Insiden
PROM
PPROM
: 6-19% kehamilan
: 2% kehamilan
Etiologi
Penyebab dari KPD tidak atau masih belum diketahui secara jelas maka usaha
preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi.
Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPD antara lain :
INFEKSI INTRAPARTUM
Infeksi intrapartum adalah infeksi yang terjadi
dalam masa persalinan / in partu.
Disebut juga korioamnionitis, karena infeksi ini
melibatkan selaput janin.
Pada ketuban pecah 6 jam, risiko infeksi
meningkat 1 kali. Ketuban pecah 24 jam, risiko
infeksi meningkat sampai 2 kali lipat.
Protokol : paling lama 2 x 24 jam setelah
ketuban pecah, harus sudah partus.
Patofisiologi
1. ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada
hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
2. infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion,
atau dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin,
kemudian ke ruang intraamnion.
3. mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi
intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
4. tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya
pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya,
predisposisi infeksi.
Kuman yang sering ditemukan : Streptococcus, Staphylococcus
(gram positif), E.coli (gram negatif), Bacteroides, Peptococcus
(anaerob).
Prinsip penatalaksanaan
KOMPLIKASI :
KOMPLIKASI KPD preterm seringkali menyebabkan terjadinya:
Persalinan preterm Chorioamnionitis Endometritis Gawat janin atau
asfiksia intrauterin Angka kejadian chorioamnionitis berbanding
terbalik dengan usia kehamilan Menurut Hillier dkk ( 1988):
Chorioamnionitis histologik 100% pada usia kehamilan 26 minggu
Chorioamnionitis histologik 70% pada usia kehamilan 30 minggu
Chorioamnionitis histologik 60% pada usia kehamilan 32 minggu
Invasi mikroba secara langsung kedalam cairan amnion dan
inflamasi selaput ketuban
KOMPLIKASI Gawat janin atau asfiksia intrauterin merupakan akibat
dari kompresi talipusat akibat berkurangnya cairan amnion
(oligohidramnion) atau prolapsus talipusat KPD pada kehamilan
yang sangat muda dan disertai oligohidramnion yang lama
menyebabkan terjadinya deformitas janin a.l : Hipoplasia pulmonal
fascia Deformitas ekstrimitas
PEMERIKSAN DIAGNOSTIK :
PEMERIKSAN DIAGNOSTIK Pada pasien hamil yang datang dengan keluhan keluar
cairan KPD ??? Tujuan umum diagnostik awal adalah : Konfirmasi diagnosa selaput
ketuban sudah pecah Menilai keadaan janin (dari kwalitas air ketuban, hasil
pemeriksaan CTG ) Menentukan apakah pasien dalam keadaan inpartu aktif ?
Menyingkirkan infeksi
Evaluasi awal penderita dengan dugaan KPD preterm :
Evaluasi awal penderita dengan dugaan KPD preterm
PEMERIKSAN DIAGNOSTIK :
PEMERIKSAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan vaginal (vaginal toucher) harus sangat
dibatasi termasuk untuk pemeriksaaan diagnostik awal VT sebelum persalinan
meningkatkan kejadian infeksi neonatus dan memperpendek periode laten
Dengan menghindari VT , usaha mempertahankan kehamilan menjadi semakin
lama Pemeriksaan inspekulo harus terlebih dahulu dilakukan meskipun pasien
nampak sudah masuk fase inpartu oleh karena dengan pemeriksaan inspekulo
dapat dilakukan penentuan dilatasi servik.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK :
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Oleh karena infeksi intra
amniotik subklinis juga sering terjadi dan keadaan ini
merupakan penyebab utama morbiditas ibu dan anak,
maka evaluasi gejala dan tanda infeksi pada pasien
harus dilakukan Tanda infeksi yang jelas terdapat pada
infeksi lanjut antara lain : demam ( suhu > 37.60C ),
takikardi, uterus tegang, getah vagina berbau dan
purulen Diagnosa dini infeksi intraamniotik dilakukan
dengan pemeriksaan : Leukositosis > 15.000 plp Protein
C-reactive
Penatalaksanaan EKSPEKTATIF :
Penatalaksanaan EKSPEKTATIF Tirah baring
Pemberian Broadspectrum Antibiotics Observasi
tanda-tanda inpartu dan keadaan ibu dan anak
Bila selama 12 jam tak ada tanda-tanda inpartu
dan keadaan umum ibu dan anak baik maka
dapat dilakukan terminasi kehamilan Bila selama
masa observasi terdapat : Suhu rektal > 37.60C
Gawat ibu atau gawat janin Bila selama masa
observasi pasien inpartu amati kemajuan
persalinan
Antibiotika :
Antibiotika Tak seperti halnya pada persalinan preterm tanpa KPD,
pemberian antibiotika pada kasus KPD pada kehamilan preterm
nampaknya memberikan dampak baik dalam hal memperpanjang
usia kehamilan dan perbaikan outcome neonatal.
Kortikosteroid :
Kortikosteroid Banyak ahli yang memberikan rekomendasi
penggunaan kortikosteroid pada kasus KPD preterm < 32 minggu
dengan syarat tidak terdapat tanda amnionitis. Pada populasi yang
diteliti nampak manfaat pemberian kortikosteroid dalam
penurunan angka kejadian : RDS-respiratory distress syndrome,
Necrotizing Enterocolitis dan Perdarahan intraventricular .
Tokolitik :
Tokolitik Belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa
penggunaan tokolitik saja dapat memperbaiki out come perinatal.
Pada umumnya pemberian tokolitik pada kasus Preterm KPD
dibatasi selama 48 jam hanya untuk memberikan kesempatan bagi
pemberian kortikosteroid dan antibiotika.
Diagnosa
Secara klinik diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien dengan
keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat menilai itu mengarah ke
ketuban pecah dini. Untuk menentukan betul tidaknya ketuban pecah dini bisa dilakukan dengan
cara :
Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih) rambut lanugo
atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi bau
Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis
servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada forniks posterior
USG : volume cairan amnion berkurang/oligohidramnion
Terdapat infeksi genital (sistemik)
Gejala chorioamnionitis
Maternal : demam (dan takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan berbau,
leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA) meningkat, kultur
darah/urin
Fetal : takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang
Cairan amnion
Tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal
fibronectin, glukosa, leukosit esterase (LEA) dan sitokin.
Jika terjadi chorioamnionitis maka angka mortalitas neonatal 4x
lebih besar, angka respiratory distress, neonatal sepsis dan
pardarahan intraventrikuler 3x lebih besar
Dilakukan tes valsava, tes nitrazin dan tes fern
Normal pH cairan vagina 4,5-5,5 dan normal pH cairan amnion 7,07,5
Dilakukan uji kertas lakmus/nitrazine test
Jadi biru (basa)
Jadi merah (asam)
: air ketuban
: air kencing
Prognosis/komplikasi
Adapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin adalah
:
Prognosis ibu
Infeksi intrapartal/dalam persalinan
Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa
menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan
meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas
Infeksi puerperalis/ masa nifas
Dry labour/Partus lama
Perdarahan post partum
Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
Morbiditas dan mortalitas maternal
Prognosis janin
Prematuritas
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah
respiratory distress sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem,
retinopathy of premturity, intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis,
brain disorder (and risk of cerebral palsy), hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.
Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat
Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)
Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar
score rendah, ensefalopaty, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure,
respiratory distress.
Sindrom deformitas janin
Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas
ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat (PJT)
Morbiditas dan mortalitas perinatal
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterin
Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke RS dan melahirkan bayi
yang berumur > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi
intrauterin
Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) diantaranya pemberian antibiotik dan cegah
infeksi (tidak melakukan pemeriksaan dalam), tokolisis, pematangan paru, amnioinfusi, epitelisasi
(vit C dan trace element, masih kontroversi), fetal and maternal monitoring. Tindakan aktif
(terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan sectio caesarea (SC) atau pun partus pervaginam
Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan apakah langkah konservatif
ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas
perawatan intensif, kondisi, waktu dan tempat perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring,
kondisi/status imunologi ibu dan kemampuan finansial keluarga.
Untuk usia kehamilan <37 minggu dilakukan penanganan konservatif dengan mempertahankan
kehamilan sampai usia kehamilan matur.
Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih lakukan terminasi dan pemberian profilaksis
streptokokkus grup B. Untuk kehamilan 34-36 minggu lakukan penatalaksanaan sama halnya
dengan aterm
Untuk usia kehamilan 32-33 minggu lengkap lakukan tindakan konservatif/expectant management
kecuali jika paru-paru sudah matur
(maka perlu dilakukan tes pematangan paru), profilaksis streptokokkus grup B, pemberian
kortikosteroid (belum ada konsensus namun direkomendasikan oleh para ahli), pemberian
antibiotik selama fase laten.
Untuk previable preterm (usia kehamilan 24-31 minggu lengkap) lakukan tindakan konservatif,
pemberian profilaksis streptokokkus grup B, single-course kortikosteroid, tokolisis (belum ada
konsensus) dan pemberian antibiotik selama fase laten (jika tidak ada kontraindikasi)
Untuk non viable preterm (usia kehamilan <24 minggu), lakukan koseling pasien dan keluarga,
lakukan tindakan konservatif atau induksi persalinan, tidak direkomendasikan profilaksis
streptokokkus grup B dan kortikosteroid, pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena belum ada
data untuk pemberian yang lama)
Rekomendasi klinik untuk PROM, yaitu pemberian antibiotik karena periode fase laten yang
panjang, kortikosteroid harus diberikan antara 24-32 minggu (untuk mencegah terjadinya resiko
perdarahan intraventrikuler, respiratory distress syndrome dan necrotizing examinations),tidak
boleh dilakukan digital cervical examinations jadi pilihannya adalah dengan spekulum, tokolisis
untuk jangka waktu yang lama tidak diindikasikan sedangkan untuk jangka pendek dapat
dipertimbangkan untuk memungkinkan pemberian kortikosteroid, antibiotik dan transportasi
maternal, pemberian kortikosteroid setelah 34 minggu dan pemberian multiple course tidak
direkomendasikan
Pematangan paru dilakukan dengan pemberian kortikosteroid yaitu deksametason 26 mg (2 hari)
atau betametason 112 mg (2 hari)
Agentokolisis yaitu B2 agonis