Anda di halaman 1dari 5

Dilema Cross Rezim Penegakkan Hak Desain Industri dan Hak Cipta

Kenny Wiston, SH,. LL.M*


Paradigma Pemberian Hak berbeda dengan Paradigma Penegakan Hak. Unsur
Perbedaan akan dicari sebanyak-banyaknya di dalam Pemberian Hak
sedangkan unsur Persamaan akan dicari sebanyak-banyaknya di dalam
Penegakan Hak. Paradigma Pemberian Hak tidak serta merta dapat meniadakan
tidak adanya pelanggaran hak.
Tidak heran apabila para penyidik Polri bingung pada saat menangani
pemeriksaan seorang tersangka atas pelanggaran hak cipta
dimana si
tersangka ternyata memiliki sertifikat Desain Industri yang sama dengan ciptaan
yang dipersangkakan terhadapnya. Hal demikian mengakibatkan mandeknya
proses penyidikan terhadap pelanggaran hak cipta dengan dalih si tersangka
juga memiliki alas hak yang nota bene sama dengan hak cipta milik orang lain
yang dipersangkakan terhadap dirinya.
Mengapa sampai terjadi demikian? Bukankah Hak Cipta dan Desain Industri
merupakan dua rezim yang berbeda? Untuk menjawab pertanyaan tersebut mari
kita simak bersama berikut ini.
Perlindungan Hak Cipta dan Desain Industri
Perlindungan Hak Cipta diberikan untuk karya seni, sastra, ilmu pengetahuan
dan hak-hak terkait sedangkan perlindungan Desain Industri diberikan untuk
suatu bentuk (tiga dimensi), konfigurasi (tiga dimensi), komposisi (dua dimensi;
garis, warna, garis dan warna), gabungan tiga dimensi dan dua dimensi (bentuk
dan konfigurasi; konfigurasi dan komposisi; bentuk dan komposisi; bentuk,
konfigurasi dan komposisi).
Perlindungan Hak Cipta bersifat otomatis saat ekspresi nyata terwujud dan tanpa
pendaftaran (deklaratif). Sedangkan perlindungan Desain Industri diberikan
berdasarkan pendaftaran terhadap desain yang baru (konstitutif). Karya cipta
merupakan sebuah karya master piece dan tidak diproduksi secara massal
sedangkan Desain Industri diproduksi massal.
Perlindungan Hak Desain Industri
Syarat Desain Industri yang mendapatkan perlindungan:
1.

Memenuhi persyaratan substansi:


A. Kreasi Desain Industri yang memberikan kesan estetis (Ps.1 UU No.
31/2000). Kreasi bentuk, konfigurasi, komposisi garis dan warna atau

kombinasinya yang memberikan kesan estetis. Kreasinya bukan sematamata fungsi atau teknis ( Ps. 25 (1) perjanjian TRIPs);
B. Kreasi Desain Industri yang dapat dilihat dengan kasat mata. Lazimnya
suatu kreasi Desain Industri harus dapat dilihat jelas dengan kasat mata
(tanpa menggunakan alat bantu), dimana pola dan bentuknya jelas. Jadi
kesan indah/estetisnya ditentukan melalui penglihatan bukan rasa,
penciuman dan suara;
C. Kreasi Desain Industri yang dapat diterapkan pada produk industri &
kerajinan tangan (Ps.1 UU no. 31/2000). Dapat diproduksi secara massal
melalui mesin maupun tangan. Jika diproduksi ulang memberikan hasil
yang konsisten;
D. Kreasi Desain Industri yang baru (Ps.2 (1) UU No. 31/2000). Tidak sama
dengan pengungkapan yang telah ada sebelum tanggal penerimaan atau
tanggal prioritas (bila dg hak prioritas) dan telah diumumkan/digunakan
baik di Indonesia atau di luar Indonesia (Ps. 2 (2) & Ps. 2 (3) UU
No.31/2000). Baru dinilai dari sudut kreasi dan/atau produknya. Nilai
kemiripan, nilai kreatifitas, dan nilai karakter individu suatu desain industri
tidak diatur dalam UU No.31/2000). Nilai baru/kebaruan maknanya nilai
tidak identik atau berbeda atau tidak sama atau tidak identik dengan
pengungkapan yang telah ada sebelumnya;
E. Kreasi Desain Industri yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama atau
kesusilaan (Ps.4 UU no. 31/2000).
2.

Memenuhi persyaratan administrasi/ formalitas


(Ps. 11, 13, 14, 15, 16, 17 & Ps.19 (1) UU no.31/2000)

3.

Tidak ditarik kembali permohonannya (karena memenuhi persyaratan


permohonan - Ps. 20 (1) & Pemohon tidak menarik permohonannya Ps.21 UU No.31/2000)

Agar permohonan pendaftaran desain industri anda dapat diberikan (granted)


pastikan persyaratan di atas terpenuhi. Untuk mendapatkan nilai baru atau
kebaruan cari perbedaan sebanyak-banyaknya terhadap desain yang telah ada
sebelumnya.

Penegakkan Hak Desain Industri


Pembatalan
Pembatalan pendaftaran Desain Industri dapat dilakukan karena:

a. permintaan pemegang hak Desain Industri;


b. berdasarkan gugatan pembatalan.
Pembatalan pendaftaran Desain Industri atas kehendak pemegang hak yang
ditujukan ke Ditjen HKI harus melampirkan persetujuan tertulis dari penerima
lisensi.
Gugatan pendaftaran Desain Industri oleh pihak ketiga harus diajukan ke
Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau domisili Tergugat
atau apabila pemegang hak berdomisili di luar wilayah Indonesia gugatan
diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Adapun yang menjadi objek pembatalan pendaftaran berdasarkan gugatan
adalah karena:
a. permohonan Desain Industri yang diberikan dianggap tidak baru
(bertentangan dengan Pasal 2). Harus disimak apakah barang atau
produk, bentuk, konfigurasi, komposisi garis dan warna sama atau tidak
sama dengan desain pembanding yang relevan;
b. permohonan Desain Industri yang diberikan dianggap bertentangan
dengan UU yang berlaku, ketertiban umum, agama dan kesusilaan (Pasal
4).
Pelanggaran Hak Desain Industri
Dalam hal terjadi pelanggaran hak, perlu difikirkan dan disiapkan strategi yang
matang sebelum melakukan upaya hukum (gugatan pembatalan, gugatan ganti
rugi dan tuntutan pidana).
Gugatan Pembatalan karena Desain Industri pihak lain terdaftar bukanlah satusatunya pilihan terbaik bagi kita yang tidak memiliki sertifikat Desain Industri.
Misalnya, perusahaan pulpen A dari Eropa yang sudah terkenal memperoleh
perlindungan Desain Industri untuk 52 negara sementara di Indonesia
permohonan Desain Industri nya ditolak karena perusahaan B (lokal) telah
terlebih dahulu memperoleh sertifikat pendaftaran Desain Industri untuk desain
yang sama atau identik dengan desain milik perusahaan A. Apabila diajukan
gugatan pembatalan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan dasar Desain
Industri tersebut tidak baru maka chance untuk dibatalkan desain tersebut
sangat besar. Apabila perusahaan A berhasil membatalkan desain pulpen milik
perusahaan B tersebut maka desain tersebut menjadi milik umum (public
domain). Akibat hukumnya, setiap orang termasuk perusahaan A itu sendiri
berhak menggunakan desain pulpen tersebut. Perusahaan A tidak akan bisa
memperoleh seritifikat Desain Industri dari Ditjen HKI karena sudah ada
pengungkapan sebelumnya (tidak baru) jika hendak mengajukan permohonan
pendaftaran desain pulpen tersebut. Apabila sampai terjadi kondisi seperti ini
maka perusahaan A akan rugi sendiri. Mengapa? Karena ia akan kalah bersaing
dengan produk impor dari Cina yang harganya jauh lebih murah untuk desain

yang sama di pasaran Indonesia. Lantas apa solusinya? Alternatif Dispute


Resolution (negosiasi, mediasi, konsiliasi) adalah pilihan lebih baik (Pasal 47).
Dengan membeli desain milik perusahaan B, market untuk Indonesia masih bisa
dimonopoli oleh Perusahaan A dengan hak mengijinkan (memberi lisensi) dan
melarang pihak lain untuk menggunakan desain miliknya.

Cross Rezim Penegakkan Hak Desain Industri dan Hak Cipta


Apakah pilihan tersebut di atas merupakan solusi terbaik dalam kasus dimana
anda memiliki hak cipta atas suatu motif atau karya seni dimana motif dan karya
seni anda ternyata didaftar oleh perusahaan B secara diam-diam sebagai Desain
Industri miliknya? Kebetulan permohonan Desain Industri Perusahaan B yang
sama dengan hak cipta atas motif anda terdaftar di Ditjen HKI.
Dalam kasus seperti ini banyak pros and cons dikalangan praktisi HKI. Sebagian
menyatakan iya dan sebagian tidak. Bagi yang pro mereka menyatakan lebih
baik mencari makan bersama ikan hiu dari pada berebut makanan dengan ikan
hiu. Alternative Dispute Resolution (ADR) adalah pilihan lebih baik. Anda tidak
perlu pusing dengan proses litigasi dan lebih mengirit biaya dan waktu. Toh, bisa
jalan sendiri-sendiri karena masing-masing pihak memiliki alas hak. Sebaliknya,
bagi yang con mereka menyatakan mengapa ADR? Kan jelas telah terjadi
pelanggaran hak cipta walaupun perusahaan B memiliki sertifikat Desain
Industri. Hal ini berbeda dengan contoh kasus di atas (Desain Industri v Desain
Industri). Yang jelas ini kasus Hak Cipta v Desain Industri. Anda memiliki hak
cipta jauh sebelum perusahaan B memiliki sertifikat Desain Industri. Adanya alas
hak tidak berarti tidak adanya pelanggaran.
Apabila hal ini dilaporkan ke polisi untuk diproses pidananya, jangan heran kalau
penyidik polisi sendiri bingung. Dimana unsur pidananya? kan sama-sama
memiliki alas hak, begitulah gumaman seorang penyidik yang memeriksa kasus
ini. Lebih jauh lagi, penyidik akan meminta anda untuk mengajukan gugatan
pembatalan Desain Industri milik perusahaan B tersebut terlebih dahulu.
Ada benarnya dan tidak benarnya anjuran penyidik tersebut. Apabila anda
berhasil membatalkan Desain Industri milik perusahaan B karena tidak baru
maka hal ini akan memudahkan pemeriksaan pidana dan pekerjaan penyidik.
Namun, upaya anda akan sia-sia apabila setelah pembatalan Desain Industri
tersebut ternyata perusahaan B tidak lagi menggunakan desain tersebut.
Penyidik akan dengan mudah menyimpulkan tidak ada pelanggaran.
Menurut hemat penulis, dalam kasus cross rezim seperti ini, terlalu dini bagi
penyidik untuk menyimpulkan demikian. Ada atau tidak ada pelanggaran baru
akan terlihat pada acara pembuktian di pengadilan kelak. Proses pidana tetap
harus dijalankan tanpa harus terlebih dahulu menunggu adanya putusan
pembatalan Desain Industri. Biarkan para pihak membuktikan siapa yang terlebih

dahulu memiliki hak di acara pembuktian nanti dan biarkan pengadilan yang
memutuskan ada tidaknya pelanggaran hak cipta dalam kasus cross rezim
seperti ini.

Anda mungkin juga menyukai