat dari konsep yang dijelaskan oleh Foucault dalam menjelaskan fenomena agama dalam
kaitannya dengan konsep kegilaan dalam karyanya. Dalam karyanya tersebut Foucault
mencoba menjelaskan agama sebagai bagian dari suatu kebudayaan yang mempengaruhi dan
menentukan seseorang atau masyarakat mengalami kegilaan dan bisa menjelaskan bagaimana
kegilaan itu bisa terjadi (Inger Furseth dan Pl Repstad, Terjemahan. 2006). Konsep ini
selaras dengan masalah yang diangkat dalam tulisan ini, dimana dapat dikatakan bahwa
fanatisme yang ditunjukkan kelompok FPI merupakan disebabkan oleh agama yang sudah
dianggap menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Indonesia yang akhirnya membuat
mereka berpikir seperti itu yang sampai bergerak ke arah yang lebih radikal, inilah seperti
sebagai suatu gambaran kegilaan yang dialami oleh sekelompok orang akan agama. Dan
saya juga mengutip pendapat dari Dewa Gilang (kompasiana.com 10/5/2012) yang
mengatakan bahwa Agama Menyebabkan Gangguan Kejiwaan, bahwa cara beragama
orang2 yang fundamental cenderung menghasilkan penyakit kejiwaan. Jadi bukan agama-nya
yang

menyebabkan

gangguan

kejiwaan,

melainkan

cara

beragama-nyalah

yang

menyebabkannya. Jadi di sini jelas bahwa yang memang menyebabkan banyaknya konflik
yang terjadi dengan mengatas namakan agama ialah karena kesalahpahaman terhadap
pengertian mereka akan agama. Agama memang dari awal tidak pernah salah, yang salah
adalah dalam pengaplikasiannya yang dilakukan oleh individu atau masyarakat.
Dengan segala macam konflik yang terjadi belakangan di Indonesia yang mengatas
namakan agama, membuat saya sepintas terfikir untuk apakah perlu sekularisasi diterapkan di
Indonesia? Saya berfikir seperti ini karena melihat pada kenyataan yang ada sekarang dapat
dikatakan ironis mengingat seharusnya peran kelompok beragama seperti itu terutama Islam
yang tidak mengajarkan kekerasan namun pada praktiknya sekarang lebih mengarah kepada
hal tersebut. Dan juga alasan saya ingin Indonesia bersikap untuk seakan sekuler mungkin
permasalahan ini (intoleransi beragama) tidak perlu terjadi karena dalam kehidupan
bernegara kita tidak perlu atau jangan mencampur adukkan urusan negara atau pemerintahan
dengan urusan agama mengingat salah satu alasannya yaitu karena Indonesia merupakan
negara yang plural, dan bukanlah negara yang berjalan hanya dengan satu agama saja. Seperti
yang diketahui bahwa jika sekularisasi memang diterapkan, tingkat religiusitas di suatu
wilayah memang akan terlihat tampak hilang karena tidak akan lagi menganggap adanya

perbedaan dengan penganut agama lain, namun tingkat religiusitas akan tetap ada pada diri
individu masing-masing.
Kesimpulan
Dari tulisan yang telah dipaparkan diatas, dapat saya simpulkan bahwa kegilaan akan
keagamaan disebabkan karena salahnya pemahaman akan agama tersebut, dan itu juga
berimplikasi dengan munculnya gerakan-gerakan fundamentalisme. Namun, dengan
pengertian yang salah tersebutlah yang mengakibatkan semakin ke arah yang radikal dan
menimbulkan konflik di masyarakat. Seharusnya toleransi bukan hanya sekedar ucapan saja
yang keluar lewat mulut seseorang, namun juga perlu pengaplikasiannya dalam kehidupan.
Jika saja masyarakat sadar akan adanya pluralism di Indonesia, mungkin konflik yang dengan
mengatas namakan agama tidak akan terjadi lagi.
Serta apakah Indonesia perlu menerapkan sekularisasi atau tidak, itu tergantung dari
kesepakatan masyarakat apakah dapat menerima atau tidak perbedaan yang ada dan tidak
membawa sebuah gerakan atas dasar agama untuk menentang system yang ada. Namun, bagi
saya pribadi mungkin sekularisme perlu diterapkan agar tidak ada lagi masalah atau kasus
serupa terjadi lagi di kemudian hari. Dan perlu ditekankan lagi di sini bahwa tujuan saya
menulis ini bukan sebagai pembela Ahok atau menentang FPI atau bahkan menjelekkan nama
Islam, tapi saya hanya memberikan pendapat pribadi yang ingin meluruskan permasalahan ini
jangan sampai ada lagi yang salah dalam memahami dan mendalami agama. Ini hanyalah
salah satu contoh tentang permasalahan mengenai agama dan toleransi, bukan hanya Islam
saja namun dari agama lain pun juga ada yang hampir sama dengan kasus ini.

Referensi:
Furseth, Inger dan Pl Repstad. 2006. An Introduction to the Sociology of Religion: Classical
and Contemporary Perspectives. (Terjemahan). Aldershot: Ashgate Publishing, Ltd.
Gilang, Dewa. 2012. Dari Fundamentalis Ke Radikalisme: Telaah Atas Cara Beragama FPI,
Mengapa

Mereka

Melakukan

Semua

Ini?.

[Opini]

Tersedia:

http://politik.kompasiana.com/2012/05/10/dari-fundamentalis-ke-radikalisme-telaahatas-cara-beragama-fpi-mengapa-mereka-melakukan-semua-ini-461899.html. Diakses
Tanggal 27 Desember 2014.
Jainuri, Achmad et al. 2003. Terorisme dan Fundamentalisme Agama: Sebuah Tafsir Sosial.
Malang: Bayumedia Publishing.
Lukito, Daniel Lucas. 2001. Meninjau Ulang Fundamentalisme Kristen. [Jurnal] Tersedia:
http://www.seabs.ac.id/journal/april2001/Meninjau%20Ulang%20Fundamentalisme%
20Kristen.pdf. Diunduh Tanggal 21 November 2014.
Roszandi,

Dasril.

2014.

Kenapa

FPI

dan

FBR

Menolak

Ahok?.

Tersedia:

http://www.tempo.co/read/news/2014/10/04/064611836/Kenapa-FPI-dan-FBR-MenolakAhok. Diakses Tanggal 27 Desember 2014.


Sudrajat,

Ajat.

Agama

dan

Masalah

Kekerasan.

Tersedia:

http://staff.uny.ac.id/system/files/penelitian/Ajat%20Sudrajat,%20Prof.%20Dr.%20%
20M.Ag./Agama%20dan%20Masalah%20Kekerasan.pdf.
Desember 2014.

Diunduh

Tanggal

27

Anda mungkin juga menyukai