Anda di halaman 1dari 138

Sakit2an

Selama Hamil?
Pemicu 5 Immunology
Kelompok 10
16/11/2011

Kelompok 10

Tutor: dr. Intan, Sp.KK


Ketua: Alita Palpialy
Sekretaris: Aditiawan
Penulis: Novita Anggraini
Anggota:

Patricia Veronika
Edwin Kasmun
Meli Ardianti Muchtaridi
Theresia Veronika
Sheilla Jessica A
Yowendru
Angelina Shinta
Julianthy Suwento
William

Sakit-Sakitan Selama Hamil?


Seorang perempuan muda berusia 20 tahun, sedang hamil 12 minggu,
berobat ke poliklinik umum dengan keluhan timbul bercak putih di rongga mulutnya
sejak 5 hari yang lalu. Bercak putih tersebut mula-mula muncul di pangkal lidah,
kemudian meluas dan mulai meresahkannya. Ia juga menderita sariawan, nyeri
telan, dan gangguan oencernaan berupa beberapa episode diare dalam 3 bulan
terakhir. Selain itu, suhu tubuhnya sering naik tanpa sebab yang jelas. Ia mengira
bercak putih dan demam yang dialaminya terkait dengan kehamilan, sehingga ia
tidak berani minum obat yang disarankan suaminya karena khawatir
mempengerauhi janin. Ia pun ingin tahu apakah ibu jamil memerlukan vaksinasi agar
tidak mudah sakit. Dari riawayat keluarga diketahui suaminya seorang mantan
pecandu NAPZA.
Pada pemeriksaan fisik tampak seorang perempuan dengan status gizi
kurang (berat badanya turun 6kg selama hamil), hemodinamik stabil dengan suhu
tubuhnya 37.8C. Ditemukan lesi dan bercak putih hampir memenuhi lidah dan
rongga mulut, tonsil T2/T2 dan faring hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening
leher, ketiak dan lipat paha. Pemeriksaan lain dalam batas normal.

Unfamiliar Terms
Step 1

Unfamiliar Terms

Hemodinamik

Homeodinamik merupakan pertukaran energi


secara terus-menerus antara manusia dan
lingkungan sekitarnya. Pada proses ini manusia
tidak hanya melakukan penyesuaian diri, tetapi
terus berinteraksi dengan lingkungan agar
mampu mempertahankan hidupnya.

(Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York)

Hemodinamik Stabil
Pertukaran Panas antara badan dengan
lingkungan sama besarnya.

Unfamiliar Terms (2)

Tonsil T2/T2 (Tonsil kiri dan kanan di stage T2)


Kondisi Inflamasi / Pembesaran Tonsil:

T0 = Tonsil sudah diangkat (operasi)


T1 = Normal, terletak dibelakang Arkus Palatofaringeus
T2 = Pemebesaran Tonsil sudah diantara Arkus
Palatofaringeus dengan Uvula
T3 = Pemebesaran Tonsil sudah menyentuh Uvula
T4 = Kedua Tonsil sudah/hampir saling bersentuhan
(Tonsils and adenoids are immune system glands...'
[Harvard Medical School Family Health Guide - Page:
1006 ] 1995)

Identifikasi Masalah
Step 2

Identifikasi Masalah
1.

2.
3.
4.

Apa hubungan keluhan pasien dengan


kehamilan beserta suamniya seorang
pencandu Napza?
Apa penyebab gizi kurang pada kasus
Ibu hamil tersebut?
Apakah Ibu hamil memerlukan
vaksinasi?
Apa hasil Interpretasi Pemeriksaan fisik?

Curah Pendapat
Step 3

Curah Pendapat
1.

Terjadi kondisi Imuno defisiensi pada Ibut


tersebut yang berakhir dengan keluhan
infeksi multipel, yang diakibatkan oleh:
1.

2.

Hubungan dengan mantan pencandu


NAPZA mempunyai resiko tertular HIV dan
menurunkan Imunitas tubuh
Saat Hamil, Estrogen yang dihasilkan
bersifat sebagai Imuno supresan sehingga
Imunitas tubuh Ibu hamil turun

Curah Pendapat (2)


2.

Terjadi Pemebesaran Tonsi dan Faring


Hiperemis berkontribusi menurunkan nafsu
makan Ibu Hamil tersebut yang berakibat
pada turunnya asupan gizi.
Berlanjut ke kondisi kurang gizi yang dialaminya
sekarang.

3.

Tergantung dari Jenis Vaksin, Ibu hamil


dapat menerima beberapa Jenis Vaksin,
dengan keseringan sebagai terapi
ketimbang preventif saat masa kehamilan.

Curah Pendapat (3)


4.

Hasil Interpretasi Fisik

Lesi, Bercak Keputihan rongga mulut


(kemungkinan Candidiasis)
Tonsil T2/T2
Faring Hiperemis
Pemebesaran KGB leher-ketiak & Lipat paha
Sariawan & Nyeri Telan

Indikasi dari Gejala Multiple Infection yang


disebabkan oleh status Imunodefisiensi Ibu
Hamil tersebut.

Mind Mapping
Step 4

Hubungan dengan
Suami Mantan
Pecandu Napza

Kondisi Sedang
Hamil

Kemungkinan
Tertular HIV

Peningkatan
Produksi Estrogen

Manifestasi AIDS

Imuno-defisiensi
Pada Ibu Hamil

Invasi Pathogen

(Flora Normal + Pathogen luar)

Multiple Infection

(Flora Normal + Pathogen luar)

Keluhan2 Pasien

Sifat Imunosupresif
Estrogen
berakumulasi

Learning Objectives
Step 5

Learning Objectives
Mampu Menjelaskan:
1.Defisiensi

& Klasifikasi Imunodefisiensi


2.Mekanisme Imunodefisiensi Primer & Sekunder
3.Prosedur Diagnostik Imunodefisiensi Autoimun
4.Tatalaksana Imunodefisiensi
5.Perjalanan Penyakit, Gejala, Diagnosis, dan
Tatalaksana HIV beserta penularan Ibu ke Anak
6.Vaksinasi pada orang dengan Imunodefisiensi

Defisiensi & Klasifikasi


Imunodefisiensi
LO1

Definisi Imunodefisiensi
Tanggapan imun yang lemah; dapat disebabkan oleh pemberian obatobatan imunosupresif, radiasi, malnutrisi, beberapa proses penyakit
tertentu; disebut juga imunocompromised. (Dorland)
Keadaan dimana terjadi penurunan atau ketiadaan respon imun
normal (sistem kekebalan tidak berfungsi secara kuat), sehingga
infeksi lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan
berlangsung lebih lama dari biasanya; dengan pemberian terapi yang
adekuat tidak ada perbaikan.

KLASIFIKASI DEFISIENSI IMUN SECARA


UMUM
Primer (kongenital)
Relatif jarang.
defek genetik yg meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi yg sering bermanifestasi pd bayi dan anak.
Gejala klinis jarang dibawah usia 3-4 bln, krn ada efek
proteksi dari antibodi maternal

Sekunder (didapat)
Penyebab:
Malnutrisi, kanker, imunosupresan, infeksi virus HIV,
penuaan, dll.

Imunodefisiensi Primer/Kongenital
Disebabkan defek genetik menghalangi maturasi /
fungsi komponen sistem imun
Sering sudah bermanifestasi pada bayi dan anak tapi
kadang secara klinis baru ditemukan pada usia lanjut
Penyebab :
Defek pada maturasi limfosit
Defek pada aktivasi dan fungsi limfosit
Defek pada Innate Immunity

Defek pada Maturasi Limfosit

Defek pada Maturasi Limfosit

Defek pada Aktivasi dan Fungsi Limfosit

Defek pada Aktivasi dan Fungsi Limfosit

Imunodefisiensi Sekunder/Didapat

Defisiensi imun sekunder

Pembagian Defisiensi Imun


Defisiensi Imun Nonspesifik
A. Defisiensi Komplemen
1. Defisiensi komplemen
kongenital
2. Defisiensi komplemen
fisiologik
3. Defisiensi komplemen
didapat
B. Defisiensi interferon dan lisozim
1. Defisiensi interferon
kongenital
2. Defisiensi interferon dan
lisozim didapat
C. Defisiensi sel NK
1. Defisiensi kongenital
2. Defisiensi didapat
D. Defisiensi sistem Fagosit
1. Defisiensi kuantitatif
2. Defisiensi kualitatif

Defisiensi Imun Spesifik


A. Defisiensi kongenital / Primer
B. Defisiensi imun fisiologik
1. Kehamilan
2. Usia tahun pertama
3. Usia lanjut
C. AIDS
D. Defisiensi didapat /sekunder
1. Malnutrisi
2. Infeksi
3. Obat,trauma,tindakan
kateterisasi dan bedah
4. Penyinaran
5. Penyakit berat
6. Kehilangan Ig/leukosit
7. Stres
8. Agamaglobulinemia dengan
timoma

Penyakit Penyerta Imunocompromise


Gangguan
Fungsi Sistem
Imun

Penyakit Yang Menyertai

Defisiensi
Sel B
Sel T
Fagosit

Infeksi bakteri rekuren seperti otitis media, pneumonia


rekuren.
Kerentanan meningkat terhadap virus, jamur, dan
protozoa.
Komplemen Infeksi sistemik oleh bakteri yg dalam keadaan biasa
mempunyai virulensi rendah, infeksi bakteri piogenik.
Infeksi bakteri, autoimunitas.

Disfungsi
Sel B
Sel T

Gamopati monoklonal
Peningkatan sel Ts yg menimbulkan infeksi dan penyakit
limfoproliferatif.
Fagosit
Hipersensitivitas, beberapa penyakit autoimun
Komplemen Edem angioneurotik akibat tidak adanya inhibitor esterasi

Mekanisme Imunodefisiensi
Primer & Sekunder
LO2

Pembagian Defisiensi Imun


Defisiensi Imun Nonspesifik
A. Defisiensi Komplemen
1. Defisiensi komplemen
kongenital
2. Defisiensi komplemen
fisiologik
3. Defisiensi komplemen
didapat
B. Defisiensi interferon dan lisozim
1. Defisiensi interferon
kongenital
2. Defisiensi interferon dan
lisozim didapat
C. Defisiensi sel NK
1. Defisiensi kongenital
2. Defisiensi didapat
D. Defisiensi sistem Fagosit
1. Defisiensi kuantitatif
2. Defisiensi kualitatif

Defisiensi Imun Spesifik


A. Defisiensi kongenital / Primer
B. Defisiensi imun fisiologik
1. Kehamilan
2. Usia tahun pertama
3. Usia lanjut
C. AIDS
D. Defisiensi didapat /sekunder
1. Malnutrisi
2. Infeksi
3. Obat,trauma,tindakan
kateterisasi dan bedah
4. Penyinaran
5. Penyakit berat
6. Kehilangan Ig/leukosit
7. Stres
8. Agamaglobulinemia dengan
timoma

DEFISIENSI IMUN NONSPESIFIK


A. Defisiensi Komplemen
Defisiensi komponen/fungsi komplemen infeksi bakteri rekuren &
sensitivitas penyakit autoimun
1. Defisiensi komplemen kongenital
Def. C1 INH

Def. C2 & C4

Def C3

Def C5

Def C6,C7,C8

Angioedem
herediter
aktivitas c1 tdk
terkontrol &
produksi kinin
C2a &
C4a dilepas
sel mast
melepas
histamin
edem fatal

Penyakit
serupa LES
kegagalan
eliminasi
kompleks
imun

infeksi
mikroba
piogenik
fragmen
kemotaktik C5
tdk diproduksi
kompleks
Ag-Ab-C3b
diendapkan di
membran
gangguan
opsonisasi

gangguan
kemotaktik
kerentanan
thdp infeksi
bakteri

Gangguan dlm
lisis
kerentanan
thdp septikemi
meningokokus
& gonokokus
drajat
infeksi
nesseria,
sepsis,
artritis, & DIC

2. Defisiensi komplemen fisiologik


Hanya ditemukan pada neonatus yang disebabkan kadar C3,C5 dan B-cell yang
masih rendah
3. Defisiensi komplemen didapat
etiologi :Depresi sintesis (sirosis hati dan malnutrisi protein/kalori) def
komplemen gangguan aktivasi komplemen resiko infeksi
Def C1q,r,s

Def C4

Def C2

Def c3

Terjadi
bersamaan dgn
pnykt autoimun
(LES)
def.inhibitor
esterase C1
C4 / C2 terus
mengaktifkan
bahan(plasmin)
edem lokal
berbagai alat
tubuh

Byk tjd
pd LES

Byk tjd pd
Infeksi
LES
bakteri
rekuren
(defisiensi
komplemen
paling sering
terjadi)

Def C5-C8

Def C9

Kerentanan
infeksi
Terutama
neseria

ada tanda
infeksi
rekuren
Lisis masih
dapat terjadi
atas pengaruh
C8 tanpa
C9perlahan
(jarang
ditemukan)

B. Defisiensi Interferon & lisozim


1. Defisiensi interferon kongenital
Dapat menimbulkan infeksi mononukleosis yang fatal
2. Defisiensi interferon dan lisozim didapat

Ditemukan pada malnutrisi protein/kalori

C. Defisiensi sel NK
1. Defisiensi kongenital

Ditemukan pada penderita dengan osteopetrosis (defek


osteoklast & monosit)
Def NK Autoantibodi imunodefisiensi
2. Defisiensi didapat

Terjadi akibat Imunosupresi / radiasi defisiensi sel NK

D. Defisiensi Sistem Fagosit


Fagosit dapat menghancurkan mikroorganisme tanpa bantuan
komplemen.
Defisiensi fagosit (fagosit turun sampai 500/mm3) defisiensi
neutrofil infeksi berulang kerentanan infeksi piogenik
1. Defisiensi kuantitatif
produksi / destruksi neutropenia, granulositopenia
2. Defisiensi kualitatif
Fungsi fagosit (kemotaksis,menelan/memakan dan membunuh
mikroba)

1. Defisiensi kualitatif
No.

Defisiensi

Keterangan

Chronic
Granulomatous
Disease (CGD)

Infeksi rekuren berbagai mikroba, baik negarif-Gram


(escherichia,serratia,kleibsiela) maupun positif-Gram
(stafilokok).
- Merupakan penyakit X-linked resesif pd
usia 2 tahun pertama
- Ditemukan defek neutrofil & ketidakmampuan
membentuk peroksid hidrogen/metabolit
oksigen toksik lainnya.

Glucose-6phosphate
dehydrogenase

-Penyakit X-linked resesif dgn gambaran klinis seperti


CGD.
-Ditemukan anemia hemolitik
-Disebabkan oleh def. Generasi NADPH
-Gejala mulai terlihat pd usia < 2 tahun
-Kelainan klinis yg ditemukan : limfadenopati,
hepatosplenomegali & KGB yg terus mengeluarkan
cairan.
-Selain di KGB infeksi kronik & akut jg terjadi di kulit,
saluran cerna, hati & tulang

No.

Defisiensi

Keterangan

Mieloperoksidase
(DMP)

Ditemukan infeksi mikroba rekuren terutama K. Albicans


dan S. Aureus
Kemampuan neutrofil membunuh terganggu.

Sindrom Chediak- -Sangat jarang ditemukan.


Higashi (SCH)
-Ditandai dgn infeksi rekuren, piogenik, terutama
streptokok dan stafilokok.
-Kebanyakan penderita meninggal pd usia anak.
-Ditemukan neutrofil dgn kemotaksis & kemampuan
membunuh yg abnormal dgn aktivitas sel NK & kadar
enzim lisosom menurun.

Sindrom Job

-Berupa pilek berulang (tdk terjadi inflamasi normal), abses


stafilokok, eksim kronis dan otitis media.
-Kemampuan neutrofil menelan-memakan tdk
menunjukkan kelainan, tetapi kemotaksis terganggu.
-Kadar IgE serum & dpt ditemukan eosinofilia.

Sindrom leukosit
malas (lazy
leucocyte)

Berupa rentanan terhadap infeksi mikroba yg berat


Jumlah neutrofil , respons kemotaksis (asal nama sindrom),
respons inflamasi terganggu.

Adhesi leukosit

Penyakit yg ditandai dgn infeksi bakteri & jamur rekuren &


gangguan penyembuhan luka
Efek sitotoksik neutrofil, sel NK & sel T tergganggu

DEFISIENSI IMUN SPESIFIK


A. Defisiensi Kongenital/Primer
Jarang terjadi
1. Defisiensi imun primer sel B
Tjd krn hipogamaglobulinemia (kadar Ig rendah)
X-linked
Hipogamaglobulin
hipogamaglobulin- -emia sementara
emia

Common variable
Hypogammaglobulinemia

Def. Imunoglobulin yg
selektif(disgamaglobulinemia)

Semua serum Ig,


KGB tidak
mengandung Bcell

Menyerupai X-linked
hipogamaglobulinemia

kadar 1 /lebih Ig,


sedangkan kadar Ig
yang lain normal /

Pre-sel B (kadar
normal) tidak bisa
menjadi sel B
matangsel
Binfeksi bakteri
rekuren

Terjadi pada bayi


dgn sintesis Ig
(IgG)terlambat
walaupun IgM &
IgA normal
gangguan Th sel
B tidak terbentuk

Jumlah Sel B & Ig G


normal , kemampuan
memproduksi dan /
melepas Ig
mengalami
gangguan

2. Defisiensi imun primer sel T


Def sel T yg disertai pula dg Ig yg rendah (tdk ada respon imun thdp vaksinasi)
Aplasi Timus Kongenital (sindrom di George)

Kandidiasis Mukokutan Kronik

Terjadi karena defisiensi sel T


Sel B,sel plasma , kadar Ig normal, namun
tidak dpt membentuk Ab setelah vaksinasi

Infeksi jamur nonpatogenik (Candida


albicans) pada kulit & selaput lendir
gangguan fungsi sel T yang selektif

3. Defisiensi imun primer sel B & T


SCID

Sindrom
Nezelof

Sindrom
Wiskott-Aldrich

Ataksia
telangiektasi

Def.adenosin
deaminase

Tidak ada sel


B & T
limfositopenia
Rentan
terhadap
infeksi (CMV,
pneumositis
karini,&
candida)

Sel T ,def. sel


B bervariasi ,
kadar Ig(/N/)
respon Ab
thdp Ag
spesifik / Rentan
infeksi rekuren

Trombositopeni,
ekzem,IgM,
IgG N,IgA &IgE
infeksi rekuren

Mengenai
saraf,endokrin,
dan sistem
vaskulargera
kan otot yg tdk
terkoordinasi &
dilatasi
P.D.kecil
(telangiektasi)

Adenosin
deaminase tdk
ditemukan dlm
semua selkadar
bhn toksik
(ATP&deoksiATP)
Dlm sel limfoid

Nama penyakit

etiologi

Gejala

Common variable
hypogammaglobuline

Sintesis IgG kurang

Infeksi berulang

malnutrisi

Menurunkan sintesis IgG

Faktor predisposisi o/ bakteri


piogenik

AIDS

Penruunan jumlah sel T helper oleh


karena HIV

Infeksi oportunistik dengan


bakteri

measles

Perubahan fungsi sel T


Ig tetap normal

Hilangnya reaktivitas tes kulit


(PPD)

Liver failure

Pernurunan sintesis komplemen


karena hepatitis

Infeksi piogenik parah

malnutrisi

Sintesis kompemen turun karena


asam amino turun

Defisiensi sel B

Defisiensi sel T

defisiensi komplemen

Defisiensi fagosit

neutropenia

Netrofil dibawah 500 /uL krn obat2


an, kemoterapi, kanker, leukimia

Infeksi bakteri piogenik

B. Defisiensi Imun Spesifik Fisiologik


Kehamilan

Usia tahun pertama

Usia lanjut

Kehamilan
Peningkatan aktifitas sel
Ts atau efek supresif fktr
humoral yg dbtk
trofoblast def imun
selular utk
kelangsungan hidup
fetus

Jumlah sel T yg ada


msh brupa sel T naive
sel T tdk mmberikan
respon imun yg adekuat
thdp antigen

Involusi timus mnjd jar


lemak produksi sel T
dan sel T memori ttpi
sulit utk berkembang
repon CMI respon
imun tergangtung dari
persediaan sel T
tergntung dr persediaan
sblmnya

C. AIDS (Acquired immune deficiency syndrome)


Penyakit yang disebabkan oleh virus HIV
HIV menyebabkan penghabisan jumlah CD4+ T helper lymphocytes.
Fase Akut: HIV menginduksi langsung Cytotoxic Tcell untuk menghancurkan CD4+ T helper,
sehingga tubuh kehilangan mekanisme aktivasi Imun Spesifik Selluar.
Fase Kronik: Penurunan secara bertahap Aktivasi Imun Kompleks akibat dari hilangnya
komponen Imun spesifik menurunkan aktivasi Imun Spesifik Humoral.

B. Defisiensi Sekunder
Sering terjadi

Penyebab

Mekanisme

Infeksi HIV

Penipisan dari CD4 Th

Malnutrisi protein

Kekacauan metabolik yang


menghambat maturasi dan fungsi
limfosit

Kemoterapi untuk pengobatan kanker

Pengurangan prekursor limfosit di


sumsum tulang

Metastatis kanker dan leukemia yang


meliputi sumsum tulang

Mengurangi tempat perkembangan


limfosit

Imunosupresi untuk transplantasi,


penyakit autoimun

Mengurangi aktivasi limfosit

Splenektomi

Pengurangan aktivitas fagositosis


terhadap mikroba

Sumber lain Defisiensi imun didapat atau


sekunder
1.
2.
3.
4.

Malnutrisi
Kehilangan imunoglobulin
Stress
Agamaglobulinemia dengan timoma

Infeksi
Malaria & rubella kongenital defisiensi antibodi
Campak defek imunitas selular reaktivasi
tuberkulosis

Obat, trauma, tindakan kateterisasi & bedah


Obat sitotoksik, gentamisin, amikain, tobramisin
mengganggu kemotaksis nuetrofil
Tetrasiklin menekan imunitas selular
Kloramfenikol menekan respon antibodi
Rifampisin menekan imunitas selular maupun humoral
Obat kemoterapi, analgesik, antihistamin, antitiroid,
antikonvulsi, penenang & antibiotik menurunkan
jumlah neutrofil
Steroid dosis tinggi menekan fungsi sel T & inflamasi
Trauma kurang mampu menghadapi patogen
Kateterisasi & bedah imunokompromised

Penyinaran
dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfoid
Dosis rendah menekan Ts secara selektif

Penyakit berat
Akibat berbagai penyakit yang menyerang jaringan
limfoid penyakit Hodgkin, mieloma multiple,
leukemia & limfosarkoma
Uremia menekan sistem imun & menimbulkan
defisiensi
Gagal ginjal & diabetes defek fagosit sekunder
Imunoglobulin dapat menghilang melalui usus
pada diare

Kehilangan imunoglobulin
dapat terjadi karena kehilangan protein
berlebihan seperti pada penyakit ginjal, luka
bakar & diare
Agamaglobulinemia dengan timoma
Disertai dengan menghilangnya sel B total dari
sirkulasi
Eosinopenia atau aplasia SDM

Prosedur Diagnostik
Imunodefisiensi Autoimun
LO3

Diagnosa
Infeksi yang menetap atau berulang, atau infeksi berat oleh
mikroorganisme yang biasanya tidak menyebabkan infeksi
berat, bisa merupakan petunjuk adanya penyakit
immunodefisiensi.
Petunjuk lainnya adalah:
Respon yang buruk terhadap pengobatan
Pemulihan yang tertunda atau pemulihan tidak sempurna
Adanya jenis kanker tertentu
Infeksi oportunistik (misalnya infeksi Pneumocystis carinii
yang tersebar luas atau infeksi jamur berulang).

Pemeriksaan Penunjang Penyakit Imunodefisiensi

Tahap I : pemeriksaan penyaring


1. Pemeriksaan darah tepi
a.
b.
c.
d.
e.

Hb
Leukosit total
Hitung jenis leukosit (persentasi)
Morfologi limfosit
Hitung trombosit

2. Pemeriksaan Ig kuantitatif (IgG, IgA, IgM, IgE)


3. Kadar Ab terhadap imunitas sebelumnya (fungsi IgG)
1. Titer Ab tetanus, difteri
2. Titer Ab H. influenzae

4. Penilaian komplemen (komplemen hemolisis total =


CH50)
5. Evaluasi infeksi (LED atau CRP, kultur dan pencitraan
yang sesuai)

Tahap II : pemeriksaan lanjutan


Defisiensi sel B
Uji tapis :
Kadar IgG, IgM dan IgA
Titer isoaglutinin
Respon Ab pada vaksin (tetanus, difteri, H. influenzae)
Uji lanjutan :
Enumerasi sel-B (CD19 atau CD20)
Kadar subklas IgG
Kadar IgE dan IgD
Titer Ab natural (Anti Streptolisin-O/ASTO, E. coli)
Respon Ab terhadap vaksin tifoid dan pneumokokus
Foto faring lateral untuk mencari kelenjar adenoid

Riset :
Fenotiping sel B lanjut
Biopsi kelenjar
Respon Ab terhadap Ag khusus misal phage Ag
Ig-survival in vivo
Kadar Ig sekretoris
Sintesis Ig in vitro
Analisis aktivasi sel
Analisis mutasi
Defisiensi sel T
Uji tapis :
hitung limfosit total dan morfologinya
Hitung sel T dan sub populasi sel T : hitung sel T total, Th dan Ts
Uji kulit tipe lambat (CMI) : mumps, kandida, toksoid tetanus, tuberkulin
Foto sinar X dada : ukuran timus
Uji lanjutan :
Enumerasi subset sel T (CD3, CD4, CD8)
Respon proliferatif terhadap mitogen, antigen dan sel alogenik
HLA typing
Analisis kromosom

Riset :
Advance flow cytometry
Analisis sitokin dan sitokin reseptor
Cytotoxic assay (sel NK dan CTL)
Enzyme assay (adenosin deaminase, fosforilase nukleoside purin/PNP)
Pencitraan timus dan fungsinya
Analisis reseptor sel T
Riset aktivasi sel T
Riset apoptosis
Biopsi
Analisis mutasi

Defisiensi fagosit

Uji tapis :
Hitung leukosit total dan hitung jenis
Uji NBT (Nitro Blue Tetrazolium), kemiluminesensi : fungsi metabolik neutrofil
Titer IgE

Uji lanjutan :
Reduksi dihidrorhodamin
White cell turn over
Morfologi spesial
Kemotaksis dan mobilitas random

Phagocytosis assay
Bactericidal assay
Riset :
Adhesion molecule assays (CD11b/CD18, ligan selektin)
Oxidative metabolism
Enzyme assays (mieloperoksidase, G6PD, NADPH)
Analisis mutasi
Defisiensi komplemen
Uji tapis :
Titer C3 dan C4
Aktivitas CH50
Uji lanjutan :
Opsonin assays
Component assays
Activation assays (C3a, C4a, C4d, C5a)

Riset :
Aktivitas jalur alternatif
Penilaian fungsi (faktor kemotaktik, immune adherence)

PROGNOSIS
Umumnya defisiensi imun primer buruk dan berakhir fatal, seperti
juga halnya pada beberapa penyakit defisiensi imun sekunder (AIDS).
Diperkirakan sepertiga dari penderita defisiensi imun meninggal pada
usia muda karena komplikasi infeksi. Mortalitas penderita defisiensi
imun humoral adalah sekitar 29%.
Defisiensi imun ringan, terutama yang berhubungan dengan keadaan
fisiologik (pertumbuhan, kehamilan), infeksi, dan gangguan gizi dapat
diatasi dengan baik bila belum disertai defek imunologik yang
menetap.

Tatalaksana Imunodefisiensi
LO4

Prinsip Terapi Umum


Mengurangi kejadian dan dampak infeksi
Menjauhi subyek dengan penyakit menular
Memantau dengan baik pasien terhadap infeksi
Menggunakan antibiotik/antiviral yang benar
Imunisasi aktif/pasif bila memungkinkan
Memberikan komponen sistem imun yang defektif dengan transfer pasif atau transplantasi.
Pemberian globulingamma kepada pasien dengan def. Ig tetentu (tidak pada def. IgA)
Infus sitokin seperti IL-2, GM-CSF, M-CSF, dan IFN-gamma kepada subyek dengan
penyakit tertentu
Transfusi :
Netrofil kepada subyek dengan def. Fagosit
Polietilen Glikol digabung dengan adenosin deaminase (PEG-ADA) untuk SCID
Limfosit autologus yang sudah menjalani transfection dengan ADA untuk mengobati
Severe Combined Immunodeficiency
Transpalantasi : Tymus fetal atau stem cell dari sum-sum tulang dalam usaha memperbaiki
kompetensi imun2

2 Tujuan umum pengobatan penyakit Imunodefisiensi


1. Mengurangi kejadian dan dampak infeksi dengan:

Menjauhi subjek dengan penyakit menular


Memantau dengan baik pasien terhadap infeksi
Menggunakan antibiotik/antiviral yang benar
Imunisasi aktif atau pasif bila memungkinkan

Memberikan komponen sistem imun yang defektif


dengan transfer pasif atau transplantasi:

2.

Pemberian globulin gamma kepada pasien dengan


defisiensi Ig tertentu (tidak pada defisiensi Ig A)
Infus sitokin
Transfusi neutrofil, polietilen glikol dan limfosit
autologus
transplantasi

Pemberian globulin gama


Pemberian globulin gama kepada penderita
dengan defisiensi Ig tertentu (tidak pada
defisiensi IgA)
Pemberian sitokin
Pemberian infus sitokin seperti IL-2, GM-CSF, MCSF dan IFN- kepada subyek dengan penyakit
tertentu.

Transfusi
Transfusi diberikan dalam bentuk neutrofil kepada subyek
dengan defisiensi fagosit dan pemberian limfosit
autologus yang sudah mengalami transfeksi dengan
gen adenosin deaminase (ADA) untuk mengobati
Severe Combined Immunodefisiency.
Transplantasi
Transplantasi timus fetal atau stem cell dari sumsum
tulang untuk memperbaiki kompetensi imun

Jenis Terapi
Pengobatan suportif
Perbaikan keadaan umum : memenuhi kebutuhan gizi,
kalori, jaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asambasa, kebutuhan oksigen, pencegahan infeksi
Substitusi dilaukan thdp defisiensi komponen imun
(sesuai kondisi klinis) : beri eritrosit, leukosit, plasma
beku, enzim, serum hipergamaglobulin, gamaglobulin,
imunoglobulin spesifik

Pengobatan imunomodulasi
Manfaat diperdebatkan tp bs diberikan interferon,
antibodi monoklonal,produk mikroba (BCG), produk
biologik (timosin), komponen darah, bahan sintetik
dpt inosipleks, levamisol

Terapi kausal
Mengatasi penyebab defisiensi imun
Terutama pd defisiensi sekunder (pengobatn
infeksi, suplemen gizi, pengobatan keganasan)
Defisiensi imun primer : transplantasi (timus, hati,
sstl), atau rekayasa genetik

Defisiensi

Jenis

Terapi

Sel B

X-linked hipogammaglobulinemia

Pemberian IgG

Hipogammaglobulinemia

Pemberian IgG pada infeksi


berat

Common variable
hipogammaglobulinemia

Pemberian IgG

Defisiensi imunoglobulin yang selektif


(disgammaglobulinemia)

Terapi dengan antibiotik


untuk mengendalikan
infeksi

Aplasia Timus (Sindrom di george)

Transplant timus fetal

Chronic mucocutaneous candidiasis

Transplant timus

Severe combined imunodeficiency


disease

Transplant sumsum tulang

Sel T

Sel B dan sel T

Sindrom Nezelof
Sindrom Wiskott-Aldrich
Ataksia telangiektasia

Pemberian antibiotik dan


transplant sumsum
-

Kausal: Antivirus
Ada 2 jenis obat antivirus yang digunakan untuk mengobati
infeksi HIV dan AIDS
Analog nukleotide : mencegah aktivitas reverse
transkiptase seperti timidine AZT
Dideoksinosin dan dideoksisitidin : mengurangi kadar RNA
HIV dalam plasma
Biasanya obat obat tsb tidak berhasil progres penyakit
oleh karena timbulnya bentuk mutasi reverse transkiptasi
yang resisten terhadap obat
Inhibitor protease virus sekarang digunakan untuk
mencegah proses protein prekursor menjadi kapsid virus
matang dan protein core
Terapi dewasa ini menggunakan kombinasi 3 obat :
protease inhibitor dengan 2 inhibitor reverse transkiptase
yang terpisah. Digunakan untuk menurunkan kadar RNA
virus dalam plasma menjadi sangat rendah untuk lebih dari
satu tahun

PENCEGAHAN
Hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh penderita penyakit
immunodefisiensi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mempertahankan gizi yang baik


Memelihara kebersihan badan
Menghindari makanan yang kurang matang
Menghindari kontak dengan orang yang menderita penyakit menular
Menghindari merokok dan obat-obat terlarang
Menjaga kebersihan gigi untuk mencegah infeksi di mulut
Vaksinasi diberikan kepada penderita yang mampu membentuk antibodi.
Kepada penderita yang mengalami kekurangan limfosit B atau limfosit T
hanya diberikan vaksin virus dan bakteri yang telah dimatikan (misalnya
vaksin polio, MMR dan BCG).

Perjalanan Penyakit, Gejala,


Diagnosis, dan Tatalaksana HIV
beserta penularan Ibu ke Anak
LO5

Definisi HIV
HIV
adalah singkatan dari
Human Immunodeficiency
Virus yang dapat
menyebabkan AIDS dengan
cara menyerang sel CD4
sehingga dapat merusak
sistem kekebalan tubuh
manusia yang pada akhirnya
tidak dapat bertahan dari
gangguan penyakit
walaupun yang sangat
ringan sekalipun.
Partikel HIV terdiri atas dua
untaian RNA dalam inti
protein yang dilindungi
envelop lipid asal pejamu.

DEFINISI

HIV adalah virus yang menyerang sistem imun,


khususnya sel limfosit T (CD4+). Terdiri dari 2 type : HIV1 dan HIV-2.
AIDS adalah kumpulan gejala atau penyakit yang
disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat
infeksi oleh virus HIV yang termasuk famili retroviridae,
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.

AIDS
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
Acquired berarti penyakit ini tidak diturunkan,
melainkan berkembang setelah kelahiran melalui
kontak dengan agen penyebab (HIV).
Immunodeficiency berarti penyakit ini dicirikan
dengan sistem imun yang melemah.
Syndrome berarti penyakit ini merupakan kumpulan
dari sekelompok gejala. Pada kasus AIDS, gejala ini
mencakup infeksi oportunistik dan tumor, penurunan
berat badan secara drastis dan kerusakan sistem saraf
pusat.

epidemiologi

EPIDEMIOLOGI

Wilayah terbanyak Afrika Sub-Sahara.


Di dunia 33,2 juta HIV (+), 2,1 juta meningkat karena
AIDS.
Indonesia --> pertumbuhan epidemik HIV tercepat
dengan jumlah kasus 10.384 (papua terbanyak).
Insidensi : pria : wanita = 4,07 : 1
Usia : 20-29 tahun (53,80%)

Seputar HIV

Etiologi
Human Imunodeficiency virus tipe 1 & 2.

Sel target HIV :

Th CD4+.
Sel dendritik.
Makrofag.
Tc CD8+.
Sel NK (CD4+, CCR5).

Faktor Risiko :

Homoseksual (72%)
Penyalahgunaan obat IV (intravena) (17%)
Heteroseksual (4%)
Resipien transfusi (1 %)
Pediatri (1%)

Siklus Hidup
HIV

1. Attachment
Virus menginfeksi sel menggunakan gp120 berikatan
dgn sel CD4+ & reseptor kemokin (CXCR4 / CCR5)
fusi membran virus dgn membran sel pejamu.

2.Fusion
Virus masuk ke sitoplasma
3. Reverse transcription
Envelop virus dilepas o/ protease virus & RNA bebas

ssRNA diubah menjadi dsDNA o/ reverse transcriptase

4. Integrasi
Bergabungnya dsDNA virus dgn DNA host di nukleus
PROVIRUS (laten selama beberapa hari/tahun)

5. Transkripsi DNA mRNA diekspor ke sitoplasma.


Terjadi jika provirus teraktivasi
6. Translasi RNA protein

7. Perakitan virion
Protein + ssRNA virus bergabung
8. Budding
Virion yg telah lengkap membran sel mendapatkan
envelop lipid

Virus ke luar sel dpt menginfeksi sel & menular.

Respon imun terhadap HIV


Respon imun non spesifik
Sama seperti respon imun terhadap virus pada
umumnya : defensin, NK, sel dendritik,
komplemen

Respon imun spesifik


Sel CD8 merupakan pertahanan pertama dan
mampu mengendalikan infeksi pada fase akut
Antibodi muncul 6-9 minggu setelah infeksi dan
merupakan tes diagnostik yang penting

Mekanisme penghindaran
HIV mampu bermutasi dengan cepat, sehingga
tidak mampu diatasi antibodi maupun sel T
HIV menginhibisi MHC I sehingga menurunkan
efektifitas CD8
HIV menginhibisi imunitas selular

Perjalanan HIV

Sembuh sendiri dalam 3-6


minggu setelah infeksi virus

7-10 tahun

Gejalanya:
radang
tenggorokan, nyeri otot
(mialgia), demam, ruam
kulit, dan terkadang
radang selaput otak
(meningitis asepsis)

Fase pertengahan / kronik

-Viremia
-Virus di dalam
jaringan limfoid
- T cell CD4+

Virus
replikasi
terus
menerus dalam CD4+
(bertahun-tahun)

Kelainan sistem imun

Tanpa
pengobatan
AIDS
(4tahun)

Sistem imun
kehilangan
kemampuan,
viral load

Demam 1 bulan,
BB, diare kronis

Fase terakhir / krisis

Fase permulaan/akut

Produksi virus

Masa Jendela
Masa jendela (waktu sejak tubuh terinfeksi HIV sampai mulai
timbulnya antibodi yang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan).
Antibodi mulai terbentuk pada 4-8 minggu setelah infeksi.
Jadi, jika pada masa ini hasil tes HIV pada seseorang yang
sebenarnya sudah terinfeksi HIV, dapat memberikan hasil
yang negatif.

Perjalanan HIV
Fase permulaan/akut
Fase akut menandakan respon imun tubuh yang masih
imunokompeten terhadap infeksi HIV.
Penyakit yang sembuh dengan sendirinya yaitu 3 sampai 6 minggu
setelah terinfeksi HIV.
Gejalanya berupa radang tenggorokan, nyeri otot (mialgia),
demam, ruam kulit, dan terkadang radang selaput otak
(meningitis asepsis).
Produksi virus yang tinggi menyebabkan viremia (beredarnya virus
dalam darah) dan penyebaran virus ke dalam jaringan limfoid,
serta penurunan jumlah sel T CD4+.

Fase pertengahan/kronik
Fase kronik ditandai dengan adanya replikasi virus terus menerus dalam
sel T CD4+ yang berlangsung bertahun-tahun.
Pada fase kronik tidak didapatkan kelainan sistem imun. Setelah
bertahun-tahun, sistem imun tubuh mulai , sementara replikasi virus
sudah mencapai puncaknya sehingga perjalanan penyakit masuk ke fase
krisis. Tanpa pengobatan, pasien HIV akan mengalami sindrom AIDS
setelah fase kronik dalam jangka waktu 7 sampai 10 tahun.
Fase terakhir/krisis
Ditandai dengan hilangnya kemampuan sistem imun, jumlah virus
dalam darah (viral load). Pasien mengalami demam lebih dari 1 bulan,
lemah, BB dan diare kronis. Hitung sel T CD4+ berkurang sampai
dibawah 500/L. (Mitchell and Kumar, 2003; Saloojee and Violari, 2001).

Oportunitis
SARKOMA KAPOSI.
Adalah tumor dari dinding pembuluh.biasanya tampak
seperti lesi bewarna merah muda,merah atau ungu pada kulit
dan mulut. Sarkoma kaposi dapat mempengaruhi saluran
cerna dan paru-paru.
NON-HODGKIN.
SINDROM WASTING.
Disertai diare dan demam
DEMENTIA

Infeksi Bakteri
PNEUMONIA BAKTERI.
MYCOBACTERIUM
TUBERKULOSIS (TBC).
SALMONELLOSIS.
BACILLARY ANGIOMATOSIS.
Infeksi virus
CYTOMEGALOVIRUS (CMV).
VIRUS HEPATITIS. VIRUS HEPATITIS
HERPES SIMPLEX VIRUS (HSV). HSV,.
HUMAN PAPILLOMAVIRUS (HPV).
Infeksi jamur
KANDIDIASIS.
KRIPTOKOKAL MENINGITIS.
infeksi Parasit
PNEUMOCYSTIS CARINII PNEUMONIA (PCP).
TOKSOPLASMOSIS.
KRIPTOSPORIDIOSIS.

Anamnesis

When did you first begin experiencing symptoms?


Have your symptoms been continuous, or occasional?
How severe are your symptoms?
What, if anything, seems to improve your symptoms?
What, if anything, appears to worsen your symptoms?
Have you shared any drug needles?
Have you had unprotected sex?
Do you have any STDs?
Have you had sex with anyone you know to have HIV/AIDS?
Are you or could you be pregnant?

DIAGNOSIS
Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan
berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan
untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.
Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi
ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang
sehat.
* Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
* Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran
pernafasan atas yang berulang
* Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari
sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
* Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus,trakea,
bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi.
Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.

Klasifikasi Penderita AIDS


Menurut CDC:
CD4+ cell : >500 cells/L
Tanpa gejala

CD4+ cell : 200 500 cells/L


Gejala awal

CD4+ cell : < 200 cells/L


Gejala berat

Jumlah sel T CD4+ normal 1500 sel/mm

Gejala AIDS pada Orang Dewasa


(2 mayor + 1 minor)
Mayor:
BB turun > 10% dlm 1 thn
Diare kronik > 1 bln
Diare > 1 bln ( kontinu)

Minor:
Batuk > 1 bln
Dermatitis pruritik umum
HZ rekuren
Candidiasis orofaring
Limfadenopati umum
Herpes simpleks diseminata
yg kronik progresif

Gejala AIDS pada Anak Anak


(2 mayor + 2 minor)
Mayor:
BB turun, pertumbuhan
lambat yg abn
Diare kronik > 1 bln
Demam > 1 bln

Minor:
Limfadenopati umum
Candidiasis orofaring
Infeksi umum yg berulang:
radang telinga, tenggorokan
Batuk persisten
Dermtitis umum
Infeksi HIV maternal

HIV menimbulkan patologi penyakit


melalui beberapa mekanisme:
Terjadinya defisiensi imun yang menimbulkan
infeksi oportunitis
Terjadinya reaksi autoimun
Reaksi hipersensitivitas
Kecenderungan terjadinya malignansi atau
keganasan pada stadium lanjut

Patogen Penyebab Infeksi Oportunistik


pada AIDS
Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi akibat
adanya kesempatan untuk timbul pada kondisi
tertentu yang memungkinkan, oleh karena itu
bisa disebabkan oleh organisme non-patogen.
Organisme penyebab IO adalah organisme
yang merupakan flora normal, maupun
organisme patogen yang terdapat secara laten
dalam tubuh yang kemudian mengalami
reaktivasi.

Common Opportunistic Infections


Pneumocystis carinii pneumonia
Oral candidiasis
Toxoplasmosis of the CNS
Chronic diarrhea/wasting syndrome
Pulmonary/extra-pulmonary tuberculosis
Cancers
Kaposis sarcoma affects small blood
vessels and internal organs
Cervical dysplasia and cancer. Researchers
found out that women with HIV have
higher rates of this type of cancer. Cervial
carcinoma is associated with Human
Papilloma Virus (HPV).
Non-Hodgkins lymphoma cancerous
tumor of the lymph nodes. This is usually
a late manifestation of HIV infection.

Molluscum
contagiosum

Kaposis Sarcoma

Candidiasis

Pneumocystis carinii pneumonia

TES HIV

Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi
terhadap HIV.
Pemeriksaan penyaring :

ELISA yang biasa digunakan di Indonesia


Aglutinasi
Dot-blot immunobinding assay

Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV


Isolasi dan biakan virus
Deteksi antigen

Deteksi materi genetik dalam darah pasien

ELISA
ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay), tes ini mendeteksi
antibodi yang dibuat tubuh terhadap virus HIV.

Tes ELISA dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau
air kencing.
Saat ini telah tersedia Tes HIV Cepat (Rapid HIV Test). Pemeriksaan
ini sangat mirip dengan ELISA. Ada dua macam cara yaitu
menggunakan sampel darah jari dan air liur.
Hasil positif pada ELISA belum memastikan bahwa orang yang
diperiksa telah terinfeksi HIV. Masih diperlukan pemeriksaan lain,
yaitu Western Blot atau IFA, untuk mengkonfirmasi hasil
pemeriksaan ELISA ini..

Western Blot
u/ mendeteksi antibodi terhadap HIV.
tes konfirmasi bagi ELISA pemeriksaan ini lebih sensitif dan
lebih spesifik, sehingga pemeriksaan ini lebih sulit dan butuh
keahlian lebih dalam melakukannya.
IFA
IFA (indirect fluorescent antibody) jjuga mendeteksi antibodi
terhadap HIV. Salah satu kekurangan dari pemeriksaan ini
adalah biayanya sangat mahal.
PCR Test
PCR atau polymerase chain reaction adalah uji yang
memeriksa langsung keberadaan virus HIV di dalam darah. Tes
ini dapat dilakukan lebih cepat yaitu sekitar seminggu setelah
terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal dan memerlukan alat
yang canggih.

ELISA, Western Blot and PCR

Cara penularan

Transmisi Ibuanak

Penatalaksanaan HIV-AIDS
Terdiri atas beberapa jenis :
Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan
ARV:
Asimptomatik, CD4 > 500 tapi RNA HIV (viral load) tinggi (lebih dari
30.000)
Asimptomatik, CD4 > 350 (boleh ditunda bila CD4 > 350 dan viral
load rendah < 10.000)
Infeksi HIV dengan gejala

Pengobatan untuk mengatasi penyakit infeksi, dan kanker


yang menyertai infeksi HIV/AIDS seperti jamur,
tuberkulosis, dan lain-lain
Pengobatan suportif, yaitu nutrisi dan vitamin, bekerja,
pandangan hidup yang positif, hobi, dukungan psikologis,
dukungan sosial

Penatalaksanaan
Pengobatan AIDS dengan ARV harus bersifat kombinasi karena
adanya resistensi virus terhadap ARV.
Tiga golongan ARV yang dikenal adalah nucleoside reverse
transcriptase inhibitor (NRTI), non nucleoside reverse
transcriptase inhibitor (NNRI), dan protease inhibitor (PI).
Kombinasi ARV bisa berupa 3NRTI, 2NRTI+NNRTI, dan
2NRTI+PI.
Pasien AIDS harus menggunakan ARV terus menerus dan
apabila pengobatan ARV berhenti, maka akan terjadi resistensi
dan kegagalan pengobatan (Sepkowitz, 2001; Fauci and Lane,
2001; Thaker and Snow, 2003).

NRTI (Nucleoside reverse transcriptase inhibitor)

Anti retrovirus
MK: menghentikan perpanjangan rantai DNA virus dengan cara bergabung pada
ujung rantai 3 rantai virus

Zidovudin
I: HIV dalam kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 600 mg/hr (PO)
ES: anemia, neutropenia, sakit kepala, mual

Didanosin
I: HIV, terutama tingkat lanjut dalam kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 400mg/hr (PO)
ES: diare, pankreatitis, neuropati perifer

Zalsitabin
I: HIV terutama pasien HIV dewasa tingkat lanjut yang tidak responsif
zidovudin, jangan kombinasi didanosin
Dosis: 2,25mg/hr (1 tablet 0,75mg tiap 8 jam)
ES: neuropati perifer, stomatitis, ruam, pankreatitis

Stavudin

Anti retrovirus-NRTI
I: HIV terutama tingkat lanjut, kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 80mg/hr (1 kapsul 40mg tiap 12 jam)
ES: neuropati perifer, sakit kepala, mual, ruam

Lamivudin
I: HIV (kombinasi dengan anti-HIV lain) dan HBV
Dosis: 300mg/hr
ES: asidosis laktat, sakit kepala, mual

Emtrisitabin
I: HIV dan HBV
Dosis: 200mg/hr
ES: nyeri abdomen dengan rasa kram, diare, kelemahan otot, sakit kepala,
lipodistrofi, mual, rinitis, pruritus, ruam

Abakavir
I: HIV dalam kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 600mg/hr
ES: mual, muntah, diare, rx hipersensitif (demam, malaise, ruam), gangguan
gastrointestinal

Anti retrovirus

NtRTI (Nucleotide reverse transcriptase inhibitor)


Tenofovir disoproksil
MK: menghentikan pembentukan rantai DNA virus
I: infeksi HIV dalam kombinasi dengan efavirenz, tidak dengan lamivudin dan
abakavir
Dosis: 300mg/hr (PO)
ES: mual, muntah, flatulens, diare

NNRTI (Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor)


MK: hambat HIV-1 reverse transcriptase melalui interaksi dengan allosteric
pocket site

Nevirapin
I: infeksi HIV-1 dala kombinasi dengan anti-HIV lain terutama NRTI
Dosis: 200mg/hr selama 14 hr kemudian 400mg/hr
ES: ruam, demam, fatigue, sakit kepala, somnolens, mual, peningkatan enzim
hati

Anti retrovirus-NNRTI

Delavirdin
I: infeksi HIV-1, kombinasi dengan anti-HIV lain terutama
NRTI
Dosis: 3x2 tablet 200mg /hr
ES: ruam, peningkatan tes fungsi hati, neutropenia

Efafirenz
I: infeksi HIV-1, kombinasi dengan anti-HIV lain terutama
NRTI dan NtRTI
Dosis: 600mg/hr sebelum tidur untuk mengurangi
efek samping SSP
ES: sakit kepala, pusing, mimpi buruk, sulit konsentrasi,
ruam

Anti retrovirus

PI (Protease inhibitor)
MK: bekerja pada tahap transisi sebagai HIV protease peptidomimetic inhibitor

Sakuinavir
I: infeksi HIV, kombinasi dengan anti-HIV lain (NRTI dan beberapa PI)
Dosis: 3x6 soft capsule 200mg /hr atau 3x3 hard gel capsule /hr bersama
makanan atau sampai 2 jam setelah makanan lengkap
ES: diare, mual, nyeri abdomen

Ritonavir
I: infeksi HIV, kombinasi dengan anti-HIV lain (NRTI dan beberapa PI)
Dosis: 6 kapsul 100mg 2x/hr bersama makanan
ES: mual, muntah, diare

Indinavir
I: infeksi HIV, kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 2 kapsul 400mg tiap 8 jam dengan perut kosong dan hidrasi (min 1,5 L air
/ hr)
ES: mual, hiperbilirubinemia, batu ginjal

Anti retrovirus-PI

Nelfinavir
I: infeksi HIV, kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 3x3 tablet 250 mg/hr atau 2x5 tablet 250mg/hr bersama
makanan
ES: mual, muntah, diare

Amprenavir
I: infeksi HIV, kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 2x8 kapsul 150 mg
ES: mual, diare, ruam

Lopinavir
I: infeksi HIV, kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 2x3 kapsul 166,6 mg /hr bersama makanan
ES: mual, muntah, peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida

Atazanavir
I: infeksi HIV, kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 1x 2 kapsul 200 mg bersama makanan
ES: hiperbilirubinemia, mual, perubahan EKG (jarang)

Anti retrovirus

Viral entry inhibitor


Enfuvirtid
MK: menghambat fusi virus ke membran sel
I: th/ infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 2x90 mg/hr (SC) setiap injeksi harus diberikan
pada tempat berbeda
ES: reaksi lokal nyeri, eritrema, pruritus, iritasi, dan
nodul / kista.

PROGNOSIS
Waktu median dari infeksi HIV primer 10
tahun
Mortalitas : 5 orang/tahun dari 100.000
Kira-kira 60% kematian pasien dengan AIDS
hasil infeksi lain

Mencegah Penularan HIV dengan Prinsip


ABCDE
A = Abstinence
No seks, terutama bagi yang belum menikah.
B = Be faithful
Setia hanya pada satu pasangan.
C = use Condom
Gunakan kondom
D = no Drugs
Jangan gunakan narkoba
E = sterilization of Equipment
Selalu gunakan alat suntik yang steril. Minta alat
suntik steril dari dokter anda

Vaksinasi pada orang


dengan Imunodefisiensi
LO6

Jenis vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk pasien


imunokompromais
Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan kortikosteroid
dosis kecil dan pemberian dalam waktu pendek. Tetapi
imunisasi harus ditunda pada anak dengan pengobatan
kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau
prednison 20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari.
Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan pengobatan
kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah pemberian
kemoterapi selesai.
Tidak boleh imunisasi polio oral, MMR, varisela. dapat
diberikan IVP bila vaksin tersedia.

Vaksin yang dapat diberikan saat kehamilan:


Hepatitis A (jika ada resiko)
Hepatitis B( ya, jika ada resiko)
Influenza (inaktif)
Meningkok (ya, jika ada indikasi)
Pneumokok polisakarida (jika ada indikasi)
Polio (IPV) (dihindari, kecuali ada resiko)
Tetanus diptheri (jika ad indikasi)
DPT (ya, jika resiko tinggi pertusis)

OPV tidak boleh diberikan kepada orang yg


dicurigai maupun sudah terkena
imunodefisiensi. dapat diberikan IPV
MMR, varicella tidak boleh diberikan pada
kasus imunodefisiensi
BCG tidak boleh diberikan pada kasus
imunodefisiensi
Vaksin pneumokokus valen23 boleh
diberikan kepada anak yang terinfeksi virus
imunodefisiensi (HIV)

Daftar Pustaka
1.
2.

3.
4.
5.
6.

Karnen G. Baratawidjaja. Imunologi Dasar, Ed.6.


Jakarta: FKUI, 2004.
Male D, Brostoff J, Roth DB, Roitt I. Immunology,
7th ed. Philadelphia: Elsevier, 2006.
Mikrobiologi FKUI
FKUI. Kapita Selekta Kedokteran, Ed.2. Jakarta:
Media Aesculapius, 2008
Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia, Ed.2.
Jakarta: EGC, 2001.
Basic Immunology: Functions and disorders of
the immune system, 3rd ed. Abbas AK, Lichtman
AH. Saunders Elsevier: Philadelphia

Kesimpulan
Kami
1.
2.

3.
4.
5.

6.

telah mempelajari:

Defisiensi & Klasifikasi Imunodefisiensi


Mekanisme Imunodefisiensi Primer & Sekunder
Prosedur Diagnostik Imunodefisiensi Autoimun
Tatalaksana Imunodefisiensi
Perjalanan Penyakit, Gejala, Diagnosis, dan
Tatalaksana HIV beserta penularan Ibu ke Anak
Vaksinasi pada orang dengan Imunodefisiensi

Saran
Ibu

hamil disarankan untuk konsultasi ke


dokter mengenai gejala yg dialami untuk
mendapatkan pengobatan yg sesuai.
Vaksinasi jika akan diberikan hanya
bertujuan untuk kuratif bukan preventif
sesuai dengan standar rekomendasi
berlaku.

Anda mungkin juga menyukai