Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
Pada tahun 1998 stroke merupakan penyebab utama kecacatan dan penyebab kematian nomor
dua di dunia, dengan lebih dari 5,1 juta angka kematian. Perbandingan angka kematian itu di negara
berkembang dengan Negara maju adalah 5 : 1. Juga tercatat lebih 15 juta orang menderita stroke nonfatal. Pada tahun 2020 diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke. Peningkatan tertinggi
akan terjadi di negara berkembang, terutama di wilayah Asia Pasifik,sedangkan di Indonesia terjadi
sekitar 800-1.000 kasus setiap tahunnya (Wiryanto, 2004)
Menurut Wiryanto, stroke ini bisa mengenai siapa pun, terutama mereka yang berusia 40 tahun ke
atas. Dalam beberapa kasus, bahkan stroke menyerang kalangan berusia muda. Salah satu penyebab
meningkatnya kasus penyakit pembuluh darah, seperti jantung dan stroke, adalah kurangnya kesadaran
untuk menerapkan pola hidup sehat. Otak Membutuhkan Oksigen, meningkatnya usia harapan hidup,
kemajuan di bidang sosial ekonomi, serta perbaikan bidang pangan, tidak dibarengi dengan kesadaran
tersebut. Sebaliknya masyarakat kita sejak usia muda dimanjakan dengan gaya hidup sembarangan.
Stroke secara medis merupakan serangan otak. Padahal kita tahu, otak adalah organ yang penting
karena perannya dalam hampir semua kegiatan yang dilakukan oleh tubuh manusia. Kegiatan-kegiatan
itu mencakup bergerak, merasa, berpikir, berbicara, emosi, berkhayal, membaca, menulis, berhitung,
melihat, dan mendengar. Tugas yang beraneka ragam itu masing-masing dikerjakan dengan koordinasi
yang kompleks dari bagian-bagian otak. Untuk melakukan pekerjaan dengan baik, otak membutuhkan
oksigen dalam jumlah besar. Walaupun berat otak hanya 2,5 % dari berat tubuh, 70 % oksigen dan
bahan gizi yang masuk ke tubuh, digunakan oleh otak. Berbeda dengan otot, otak tidak mampu
menyimpan gizi. Agar dapat bekerja terus, otak harus mendapat pasokan oksigen dan gizi melalui darah.
Gangguan suplai darah dapat membuat bagian-bagian otak tidak mampu berkerja maksimal atau
malah mengalami kerusakan. Bila suplai oksigen terputus selama 8-10 detik saja, bakal terjadi gangguan
fungsi otak. Lebih lama dari 6-8 menit, bisa terjadi jejas (luka) yang tidak dapat pulih (irreversible),
bahkan bisa berakhir dengan kematian. Mengerasnya Lemak, Menurut dokter lulusan Jerman ini, bila
bagian yang berpartisipasi terganggu, bicara penderita terganggu dan tak mampu bicara atau pelo.
Demikian juga bila bagian lain terganggu, penderita bisa lumpuh separo badan dan lain sebagainya.
Kelainan lain terjadi akibat gangguan pendarahan di otak. Pendarahan di otak dapat dibagi dua, iskemik
(stroke non hemoragik) dan pendarahan (stroke hermogik). Keduanya bisa terjadi bersamaan.
Sedangkan pada iskemik, sekitar 80 % stroke disebabkan oleh aterosklerosis atau menumpuk dan
mengerasnya lemak yang mengandung kolesterol (plak) dalam pembuluh darah. Pertumbuhan plak
membuat dinding arteri menjadi kasar. Permukaan yang tidak rata tersebut dapat menimbulkan
perputaran aliran darah di sekitar timbunan bagaikan batu besar di tengah aliran sungai deras yang bisa
membentuk gumpalan.
Biasanya hal ini terjadi karena terganggunya pasokan darah sesaat. Sewaktu serangan ini tubuh
secara alami mengeluarkan enzim plasmin yang akan melarutkan gumpalan itu dengan cepat dan

memperbaiki gumpalan darah. Namun seiring bertambahnya usia enzim plasmin akan berkurang
sehingga perlu menambahkan enzim plasmin secara oral, ujar Wiryanto.
Sementara itu, perdarahan atau hemoragik terjadi bila salah satu pembuluh darah bocor atau
pecah. Darah yang keluar dari pembuluh yang bocor itu mengenai otak sekitarnya, sehingga
menimbulkan kerusakan. Selain itu, sel-sel otak pada bagian lain dari bocoran atau pecahan itu juga
akan mengalami kekurangan darah dan kerusakan. Pemicu stroke hermogik adalah pembengkakan di
salah satu bagian pembuluh darah yang lemah. Kelemahan itu bisa disebabkan faktor bertambahnya
usia, keturunan, dan tekanan darah tinggi (hipertensi). Meski kasusnya lebih sedikit dibandingkan stroke
iskemik, hermogik sering mengakibatkan kematian. Biasannya sekitar 50 % kasus stroke hermogik akan
berujung kematian, sedangkan pada stroke iskemik hanya 20 %.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stroke


Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebab lain selain vaskuler.

2.2 Klasifikasi Stroke


Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan kelainan patologis
a) Stroke hemoragik
i.

Perdarahan intra serebral

ii.

Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

b) Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)


i.

Stroke akibat trombosis serebri

ii.

Emboli serebri

iii.

Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan waktu terjadinya


i.

Transient Ischemic Attack (TIA)

ii.

Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

iii.

Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke

iv.

Completed stroke

3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler


a) Sistem karotis
i.

Motorik : hemiparese kontralateral, disartria

ii.

Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia

iii.

Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks

iv.

Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

b) Sistem vertebrobasiler
i.

Motorik : hemiparese alternans, disartria


3

ii.

Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia

iii.

Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopic

2.3 Stroke Hemoragik


Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak,
ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut
menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh
hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial
pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak.

2.3.1 Etiologi dari Stroke Hemoragik :


a) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80%
di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum. Stroke ini paling sering terjadi akibat
cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang
menembus jauh ke dalam jaringan otak. Lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam, basal
ganglia, dan kapsula interna sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemia yang
disebabkan oleh stroke ini.
Gejala klinis :

Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat
didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala,
mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan epistaksis.

Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat
disertai kejang fokal/umum.

Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata
menghilang dan deserebrasi

Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan
perdarahan subhialoid.

b) Perdarahan subarakhnoid

Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang


subarakhnoid yang timbul secara primer. Perdarahan subarakhnoid memiliki dua penyebab
utama, yaitu ruptur suatu aneurisma vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat massif
dan ekstravasasi darah ke dalam ruang subarakhnoid lapisan meningen dapat berlangsung sangat
cepat, maka angka kematian sangat tinggi.
Gejala klinis :

Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung
dalam 1 2 detik sampai 1 menit.

Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan
kejang.

Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai
beberapa jam.

Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen

Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan


subarakhnoid.

Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi,
banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.

2.4 Stroke Non-Hemoragik


Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial atau
hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau
ketidakstabilan hemodinamik.
Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher dan dapat juga
mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya. Trombus yang terlokalisasi terjadi akibat
penyempitan pembuluh darah oleh plak aterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah pada
bagian distal dari lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul tergantung pada lokasi
pembuluh darah otak yang terkena.

Stroke Non-Hemoragik (Stroke Iskemik, Infark Otak, Penyumbatan)

Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial atau
hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau
ketidakstabilan hemodinamik.
Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher dan dapat juga
mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya. Trombus yang terlokalisasi terjadi akibat
penyempitan pembuluh darah oleh plak aterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah pada
bagian distal dari lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul tergantung pada lokasi
pembuluh darah otak yang terkena.

Patogenesis infark otak


Aliran darah otak merupakan patokan utama dalam menilai vaskularisasi regional di otak.
Pemeriksaan dengan menggunakan emisis sinar foton diketahui bahwa aliran darah otak bersifat
dinamis, artinya dalam keadaan istirahat nilainya stabil, tetapi pada saat melakukan kegiatan fisik
maupun psikik, aliran darah regional pada daerah yang bersangkutan akan meningkat sesuai
aktivitas nya. Berdasarkan percobaan pada hewan maupun manusia didapatkan bahwa derajat
ambang batas aliran darah otak yang secara langsung berhubungan dengan fungsi otak.
a. Ambang fungsional, adalah batas aliran darah otak ( sekitar 50-60 cc/100 gram/ menit),
yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas
sel-sel saraf masih utuh
b. Ambang aktivitas listrik otak, adalah batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100 gram/
menit. Yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal terhenti,
berarti sebagian struktur intrasel berada dalam proses disintegrasi
c. Ambang kematian sel, yaitu batas darah otak yang bila tidak terpenuhi akan
menyebabkan kerusakan total sel-sel otak ( CBF kurang dari 15cc/100gram/ menit)

Pengurangan aliran darah yang disebabkan oeh sumbatan atau sebab lain, akan menyebabkan
iskemia di suatu daerah otak, terdapatnya kolateral di daerah sekitarnya disertai mekanisme
kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut
ini:
a. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat dapat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal, secara klinis gejala
6

yang timbul adalah transient ischemic attack (TIA) yang timbul dapat berupa hemiparesis
sepintas atau amnesia umum sepintas yaitu selama kurang dari 24 jam
b. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas, penurunan CBF regional lebih
besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsi neuologik
dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik
ada sedikit gangguan, keadaan ini secara klinis disebut RIND (reversible ischemic
neurologic deficit)
c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas sehingga mekanisme
kolateral dan kompensasi tidak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini timbul defisit
neurologis yang berlanjut.

Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan tingkat
iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan atau area yang berbeda, yaitu:
1. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat karena CBF nya
sangat rendah, tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa adanya aliran
darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah, daerah ini akan
mengalami nekrosis
2. Daerah disekitar ischemic core yang CBF nya rendah, tetapi masih lebih tinggi dari inti,
walapun sel-sel neuronnya tidak sampai mati, fungsi sel terhenti, dan terjadi functional
paralysis. Pada daerah ini PO2 nya rendah, PCO2 tinggi dan asam laktat meningkat, tentu
saja terdapat kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema jaringan akibat bendungan
dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna pucat. Daerah ini disebut dengan
ischemic penumbra, daerah ini masih mungkin dapat diselamatkan dengan resusitasi dan
manajemen yang tepat.
3. Daerah disekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema. Pembuluh darah
mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan kolateral maksimal. Pada daerah
ini CBF sangat meninggi sehingga disebut sebagai daerah dengan perfusi berlebihan
(luxury perfusion)

Area Broca
Bahasa merupakan salah satu hal penting dan aktivitas komplek dari otak manusia. Pada
sebagian besar individu (95%), area yang berhubungan dengan ber-bahasa berlokasi di korteks
asosiasi frontal dan temporoparietal dari hemisfer kiri, yang mana biasanya kontralateral dengan
tangan yang dominan (kanan). Pusat utama berbicara terletak pada region basal dari lobus
frontalis kiri (area Broca / area 44) dan bagian posterior dari lobus temporal (pada daerah yang
berhubungan dengan lobus parietal) (area Wernicke / area 22).

Afasia motorik (Broca aphasia)


Temuan klinis yang paling penting pada afasia Broca adalah berkurangnya ataupun tidak
dapat sama sekali untuk memproduksi bahasa. Pasien masih dapat mengerti kata-kata, namun
memproduksi kalimat yang salah dan mengganti atau menukar bunyi dari kata-kata, seperti
apple menjadi ackle dan carpet menjadi parket.

2.5 Diagnosis
1. Algoritma Stroke Gajah Mada

2. Skor Siriraj Hospital

Versi orisinal :
= (0.80 X kesadaran) + (0.66 X muntah) + (0.66 X sakit kepala) + (0.33 X tekanan darah
diastolik - (0.99 X atheroma) - 3.71

Versi disederhanakan :
= (2.5 X kesadaran) + (2 X muntah) + (2 X sakit kepala) + (0.1 X tekanan darah
diastolik) - (3 X atheroma) -12

Keterangan:

Kesadaran : sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2

Muntah : tidak = 0; ya = 1

Sakit kepala dalam 2 jam : tidak = 0; ya = 1

Tanda-tanda ateroma : tidak ada = 0; 1 atau lebih tanda stemma = 1

(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermiten)

Tanda meningeal, tanda Babinski,anamnesis hipertensi, stroke sebelumnya

dan penyakit jantung diberi skor 1

Skor > 1 perdarahan otak; skor < -1 infark otak :

Ketepatan diagnostik : 90.3%

2.6 Faktor Risiko Stroke


Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat dimodifikasi
(modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko stroke yang dapat
dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus,
merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis.
Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku,
dan faktor genetik.

10

Menurut JNC 7, klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok
normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat.
Klasifikasi TD

Sistolik (mmHg)

Diastolik
(mmHg)

Normal

< 120

Dan

< 80

Prahipertensi

120-139

Atau

80-89

Hipertensi

140-159

Atau

90-99

160

Atau

100

derajat 1
Hipertensi
derajat 2
Diabetes mellitus juga merupakan faktor yang signifikan dan terjadi pada 10% pasien
stroke. Keadaan ini dihubungkan dengan terjadinya atherosklerosis intrakranial.
Perbedaan Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik

Keterangan: PIS: perdarahahan intraserebral, PSA: perdarahan subarachnoid

2.6. Penatalaksanaan Medis


Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
1.Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi
bertahap jika hemodinamika stabil

11

2.Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen sesuai
kebutuhan
3.Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4.Bed rest
5.Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6.Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7.Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8.Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau
cairan hipotonik
9.Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK
10.Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan
menelan sebaiknya dipasang NGT
11.Penatalaksanaan spesifik berupa:

Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik


Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan,
menurunkan TIK yang tinggi

2.7 Terapi
Sasaran terapi
Terapi yang diberikan tergantung jenis strokenya iskemik atau hemoragik

Penatalaksanaan Stroke Hemoragik

Pada stroke hemoragik, manifestasi perdarahan yang terjadi dapat berupa:


1. Perdarahan intraserebral
2. Perdarahan subarachnoid

2.7.1 Perdarahan intraserebral


A. Medikamentosa
Pada fase akut perdarahan intraserebral hal yang menjadi perhatian meliputi jalan nafas,
tekanan darah dan perfusi serebral. Pada pasien dengan GCS 8 sebaiknya dilakukan
pemasangan endotracheal tube. Pada fase akut biasanya disertai peningkatana tekanan darah, hal
ini menjadi suatu hal yang menjadi perhatian dalam tatalaksanya, karena disatu sisi penambahan
12

volume darah akan terjadi jika tidak dilakukan penanganan hipertensi sedangkan terjadinya
iskemik pada daerah perihematom juga menjadi perhatian dalam menurunkan tekanan darah. Hal
tersebut dapat diatasi jika penurunan tekanan darah sekitar 20% dari MABP. Perfusi serebral
dipengaruhi oleh tekanan intrakranial, semakin tinggi tekanan intrakranial semakin rendah
perfusi sehingga disarankan tekanan intrakranial >70mmHg.

a. Penatalaksanaan tekanan darah pada stroke hemoragik

Hipertensi
o Labetalol : 5-100 mg/jam secara bolus berkala 10-40 mg atau 2-8 mg/min perdrip
o Esmolol : Loading : 500 g/kg; Maintenance : 50-200 g/kg/min
o Nitroprusside : 0,5 10 g/kg/min
o Hidralazine : 10-20 mg tiap 4-6 jam
o Enalapril : 0,625-1,2 mg tiap 6 jam

Algoritme penatalaksanaan hipertensi pada perdarahan intraserebral:

Sistolik > 230mmHg atau Diastolik >140mmHg dapat diberikan nitroprusside


Sistolik > 180- 230mmHg atau Diastolik >105-140mmHg atau MABP 130mmHg
dapat diberikan labetalol,esmolol,enalapril atau preparat intravena lainnya yang dapat
dititrasi seperti diltiazem, lisinopril dan verapamil.

Sistolik < 180mmHg atau Diastolik <105mmHg hindari penggunaan antihipertensi.

Pertahankan tekanan perfusi serebral > 70mmHg

Hipotensi
Pada keaadaan awal penanganan penurunan tekanan darah sistolik <90mmHg dapat

dilakukan loading cairan koloid atau salin isotonik. Jika tekanan darah tetap rendah dapat
digunakan phenylephrine 2-10 g/kg/min atau dopamine 2-20 g/kg/min atau Norepinephrine
yang dititrasi dari 0,05-0,2 g/kg/min.
b. Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial pada stroke hemoragik

13

Peningkatan tekanan intrakranial sebagai akibat adanya volume perdarahan dan


terjadinya edema serebri diatasi dengan osmoterapi yang menggunakan manitol (0,25-0,5 g/kg
tiap 4 jam) dan furosemid (10 mg tiap 2-8jam). Pemantauan osmolaritas serum dan kadar
natrium dilakukan tiap 2 kali sehari dengan target osmolaritas <310mOsm/L.
Penggunaan sedatif seperti propofol,benzodiazepine atau morfin dengan paralisis
neuromuskular dapat menurunan tekanan intrakranial tetapi diperlukan pemantauana yang
intensif.
B. Operatif
Tindakan operatif ditujukan untuk mengurangi efak massa serta mengurangi efek
neurtoksik dari bekuan darah. Dengan kemajuan teknik operatif, angka kematian semakin rendah
dibandingkan dengan menggunakan modalitas medikamentosa. Mortalitas pada suatu penelitian
pada perdarahan intraserebral yang dilakukan operatif pada 12 jam setelah onset sekitar 18%.
Pemilihan pasien dengan perdarahan intraserebral yang memerlukan tindakan operatiff
tergantung dari ukuran dan lokasi perdrahan dan defisit yang diakibatkan. Tindakan operatif
dapat dilakukan pada pasien dengan perdarahan serebelar dengan volume > 3cm3 dengan
penurunanan nerulogis atau adanya penekanan batrang otak atau adanya hidrosefalus atau pada
dewasa muda dengan perdarahan lobar yang sedang atau besar. Perdarahan pada daerah
pons,medula oblongata dan mesensefalon tidak dilakukan tindakan operatif.
2.7.2 Perdarahan subaraknoid
A. Perawatan umum:
Tekanan darah
Hipertensi setelah onset perdarahan subarakhnoid merupakan fenomena kompensasi guna
mempertahankan perfusi serebral dan sebaiknya tidak dilakukan penurunan tekanan darah yang
agresif. Pada beberapa penelitian yang berusaha menurunkan tekanan darah, didapatkan kejadian
re-bleeding yang menurun tetapi kejadian serebral infark yang tinggi. Hal inilah yang
menyebabkan penanganan hipertensi pada perdarahan subarakhnoid menjadi sulit. Pemberian
antihipertensi sebaiknya digunakan pada pasien dengan hipertensi berat yang disertai kerusakan

14

target organ lainnya seperti gangguan ginjal dan jantung atau dengan rerata tekanan arteri >130.
Preparat yang disarankan:
Diaxozide 50-150 mg IV bolus, diulang tiap 5-10 menit atau 15-30 mg/menit perdrip. Dosis
maksimal 600mg
Labetalol hidroklorida 20-80mg IV bolus tiap 10 menit atau 2mg/menit perdrip. Dosis
maksimal 300mg
Nitroprusid dianjurkan penggunaannya pada krisis hipertensi tetapi bukan merupakan
pengobatan lini pertama karena dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

2.7.3 Rehabilitasi Medik


Tujuan Rehabilitasi penderita stroke menurut WHO :
-

Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu.

Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpesonal dan aktivitas sosial.

Dapat melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari.

1. Rehabilitasi stadium akut


Sejak awal tim rehabilitasi medik suidah diikutkan, terutama untuk mobilisasi.
Programnya dijalankan oleh tim, biasanya latihan aktif dimulai sesudah prosesnya stabil, 24-72
jam sesudah serangan, kecuali perdarahan. Sejak awal Speech terapi diikutsertakan untuk
melatih otot-otot menelan yang biasanya terganggu pada stadium akut.
2. Rehabilitasi stadium subakut
Pada stadium ini kesadaran membaik, penderita mulai menunjukan tanda-tanda depresi,
fungsi bahasa mulai dapat terperinci. Pada post GPDO pola kelemahan ototnya menimbulkan
hemiplegic posture. Kita berusaha mencegahnya dengan cara pengaturan posisi, stimulasi sesuai
kondisi klien.
3. Rehabilitasi stadium kronik
Pada saat ini terapi kelompok telah ditekankan, dimana terapi ini biasanya sudah dapat dimulai
pada akhir stadium subakut. Keluarga penderita lebih banyak dilibatkan, pekerja medik sosial,
dan psikolog harus lebih aktif.

15

Mobilisasi adalah hal yang menyebabkan bergeraknya sesuatu. Tujuan mobilisasi pada
pasien stroke adalah:
1) Mempertahankan range of motion.
2) Memperbaiki fungsi pernafasan dan sirkulasi.
3) Menggerakkan seseorang secara dini pada fungsi aktifitas meliputi gerakan di tempat
tidur, duduk, berdiri dan berjalan.
4) Mencegah masalah komplikasi.
5) Meningkatkan kesadaran diri dari bagian hemiplegi
6) Meningkatkan kontrol dan keseimbangan duduk danberdiri.
7) Memaksimalkan aktivitas perawatan diri.
Program mobilisasi segera dijalankan oleh tim, biasanya aktif dimulai sesudah prosesnya
stabil, 24- 72 jam sesudah serangan kecuali pada perdarahan. Tindakan mobilisasi pada
perdarahan subarachnoid dimulai 2-3 minggu sesudah serangan.
Klien dengan stroke harus dimobilisasi dan dilakukan fisioterapi sedini mungkin, bila
kondisi klinis neurologis dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi pasif pada klien yang belum
boleh, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap dua jam untuk mencegah dekubitus.
Latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah kontraktur.

16

BAB III
STATUS NEUROLOGIS

I.

ANAMNESIS
Identitas
Nama

: Ny.B

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 69 tahun

Alamat

: Jl.K.Y.Sudarso Gg.Kayu Manis I

Agama

: Islam

Status

: sudah Menikah

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Nomor RM

: 734386

Tanggal Masuk RS

: 15-05-2011

Anamnesis dilakukan pada tanggal 23 Mei 2011


Keluhan utama
Tiba tiba tidak sadarkan diri.

Riwayat Penyakit Sekarang


Kurang lebih 9 hari yang lalu, pasien tiba tiba tidak sadarkan diri. Riwayat trauma kepala disangkal
oleh keluarga. Selama 4 hari dirawat di ICU, ketika pasien sadar, tangan dan kaki kanan sudah tidak
dapat digerakkan lagi, serta sudut mulut kanan pasien tampak datar dan bicara pelo. Menurut keluarga,
Pasien juga mengeluhkan sakit kepala, mual dan muntah disangkal. Menurut keluarga, pasien

17

ditemukan tidak sadarkan diri pada pukul 11.00 WIB diatas tempat tidurnya. Segera setelah ditemukan,
pasien langsung dibawa ke rumah sakit. Keluarga menambahkan, dulu pasien pernah mengkonsumsi
obat untuk darah tinggi, namun sudah lama pasien tidak mengkonsumsi obat tersebut lagi. biasanya
Tekanan Darah pasien 180/90 mmHg.

Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi, DM disangkal, Alergi (-), stroke (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi

Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 23 Mei 2011


II.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: Somnolen, M6V5E3

Status gizi

: Baik

Tekanan darah

: 220/120 mmHg

Nadi

: 75x/menit, reguler

Nafas

: 22x/menit

Suhu

: 36,5C

Mata

: konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-)

Telinga

: sekret ( -/- )
18

Hidung

: sekret (-/- ), deviasi septum ( -)

Tenggorokan

: tonsil T1 /T1 , faring hiperemis (-)

Jantung

: bunyi jantung I/II mengeras , murmur (-), gallop (-)

Paru

: bunyi dasar vesikuler , rhonki (- /- ) , wheezing (- /- )

Abdomen

Inspeksi

: tampak agak membesar

Auskultasi

: bising usus meningkat, asites (-)

Palpasi

: nyeri tekan pada seluruh regio abdomen (+), hepar/lien tidak teraba

Perkusi

: timpani pada seluruh lapang abdomen

Ekstremitas

: edema (-/-), sianosis (-/-), jari tabuh (-/-), capilary refill < 2 detik. Terdapat

kelumpuhan pada kaki dan tangan kanan.


Kulit

: berwarna coklat seperti sawo matang

Status Neurologik

GCS 14 , E 3 M6 V5

Orientasi: Baik

Jalan pikiran: tidak dapat dinilai (pasien sulit diajak bicara)

Daya ingat kejadian baru dan lama: tidak dapat dinilai (pasien sulit diajak bicara)

Kemampuan bicara: kurang baik, bicara pelo, volume suara kecil/kurang

Cara berjalan: pasien tidak dapat berjalan sendiri

Gerakan abnormal: -

Kepala : bentuk lonjong , simetris, dan nyeri tekan (-)

Leher : sikap leher statis, gerakkan memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan kurang baik

Vertebra : nyeri tekan (-), pembengkakan (-)

Kaku kuduk dan tanda rangsang meningeal: tidak ditemukan


19

Nervus kranialis

N.I

: penciuman baik, pasien dapat membedakan bau minyak kayu putih.

N.II

: tajam penglihatan dan lapang pandangan baik

N.III

: ptosis (-), gerak kedua mata ke medial, atas, dan bawah baik, pupil

bulat isokor, diameter 2 mm, strabismus divergen (-)

N.IV

: mata kiri dan kanan dapat melirik ek arah medial bawah/nasal,


diplopia (-/-)

N.V

pemeriksaan sensorik bagian wajah kanan tidak dapat dirasakan

pasien (gangguan sensibilitas pada daerah wajah kanan), gerakan otot wajah
sebelah kanan terasa lebih lemah dibandingkan otot wajah sebelah kiri pada
saat pasien diminta mengunyah

N.VI

: gerakan kedua bola mata ke lateral baik, strabismus konvergen (-/-)

N.VII

: mengangkat alis dan mengerutkan dahi tampak asimetris pada sisi


kanan wajah, pasien kurang dapat mengembungkan pipi, saat
tersenyum,tampak asimetris pada sudut bibir luar sisi kanan wajah.
Fungsi pegecapan pada 2/3 bagian depan lidah tidak dilakukan.

N. VIII

: pada pemeriksaan pendengaran pasien dengan tes berbisik, baik


(telinga kiri dan kanan), pemeriksaan keseimbangan tidak dapat
dilakukan karena pasien tidak dapat berdiri.

20

N.IX & X

: pasien dapat menelan air minum, pada saat bicara, pasien tampak
cadel/pelo, volume suara pelan. Pasien tidak dapat membuka mulut
lebar; uvula tampak agak ke kiri.

N.XI

: Pasien tidak dapat mengangkat bahu kanannya, pasien kesulitan


memalingkan wajah ke sisi kanan.

N.XII

Motorik : Kekuatan :

Tonus Otot :

Atrofi :

: deviasi ke kanan (+), tremor (-), kekuatan lidah berkurang

1111

5555

1111

5555

Sensorik: Eksteroseptif: - Ekstremitas atas: kanan (-), kiri (+)


- Ekstremitas bawah: kanan (-), kiri (+)

Refleks fisiologis: bisep (+ /+ )


trisep ( +/ +)
radius ( +/ +)
patella ( +/+ )
21

achilles ( +/+ )

Refleks patologis: Hoffman-Trommer (+ /+ )


Babinsky ( +/ +)
Oppenheim (- /- )
Gordon ( -/ -)
Gonda ( -/ -)
Schaffer (- /- )
Chaddock ( +/ +)

Otonom: BAB + (keras,susah dikeluarkan, warna kuning kecoklatan), BAK +

Skoring siriraj :
o

kesadaran: somnolen (nilai = 1) ; muntah: tidak ada (nilai = 0); sakit kepala: ada (nilai =
1); tekanan darah diastolik: 120, ateroma: hipertensi (nilai = 1)

= (2.5 X kesadaran) + (2 X muntah) + (2 X sakit kepala) + (0.1 X tekanan darah diastolik) (3 X atheroma) -12

= (2.5 X 1) + (2 X 0) + (2 X 1) + (0.1 X 120) - (3 X 1) -12 = 1,5


Hal ini menandakan adanya perdarahan supratentorial , karena skor > 1

III.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektrokardiogram
Ditemukan adanya ST elevasi, dan Q patologis pada sadapan 1 - 6
CT-Scan

22

Ditemukan adanya perdarahan intraserebral


Laboratorium
Hasil Lab diperiksa pada tanggal 25-05-2011

IV.

Sel Darah Merah

: 5,50 M/uL (normal : 4 6,20 M/uL)

HB

: 14,2 g/dl (N:11 17 g/dl)

HT

: 48,6% (N:35 55%)

Ureum

: 61 mg/dl (N: 10 50 mg/dl)

Kreatinin

: 0,63 mg/dl (N : perempuan ; 0,5 1,3 mg/dl/ laki laki ; 0,7 1,5 mg/dl)

GDS

: 103 mg/dl (N : < 200 mg/dl)

RESUME
Ny.B ditemukan keluarganya tidak sadarkan diri ketika akan menyuruhnya bangun tidur.
Menurut keluarganya, Ny.B tiba tiba ditemukan tidak sadar pada pukul 11.00 WIB dan keluarga
langsung membawanya ke Rumah Sakit Umum dr.Soedarso. Pasien sempat 4 hari dirawat di ICU,
ketika sadar, pasien tidak dapat berbicara, tangan dan kaki kanan tidak dapat digerakkan. Menurut
keterangan keluarga pasien, pasien sebelumnya tidak pernah mengeluhkan sedang sakit. Pasien dulu
sempat berobat ke dokter karena tekanan darah tingginya, namun setelah itu, pasien tidak pernah
kontrol ke dokter lagi. keluarga menyangkal adanya riwayat jatuh/trauma kepala pada pasien.
Menurut keluarga, perkembangan pasien semakin membaik, karena pada saat diperiksa yaitu pada
tanggal 23 Mei 2011, pasien sudah dapat berbicara, suara cadel/pelo, volume suara kecil, pelan, dan
kadang susah untuk didengar. Kesadaran pasien pada saat diperiksa Somnolen GCS 14 M6V5E3, dari
hasil pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 220/120mmHg. Pada pemeriksaan neurologis,
didapatkan gangguan pada fungsi motorik pada tubuh sebelah kanan, refleks fisiologis ada pada
anggota gerak sisi kiri dan kanan, dan ditemukan adanya refleks patologis,yaitu Balbinsky (+/+) dan
Hofman-Trommer (+/+).Pada pemeriksaan nervus kranialis ditemukan parese pada N.V dektra, N.VII
perifer dekstra, N.IX dan X, serta N.XI dan N.XII.

23

V.

DIAGNOSIS
Diagnosis klinis

: Hemiparesis dextra, pareses nervus V dextra, N.VII perifer dextra, N.IX dan

N.X serta N.XI dan N.XII


Diagnosis topis

: Stroke Hemoragik, hemiplegia akibat hemilesi di kapsula interna

Diagnosis Sekunder : Penyakit Jantung Koroner


Diagnosis etiologis : Suspect Hipertensi
Diagnosis banding

VI.

: Stroke Non-Hemoragik

TATALAKSANA
Non Medikamentosa :
Stabilisasi fungsi kardiologis melalui ABC
Tirah Baring dan pencegahan decubitus
Pemasangan kateter dan NGT (fungsi menelan menurun)
FIsioterapi
Menjamin nutrisi, cairan dan elektrolit yang stabil dan optimal
Infus RL

Medikamentosa :
Labetalol 10 20 mg IV selama 1 2 menit. Ulangi atau gandakan setiap 10 menit sampai
maksimum 300 mg.
Manitol 20% 1 g/kg dalam 20 menit, dilanjutkan dengan 0,25 0,5 g/kg/4 jam dalam 20
menit. Untuk mempertahankan gradient osmotic, furosemide 10 mg dalam 2- 8 jam
Piracetam 4x3 gr IV
Citicolin 3x2 amp IV (dosis 1gr 3gr/hari)
Asam Traneksamat 3x1 amp IV
Ranitidin 2x1 amp IV
24

Cefotaxim 3x1 gr IV
Terapi pembedahan (bil perlu)
Rencana Pemeriksaan Lanjutan :
Lakukan pemeriksaan Laboratorium ulang (Darah rutin, ureum, kreatinin dan GDS) ,
Elektrokardiogram, dan Foto Thorax . Usulan konsul jantung ke dokter spesialis jantung.
VII.

PROGNOSIS
Ad vitam

: Dubia ad malam

Ad functionam

: Dubia ad malam

Ad sanactionam

: Dubia ad malam

25

BAB IV
PEMBAHASAN
Ny.B ditemukan keluarganya tidak sadarkan diri ketika akan menyuruhnya bangun tidur. Menurut
keluarganya, Ny.B tiba tiba ditemukan tidak sadar pada pukul 11.00 WIB dan keluarga langsung
membawanya ke Rumah Sakit Umum dr.Soedarso. Pasien sempat 4 hari dirawat di ICU, ketika sadar,
pasien tidak dapat berbicara, tangan dan kaki kanan tidak dapat digerakkan. Menurut keterangan
keluarga pasien, pasien sebelumnya tidak pernah mengeluhkan sedang sakit. Pasien dulu sempat
berobat ke dokter karena tekanan darah tingginya, namun setelah itu, pasien tidak pernah kontrol ke
dokter lagi. keluarga menyangkal adanya riwayat jatuh/trauma kepala pada pasien. Menurut keluarga,
perkembangan pasien semakin membaik, karena pada saat diperiksa yaitu pada tanggal 23 Mei 2011,
pasien sudah dapat berbicara, suara cadel/pelo, volume suara kecil, pelan, dan kadang susah untuk
didengar. Kesadaran pasien pada saat diperiksa Somnolen GCS 14 M6V5E3, dari hasil pemeriksaan tanda
vital didapatkan TD 220/120mmHg. Pada pemeriksaan neurologis, didapatkan gangguan pada fungsi
motorik pada tubuh sebelah kanan, refleks fisiologis ada pada anggota gerak sisi kiri dan kanan, dan
ditemukan adanya refleks patologis,yaitu Balbinsky (+/+) dan Hofman-Trommer (+/+).Pada pemeriksaan
nervus kranialis ditemukan parese pada N.V dektra, N.VII perifer dekstra, N.IX dan X, serta N.XI dan
N.XII.
Stroke hemoragik menjadi diagnosis kerja pada pasien ini, hal ini didasarkan pada siriraj score
pada saat pasien datang kerumah sakit yaitu 1,5 (>1). Skor siriraj >1 menandakan adanya perdarahan
supratentorial. Hal ini juga sekaligus menyingkirkan diagnosis banding stroke non hemoragik, yang mana
pada stroke non hemoragik skor sirirajnya < 1.
Selama perawatan diruangan saraf rumah sakit dr.soedarso, keadaan pasien banyak mengalami
perbaikan, dari yang awalnya tidak dapat berbicara dan bicaranya kacau, menjadi dapat berbicara
walaupun masih tampak pelo/cadel. Perbaikan yang dapat dilihat, dari TD yang mulanya Sistolik >200,
diastolic > 100 terjadi penurunan menjadi 160/90 mmHg pada pemeriksaan tanggal 26 Mei 2011, serta
dari yang tidak dapat menelan,menjadi dapat menelan makanan lunak, sehingga NGT yang terpasang
dapat dilepaskan.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien ini untuk melihat kemungkinan komplikasi
yang mungkin terjadi. Kadar ureum dan kreatinin diperiksa untuk menentukan fungsi ginjal. Pasa pasien
ini, kadar ureum meningkat menjadi 61 mg/dl (N : 10 50 mg/dl ; 20 40 mg/dl). Meningkatnya kadar
ureum menandakan adanya gangguan pada ginjal, untuk memastikannya, perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut.

Pasien ini memiliki beberapa faktor resiko menjadi stroke, diantaranya : usia, obesitas
(dinilai dari lingkar perut pasien yang besar),kecurigaan adanya penyakit jantung dan
hipertensi.

26

Terapi non medikamentosa yang dilakukan pada pasien ini adalah pencegahan ulkus dekubitus,
kateterisasi, pemeliharaan ABC, pemasangan NGT, terapi gizi dan fisioterapi. Pencegahan ulkus
dekubitus dilakukan dengan cara membolak-balik posisi pasien dalam suatu rentang waktu
untuk menghindari terjadinya dekubitus karena terlalu lama berbaring ditempat tidur.
Kateterisasi dilakukan untuk mempermudah pasien BAK. Fisioterapi dilakukan sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan WHO yaitu:
-

Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu.

Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpesonal dan aktivitas sosial.

Dapat melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari.

Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien ini adalah pemasangan infus manitol (setelah
terapi dengan manitol selesai, diberikan Ringer Laktat), injeksi piracetam, injeksi citicolin, asam
traneksamat, injeksi ranitidine, labetalol, dan cefotaxim.
Ringer laktat digunakan karena bila menggunakan dekstrose ada kemungkinan terjadinya edema
otak.
Piracetam adalah suatu derivat siklik gamma amino-butyric acid(GABA), yang cara kerjanya
adalah dengan cara mengaktivasi metabolik peredaran darah otak, meningkatkan kecepatan metabolik
serebral oksigen dan glukosa regional dan menormalkan aliran darah ke daerah iskemik.
Citicolin merupakan suatu neurotropik dimana penggunaan citicolin akan membantu
meningkatkan metabolisme dari neuron sehingga neuron yang belum terdisintegrasi akan mempercepat
metabolisme nya sehigga membantu neuron tersebut melakukan fungsinya
Ranitidin meruapakn suatu antagonis H-2 yang terdapat pada lambung, dimana kerja ranitidin
ini sendiri adalah mencegah ekskresi asam lambung yang berlebihan. Seringkali penderita stroke
mengalami stress ulcer akibat dari beberapa faktor, faktor yang seringkali berperan adalah terganggunya
kelenjar hipofisis sehingga fungsi hormonal tubuh terganggu yang akan mengakibatkan ekresi
berlebihan dari asam lambung, faktor lain yang juga berperan adalah penderita stroke seringkali
mengalami stres psikis sehingga hal tersebut akan mengakibatkan ekresi asam lambung yang berlebihan
juga sehingga dengan ranitidin yang bekerja langsung pada reseptor H-2 akan menghambat pengeluaran
asam lambung tersebut
Cefotaxim merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi kedua, dimana pemberian
antibiotik ini bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial pada pemasangan kateter
maupun pemasangan NGT
Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam karboksilat
sikloheksana aminometil. Secara in vitro, asam traneksamat 10 kali lebih poten dari asam aminokaproat.
Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat
27

plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain,
oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat
fibrinolisis yang berlebihan.
manitol dan HS umum nya mengerahkan mekanisme kerja yang sama di otak. Efek awal (15
sampai 20 menit) pada ICP karena optimasi sifat reologi darah sehingga kekentalan darah
menurun dan hematokrit ( volume, kekakuan dan keutuhan membran sel darah merah),
meningkatkan CBF dan pengiriman oksigen, sehingga refleks autoregulasi vasokonstriksi
arteriola serebral yang mengurangi CBV dan ICP. Hal ini diikuti dengan penyusutan osmotik selsel otak yang mencapai efek puncak pada 15 sampai 30 menit setelah pemberian dan mungkin
berlangsung dari 90 menit sampai 6 jam, tergantung pada etiologi spesifik yang mengakibatkan
kandungan air otak dan ICP berkurang . Efek rheologic paling efektif dengan pemberian bolus
cepat dibandingkan infus kontinu. sifat lain manitol termasuk penurunan resistensi vaskuler
sistemik (dan karenanya afterload), dikombinasikan dengan peningkatan sementara preload dan
efek ionotropic positif ringan sehingga curah jantung dan pengiriman oksigen meningkat.
Manitol memiliki efek anti radikal bebas oksigen toksik dengan potensi sitoproteksi. Namun,
volume intravaskular sering berkurang setelah efek diuretik dan penggantian cairan merupakan
komponen penting dari terapi manitol untuk menghindari baik hipovolemia yang
mengakibatkan cedera iskemik sekunder atau elevasi ICP karena refleks vasodilatasi arteriol
serebral.
Larutan salin hipertonik (HS) tersedia dan digunakan dalam konsentrasi yang berkisar dari 2%
menjadi 23,4% menghasilkan peningkatan gradien osmotik dengan konsentrasi yang lebih tinggi.
Namun sedikit bukti klinis untuk memilih mana konsentrasi yang lebih baik dalam mengurangi
kadar air otak. Mekanisme diuresis HS berbeda dari manitol yang bebas disaring di glomerulus
dan menurunkan reabsorpsi air (dan natrium pada derajat lebih rendah. Ini menjelaskan efek
diuretik dan hiponatremia. Hal ini mendalilkan bahwa HS menghasilkan efek diuretik dari
stimulasi pelepasan peptida natriuretik atrial (ANP) ketimbang diuresis osmotik langsung. Jadi
HS memiliki kemampuannya untuk meningkatkan volume intravaskular dan kinerja jantung,
menghindari hipotensi dan hipovolemia . Peningkatan CBF dan pengiriman oksigen diyakini
terjadi melalui dehidrasi sel endotel serebrovaskular, meningkatkan diameter pembuluh dan
meningkatkan deformabilitas sel darah merah . HS juga dapat menghasilkan tindakan terapeutik
yang lebih kompleks termasuk mengurangi respon inflamasi dan efek imunomodulator melalui
penurunan edema sel endotel, mengurangi perlengketan dan migrasi leukosit yang lebih lanjut
mungkin meringankan cedera otak sekunder Di TBI, HS dapat meningkatkan fungsi sel dengan
memulihkan gradien elektrokimia, memulihkan potensial membran istirahat yang normal dan
dapat mencegah hiperstimulasin dan kematian sel.

Osmoterapi dengan manitol

Terapi osmotik konvensional seperti manitol, bila diberikan pada dosis 0,25-1,5 g / kg oleh injeksi bolus
intravena, biasanya menurunkan ICP, dengan efek maksimal diamati 20 sampai 40 menit setelah
pemberian nya. Dosis berulang dari manitol dapat dilakukan setiap 6 jam dan harus dipandu oleh
osmolalitas serum ke nilai target yang direkomendasikan sekitar 320 mOsm / L; Osmolaritas lebih tinggi
28

menghasilkan kerusakan tubulus ginjal. Tujuan terapeutik didasarkan pada bukti yang terbatas,
bagaimanapun, dan nilai yang lebih tinggi dapat ditargetkan dengan ketentuan tidak ada deplesi volume

BAB V
KESIMPULAN
Pasien ini mengalami stroke hemoragik dengan Hemiparesis dextra, pareses nervus V dextra, N.VII
perifer dextra, N.IX dan N.X serta N.XI dan N.XII. Hemiplegia akibat hemilesi di kapsula interna. Pasien
juga diduga menderita penyakit jantung coroner. Hal ini berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik
yang telah dilakukan.
Pada pasien telah dilakukan terapi, berupa terapi non medikamentosa, yaitu : Stabilisasi fungsi
kardiologis melalui ABC,Tirah Baring dan pencegahan decubitus,Pemasangan kateter dan NGT (fungsi
menelan menurun),FIsioterapi,Menjamin nutrisi, cairan dan elektrolit yang stabil dan optimal dan
pemasangan Infus RL. Serta terapi medika-mentosa, yaitu : Labetalol 10 20 mg IV selama 1 2 menit.
Ulangi atau gandakan setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg, Manitol 20% 1 g/kg dalam 20 menit,
dilanjutkan dengan 0,25 0,5 g/kg/4 jam dalam 20 menit. Untuk mempertahankan gradient osmotic,
furosemide 10 mg dalam 2- 8 jam, Piracetam 4x3 gr IV, Citicolin 3x2 amp IV (dosis 1gr 3gr/hari), Asam
Traneksamat 3x1 amp IV, Ranitidin 2x1 amp IV, dan Cefotaxim 3x1 gr IV.
Selama menjalani pengobatan, pasien banyak mengalami perkembangan. Hal ini dapat dilihat dari
hasil follow up yang dilakukan pada pasien.

Follow Up Pasien :
Tanggal 23 Mei 2011
o M6V5E3
o TD : 220/120 mmHg
o Nadi 75x/menit
o Nafas 22x/menit
o Suhu 36,5 C
o Reflex fisiologis +/+
o Reflex balbinsky dan Hoffman-trommer (+/+)
Tanggal 24 Mei 2011
o M6V5E3
o TD : 220/110 mmHg
o Nadi 81x/m
o Nafas 18x/m
29

o
o

Suhu 36,5 C
Pasien sudah mulai dapat berbicara dengan baik walaupun masih kaku, sudah
mulai diberikan minuman lewat mulut (NGT masih terpasang)
Tanggal 25 Mei 2011
o M6V5E4
o TD 180/90 mmHg
o Nadi 98x/m
o Nafas 20x/m
o Suhu 36,5C
o pasien sudah dapat minum lewat mulut, sudah mulai diberikan makanan lunak
lewat mulut, keluarga meminta untuk melepaskan kateter, dan diganti dengan
pemasangan popok.
Tanggal 26 Mei 2011
o M6V5E4
o TD 160/90 mmHg
o Nadoi 105x/m
o Nafas 25x/m
o Suhu 36,5C
o Pasien sudah mulai lancar makan dan minum lewat mulut, NGT dilepas. Pasien
pulng atas permintaan keluarga.

30

DAFTAR PUSTAKA

1.

Mahar Mardjono dan Priguna Sidharta. 1993. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat

2.
Misbach, Jusuf. 1999. Stroke : Aspek Diagnosyik, Patofisiologi dan Manajemen. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
3.
Dewanto, George; Suwono, Wita J; Riyanto, Budi; Turana, Yuda. 2007. Panduan Praktis Diagnosis
dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.
4.
Sukandar, Elin Yulinah; Andrajati, Retnosari; Sigit, Joseph I; Andyana, I Ketut; Setiadi, A Adji
Prayitno; Kusnandar. 2008. Isofarmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
5.

Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

31

Anda mungkin juga menyukai